Peraturan bpom no. 31 tahun 2022 tentang label pangan olahan

Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan

PeraturanPedia.id – Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Pengawasan Klaim pada Label dan Iklan Pangan Olahan

Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 1 Tahun 2022 ini ditetapkan dengan pertimbangan

  1. bahwa ketentuan mengenai pengawasan klaim pada label dan iklan pangan olahan sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 13 Tahun 2016 tentang Pengawasan Klaim pada Label dan Iklan Pangan Olahan, perlu disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan hukum serta ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pangan olahan sehingga perlu diganti;
  2. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat (1) huruf d Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan, Badan Pengawas Obat dan Makanan memiliki fungsi pelaksanaan tugas pengawasan pangan olahan sebelum beredar dan pengawasan selama beredar;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang Pengawasan Klaim pada Label dan Iklan Pangan Olahan;

DETAIL PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 1 TAHUN 2022

Entitas Badan Pengawas Obat dan Makanan
Jenis Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (Peraturan BPOM)
Nomor 1 Tahun 2022
Tahun 2022
Tentang Peraturan BPOM Tentang Pengawasan Klaim pada Label dan Iklan Pangan Olahan
Tanggal Ditetapkan 3 Januari 2022
Tanggal Diundangkan
Berlaku Tanggal
Sumber Berita Negara Tahun 2022 Nomor 2

Silahkan download Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 1 Tahun 2022 melalui link di bawah ini:

Download PDF (918.98 KB)

Preview PDF

Terima kasih sudah berkunjung. Semoga informasi ini bermanfaat, silahkan Klik LIKE dan SHARE.

Definisi: BN = Berita Negara

TBN = Tambahan Berita Negara

Sumber file : https://jdih.pom.go.id

Jika link download error/rusak, informasi kurang lengkap, silakan hubungi kami melalui email , terima kasih.

Peraturan bpom no. 31 tahun 2022 tentang label pangan olahan
Ilustrasi label lolos uji keamanan pangan pada kemasan air minum dalam kemasan.

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Kebijakan Persaingan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Marcellina Nuring Ardyarinielain, mengatakan akan berkoordinasi dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk melakukan analisa lanjutan dengan meminta pendapat dari para pakar mengenai revisi Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan yang hanya fokus untuk pelabelan BPA terhadap kemasan galon berbahan Polikarbonat (PC). Tujuannya, hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan.

“Jadi, kita ingin melihat secara komprehensif bagBPOaimana kebijakan tersebut, apakah ada potensi memfasilitasi terjadinya persaingan usaha tidak sehat atau tidak. Kita juga akan melihat pengaturan BPA ini di negara-negara lain untuk dijadikan dasar sebagai bahan-bahan kami dalam melakukan analisis untuk kemudian menentukan bagaimana sisi persaingannya,” tuturnya.

Dia menuturkan daftar pemeriksaan yang dilakukan KPPU terhadap revisi Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan itu ada empat. Pertama, untuk mengidentifikasi apakah di dalam revisi peraturan tersebut ada potensi pengaturan oleh pelaku usaha. Kedua, untuk mengidentikasi apakah ada pengaturan terkait pembatasan pasokan atau jumlah pelaku usaha.

Ketiga, untuk mengidentifikasi apakah pengaturan tersebut berpotensi membatasi kemampuan bersaing pelaku usaha. Keempat, mengidentifikasi apakah peraturan yang disusun memfasilitasi penguatan pasar atau posisi dominan dari pelaku usaha tertentu. Menurutnya, pelaku usaha ada banyak yang terkait, ada pelaku usaha yang memproduksi botol dan galon sekali pakai berbahan PET dan galon guna ulang berbahan PC.

“Jadi, kalau kami lihat ada kemungkinan regulasi BPOM ini nanti akan merusak iklim persaingan. Ini dapat disimpulkan dari identifikasi yang ketiga bahwa ada kemungkinan dengan adanya pelabelan itu, berpengaruh dengan membatasi kemampuan bersaing pelaku usaha tertentu karena terdapat perlakuan diskriminatif yang menyebabkan kemampuan bersaingnya menjadi lebih rendah dari pesaing-pesaingnya,” jelasnya lewat rilis media.

