Undang-undang (UU) No. 13 Tahun 2016 Show
Paten
KontakSekretariat Website JDIH BPK RI Ditama Binbangkum - BPK RI Jalan Gatot Subroto 31 Jakarta Pusat 10210Telp (021) 25549000 ext. 1521
Pelaksanaan Paten telah berlaku sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 14 tahun 2001 tentang Paten. Namun memerlukan penyesuaian substansial terhadap perkembangan hukum di tingkat nasional maupun internasional. UU Paten yang baru akan menyesuaikan dengan standar dalam Persetujuan tentang Aspek-Aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual (Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights) yang selanjutnya disebut dengan persetujuan TRIPs. Untuk itulah Undang-Undang Nomor 13 tahun 2016 tentang Paten ditetapkan dan mengganti UU 14 tahun 2001 tentang Paten. Revisi UU Paten dalam UU 13 tahun 2016 tentang Paten melalui pendekatan:
Pentingnya perubahan UU Paten dari UU 14 tahun 2001 tentang Paten menjadi UU 13 tahun 2014 tentang Paten adalah:
Undang-Undang Nomor 13 tahun 2016 tentang Paten disahkan Presiden Joko Widodo pada tanggal 26 Agustus 2016 di Jakarta. UU 13/2016 tentang Paten diundangkan pada tanggal 26 Agustus 2016 oleh Menkumham Yasonna H. Laoly di Jakarta dan ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 176. Penjelasan UU 13/2016 tentnag Paten ditempatkan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5922, agar seluruh rakyat Indonesia mengetahuinya. Undang-Undang Nomor 13 tahun 2016 tentang PatenUndang-Undang Nomor 13 tahun 2016 tentang Paten mencabut UU 14 tahun 2001 tentang Paten. Pertimbangan disahkannya Undang-Undang Nomor 13 tahun 2016 tentang Paten adalah:
Dasar hukum Undang-Undang Nomor 13 tahun 2016 tentang Paten adalah Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28C ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Bagi Indonesia, sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar dan memiliki sumber daya alam yang melimpah maka peranan teknologi sangat penting untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing dalam mengolah sumber daya dimaksud. Hal tersebut merupakan hal yang tidak terbantahkan. Namun, perkembangan teknologi tersebut belum mencapai sasaran yang diinginkan, dalam arti perkembangan teknologi belum dimanfaatkan secara maksimal dalam segala bidang, sehingga belum memperkuat kemampuan Indonesia dalam menghadapi persaingan global. Perkembangan teknologi diarahkan pada peningkatan kualitas penguasaan dan pemanfaatan teknologi dalam rangka mendukung transformasi perekonomian nasional menuju perekonomian yang berbasis pada keunggulan kompetitif. Agar dukungan perkembangan teknologi terhadap pembangunan nasional dapat berlangsung secara konsisten dan berkelanjutan maka sistem inovasi nasional perlu diperkuat melalui pembentukan lembaga penelitian pemerintah atau swasta, pemanfaatan sumber daya alam, pemberdayaan sumber daya manusia dan sistem jaringan teknologi informasi, pembudayaan penelitian, pengembangan dan penerapan teknologi di bidang-bidang yang strategis dalam bentuk publikasi ilmiah, layanan teknologi, maupun wirausahawan teknologi. Peranan teknologi menjadi perhatian utama di negara-negara maju dalam menjawab permasalahan pembangunan bangsa dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Di berbagai negara maju, kebijakan ekonomi dan kebijakan teknologi semakin terintegrasi dan diselaraskan untuk meningkatkan daya saing nasional. Dengan demikian, salah satu kebijakan diarahkan kepada meningkatkan pendayagunaan teknologi dalam sektor produksi untuk peningkatan perekonomian nasional dan penghargaan terhadap teknologi dalam negeri. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional yang sering dimanfaatkan oleh Inventor dalam maupun luar negeri untuk menghasilkan Invensi yang baru. Oleh karena itu, dalam Undang-Undang ini terdapat pengaturan mengenai penyebutan secara jelas dan jujur bahan yang digunakan dalam Invensi jika berkaitan dan/atau berasal dari sumber daya genetik dan/atau pengetahuan tradisional tersebut dalam deskripsi. Walaupun dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, pelaksanaan Paten telah berjalan, namun terdapat substansi yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum, baik nasional maupun internasional dan belum diatur sesuai dengan standar dalam Persetujuan tentang Aspek-Aspek Dagang Hak Kekayaan Intelektual (Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights) selanjutnya disebut persetujuan TRIPs, sehingga perlu melakukan penggantian. Pendekatan revisi Undang-Undang Paten:
Urgensi perubahan Undang-Undang Paten antara lain:
Berikut adalah isi Undang-Undang Nomor 13 tahun 2016 tentang Paten (bukan format asli): Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
Pelindungan Paten meliputi:
Pasal 3
Pasal 4Invensi tidak mencakup:
Bagian KeduaInvensiParagraf 1Invensi yang Dapat Diberi PatenPasal 5
Pasal 6
Pasal 7
Pasal 8Invensi dapat diterapkan dalam industri jika Invensi tersebut dapat dilaksanakan dalam industri sebagaimana diuraikan dalam Permohonan. Paragraf 2Invensi yang Tidak Dapat Diberi PatenPasal 9Invensi yang tidak dapat diberi Paten meliputi:
Kecuali terbukti lain, pihak yang dianggap sebagai Inventor adalah seorang atau beberapa orang yang untuk pertama kali dinyatakan sebagai Inventor dalam Permohonan. Pasal 12
Pasal 13
Bagian KeempatPemakai TerdahuluPasal 14
Pasal 15
Pasal 16
Pasal 17Dalam hal pemakai terdahulu melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1), Menteri dapat mencabut surat keterangan sebagai pemakai terdahulu. Pasal 18Ketentuan lebih lanjut mengenai pemakai terdahulu diatur dengan Peraturan Menteri.
