Bagaimana teknik melakukan rjppada pasien dewasa

Kegawatdaruratan medis bisa terjadi kapan saja dan di mana saja, termasuk henti jantung mendadak, seperti dialami mendiang Didi Kempot. Pertolongan pertama yang cepat dan tepat serta sangat diperlukan dalam kondisi tersebut adalah teknik resusitasi jantung paru (RJP) atau cardiopulmonary resuscitation (CPR).

Berikut tata pelaksanaan PCR jika Anda melihat seseorang dengan usia di atas 12 tahun mengalami henti jantung. Disarikan dari akun youtube Cincinnati Children Hospital. 

1.Penolong tiba. Cek lokasi sekitar. Pastikan tidak ada gangguan keamanan pada penolong dan korban.

2.Periksa respons dan kesadaran korban. Pemeriksaan dilakukan dengan memanggil korban disertai tepukan pada bahu. Jika tidak ada respons, segera hubungi layanan gawat darurat.

3.Terlentangkan korban pada permukaan datar dan keras.

4. Periksa tanda kehidupan selama 10 detik. Untuk memastikan napas korban, dekatkan kepala penolong pada muka korban. Mata penolong melihat dada korban untuk mengetahui gerakan naik-turun dada pasien sebagai tanda napas. Telinga penolong berada di atas hidung dan mulut korban, agar mudah mendengar maunpun merasakan napas korban. Cek juga denyut nadi di leher. 

5.Jika tidak ada pernapasan atau tanda kehidupan lain, mulailah RJP/CPR:

a. Posisikan satu telapak tangan di atas dada pasien. Letakkan tangan lain di atasnya.

b. Kunci siku dan luruskan lengan, condongkan tubuh dan tekan dada korban sedalam 2 inci selama 30 kali.

c. Setelah 30 kali tekanan, berikan bantuan pernapasan. Angkat dagu dan jepit hidung korban. Berikan dua kali bantuan napas secara pelan dan lembut. Dada korban harus naik pada tiap napas.

d. Lanjutkan siklus 30 kompresi/dua napas, 30 kompresi/dua napas. Cek nadi dan nafas setiap 5 siklus. 

e. Lanjutkan CPR sampai ada penyelamat lain yang menggantikan. Miringkan tubuh korbam ketika muncul tanda kehidupan.

Mengenal henti jantung

Henti jantung adalah kondisi ketika kontraksi jantung tiba-tiba berhenti mendadak. Salah satu penyebabnya adalah serangan jantung  yang dapat mengganggu sistem elektrik sehingga kontraksi jantung dapat tiba-tiba berhenti.

Dalam sebuh artikel Peran Masyrakat pada Pertolongan Pertama Henti Jantung yang ditulis Luthfia Nur Aini, masyarakat bisa memberikan pertolongan terbaik berupa resusitasi jantung paru (RJP) atau cardiopulmonary resuscitation (CPR). Pertolongan itu dilakukan dengan segera dan tanpa interupsi, karena masa emas korban henti jantung sampai ia mendapatkan pertolongan adalah 10 menit. Lebih dari itu, kemungkinan untuk hidup mengecil.

Dalam artikel itu juga disebut Hands only CPR yakni RJP/CPR yang hanya dilakukan dengan kompresi dada saja tanpa melakukan bantuan nafas. Hal ini dilakukan jika penolong tidak yakin dapat melakukan bantuan nafas terhadap korban. Kompresi dada dilakukan terus menerus tanpa interupsi.

Lalu apakah RJP bisa diterapkan pada kondisi korban tidak sadarkan diri yang bukan akibat henti jantung? Karena bisa saja korban hanya pingsan. Ternyata jika henti jantung merupakan penyebab terjadinya pingsan maka tindakan RJP masih sangat efektif. Jika penyebab pingsan bukan henti  jantung, tindakan RJP juga masih bermanfaat untuk menolong korban dalam memberikan responnya.

