Sebutkan jaminan keadilan dalam batang tubuh uud nri tahun 1945 !

Jakarta -

Pasal 28 UUD Negara Republik Indonesia 1945 menjadi salah satu wujud implementasi hak asasi manusia dalam Undang-Undang Dasar 1945. Apa makna pasal 28 dalam UUD negara Republik Indonesia Tahun 1945?

Pasal 28 UUD 1945 mengalami amandemen Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Sebelum diamandemen, pasal 28 UUD 1945 berbunyi "Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang."

Setelah diamandemen, Pasal 28 UUD 1945 terdiri dari Pasal 28A sampai 28J yang melengkapi wujud implementasi hak asasi manusia dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Makna yang terkandung dalam pasal 28 UUD negara Republik Indonesia tahun 1945 yakni negara menjamin hak asasi manusia secara menyeluruh yang mencakup hak hidup, hak membentuk keluarga, mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasar, perlakuan yang sama di mata hukum, hak memeluk agama, dan beribadat menurut agamanya, dan hak-hak lainnya.

Hak asasi manusia yang dijamin negara dalam pasal 28 UUD 1945 seperti dikutip dari buku Implementasi Hak Asasi Manusia dalam UUD 1945 oleh Drs. Moch. Sudi selengkapnya sebagai berikut:

Hak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.

1. Hak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.
2. Hak seorang anak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

1. Hak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, mendapat pendidikan, dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.

2. Hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.

1. Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.

2. Hak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.

3. Hak warga negara untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.

4. Hak atas status kewarganegaraan.

1. Hak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara, dan meninggalkannya, serta berhak kembali.


2. Hak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.

3. Hak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.

Hak berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta hak mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

1. Hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta hak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.

2. Hak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.

1. Hak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan.

2. Hak untuk mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.

3. Hak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.

4. Hak untuk mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun.

Pasal 28I

1. Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.

2. Hak untuk bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan hak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.

3. Hak identitas budaya dan masyarakat tradisional untuk dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.

Pasal 28I ayat 4 UUD 1945 mencantumkan bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.

Sementara itu, pasal 28I ayat 5 UUD 1945 mencantumkan bahwa untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.

Pasal 28 J ayat 1 mencantumkan bahwa setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Kemudian pada pasal 28 J ayat 2 dicantumkan, dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

Nah, jadi makna pasal 28 UUD 1945 yakni bahwa hak asasi manusia dijamin oleh negara dan tercantum dalam UUD 1945. Selamat belajar ya, detikers!

Simak Video "Komisi IX DPR Pertanyakan HAM Terkait Syarat Booster untuk Perjalanan"



(twu/nwy)

Sebutkan jaminan keadilan dalam batang tubuh uud nri tahun 1945 !
Dasar hukum Jaminan Kesehatan, termaktub dalam Undang-Undang Tahun 1945 Pasal 28 H yaitu :

Pertama, setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan;

Kedua, setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan; dan

Ketiga, setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermanfaat.

Atas dasar itu, maka diterbitkan Undang-Undang No. 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang salah satu programnya adalah JKN, yang pelaksanaannya diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Terbitnya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) mengamanatkan bahwa setiap orang atau warga negara berhak atas jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak dan meningkatkan martabatnya menuju terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur. Program jaminan sosial menurut Undang-Undang tersebut meliputi: jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian.

Selanjutnya, dasar hukum adanya Jaminan Kesehatan juga tertuang dalam Undang-Undang Tahun 1945 Pasal 34 yaitu :

Pertama, fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara;

Kedua, negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan; dan

Ketiga, negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.

Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi Halo Kemkes melalui nomor hotline <kode lokal> 500-567; Halo Askes 500400, SMS 081281562620, faksimili: (021) 52921669, website www.depkes.go.id, www.jkn.depkes.go.id dan alamat e-mail .

Seseorang yang mengalami disfungsi sosial antara lain penyandang cacat fisik, cacat mental, cacat fisik dan mental, tuna susila, gelandangan, pengemis, eks penderita penyakit kronis, eks narapidana, eks pecandu narkotika, pengguna psikotropika sindroma ketergantungan, orang dengan HIV/AIDS (ODHA), korban tindak kekerasan, korban bencana, korban perdagangan orang, anak terlantar, dan anak dengan kebutuhan khusus.

