Tradisi Islam yang masih dilakukan oleh masyarakat Indonesia hingga saat ini

Tradisi Islam yang masih dilakukan oleh masyarakat Indonesia hingga saat ini
Melestarikan Tradisi Islam di Nusantara Indonesia
Tradisi yaitu sebuah kebiasaan atau adat istiadat masyarakat yang dilakukan secara turun temurun. Sebagaimana kita ketahui bahwa sebelum agama Islam datang, masyarakat Nusantara khususnya Indonesia sudah mengenal atau tahu berbagai kepercayaan dan juga mempunyai beragam tradisi lokal. Semenjak kehadiran Islam di Nusantara banyak tradisi atau kepercayaan di Nusantara tersebut menyatu dan dipengaruhi nilai-nilai agama Islam. Tradisi Islam di Nusantara dulu banyak dijadikan sebagai metode dakwah para walisongo atau ulama di zaman itu. Para wali ataupun ulama tidak menghilangkan secara masif tradisi yang telah ada dalam masyarakat sejak dulu kala. Mereka memasukkan atau menginfiltrasi ajaran-ajaran agama Islam ke dalam tradisi masyarakat tersebut, dengan tujuan agar masyarakat tidak merasa kehilangan adat istiadat dan juga ajaran agama Islam bisa masuk dan diterima.

Adat istiada, Seni & Budaya, dan tradisi yang bernafaskan Islam tumbuh dan berkembang sangat pesat di Nusantara kala itu. Termasuk Maulidan, Sholawatan, Tahlilan, Adalah Tradisi Islam di Nusantara. Tradisi ini sangat bermanfaat bagi penyebaran agama Islam di wilayah Nusantara pada waktu itu. Untuk itu, kita sebagai generasi muda Islam harus bisa merawat dan melestarikan hasil karya para walisongo dan ulama pada masa itu.

Kita tahu bahwa zaman modern ini ada sebagian kecil kelompok yang membid’ahkan bahkan sampai mengharamkan tradisi yang dibawa oleh para walisongo atau ulama pada jaman dulu. Mereka yang mengharamkan beralasan bahwa pada zaman Rasululloh SAW tidak pernah ada dan terjadi tradisi itu. Para walisongo atau ulama pada jaman dulu tentunya sudah mempertimbangkan tradisi-tradisi tersebut dengan sangat matang baik dari segi madhorot, mafsadat, ataupun dari segi halal-haramnya. Mereka itu sangat paham hukum agamanya, sehingga tidak mungkin para walisongo atau ulama pada jaman dulu menciptakan tradisi tanpa mempertimbangkan hal-hal tersebut.

Sangat banyak sekali tradisi atau budaya Islam di Nusantara yang berkembang sampai saat ini. Semuanya mencerminkan kekhasan daerah atau tempat masing-masing tentunya. Dan berikut ini beberapa budaya atau tradisi Islam di Nusantara itu.

Tradisi Rabu Wekasan di Bangka
Apa itu Tradisi Rabu Wekasan? Tradisi Rabu Wekasan yaitu sebuah tradisi yang diselenggarakan di Kabupaten Bangka pada setiap tahun, tepatnya pada hari rabu terakhir bulan Safar. Hal ini sesuai dengan namanya, yakni Rabu Wekasan berasal dari Kata Rabu Pungkasan atau terakhir.Acara Rabu Wekasan sebenarnya tidak hanya dilaksanakan di Bangka saja, akan tetapi di daerah lain juga, seperti di Bogor Jawa Barat dan Gresik Jawa Timur. Pada dasarnya maksud dari tradisi Rabu Wekasan ini sama, yaitu untuk memohon kepada Alloh SWT, agar dijauhkan dari balak atau musibah maupun bencana.

