4 pernyataan berikut yang tidak terkait gerakan DI TII di Jawa Barat adalah

Jakarta -

Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) adalah gerakan yang menginginkan berdirinya Negara Islam Indonesia. Pemberontakan ini dimulai di Jawa Barat, lalu menyebar ke berbagai daerah lain seperti Jawa Tengah, Aceh, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Selatan.

Mengutip buku Ilmu Pengetahuan Sosial (Geografi, Sejarah, Sosiologi, Ekonomi) untuk Kelas IX SMP oleh Nana Supriatna, Mamat Ruhimat, dan Kosim, pemberontakan DI/TII di berbagai daerah memiliki latar belakang masing-masing. Lantas, apa perbedaan latar belakang pemberontakan DI/TII, khususnya di Jawa Barat dan Aceh?

Latar Belakang Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat

Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat dipimpin oleh Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo (S. M. Kartosuwirjo). Latar belakang DI/TII di Jawa Barat adalah penandatanganan Perjanjian Renville pada 1948 yang mengharuskan pengikut RI mengosongkan wilayah Jawa Barat dan pindah ke Jawa Tengah. Menurut Kartosuwirjo, ini adalah pengkhianatan pemerintah RI atas perjuangan rakyat Jawa Barat.

Dia bersama kurang lebih 2 ribu orang pengikut yang terdiri dari laskar Hizbullah dan Sabilillah, menolak berpindah dan memulai usaha mendirikan Negara Islam Indonesia (NII). Proklamasi NII dilaksanakan pada 7 Agustus 1949.

Pemerintah RI mulanya berusaha menyelesaikan gerakan ini dengan cara damai melalui komite yang dipimpin Ketua Masyumi, Natsir. Sayangnya, komite itu tak berhasil merebut kembali Kartosuwirjo ke pelukan RI. Maka dari itu, pada 27 Agustus 1949, pemerintah RI memberlakukan penumpasan yang dinamakan Operasi Baratayudha.

Latar Belakang Pemberontakan DI/TII di Aceh

Pemberontakan DI/TII di Aceh dipimpin oleh Daud Beureuh yang merupakan seorang ulama berpengaruh di Aceh. Peristiwa DI/TII di Aceh dilatarbelakangi ketidakpuasan rakyat Aceh atas keputusan pemerintah yang menjadikan Aceh satu karesidenan di bawah Sumatra Utara.

Ketidakpuasan ini menyangkut dengan otonomi daerah, pertentangan antargolongan, dan ketidaklancaran rehabilitasi serta modernisasi di Aceh. Pemberontakan pun ditandai dengan proklamasi Aceh sebagai bagian dari Negara Islam Indonesia Kartosuwirjo pada 20 September 1953.

Pemerintah mengatasi pemberontakan tersebut secara damai, yaitu melalui memberikan pengertian kepada rakyat Aceh dan membujuk mereka supaya kembali kepada RI. Pertentangan ini pun luluh melalui musyawarah pada 26 Mei 1959 antara pemerintah pusat yang diwakili oleh Wakil Perdana Menteri Hardi S. H., penguasa perang, Kepala Staf Kodam Iskandar Muda, T. Hamzah sebagai wakil pemerintah rakyat Aceh, dan pimpinan DI/TII yang diwakili Ayah Gani Usman.

Musyawarah tersebut menciptakan keputusan seperti memberikan status daerah istimewa untuk Aceh disertai hak-hak otonomi yang luas dalam sektor pendidikan, agama, dan peradatan. Hasilnya kemudian dituangkan melalui Keputusan Perdana Menteri RI No. I/Misi/1959 tanggal 26 Mei 1959, dilanjutkan dengan keputusan penguasa perang tanggal 7 April 1962 No.KPTS/PEPERDA-061/3/1962 tentang pelaksanaan ajaran Islam untuk pemeluknya di Daerah Istimewa Aceh.

Sementara, untuk menyelesaikan permasalahan dengan Daud Beureuh, dilaksanakan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh pada 17-21 Desember 1962. Pangdam I/Iskandar Muda Kolonel M. Jasin adalah orang yang menggagas musyawarah ini.

Berdasarkan musyawarah tersebut, dihasilkan keputusan akan diberikannya amnesti untuk Daud Beureuh apabila dia bersedia menyerahkan diri dan kembali ke masyarakat Aceh.

Itulah perbedaan latar belakang pemberontakan DI/TII di Jawa Barat dan Aceh. Selamat belajar, detikers!