Indonesia adalah negara kesejahteraan. Hal ini nampak dari cita –cita yang terkandung didalam UUD 1945.

Dalam UUD 1945 sebelum dilakukan perubahan, Bab XIV berjudul Kesejahteraan Sosial, yang terdiri dari Pasal 33 dan 34. Pasal 33 menggambarkan pengelolaan perekonomian sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan. Cabang perekonomian yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, bumi dan air dan kekayaan alam dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Sedangkan Pasal 34 mengatakan, fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara. Demikian juga Pembukaan UUD 1945, tujuan negara ini didirikan adalah untuk memajukan kesejahetraan umum.

Dalam UUD 1945 setelah perubahan [tahun 2002], Bab XIV berjudul Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial, yang terdiri dari dua pasal, yaitu Pasal 33 dan Pasal 34. Pasal 33 lebih menekankan pada Perekonomian Nasional dan Pasal 34 lebih menekankan Kesejahteraan Sosial. Meskipun mengesankan pandangan peran perekonomian yang lebih besar, semangat kebersamaan dan asas kekeluargaan tetap menjadi ciri perekonomian Indonesia. Sementara perubahan Pasal 34 yang sangat bermakna adalah dicantumkannya cita-cita untuk mengembangkan sistem jaminan sosial [Pasal 34 ayat 2], yang berbunyi: "Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan". Selanjutnya dikatakan, baik dalam Pasal 33 maupun Pasal 34, bahwa ketentuan lebih lanjut akan diatur didalam Undang -Undang [ Pasal 33 ayat 5 dan Pasal 34 ayat 4 ].

UNDANG-UNDANG NO. 40 TAHUN 2004

Dengan perubahan UUD 1945 sebagaimana dikemukakan diatas, upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat lebih diperjelas. Antara lain dengan mengembangkan sistem jaminan sosial. Hal ini tidak mengurangi makna pasal- pasal yang lain. Sebab, seluruh Pasal 33 dan Pasal 34 merupakan upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat. Bahkan, lebih jauh, juga tidak boleh keluar dari amanat Pembukaan UUD 1945, terwujudnya Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat.

UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional [UU SJSN], dirancang untuk memberikan landasan mewujudkan amanat UUD 1945. Didalamnya, terkandung semangat untuk mengakui jaminan sosial sebagai hak seluruh warga negara, untuk memperoleh " rasa aman" sosial, sejak lahir hingga meninggal dunia, sebagaimana prinsip sistem jaminan sosial yang dikenal, yang selama ini sesungguhnya juga telah dilaksanakan, antara lain dengan keberadaan PT [ Persero ] Jamsostek, Askes Indonesia, Taspen dan Asabri.

Dalam UU SJSN dirancang program Jaminan Kesehatan [JK], Jaminan Kecelakaan Kerja [JKK], Jaminan Hari Tua [JHT], Jaminan Pensiun [JP] dan Jaminan Kematian [JKM] bagi seluruh rakyat, secara bertahap. Semula juga dirancang Jaminan Pemutusan Hubungan Kerja, namun dibatalkan oleh karena sudah tercakup dalam ketentuan pesangon yang diatur dalam UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Namun, hingga saat ini cakupan kepesertaan program jaminan sosial masih sangat rendah. Demikian juga manfaat yang sudah dapat dinikmati peserta masih belum menyeluruh, di samping juga sangat rendah. Penyelenggaraannya juga masih "fragmented" dan bahkan diskriminatif. Secara konsepsional juga masih diperlukan perbaikan, bahkan koreksi.

Karena itu, UU SJSN dirancang untuk dapat meningkatkan jumlah kepesertaan, meningkatkan kualitas manfaat dan cakupan program yang dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia, meskipun harus diselenggarakan secara bertahap. Dari aspek substansi, UU SJSN merupakan implementasi UUD 1945. Di sinilah diperlukan sebuah "skenario makro", "the road map", "peta jalan" bagaimana melaksanakan UU SJSN.

MODEL INDONESIA

Dengan kandungan substansi seperti UU No 40 Tahun 2004, sebuah lembaga konsultan Jerman, GTZ didalam laporan studinya untuk Bappenas menyimpulkan, bahwa Indonesia meneerapkan prinsip-prinsip "social state model" dengan mengakomodir prinsip-prinsip "welfare state model".

