Adat istiada, Seni & Budaya, dan tradisi yang bernafaskan Islam tumbuh dan berkembang sangat pesat di Nusantara kala itu. Termasuk Maulidan, Sholawatan, Tahlilan, Adalah Tradisi Islam di Nusantara. Tradisi ini sangat bermanfaat bagi penyebaran agama Islam di wilayah Nusantara pada waktu itu. Untuk itu, kita sebagai generasi muda Islam harus bisa merawat dan melestarikan hasil karya para walisongo dan ulama pada masa itu. Kita tahu bahwa zaman modern ini ada sebagian kecil kelompok yang membid’ahkan bahkan sampai mengharamkan tradisi yang dibawa oleh para walisongo atau ulama pada jaman dulu. Mereka yang mengharamkan beralasan bahwa pada zaman Rasululloh SAW tidak pernah ada dan terjadi tradisi itu. Para walisongo atau ulama pada jaman dulu tentunya sudah mempertimbangkan tradisi-tradisi tersebut dengan sangat matang baik dari segi madhorot, mafsadat, ataupun dari segi halal-haramnya. Mereka itu sangat paham hukum agamanya, sehingga tidak mungkin para walisongo atau ulama pada jaman dulu menciptakan tradisi tanpa mempertimbangkan hal-hal tersebut. Sangat banyak sekali tradisi atau budaya Islam di Nusantara yang berkembang sampai saat ini. Semuanya mencerminkan kekhasan daerah atau tempat masing-masing tentunya. Dan berikut ini beberapa budaya atau tradisi Islam di Nusantara itu. Tradisi Rabu Wekasan di Bangka Untuk di Kabupaten Bangka, tradisi rabu wekasan ini dipusatkan di desa Air Anyer, Kecamatan Merawang. Sehari sebelum upacara Rabu Wekasan di Bangka dilaksanakan, semua penduduk telah menyiapkan segala keperluan upacara tersebut seperti halnya ketupat tolak balak, air wafak, dan makanan untuk dimakan bersama di acara tersebut. Pukul 7 pagi pada hari Rabu Wekasan, semua penduduk telah hadir di tempat upacara dengan membawa makanan dan ketupat tolak balak sebanyak jumlah keluarga masing-masing. Biasanya acara diawali dengan berdirinya seseorang di depan pintu masjid dan menghadap keluar lalu mengumandangkan adzan. Kemudian disusul dengan pembacaan doa secara bersama-sama. Setelah selesai berdoa semua yang hadir menarik atau melepaskan anyaman ketupat tolak balak yang telah disediakan tadi. satu-persatu menurut jumlah yang dibawa sambil menyebut nama keluarganya masing-masing tentunya. Kemudian dilanjutkan dengan acara makan bersama dengan penduduk. Setelah selesai makan, masing-masing keluarga pergi mengambil air wafak yang telah disediakan untuk semua anggota keluarga. Setelah selesai acara Rabu Wekasan, mereka pulang dan bersilaturahmi dengan keluarga dan tetangga sekitarnya. Tradisi Grebeg Besar di Demak Pada mulanya Grebeg Besar dilaksanakan pada tanggal 10 Dzulhijjah tahun 1428 Caka dan dimaksudkan sekaligus untuk memperingati genap 40 hari peresmian penyempurnaan Masjid Agung Demak. Masjid Agung Demak ini didirikan oleh para walisongo pada tahun 1399 Caka, dan bertepatan dengan tahun 1477 Masehi. Tahun berdirinya Masjid Agung Demak ini tertulis pada bagian Candrasengkala “Lawang Trus Gunaning Janmo”. Di tahun 1428 Caka Sunan Giri meresmikan penyempurnaan Masjid Agung Demak. Dan tanpa diduga pengunjung yang hadir banyak sekali. Kemudian kesempatan ini digunakan para wali songo untuk melakukan dakwah agama Islam ke masyarakat. Jadi, tujuan awal semula Grebeg Besar yaitu untuk merayakan Hari Raya Idul Adha atau Kurban dan juga memperingati peresmian penyempurnaan Masjid Agung Demak. Tradisi Halal-Bihalal Maksud dan tujuan halal-bihalal selain bermaaf-maafan ialah juga untuk menjalin tali silaturahmi dan mempererat tali persaudaraan sesama muslim. Sampai detik ini tradisi ini masih dilakukan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Mulai keluarga, tingkat RT, sampai Istana Negara. Bahkan juga tradisi halal-bihalal sudah menjadi acara atau tradisi nasional yang bernafaskan Islam. Sedangkan istilah halal-bihalal itu sendiri berasal dari bahasa Arab (halla atau halal) akan tetapi tradisi halal-bihalal merupakan tradisi di Nusantara khususnya Indonesia, bukan berasal dari Timur Tengah. Bisa jadi ketiak arti kata hahal-bihalal ditanyakan kepada orang Arab, mereka sendiri tidak paham dan bingung apa maksud dan artinya. Tradisi Kupatan atau Bakda Kupat Tradisi Tabot atau Tabuik Kemudian istilah Tabot sendiri berasal dari bahasa Arabm tabut, yang secara harfiah berarti kotak kayu atau peti. Tidak banyak catatan tertulis sejak kapan upacara Tabot mulai diadakan di Bengkulu. Namun, diduga kuat bahwa tradisi ini dibawa oleh para tukang yang membangun Benteng Marlborought sekitar tahun 171801719 di Bengkulu. Para tukang tersebut didatangkan oleh pihak Inggris dari Madras dan Bengali di bagian selatan Negara India. Tradisi Grebeg 1. Grebeg Pasa-Syawal yang diadakan setiap tanggal 1 Syawal yang bertujuan untuk menghormati datangnya bulan Ramadhan dan Lailatul Qodar. 2. Grebeg Besar, biasanya dilaksanakan di setiap tanggal 10 Dzulhijjah untuk merayakan Hari Raya Kurban. 3. Grebeg Maulud, dilaksanakan setiap tanggal 12 rabiul Awal untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Selain kota Yogyakarta, grebeg maulud juga dilaksanakan di kota Solo, Cirebon, dan Demak. |