Air yang digunakan untuk bersuci adalah air yang bersih dan

Oase.id – Air merupakan elemen penting dalam kehidupan manusia, terutama dalam Islam. Air sangat penting untuk digunakan sebagai sarana bersuci bagi seorang muslim. Maka ibadah akan sah jika segala bentuk hadas dan najis telah bersih dengan air.

Menurut madzhab Imam Syafi’I, para ulama membagi air menjadi empat kategori dan hukum kegunaannya dalam bersuci, yaitu; air suci dan mensucikan, air musyammas, air suci namun tidak mensucikan, dan air mutanajis.

Sebelumnya, kita sebagai muslim harus mengetahui volume air yang dapat digunakan untuk bersuci menurut Ilmu fiqih. Dalam kitab Al-Fiqh Al-Manhaji, para ulama madzhab Syafi’i menyatakan bahwa air dianggap banyak atau mencapai dua qullah apabila volumenya mencapai kurang lebih 192,857 kg. Bila melihat wadahnya volume air dua qullah adalah bila air memenuhi wadah dengan ukuran lebar, panjang dan dalam masing-masing satu dzira’ atau kurang lebih 60 cm.

Berikut 4 macam air dan pembagiannya dalam Islam:

1. Air yang suci dan mensucikan

Kategori air ini dibolehkan untuk diminum dan dipakai untuk bersuci atau menyucikan benda lain. Air yang masih murni yang jatuh dari langit atau keluar dari bumi dan belum berubah keadaanya. Menurut Ibnu Qasim Al-Ghazi ada 7 (tujuh) macam air yang termasuk dalam kategori air suci dan mensucikan, ia berkata :

المياه التي يجوز التطهير بها سبع مياه: ماء السماء، وماء البحر، وماء النهر، وماء البئر، وماء العين, وماء الثلج، وماء البرد

"Air yang dapat digunakan untuk bersuci ada tujuh macam, yakni air hujan, air laut, air sungai, air sumur, air mata air, dan air salju, dan air dari hasil hujan es."

Allah berfirman;

اِذۡ يُغَشِّيۡكُمُ النُّعَاسَ اَمَنَةً مِّنۡهُ وَيُنَزِّلُ عَلَيۡكُمۡ مِّنَ السَّمَآءِ مَآءً لِّيُطَهِّرَكُمۡ بِهٖ وَيُذۡهِبَ عَنۡكُمۡ رِجۡزَ الشَّيۡطٰنِ وَلِيَرۡبِطَ عَلٰى قُلُوۡبِكُمۡ وَيُثَبِّتَ بِهِ الۡاَقۡدَامَؕ

“(Ingatlah), ketika Allah membuat kamu mengantuk untuk memberi ketentraman dari-Nya, dan Allah menurunkan air (hujan) dari langit kepadamu untuk menyucikan kamu dengan (hujan) itu dan menghilangkan gangguan-gangguan setan dari dirimu dan untuk menguatkan hatimu serta memperteguh telapak kakimu (teguh pendirian).” (QS. Al-Anfal:11)

Walaupun pada kategori ini air mengalami perubahan, hal itu hanya terjadi salah satu dari semua sifatnya yang tiga (warna,rasa dan baunya) seperti berikut:

  • Berubah karena tempatnya, seperti air yang tergenang atau mengalir di batu belerang.
  • Berubah karena lama tersimpan, seperti air kolam.
  • Berubah karena sesuatu yang terjadi padanya, seperti berubah karena ikan atau kiambang.
  • Berubah karena tanah yang suci, begitu juga berubah yang sukar memeliharanya misalnya berubah karena daun-daunan yang jatuh dari pohon-pohon yang berdekatan dengan sumur atau tempat-tempat air yang lainnya.