Untuk di Kabupaten Bangka, tradisi rabu wekasan ini dipusatkan di desa Air Anyer, Kecamatan Merawang. Sehari sebelum upacara Rabu Wekasan di Bangka dilaksanakan, semua penduduk telah menyiapkan segala keperluan upacara tersebut seperti halnya ketupat tolak balak, air wafak, dan makanan untuk dimakan bersama di acara tersebut.

Pukul 7 pagi pada hari Rabu Wekasan, semua penduduk telah hadir di tempat upacara dengan membawa makanan dan ketupat tolak balak sebanyak jumlah keluarga masing-masing. Biasanya acara diawali dengan berdirinya seseorang di depan pintu masjid dan menghadap keluar lalu mengumandangkan adzan. Kemudian disusul dengan pembacaan doa secara bersama-sama. Setelah selesai berdoa semua yang hadir menarik atau melepaskan anyaman ketupat tolak balak yang telah disediakan tadi. satu-persatu menurut jumlah yang dibawa sambil menyebut nama keluarganya masing-masing tentunya.

Kemudian dilanjutkan dengan acara makan bersama dengan penduduk. Setelah selesai makan, masing-masing keluarga pergi mengambil air wafak yang telah disediakan untuk semua anggota keluarga. Setelah selesai acara Rabu Wekasan, mereka pulang dan bersilaturahmi dengan keluarga dan tetangga sekitarnya.

Tradisi Grebeg Besar di Demak
Tradisi Grebeg Besar yaitu upacara tradisional yang diadakan setiap tahun di Kabupaten Demak Jawa Tengah. Tradisi tersebut diselenggarakan pada tanggal 10 Dzulhijjah bertepatan dengan datangnya Hari Raya Idul Adha atau Hari Raya Kurban. Tradisi Grebeg Besar cukup menarik karena Demak juga merupakan pusat perjuangan para walisongo dalam mendakwahkan agama Islam di Tanah Jawa.

Pada mulanya Grebeg Besar dilaksanakan pada tanggal 10 Dzulhijjah tahun 1428 Caka dan dimaksudkan sekaligus untuk memperingati genap 40 hari peresmian penyempurnaan Masjid Agung Demak. Masjid Agung Demak ini didirikan oleh para walisongo pada tahun 1399 Caka, dan bertepatan dengan tahun 1477 Masehi. Tahun berdirinya Masjid Agung Demak ini tertulis pada bagian Candrasengkala “Lawang Trus Gunaning Janmo”.

Di tahun 1428 Caka Sunan Giri meresmikan penyempurnaan Masjid Agung Demak. Dan tanpa diduga pengunjung yang hadir banyak sekali. Kemudian kesempatan ini digunakan para wali songo untuk melakukan dakwah agama Islam ke masyarakat. Jadi, tujuan awal semula Grebeg Besar yaitu untuk merayakan Hari Raya Idul Adha atau Kurban dan juga memperingati peresmian penyempurnaan Masjid Agung Demak.

Tradisi Halal-Bihalal
Halal-Bihalal biasanya dilakukan ketika Bulan Syawal telah tiba, berupa acara saling silaturahmi dan bermaaf-maafan. Setelah umat Islam selesai melaksanakan puasa ramadhan sebulan penuh maka dosa-dosanya diampuni oleh Alloh SWT. Akan tetapi, dosa kepada sesama manusia belum diampuni oleh Alloh SWT jika belum mendapatkan kehalalan atau dimaafkan oleh orang tersebut. Oleh maka itu tradisi halal-bihalal dilakukan dalam rangka saling memaafkan atas dosa dan kesalahan yang pernah dilakukan secara sengaja ataupun tidak agar kembali kepada fitrahnya (suci) diumpamakan ibarat bayi lagi. Tradisi halal-bihalal erat kaitannya dengan perayaan Hari Raya Idul Fitri.