Simak Video "Heboh! Pria Ngaku Panglima Jenderal Kibarkan Bendera NII & Ajak Warga Masuk"


[Gambas:Video 20detik]
(nah/nwy)

KOMPAS.com - Negara Islam Indonesia (NII) atau yang juga disebut Darul Islam (DI) dipimpin oleh Kartosuwiryo pada 7 Agustus 1949. 

Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (TII) terjadi di beberapa daerah salah satunya Jawa Barat. 

Tokoh pemimpin pemberontakan DI/TII Jawa Barat adalah Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo. 

Baca juga: Zaman Logam: Pembagian dan Peninggalan

Latar Belakang

Terjadinya pemberontakan DI/TII di Jawa Barat ini dilandasi ketidakpuasan dari Kartosoewirjo terhadap kemerdekaan Republik Indonesia. 

Waktu itu, kemerdekaan RI dibayang-bayangi kehadiran Belanda yang masih ingin berkuasa atas Indonesia. 

Di awal tahun 1948, terjadi pertemuan antara SM Kartosoewirjo dengan Panglima Laskar Sabilillah dan Raden Oni Syahroni. 

Pertemuan ini terjadi lantaran ketiga tokoh tersebut menentang adanya Perjanjian Renville. Mereka menganggap perjanjian tersebut tidak melindungi warga Jawa Barat. 

Kartosoewirjo lantas mengubah penolakannya dengan membentuk negara Islam yaitu Negara Islam Indonesia (NII) yang dipimpin oleh dirinya sendiri

Dicetusnya NII ini menjadi bentuk protes dari Kartosoewirjo kepada Belanda sekaligus untuk Indonesia yang mereka anggap terlalu lemah

Pengaruh dari Kartosoewirjo pun semakin membesar setelah ia mendirikan angkatan bersenjata untuk NII yang bernama Tentara Islam Indonesia (TII). 

Tujuan dari dibentuknya TII sendiri adalah untuk memerangi pasukan TNI agar bisa memisahkan diri dari negara Indonesia. 

Pergerakan NII pun semakin berkembang berkat dukungan dari daerah-daerah lain yang juga merasa kecewa terhadap Indonesia. 

Hal ini menjadi awal terjadinya pemberontakan DI/TII tidak hanya di Jawa Barat, tetapi juga merambat sampai ke daerah lainnya. 

Baca juga: Penjelajahan Samudra oleh Portugis: Latar Belakang dan Kronologi

Maklumat NII 

Kartosoewirjo memproklamasikan hadirnya NII sebagai negara melalui maklumat pemerintah No II/7. Dalam maklumat disebutkan bahwa 17 Agustus 1945 adalah akhir masa kehidupan Indonesia. 

Kartosoewirjo memantapkan keputusannya untuk mengklaim seluruh wilayah Indonesia sebagai kekuasaan dari NII. 

NII kemudian menyempurnakan angkatan perangnya untuk dapat menguasai beberapa wilayah agar bergabung dengan NII. 

Pasukan ini kemudian diberi nama Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII). 

Baca juga: Penelitian Geografi: Pengertian, Sifat, Jenis dan Contoh Judulnya

Penangkapan

Guna menanggulangi pemberontakan dari DI/TII di Jawa Barat, pemerintah mengeluarkan peraturan No. 59 Tahun 1958 yang berisikan tentang penumpasan DI/TII.

Salah satu caranya adalah dengan menurunkan pasukan Kodam Siliwangi dan menerapkan taktik Pagar Betis. 

Taktik Pagar Betis ini dilakukan dengan menggunakan tenaga rakyat dengan jumlah ratusan ribu untuk mengepung tempat persembunyian DI/TII.

Tujuan lain dibentuknya Pagar Betis yaitu untuk mempersempit ruang gerak DI/TII.

Selain Pagar Betis, operasi lain yang juga dilakukan oleh Kodam Siliwangi yaitu Operasi Brata Yudha.

Operasi ini dibentuk untuk menemukan tempat persembunyian sang imam NII, Kartosoewirjo. 

Setelah melalui perjalanan panjang untuk mencari Kartosoewirjo, dirinya berhasil dibekuk hidup-hidup oleh Letda Suhanda, pemimpin Kompi C Batalyon 328 Kujang II/Siliwangi. 