2. Air suci tetapi tidak mensucikan

Kategori ini memiliki dzat yang suci namun tidak bisa digunakan bersuci, baik untuk menghilangkan membersihkan hadas atau najis. Ada tiga kategori air yang termasuk dalam air suci tetapi tidak mensucikan;

  • Air yang telah berubah salah satu sifatnya karena bercampur dengan sesuatu benda yang suci, selain dari perubahan yang tersebut di atas seperti air teh, air kopi,dan sebagainya.
  • Air sedikit kurang dari dua qullah (tempatnya persegi panjang yang mana panjangnya, lebarnya,dalamnya 1 1/4 hasta. Kalau tempatnya bundar maka garis tengahnya 1 hasta, dalam 2 ¼ hasta, dan keliling 3 1/7 hasta) Sudah terpakai untuk menghilangkan hadas atau menghilangkan hukum najis. Sedangkan air itu tidak berubah sifatnya dan tidak pula bertambah timbangannya.
  • Air pohon-pohonan atau air buah-buahan, seperti air yang keluar dari tekukan pohon kayu(air nira), air kelapa dan sebagainya.

3. Air mutanajis atau air yang bernajis

Dalam air mutanajis merupakan air yang memiliki volume kurang dari dua qullah lalu terkena atau kejatuhan barang najis atau air yang melebih dua qullah namun berubah salah satu sifat air karena terkena najis. Rasulullah ﷺ bersabda,

َلْمَاءُلَايُنَجِّسُهُ شَيْءٌاِلّامَاغَلَبَ عَلَى طَعْمِهِ اَوْلَوْنِهِ اَوْرِيْحِهِ (رواه ابن ماجه والبيهقى)

"Air itu tidak dinajisi sesuatu, kecuali apabila berubah rasa, warna, dan baunya." (Riwayat Ibnu Majah dan Baihaqi).

4. Air musyammas atau air yang makruh

Air termasuk musyammas, jika air dijemur di bawah sinar matahari dengan menggunakan wadah logam selain emas dan perak. Air kategori ini makruh digunakan untuk badan, namun tidak untuk pakaian. Kecuali air yang terkena sinar matahari di tanah, seperti air sawah, air kolam, dan tempat-tempat yang tidak akan berkarat. Rasulullah ﷺ bersabda,

عَنْ عَائِسَةِ رِضِىَ اللهُ عَنْهَااَنَّهَاسَخَّنَتْ مَاءً فِ الشَّمْسِ فَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَهَالَاتَفْعَلِى يَاحُمَيْرَاءُ فَاِنَّهُ يُوْرِثُ الْبَرَصَ. (رواه البىهقى)

Dari Aisyah. Sesungguhnya ia telah memanaskan air pada cahaya matahari, maka Rasulullah SAW berkata kepadanya. "Janganlah engkau berbuat demikian, ya Aisyah. Sesungguhnya air yang dijemur itu dapat menimbulkan penyakit sopak." (Riwayat Baihaqi).


(ACF)

Air yang digunakan untuk bersuci adalah air yang bersih dan

ILUSTRASI air.* /Pixabay/ronymichaud/

MANTRA SUKABUMI - Islam mengajarkan seluruh umatnya untuk melakukan taharah, dengan menjaga kebersihan baik dalam kehidupan sehari-hari ataupun dalam beribadah.

Taharah adalah membersihkan kotoran, baik kotoran yang tak berwujud maupun yang berwujud. Sedangkan secara istilah thaharah adalah menghilangkan hadas, najis dan kotoran dengan menggunakan air atau tanah yang bersih.

Lalu air yang seperti apa yang sah untuk bersuci. Sebagaimana mantrasukabumi.com lansir dari berbagai sumber berikut 7 air yang sah untuk bersuci atau berwudhu.

Baca Juga: Apa Itu Thaharah? Muslim Wajib Tau, Simak Penjelasannya

1. Air Hujan
Berdasarkan firman Allah SWT:

>

"Wa yunazzillu alaikum Minassamaai maa alliyuthahhirakum Bihi"

Artinya:

"Dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk menyucikan kamu dengan hujan itu." (QS. Al-Anfal:11)

2. Air Laut
Berdasarkan sabda Nabi SAW

Air yang digunakan untuk bersuci adalah air yang bersih dan

Ilustrasi (Pixabay)

Di dalam fiqih Islam air menjadi sesuatu yang penting sebagai sarana utama dalam bersuci, baik bersuci dari hadas maupun dari najis. Dengannya seorang Muslim bisa melaksanakan berbagai ibadah secara sah karena telah bersih dari hadas dan najis yang dihasilkan dengan menggunakan air.

Mengingat begitu pentingnya air dalam beribadah fiqih Islam mengatur sedemikian rupa perihal air, dari membaginya dalam berbagai macam kategori hingga menentukan hukum-hukumnya.

