Setiap tanggal 21 April kita selalu memperingati Hari Kartini mengapa kita harus

Setiap bulan April, bangsa Indonesia selalu memperingati salah satu hari nasional, yaitu peringatan Hari Kartini yang tepatnya jatuh pada tanggal 21 April setiap tahunnya. R.A Kartini, pahlawan nasional yang memperjuangkan emansipasi wanita dan kesetaraan gender. Dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang, Kartini berjuang agar wanita mendapatkan persamaan hak dalam berbagai ranah kehidupan, khususnya pendidikan dan harus tetap menjunjung tinggi kodrat kewanitaannya. Raden Adjeng Kartini sang Pahlawan Nasional Indonesia sebagai pelopor perjuangan kaum perempuan, simbol persamaan gender, emansipasi wanita di Indonesia. Sebagai penghormatan atas jasa-jasanya sebagai pelopor kebangkitan perempuan, Presiden Soekarno menetapkan tanggal 21 April sebagai hari lahir Kartini dan sekaligus juga menetapkan Raden Adjeng Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional yang di peringati setiap tahun.

Peringatan  hari besar nasional dan daerah merupakan salah satu upaya untuk melestarikan nilai-nilai sejarah perjuangan bangsa dalam rangka membangun karakter bangsa yang positif, konstruktif dan nasionalis serta berdampak positif bagi pembangunan nasional dan daerah. Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat juga menghimbau kepada PNS Perempuan untuk mengenakan Pakaian Kebaya pada Tanggal 21 April 2016, dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dan menjalankan tugas sehari-hari sebagai PNS. Peringatan yang kita lakukan setiap tanggal 21 April, baik itu di Sekolah maupun di Perkantoran selalu diwarnai dengan maraknya peragaan busana yang bernuansa adat, karnaval dengan menggunakan busana adat daerah, lomba pembacaan puisi dan seminar tentang kewanitaan. Peringatan Hari Kartini tersebut yang sudah turun-temurun dari dulu hingga sekarang.

Selamat Hari kartini, dan selalu tetap bersemangat untuk meningkatkan emansipasi dari kaum wanita namun dengan tidak mengesampingkan kaidah-kaidah yang sudah ditetapkan di dalam ajaran agama. Semoga makna Kartini ditahun ini dan juga tahun-tahun mendatang bukan sekedar memperingati dengan kegiatan-kegiatan tapi muncul Kartini-Kartini baru yang melegenda seperti Ibu Kartini. Sebuah bangsa akan maju tergantung pada kualitas perempuan. (yanti-blhd)

tirto.id - Hari Kartini tahun ini diperingati pada Rabu 21 April 2021. Sejarah atau asal mula 21 April diperingati Hari KArtini adalah berdasarkan hari kelahiran

Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat yang merupakan tokoh Pahlawan Nasional yang memperjuangkan emansipasi wanita.

Sosok yang kita kenal sebagai RA Kartini ini l

ahir pada tanggal 21 April 1879 di Mayong, Jepara, Jawa Tengah. Ia merupakan putri dari Raden mas Adipati Ario Sosroningrat yang merupakan seorang bupati Jepara dan ibu M.A. Ngasirah.

Advertising

Advertising

Peringatan Hari Kartini tersebut dirayakan setelah 2 Mei 1964, usai Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964. Dalam keputusan tersebut, Kartini juga ditetapkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional.

Pada usianya yang ke-14, Kartini

telah melahirkan sejumlah tulisan, seperti “Upacara Perkawinan pada Suku Koja" yang terbit di Holandsche Lelie.

Kartini belajar sendiri dan menulis surat kepada teman-teman korespondensi dari Belanda menggunakan kemampuan berbahasa Belanda yang ia miliki. Salah satu temannya adalah Rosa Abendanon yang banyak mendukungnya.

Surat-Surat Kartini Berisi Pesan Apa?

Sebagaimana dikutip dari Intersections

, surat-surat yang dikirimkan menguraikan pemikiran Kartini terkait berbagai masalah termasuk tradisi feodal yang menindas, pernikahan paksa dan poligami bagi perempuan Jawa kelas atas, dan pentingnya pendidikan bagi anak perempuan.