Tertangkapnya Kartosoewirjo ini menjadi awal mula teratasinya pemberontakan DI/TII. Banyak dari mereka yang memutuskan untuk menyerah. 

Referensi:

  • Soraya dan Abdurakhman. (2019). Jalan Panjang Penumpasan Pemberontakan DI/TII Jawa Barat 1949-1962. Program Studi Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Mata pelajaran: IPS Sejarah

Kelas: IX SMA

Kategori: Pemberontakan DI/TII

Kode Kategori berdasarkan kurikulum KTSP:12.3.4

Kata kunci: Pemberontakan DI/TII, Pagar Betis, Bharatayudha

Jawaban:

Pernyataan berikut yang tidak terkait dengan gerakan DI/TII di Jawa Barat adalah .... a. gerakan DI/TII di Jawa Barat dipimpin oleh Kartosuwiryo . b. gerakan DI/TII di Jawa Barat dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan terhadap hasil perundingan Renville c. gerakan DI/TII di Jawa Barat ditumpas dengan menerapkan operasi Pagar Betis d. tujuan dari gerakan adalah mendirikan Negara Islam Indonesia

e. DI/TII bersedia hijrah ke wilayah RI

 Jawaban yang tepat adalah yang E

Pembahasan:

Latar Belakang

Salah satu pemberontakan paling besar yang pernah terjadi di tanah air adalah DI/TII (Daarul Islam/Tentara Islam Indonesia). DI/TII Jawa Barat dipimpin oleh SEKAR MARIJAN KARTOSUWIRYO dengan tujuan menentang penjajah Belanda di Indonesia. Akan tetapi, setelah makin kuat, Kartosuwiryo memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) pada tanggal 17 Agustus 1949 dan tentaranya dinamakan Tentara Islam Indonesia (TII). Gerakan DI/TII Jawa Barat bermula ketika ditandatanganinya persetujuan/ perjanjian Renville pada 17 Januari 1948. Akibat dari persetujuan itu, wilayah Indonesia yang diakui Belanda semakin sempit dan pemerintah RI harus mengakui kedaulatan Belanda atas wilayah-wilayah yang dikuasainya hingga terbentuk Negara Republik Indonesia Serikat(RIS). Selain wilayah kedaulatan RI berkurang, tentara gerilyawan RI yang berada diluar garis demarkasi Van Mook harus ditarik mundur.

SM. Kartosuwiryo yang memimpin Hizbullah dan Sabillillah bersepakat perlu mengadakan pertemuan 10 dan 11 Februari di desa Pang Wedasan Kec. Cisayong dalam daerah segitiga : Malangbong, garut, Tasikmalaya.           Gerakan ini bertujuan menjadikan Republik Indonesia sebagai negara teokrasii dengan AGAMA ISLAM SEBAGAI DASAR NEGARA. Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo dan pasukannya yang terdiri atas Hizbullah dan Sabilillah “menolak persetujuan Renville”. Kartosuwiryo menolak untuk memundurkan pasukannya ke Jawa Tengah dan sejak saat itu ia tidak lagi mengakui keberadaan RI. Ia memproklamirkan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII).  Pada tanggal 1 April 1962, dilancarkan operasi BHARATAYUDHA untuk menumpas DI/TII Kartosuwiryo.  Pada 22 April 1962 terjadi serangan langsung terhadap pimpinan-pimpinan pusat Negara Islam Indonesia, 24 april 1962 serangan untuk kedua kalinya terhadap pimpinan pusat Negara Islam Indonesia, akibatnya rombongan terpencar-pencar S.M Katosuwiryo tertembak dan terluka dipantatnya dan tanggal 4 juni S.M.

Kartosuwiryo dalam keadaan sakit parah tertangkap oleh kompi C bataliyon 328 pada kujang II kodam VI / Siliwangi dibawah pimpinan Letda Suhanda di kompleks Gunung Gebos malaya Bandung. Kartosuwiryo ditangkap oleh kompi C bataliyon 328 pada kujang II kodam VI / Siliwangi dibawah pimpinan Letda Suhanda di kompleks Gunung Gebos malaya Bandung. Kartosuwiryo dalam keadaan sakit parah tertangkap oleh kompi C bataliyon 328 pada kujang II kodam VI / Siliwangi dibawah pimpinan Letda Suhanda di kompleks Gunung Gebos malaya Bandung.

Selain itu juga penumpansan melalui OPERASI PAGAR BETIS dibawah Kolonel Ibrahim Ajrie.