Di dalam madzhab Imam Syafi’i para ulama membagi air menjadi 4 (empat) kategori masing-masing beserta hukum penggunaannya dalam bersuci. Keempat kategori itu adalah air suci dan menyucikan, air musyammas, air suci namun tidak menyucikan, dan air mutanajis.

Sebelum membahas lebih jauh perihal pembagian air tersebut akan lebih baik bila diketahui terlebih dahulu perihal ukuran volume air yang biasa disebut di dalam kajian fiqih.

Di dalam kajian fiqih air yang volumenya tidak mencapai dua qullah disebut dengan air sedikit. Sedangkan air yang volumenya mencapai dua qullah atau lebih disebut air banyak.

Lalu apa batasan volume air bisa dianggap mencapai dua qullah atau tidak? Para ulama madzhab Syafi’i menyatakan bahwa air dianggap banyak atau mencapai dua qullah apabila volumenya mencapai kurang lebih 192,857 kg. Bila melihat wadahnya volume air dua qullah adalah bila air memenuhi wadah dengan ukuran lebar, panjang dan dalam masing-masing satu dzira’ atau kurang lebih 60 cm (lihat Dr. Musthofa Al-Khin dkk, Al-Fiqh Al-Manhaji, (Damaskus: Darul Qalam, 2013), jil. 1, hal. 34).

Air suci dan menyucikan artinya dzat air tersebut suci dan bisa digunakan untuk bersuci. Air ini oleh para ulama fiqih disebut dengan air mutlak. Menurut Ibnu Qasim Al-Ghazi ada 7 (tujuh) macam air yang termasuk dalam kategori ini. Beliau mengatakan:

المياه التي يجوز التطهير بها سبع مياه: ماء السماء، وماء البحر، وماء النهر، وماء البئر، وماء العين, وماء الثلج، وماء البرد

“Air yang dapat digunakan untuk bersuci ada tujuh macam, yakni air hujan, air laut, air sungai, air sumur, air mata air, dan air salju, dan air dari hasil hujan es.“

Ketujuh macam air itu disebut sebagai air mutlak selama masih pada sifat asli penciptaannya. Bila sifat asli penciptaannya berubah maka ia tak lagi disebut air mutlak dan hukum penggunaannya pun berubah. Hanya saja perubahan air bisa tidak menghilangkan kemutlakannya apabila perubahan itu terjadi karena air tersebut diam pada waktu yang lama, karena tercampur sesuatu yang tidak bisa dihindarkan seperti lempung, debu, dan lumut, atau karena pengaruh tempatnya seperti air yang berada di daerah yang mengandung banyak belerang (lihat Dr. Musthofa Al-Khin dkk, Al-Fiqh Al-Manhaji, (Damaskus: Darul Qalam, 2013), jil. 1, hal. 34).

Secara ringkas air mutlak adalah air yang turun dari langit atau yang bersumber dari bumi dengan sifat asli penciptaannya.

Air musyammas adalah air yang dipanaskan di bawah terik sinar matahari dengan menggunakan wadah yang terbuat dari logam selain emas dan perak, seperti besi atau tembaga.

Air ini hukumnya suci dan menyucikan, hanya saja makruh bila dipakai untuk bersuci. Secara umum air ini juga makruh digunakan bila pada anggota badan manusia atau hewan yang bisa terkena kusta seperti kuda, namun tak mengapa bila dipakai untuk mencuci pakaian atau lainnya. Meski demikian air ini tidak lagi makruh dipakai bersuci apabila telah dingin kembali.

Air Suci Namun Tidak Menyucikan

Air ini dzatnya suci namun tidak bisa dipakai untuk bersuci, baik untuk bersuci dari hadas maupun dari najis.

Ada dua macam air yang suci namun tidak bisa digunakan untuk bersuci, yakni air musta’mal dan air mutaghayar.

Air musta’mal adalah air yang telah digunakan untuk bersuci baik untuk menghilangkan hadas seperti wudlu dan mandi ataupun untuk menghilangkan najis bila air tersebut tidak berubah dan tidak bertambah volumenya setelah terpisah dari air yang terserap oleh barang yang dibasuh.