Kesimpulan ini dapat dipahami karena UU SJSN menetapkan sumber pembiayaan jaminan sosial melalui mekanisme asuransi sosial. Masyarakat, pekerja dan pemberi kerja, dalam hal ini termasuk pemerintah sebagai pemberi kerja bagi PNS, TNI/Polri, ikut membayarkan iuran dan pajak negara bagi kelompok masyarakat yang tidak mampu. Negara membayar iuran jaminan sosial bagi masyarakat tidak mampu merupakan wujud amanat UUD 1945, Pasal 34 ayat 1. Di dalam UU SJSN dikenal sebagai penerima bantuan iuran.

Selain itu, UU SJSN mengintegrasikan seluruh penyelenggaran program jaminan sosial bagi seluruh rakyat, baik yang mampu maupun tidak mampu. Pendekatannya menyeluruh, tidak parsial, baik dari aspek pendekatan kelompok masyarakat maupun jenis manfaat program jaminan sosial. Hasilnya adalah terbuka peluang mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

Inilah ciri penyelenggaraan program jaminan sosial di Indonesia yang membedakan dengan negara lain. UU SJSN merupakan implementasi falsafah dan tujuan untuk apa negara ini didirikan sebagaimana tercantum dalam Pancasila dan UUD 1945. Dapat disimpulkan, SJSN adalah wujud negara kesejahteraan model Indonesia.

Pembentuk Undang-undang dengan gampang mencantumkan “keadilan” atau “keadilan sosial” sebagai salah satu asas atau nilai yang mendasari kandungan isi atau penyelenggaraan suatu Undang-undang.

Pasal 6 ayat [1] huruf g Undang-undang Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan misalnya menentukan bahwa ”materi muatan peraturan perundang-undangan mengandung asas keadilan”. Dalam Penjelasanya dikemukakan “yang dimaksud dengan ”asas keadilan” adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangn harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga Negara tanpa kecuali.”

PENJELASAN TIDAK MEMADAI

Penjelasan Pasal 6 ayat [1] huruf g tersebut tidak menerangkan atau tidak mendefinisikan secara jelas makna yang terkandung dalam “asas keadilan.” Selain itu juga mendegradasi ketentuan Pasal dari “mengandung asas keadilan, menjadi “mencerminkan keadilan.”

Kemudian Pasal 2 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional menetukan antara lain bahwa ”sistem jaminan sosial nasional diselenggarakan berdasarkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” Penjelasan Pasal tersebut mengemukakan bahwa”Asas keadilan merupakan asas yang bersifat idiil.”

Pembentuk Undang-undang tidak mampu memberi penjelasan yang memadai apalagi memuaskan mengenai apa yang dimaksud dengan “asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”Apakah asas tersebut sama maknanya dengan kalimat terakhir dari Pembukaan UUD Negara RI Tahun 1945? Tidak ada penjelasan mengenai hal ini. Sekiranya yang dimaksud sama, maka “asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” merupakan suatu cita-cita yang hendak diwujudkan dalam kehidupan bernegara. Maknanya harus digali dari batang tubuh UUD Negara RI Tahun 1945 dan sejarah terbentuknya UUD tersebut.

Asas atau nilai keadilan juga dicantumkan dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Undang-undang Nomor 44 Tahun 2004 tentang Rumah Sakit. Dalam Penjelasan Pasal 2 masing-masing Undang-undang tersebut dikemukakan apa yang dimaksud “asas /nilai keadilan.”

Penjelasan Pasal 2 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2009 mengemukakan ”Yang dimaksud dengan ”asas keadilan” adalah dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial harus menekankan pada aspek pemerataan, tidak diskriminatif dan keseimbangan antara hak dan kewajiban.”

Penjelasan Pasal 2 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 mengemukakan ”Asas keadilan berarti penyelenggaraan kesehatan harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada semua lapisan masyarakat dengan pembiayaan yang terjangkau.”

Kemudian Penjelasan Pasal 2 Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 menjelaskan “yang dimaksud dengan nilai keadilan adalah bahwa penyelanggaraan Rumah Sakit mampu memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada setiap orang dengan biaya yang terjangkau oleh masyarakat serta pelayanan yang bermutu.”