Banyak masyarakat takut dan kuatir mematahkan tulang iga korban patah akibat RJP. Memamang kekhawatiran itu bisa saja terjadi. Tetapi, penelitian menyebutkan patah iga akibat RJP tidak menyebabkan perdarahan serius dan tidak menyebabkan kematian. (Kemkes.go.id/M-2) 

Bagaimana teknik melakukan rjppada pasien dewasa

Oleh : dr. Maizan Khairun Nissa

(Residen Ilmu Penyakit Jantung & Pembuluh Darah FKUI-RSJPDHK)

Resusitasi Jantung Paru (RJP) adalah tindakan yang diberikan pada seseorang yang mengalami henti napas dan henti jantung oleh sebab apapun, misalnya serangan jantung, kecelakaan, tenggelam dan sebab lain. Tindakan ini merupakan tindakan penyelamatan nyawa (life saving) yang harus dilakukan segera ketika seseorang kehilangan kemampuan untuk bernapas secara normal serta kehilangan fungsi pompa jantung untuk bersirkulasi. RJP dilakukan untuk mempertahankan sirkulasi darah, terutama ke organ-organ vital, terutama otak. Tahapan RJP terdiri dari C-A-B, yaitu compression, airways dan breathing. Compression adalah tahap kompresi penekanan dinding dada sebagai pijat jantung eksternal, airways adalah tahap pembukaan jalur pernapasan, sedangkan breathing adalah tahap pemberian bantuan napas untuk memicu kembalinya pernapasan spontan. Prinsip dasar tekhnik RJP adalah melakukan sesegera mungkin tindakan penyelamatan dengan seminimal mungkin interupsi. Tindakan RJP dapat dilakukan oleh siapa pun, termasuk pada penolong yang tidak terlatih, lakukan kompresi saja tanpa pemberian bantuan napas.

Pada masa pandemik COVID-19, terutama untuk pasien-pasien terkonfirmasi COVID-19 atau pun pada pasien yang masih terduga COVID-19, tindakan RJP tidak perlu ditunda, seperti layaknya pada pasien penyakit lainnya. Namun, ada beberapa prinsip yang harus disesuaikan untuk menjaga keselamatan pasien dan pemberi bantuan. Simak langkah-langkan resusitasi jantung paru pada pasien COVID-19 di rumah sakit berikut ini.

1.      Pastikan Henti Jantung

Seperti pada pasien penyakit lain, sebelum melakukan tindakan RJP, kita perlu memastikan pasien mengalami henti napas dan henti jantung. Raba nadi karotis selama 10 detik, jika nadi karotis tidak teraba, segera lakukan kompresi dada sampai bantuan datang. Jangan lupa aktifkan code blue atau kode emergency sesuai SOP di fasilitas kesehatan tempat Anda bekerja, sebelum memeriksa nadi karotis, bila Anda menemukan pasien yang kehilangan kesadaran. Cek kesadaran dapat dilakukan dengan alert-voice-pain. Jika pasien unresponsive, segera aktifkan code blue. Tidak perlu meletakkan telinga dan pipi dekat dengan mulut pasien untuk mengecek ada tidaknya napas. Hal ini dihindari untuk meminimalisir penularan virus COVID-19. Setelah itu, nyatakan pasien risiko COVID-19 agar anggota tim yang akan datang membantu dapat meningkatkan kewaspadaan dengan alat pelindung diri yang memadai.

2.      Jangan tunda pemberian tindakan RJP

Tindakan RJP yang dilakukan sesegera mungkin dapat meningkatkan kesempatan seseorang untuk kembali mendapatkan sirkulasi darah dan napas spontan. Mulailah RJP dengan alat proteksi diri minimum seperti gown, googles, gloves dan FFP3 mask. Pada pasien yang terpasang masker oksigen, pertahankan masker oksigen tersebut. Hindari ventilasi mouth to mouth atau pemberian bantuan napas dengan pocket mask untuk menghindari penularan infeksi COVID-19.

3.      Jangan tunda defibrilasi

Pada pasien yang memerlukan defibrilasi, misalnya pasien dengan Ventrikel Takikardi (VT) dan Ventrikel Fibrilasi (VF), tindakan defibrilasi tidak perlu ditunda. Langkah tindakan defibrilasi pada pasien COVID-19 tidak berbeda dengan pasien penyakit lain. Lakukan dengan cepat dan apabila pasien masih menunjukkan irama shockable, defibrilasi dapat diberikan berulang sesuai algoritma ACLS. Tindakan defibrilasi hanya boleh dilakukan oleh orang yang terlatih, misalnya dokter yang telah tersertifikasi ACLS.