Air musta’mal ini tidak bisa digunakan untuk bersuci apabila tidak mencapai dua qullah. Sedangkan bila volume air tersebut mencapai dua qullah maka tidak disebut sebagai air musta’mal dan bisa digunakan untuk bersuci.

Sebagai contoh kasus bila di sebuah masjid terdapat sebuah bak air dengan ukuran 2 x 2 meter persegi umpamanya, dan bak itu penuh dengan air, lalu setiap orang berwudlu dengan langsung memasukkan anggota badannya ke dalam air di bak tersebut, bukan dengan menciduknya, maka air yang masih berada di bak tersebut masih dihukumi suci dan menyucikan. Namun bila volume airnya kurang dari dua qullah, meskipun ukuran bak airnya cukup besar, maka air tersebut menjadi musta’mal dan tidak bisa dipakai untuk bersuci. Hanya saja dzat air tersebut masih dihukumi suci sehingga masih bisa digunakan untuk keperluan lain selain menghilangkan hadas dan najis.

Juga perlu diketahui bahwa air yang menjadi musta’mal adalah air yang dipakai untuk bersuci yang wajib hukumnya. Sebagai contoh air yang dipakai untuk berwudlu bukan dalam rangka menghilangkan hadas kecil, tapi hanya untuk memperbarui wudlu (tajdidul wudlu) tidak menjadi musta’mal. Sebab orang yang memperbarui wudlu sesungguhnya tidak wajib berwudlu ketika hendak shalat karena pada dasarnya ia masih dalam keadaan suci tidak berhadas.

Sebagai contoh pula, air yang dipakai untuk basuhan pertama pada anggota badan saat berwudlu menjadi musta’mal karena basuhan pertama hukumnya wajib. Sedangkan air yang dipakai untuk basuhan kedua dan ketiga tidak menjadi musta’mal karena basuhan kedua dan ketiga hukumnya sunah.

Adapun air mutaghayar adalah air yang mengalami perubahan salah satu sifatnya disebabkan tercampur dengan barang suci yang lain dengan perubahan yang menghilangkan kemutlakan nama air tersebut. Sebagai contoh air mata air yang masih asli ia disebut air mutlak dengan nama air mata air. Ketika air ini dicampur dengan teh sehingga terjadi perubahan pada sifat-sifatnya maka orang akan mengatakan air itu sebagai air teh. Perubahan nama inilah yang menjadikan air mata air kehilangan kemutlakannya.

Contoh lainnya, air hujan yang dimasak tetap pada kemutlakannya sebagai air hujan. Ketika ia dicampur dengan susu sehingga terjadi perubahan pada sifat-sifatnya maka air hujan itu kehilangan kemutlakannya dengan berubah nama menjadi air susu.

Air yang demikian itu tetap suci dzatnya namun tidak bisa dipakai untuk bersuci.

Lalu bagaimana dengan air mineral kemasan?

Air mineral dalam kemasan itu masih tetap pada kemutlakannya karena tidak ada pencampuran barang suci yang menjadikannya mengalami perubahan pada sifat-sifatnya. Adapun penamaannya dengan berbagai macam nama itu hanyalah nama merek dagang yang tidak berpengaruh pada kemutlakan airnya.

Air mutanajis adalah air yang terkena barang najis yang volumenya kurang dari dua qullah atau volumenya mencapai dua qullah atau lebih namun berubah salah satu sifatnya—warna, bau, atau rasa—karena terkena najis tersebut.

Air sedikit apabila terkena najis maka secara otomatis air tersebut menjadi mutanajis meskipun tidak ada sifatnya yang berubah.

Sedangkan air banyak bila terkena najis tidak menjadi mutanajis bila ia tetap pada kemutlakannya, tidak ada sifat yang berubah. Adapun bila karena terkena najis ada satu atau lebih sifatnya yang berubah maka air banyak tersebut menjadi air mutanajis.

Air mutanajis ini tidak bisa digunakan untuk bersuci, karena dzatnya air itu sendiri tidak suci sehingga tidak bisa dipakai untuk menyucikan.Wallahu a’lam. (Yazid Muttaqin)

Air yang digunakan untuk bersuci adalah air yang bersih dan

Kumpulan Khutbah Idul Fitri Terfavorit