Namun demikian, dia menyampaikan KPPU tetap harus melengkapi dengan analisis yang didukung data, bahwa kebijakan tersebut memang berpengaruh diskriminatif dan cenderung mendorong kerugian di sektor industri atau pelaku usaha tertentu. Dia mengakui pada pembahasan revisi Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan ini KPPU tidak dilibatkan terlalu dalam.

“Seharusnya kalau dalam pembuatan kebijakan atau regulasi seperti ini, regulator itu seharusnya mengundang dan mendengarkan pendapat dari berbagai pihak yang terkait. Misalnya, kalau hal ini nanti dinilai terkait dengan persaingan usaha seharusnya KPPU dilibatkan dari awal,” ucapnya.

Tapi, KPPU akan berusaha melakukan pencegahan di awal terhadap hadirnya kebijakan-kebijakan yang memfasilitasi terjadinya persaingan usaha. “Kami membuat apa yang dinamakan dengan daftar periksa asesmen kebijakan persaingan usaha. Ini mungkin nanti yang akan kami coba koordinasikan dan diskusikan dengan pihak BPOM jika memang wacana ini berlanjut karena kami tidak tahu apakah revisi Peraturan BPOM ini ada kelanjutannya atau tidak setelah kemarin kabarnya dikembalikan oleh Seskab,” katanya.

Dia berharap regulator untuk hati-hati dalam menyusun kebijakan. “Sebisa mungkin harus memperhatikan aspek-aspek dalam hal ini aspek persaingan usaha, jangan sampai merusak persaingan usaha,” jelasnya.

Baca juga: Jadi Pembeli Pintar, Cek Dulu Label Pangan Sebelum Beli Produk Olahan

Label Pangan Olahan

GridHEALTH.id - Walau masih isu, perubahan peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, akan menimbulkan banyak masalah.

Apalagi jika perubahan tersebut hanya berdasar persaingan usaha.

Padahal label pangan olahan penting bagi masyarakat, seperti dikatakan Direktur Standardisasi Pangan Olahan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Dra. Sutanti Siti Namtini, pada acara GridHEALTHtalk (7/8/2020), konsumen harus mulai teliti membaca label pada produk pangan dalam kemasan.

Karenanya, dalam hal ini Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mencurigai adanya potensi persaingan usaha tidak sehat dalam revisi Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan yang hanya fokus pada pelabelan BPA terhadap kemasan galon berbahan Polikarbonat (PC).

Karenanya, KPPU meminta agar ikut dilibatkan dalam pembahasannya karena revisi aturan ini bisa berpotensi merusak persaingan usaha. Hal itu disampaikan Direktur Kebijakan Persaingan KPPU, Marcellina Nuring Ardyarini, dalam acara diskusi media bertema “Menelisik Isu BPA, Peran Buzzer, LSM, dan Organisasi Baru dalam Pembangunan Opini” yang diadakans secara online di Jakarta, Rabu (20/4).

“Jadi, terkait dengan isu adanya wacana perubahan peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, ini kami akan mulai koordinasi dengan BPOM untuk melihat bagaimana perkembangan dari rencana perubahan ini,” tukasnya.

Mengenai isu atau wacana perubahan tersebut, KPPU selain berkoordinasi dengan BPOM juga akan melakukan analisa lanjutan dengan meminta pendapat dari para pakar atau ahlinya, sehingga hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan.

Pelaku usaha juga akan diundang jika memang nantinya diperlukan untuk memetakan mengenai struktur industri dan bagaimana persaingan di industri tersebut.

Baca Juga: Urus SIM dan STNK Kini Wajib Jadi Anggota BPJS Kesehatan, Klik Disini Untuk Daftar Online

“Jadi, kita ingin melihat di situ secara komprehensif bagaimana kebijakan tersebut, apakah ada potensi memfasilitasi terjadinya persaingan usaha tidak sehat atau tidak. Kita juga akan melihat pengaturan BPA ini di negara-negara lain untuk dijadikan dasar sebagai bahan-bahan kami dalam melakukan analisis untuk kemudian menentukan bagaimana sisi persaingannya,” tuturnya.  Dia menuturkan bahwa daftar pemeriksaan yang dilakukan KPPU terhadap revisi Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan itu ada 4.

Pertama, untuk mengidentifikasi apakah di dalam revisi peraturan tersebut ada potensi pengaturan oleh pelaku usaha.

Kedua, untuk mengidentikasi apakah ada pengaturan terkait pembatasan pasokan atau jumlah pelaku usaha.