Maksud dan tujuan halal-bihalal selain bermaaf-maafan ialah juga untuk menjalin tali silaturahmi dan mempererat tali persaudaraan sesama muslim. Sampai detik ini tradisi ini masih dilakukan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Mulai keluarga, tingkat RT, sampai Istana Negara. Bahkan juga tradisi halal-bihalal sudah menjadi acara atau tradisi nasional yang bernafaskan Islam.

Sedangkan istilah halal-bihalal itu sendiri berasal dari bahasa Arab (halla atau halal) akan tetapi tradisi halal-bihalal merupakan tradisi di Nusantara khususnya Indonesia, bukan berasal dari Timur Tengah. Bisa jadi ketiak arti kata hahal-bihalal ditanyakan kepada orang Arab, mereka sendiri tidak paham dan bingung apa maksud dan artinya.

Tradisi Kupatan atau Bakda Kupat
Di daerah Jawa dan di daerah-daerah lain berkembang tradisi kupatan. Tradisi dimana membuat makanan kupat, biasanya dilakukan seminggu setelah Hari Raya Idul Fitri dan diikuti dengan puasa setelahnya. Dan biasanya masyarakat berkumpul di suatu tempat seperti Masjid maupun Mushala untuk mengadakan selamatan dengan hidangan ada ketupatnya. Kupat atau ketupat merupakan makanan yang terbuat dari beras dan dibungkus dengan anyaman atau longsong dari janur kuning daun kelapa yang masih muda. Sampai sekarang kupat menjadi ikon untuk Hari Raya Idul Fitri di sebagian daerah Jawa.

Tradisi Tabot atau Tabuik
Tabot atau Tabuik ialah upacara tradisional masyarakat Bengkulu untuk mengenang kisah kepahlawanan dan wafatnya Hasan dan Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Rasululloh SAW. Kedua cucu Nabi Muhammad SAW gugur dalam peperangan di Karbala, Irak, pada tanggal 10 Muharam 61 Hijriah atau 681 Masehi. Perayaan itu di Bengkulu pertama kali dilaksanakan oleh Syeikh Burhanuddin atau yang dikenal dengan Imam Senggolo pada tahun 1685 Masehi. Syeikh Burhanuddin menikah dengan seorang wanita Bengkulu kemudian mempunyai keturunan dan keturunannya dipanggil sebagai keluarga Tabot. Upacara ini dilaksanakan dari 1 sampai 10 Muharam setiap tahunnya.

Kemudian istilah Tabot sendiri berasal dari bahasa Arabm tabut, yang secara harfiah berarti kotak kayu atau peti. Tidak banyak catatan tertulis sejak kapan upacara Tabot mulai diadakan di Bengkulu. Namun, diduga kuat bahwa tradisi ini dibawa oleh para tukang yang membangun Benteng Marlborought sekitar tahun 171801719 di Bengkulu. Para tukang tersebut didatangkan oleh pihak Inggris dari Madras dan Bengali di bagian selatan Negara India.

Tradisi Grebeg
Tradisi grebeg yaitu sebuah tradisi untuk mengiringi para raja atau pembesar kerajaan. Acara Grebeg pertama kali diselenggarakan oleh Keraton Yogyakarta oleh Sultan Hamengkubuwono ke-1. Grebeg sendiri dilaksanakan ketika Sultan mempunyai hajat dalem berupa menikahkan putra mahkotanya. Gebreg di Yogyakarta di selenggarakan 3 tahun sekali, yaitu:

1. Grebeg Pasa-Syawal yang diadakan setiap tanggal 1 Syawal yang bertujuan untuk menghormati datangnya bulan Ramadhan dan Lailatul Qodar. 2. Grebeg Besar, biasanya dilaksanakan di setiap tanggal 10 Dzulhijjah untuk merayakan Hari Raya Kurban.

3. Grebeg Maulud, dilaksanakan setiap tanggal 12 rabiul Awal untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Selain kota Yogyakarta, grebeg maulud juga dilaksanakan di kota Solo, Cirebon, dan Demak.