Dalam surat-suratnya, Kartini juga menulis keluhan dan gugatan khususnya menyangkut budaya di Jawa yang dipandang sebagai penghambat kemajuan perempuan.

Di sisi lain, surat-surat tersebut juga mencerminkan pengalaman hidup Kartini sebagai putri seorang bupati Jawa. Setelah meninggalnya Kartini, surat-surat Kartini tersebut kemudian dikumpulkan dan diterbitkan menjadi sebuah buku yang dalam bahasa Belanda berjudul Door Duisternis tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang).

Buku pertama Dari Kegelapan Menuju Cahaya ini diterbitkan pada 1911. Kemudian, di tahun 1922, Balai Pustaka menerbitkan buku tersebut dalam bahasa Melayi dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah Pikiran. Kemudian tahun 1938, keluarlah Habis Gelap Terbitlah Terang versi Armijn Pane, seorang sastrawan Pujangga Baru.

Surat-surat dan pemikiran-pemikiran Kartini juga mulai mengubah pandangan masyarakat Belanda terhadap perempuan pribumi di Jawa.

Baca juga: Maria Walanda Maramis: Dia yang Melampaui dan Mengagumi Kartini

Kartini tertarik pada kemajuan berpikir para perempuan Eropa. Untuk memajukan perempuan pribumi yang memiliki status sosial yang rendah salah satunya karena pendidikan yang terbatas inilah yang kemudian memotivasi Kartini mendirikan sekolah.

Kartini kemudian mendirikan sekolah untuk anak gadis di daerah kelahirannya, Jepara. Setelah menikah, dia masih mendirikan sekolah di Rembang.

Apa yang dilakukannya dengan sekolah itu kemudian diikuti oleh wanita-wanita lainnya dengan mendirikan ‘Sekolah Kartini’ di tempat masing-masing seperti di Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, dan Cirebon.

Infografik Mozaik Ibu Kita Kartini. tirto.id/Nauval

tirto.id - Kartini menjadi salah satu sosok penting dalam emansipasi wanita di Indonesia. Oleh karena itu lah, tanggal 21 April yang juga merupakan hari lahir perempuan asal Jepara, Jawa Timur, tersebut diperingati setiap tahunnya sebagai Hari Kartini untuk mengenang jasa-jasanya dalam kesetaraan gender.

Peringatan Hari Kartini tersebut dirayakan setelah 2 Mei 1964, usai Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964. Dalam keputusan tersebut, Kartini juga ditetapkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional.

Raden Ajeng Kartini lahir pada tanggal 21 April 1879, dan berasal dari kalangan bangsawan Jawa. Ia merupakan putri dari bupati Jepara bernama Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat dengan M.A. Ngasirah.

Kakek Kartini, Pangeran Ario Tjondronegoro IV dikenal pada pertengahan abad ke-19 sebagai salah satu bupati pertama yang memberi pendidikan Barat kepada anak-anaknya.

Sementara itu Sosrokartono, kakak Kartini, merupakan orang yang pandai dalam bidang bahasa. Hingga usianya yang ke 12 tahun, ia diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School) di mana Kartini belajar bahasa Belanda.

Setelahnya, ia terpaksa meninggalkan sekolah karena sudah bisa dipingit untuk kemudian menunggu calon suaminya melamar.

Semasa lajang sebagai perempuan mandiri, Kartini telah melahirkan sejumlah tulisan, seperti “Upacara Perkawinan pada Suku Koja" yang terbit di Holandsche Lelie saat berusia 14 tahun.

Selama masa pingit yang ia jalani, ia mulai belajar sendiri dan menulis surat kepada teman-teman korespondensi dari Belanda menggunakan kemampuan berbahasa Belanda yang ia miliki. Salah satu temannya adalah Rosa Abendanon yang banyak mendukungnya.

Dilansir Intersections, surat-surat yang dikirimkan menguraikan pemikiran Kartini terkait berbagai masalah termasuk tradisi feudal yang menindas, pernikahan paksa dan poligami bagi perempuan Jawa kelas atas, dan pentingnya pendidikan bagi anak perempuan.