4.      Kompresi Dada dengan APD Lengkap

Setelah tim penolong datang, kenakan APD lengkap yaitu APD level 3 untuk melakukan RJP dengan aman. Set APD harus selalu tersedia di troli resusitasi dan semua anggota tim resusitasi wajib mengenakan APD level 3. Jangan melakukan kompresi dada dan bantuan napas tanpa mengenakan APD. Keselamatan penolong dan pasien menduduki prioritas yang sama. Pemakaian APD lengkap dapat dilakukan bergantian diantara anggota tim dengan minimal interupsi pada tindakan RJP yang sedang berlangsung. Lakukan RJP berkualitas dengan syarat-syarat berikut :

·         Push fast 100-120x/menit

·         Push hard dengan kedalaman 5-6 cm

·         Minimal interupsi

·         Complete recoil

·         Avoid hyperventilation

5.      Lakukan intervensi jalan napas

Pada pasien yang mengalami henti napas dan henti jantung, diperlukan pembukaan jalan napas sebagai jalur pemberian bantuan napas yang adekuat. Tindakan intervensi jalan napas, seperti intubasi hanya boleh dilakukan oleh dokter yang terlatih. Pada tindakan ini, kemungkinan penularan virus melalui droplet sangat mungkin terjadi. Oleh sebab itu, tindakan harus dilakukan dengan cepat dan tepat. Hindari pemberian pre-oksigenasi. Setelah ETT terpasang, cek posisi ETT di 5 tempat, yaitu di apeks paru kanan dan kiri, basal paru kanan dan kiri serta di lambung. Setelah ETT terpasang, fiksasi ETT dengan kuat.

6.      Identifikasi Penyebab Reversible dan Rencana Paska Resusitasi

Pada saat tindakan RJP berlangsung, Anda harus memikirkan penyebab henti napas dan henti jantung yang dialami oleh pasien. Penyebab reversible yang dapat terjadi antara lain hipovolemia, hipoksia, hidrogen ion atau keadaan asidosis, hipokalemia, hiperkalemia, hipoglikemia dan hipotermia. Penyebab lain juga sering terjadi yaitu tension pneumothorax, tamponade jantung, toxin (keracunan), trombosis paru dan trombosis koroner. Penyebab reversible ini sering disingkat dengan 6H+5T. Bila tindakan RJP berhasil dilakukan dan pasien masuk dalam Return of Spontaneus Circulation (ROSC), rencanakan tindakan fase post resusitasi dan hubungi bagian critical care untuk tindakan selanjutnya.

7.      Dekontaminasi Area Resusitasi

Setelah tindakan resusitasi selesai, bersihkan seluruh area permukaan yang telah digunkan selama tindakan RJP berlangsung. Buang atau letakkan seluruh peralatan RJP pada wadah dekontaminasi sesuai SOP yang berlaku. Dilarang meletakkan peralatan dengan sembarang seperti di bed atau di bawah bantal pasien. Pembersihan area resusitasi harus sesuai dengan protokol pengendalian infeksi di rumah sakit Anda bekerja. Jangan lupa ujung alat yang terkontaminasi seperti peralatan ETT, selang suction dan peralatan lain yang terkontaminasi pada tindakan RJP wajib diletakkan di dalam sarung tangan disposable, lalu buang di wadah dekontaminasi.

8.      Pelepasan APD dan Penangan Clinical Waste sesuai Protokol

Untuk menghindari self-contamination, pelepasan set APD lengkap harus sesuai dengan langkah-langkah pelepasan APD level 3. Disarankan ada ruangan khusus untuk pelepasan APD. Kemudian, buang clinical waste sesuai dengan pedoman penanggulangan sampah infeksius.

9.      Cuci Tangan

Dalam protokol kesehatan untuk memutus rantai penularan virus COVID-19, cuci tangan adalah hal yang wajib dilakukan, terutama setelah melakukan kegiatan risiko tinggi, seperti RJP. Cuci tangan 7 langkah dengan sabun dan air mengalir. Selain itu, Anda juga dapat menjaga higienitas tangan menggunakan alcohol hand rub. Penolong juga disarankan untuk membersihkan diri seluruh tubuh sesegera mungkin, jika sarana dan prasarana tersedia di fasilitas kesehatan Anda.

REFERENSI

Resuscitation Council UK, Guidance for The Resuscitation of COVID-19 patients in Hospital, 2020