HANYA ETALASE

Pengertian asas /nilai keadilan atau keadilan sosial dari berbagai Undang-undang tersebut di atas berbeda satu sama lain dan tidak operasional, tetapi suatu pengertian yang masih umum dan rancu. Pembentuk Undang-undang tampaknya mencampur adukkan asas keadilan dengan pelayanan yang adil dan merata, tidak diskriminatif, keseimbangan hak dan kewajiban, biaya yang terjangkau dan/atau pelayanan yang bermutu.

Keadilan sebagai suatu asas [principle] seharusnya bisa menjadi petunjuk yang tepat bagi pelaksanaan suatu undang-undang. Karena itu konsep keadilan yang dimaksud harus diberikan makna operasional yang jelas. Selain itu asas keadilan harus dijabarkan secara konkrit dalam pasal-pasal Undang-undang, agar asas tersebut tidak hanya sekedar sebagai etalase atau pemasis saja.

Berbagai teori keadilan dikembangkan sejak zaman Yunani Kuno, Abad Pertengahan, Zaman Modern dan Dewasa ini dapat dijadikan referensi oleh pembentuk Undang-undang dalam memberi definisi asas keadilan.

Pada zaman yunani Kuno Plato menekankan teori keadilan pada harmoni atau keseimbangan, sedangkan Aristotelaes menitik beratkan pada proporsi atau perimbangan [The Liang Gie, Teori-Teori Keadilan, 1979, hal 25].

Pada Abad Pertengahan, para ahli hukum Romawi memberikan definisi keadilan adalah kecenderungan yang tetap dan kekal untuk memberikan kepada setiap orang haknya. Sedang Pendeta Augustinus dalam karya tulisnya Civitas Dei mengemukakan bahwa keadilan adalah asas ketertiban yang muncul dalam perdamaian, sedang perdamaian adalan ikatan yang semua orang menginginkannya dalam kesukaan bergaul mereka. [Ibid, hal 25].

Pada Zaman Modern terdapat beberapa aliran antara lain aliran utilitarianisme yang digagas oleh John Stuart Mill yang terkenal dengan ungkapannya bahwa keadilan adalah ”the greatest good of the greatest number” [Ibid, hal 30].

Teori keadilan dewasa ini yang cukup menarik ialah yang dikemukakan oleh John Rawls yang mengemukakan 2 prinsip keadilan. Pertama menyangkut distribusi dari kebebasan kebebasan dasar yang perlu disebarkan secara sama untuk setiap orang. Kedua bertalian dengan kekuasaan jabatan, kedaulantan sosial, penghasilan dan kekayaan. Lebih lanjut dikemukakan bahwa dalam kerja sama manusia satu satunya prinsip yang layak adalah asas yang menerima ketidaksamaan [inequality] hanya kalau itu berlangsung bagi keuntungan dari mereka yang paling tidak beruntung. Menurut teori keadilan John Rawls tugas dari pranata-pranata sosial dan politik ialah memelihara dan meningkatkan kebebasan dan kesejahteraan individu. [Ibid, hal 37].

Sementara itu A. Suryawasita SJ [Asas Keadilan Sosial, 1989 hal 14] mengemukakan ”Pada pokoknya prinsip ini menegaskan perlunya pembagian kembali terus-menerus kekayaan dan kekuasaan demi keuntungan anggota masyarakat yang paling kurang diuntungkan”. Ditambahkannya bahwa ”memperjuangkan keadilan sosial pada dasarnya memperjuangkan adanya pembagian kekuasaan yang adil, dan tegaknya demokrasi.”

Pembentuk Undang-undang selain perlu memahami teori keadilan, dan nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat, juga diharapkan mampu menggali asas/nilai keadilan yang mengalir dari Pembukaan UUD Negara RI Tahun 1945 yang menyebutkan 1 kali kata perikeadilan, masing-masing 2 kali kata adil dan kata keadilan sosial. Undang-undang tanpa nilai keadilan kehilangan rohnya.

Ketidakmampuan pembentuk Undang-undang memberi makna yang tepat terhadap kata adil/keadilan/keadilan sosial merupakan kelemahan pemahaman konsepsional yang berpengaruh kepada kualitas Undang-undang. Karena itu tidak mengherankan jika banyak Undang-undang yang umurnya pendek, yang dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi atau mendapat perlawanan dari masyarakat ketika hendak dilaksanakan.

Video yang berhubungan