Di sisi lain, surat-surat tersebut juga mencerminkan pengalaman hidup Kartini sebagai putri seorang bupati Jawa.

Dari buku-buku, koran, dan majalah Eropa yang dibacanya, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir para perempuan Eropa. Oleh sebab itu lah, timbul keinginannya untuk memajukan perempuan pribumi yang memiliki status sosial yang rendah salah satunya karena pendidikan yang terbatas.

Tidak lama, Kartini dijodohkan oleh orang tuanya dengan bupati Rembang bernama K.R.M Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat yang pernah memiliki tiga istri. Suami Kartini memberikan izin kepadanya untuk mendirikan sekolah wanita.

Setelah pernikahannya dengan bupati Rembang, Raden Adipati Djojodiningrat, Kartini merasakan horison pemikirannya berkembang.

Setiap tanggal 21 April kita selalu memperingati Hari Kartini mengapa kita harus

Infografik Hari Kartini. tirto.id/Fuad

“Di rumah orang tua saya dulu, saya sudah tahu banyak. Tetapi di sini, di mana suami saya bersama saya memikirkan segala sesuatu, di mana saya turut menghayati seluruh kehidupannya, turut menghayati pekerjaannya, usahanya, maka saya jauh lebih banyak lagi menjadi tahu tentang hal-hal yang mula-mula tidak saya ketahui. Bahkan tidak saya duga, bahwa hal itu ada", tulis Kartini kepada Nyonya Abendanon yang menjadi sahabat penanya (Surat kepada Ny. R.M. Abendanon-Mandri, 10 Agustus 1904).

Kartini meninggal usai melahirkan anaknya, Soesalit Djojoadhiningrat, tanggal 17 September 1904 di usia 25 tahun.

Sepeninggalnya, J.H. Abendanon, yang juga merupakan Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda tahun 1900-1905, mengumpulkan surat-surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini pada teman-temannya di Eropa.

Buku pertamanya diberi judul Door Duisternis tot Licht yang berarti Dari Kegelapan Menuju Cahaya, yang diterbitkan pada 1911.

Di tahun 1922, Balai Pustaka menerbitkan buku tersebut dalam bahasa Melayi dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah Pikiran. Kemudian tahun 1938, keluarlah Habis Gelap Terbitlah Terang versi Armijn Pane, seorang sastrawan Pujangga Baru.

Sementara itu, surat-surat Kartini dalam bahasa Inggris juga pernah diterjemahkan oleh Agnes L. Symmers.

Terbitnya surat-surat Kartini sangat menarik perhatian masyarakat Belanda. Di sisi lain, pemikiran-pemikiran Kartini juga mulai mengubah pandangan masyarakat Belanda terhadap perempuan pribumi di Jawa. Salah satunya adalah Van Deventer, seorang tokoh politik etis atau politik balas budi.

Ketika surat-surat Kartini diterbitkan pada tahun 1911, Van Deventer terkesan sehingga tergerak untuk menulis sebuah resensi untuk menyebarluaskan cita-cita Kartini. Cita-cita Kartini tersebut ia rasa cocok dengan cita-cita Deventer sendiri yakni mengangkat bangsa pribumi secara rohani dan ekonomis, serta memperjuangkan emansipasi mereka.

Sesudah Van Deventer meninggal di tahun 1915, istrinya mendirikan Yayasan Kartini untuk membuka sekolah-sekolah bagi wanita pribumi.

Nyonya Deventer sendirilah yang mengurus segala-galanya hingga ribuan murid puteri pun memasuki Sekolah Kartini yang bernaung dibawah Yayasan Kartini.

Baca juga: Pemikiran-Pemikiran R.A. Kartini yang Menginspirasi Kaum Pergerakan

Baca juga artikel terkait HARI KARTINI atau tulisan menarik lainnya Dinda Silviana Dewi
(tirto.id - dsl/ylk)


Penulis: Dinda Silviana Dewi
Editor: Yulaika Ramadhani
Kontributor: Dinda Silviana Dewi

Subscribe for updates Unsubscribe from updates