Setiap Pemegang Paten atau penerima Lisensi Paten wajib membayar biaya tahunan. Bagian KeenamJangka Waktu Pelindungan PatenPasal 22
Pasal 23
Dalam hal Permohonan diajukan melalui Kuasa, alamat Kuasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf e menjadi domisili Pemohon. Pasal 28Permohonan yang diajukan oleh Pemohon yang tidak bertempat tinggal atau tidak berkedudukan tetap di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia harus diajukan melalui Kuasanya di Indonesia. Pasal 29Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pengajuan Permohonan diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian KeduaPermohonan dengan Hak PrioritasPasal 30
Pasal 31Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 sampai dengan Pasal 28 berlaku secara mutatis mutandis terhadap Permohonan yang menggunakan Hak Prioritas. Pasal 32Ketentuan lebih lanjut mengenai Permohonan yang diajukan dengan Hak Prioritas diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian KetigaPermohonan berdasarkan Traktat Kerja Sama PatenPasal 33
Bagian KeempatPemeriksaan AdministratifPasal 34
Pasal 35
Pasal 36Apabila Pemohon tidak melengkapi persyaratan dan kelengkapan Permohonan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan/atau ayat (6), Menteri memberitahukan secara tertulis kepada Pemohon bahwa Permohonan dianggap ditarik kembali. Pasal 37
Bagian KelimaPerubahan dan Divisional PermohonanParagraf 1UmumPasal 38
Paragraf 2Perubahan PermohonanPasal 39
Pasal 40
Paragraf 3Divisional PermohonanPasal 41
Pasal 42Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perubahan dan divisional Permohonan diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian KeenamPenarikan Kembali PermohonanPasal 43
Bagian KetujuhPermohonan yang Tidak Dapat Diterima dan KewajibanMenjaga KerahasiaanPasal 44
Pasal 45
Pemeriksaan substantif dilaksanakan berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat (1), Pasal 4, Pasal 5, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 25 ayat (3) dan ayat (4), Pasal 26, Pasal 39 ayat (2), Pasal 40, dan Pasal 41. Pasal 55
Pasal 56Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pemeriksaan substantif diatur dengan Peraturan Menteri. BAB VPERSETUJUAN ATAU PENOLAKAN PERMOHONANBagian KesatuUmumMenteri memberikan keputusan untuk menyetujui atau menolak Permohonan paling lama 30 (tiga puluh) bulan terhitung sejak:
Bagian KeduaPersetujuanPasal 58
Pasal 59
Pasal 60Pelindungan Paten dibuktikan dengan dikeluarkannya sertifikat Paten yang berlaku surut sejak Tanggal Penerimaan. Pasal 61
Bagian KetigaPenolakanPasal 62
Pasal 63
Ketentuan lebih lanjut mengenai keanggotaan, tugas, fungsi, dan wewenang Komisi Banding Paten diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian KeduaPermohonan BandingParagraf 1UmumPasal 67
Paragraf 2Permohonan Banding terhadap Penolakan PermohonanPasal 68
Paragraf 3Permohonan Banding terhadap Koreksi atas Deskripsi, Klaim,dan/atau Gambar Setelah Permohonan Diberi PatenPasal 69
Paragraf 4Permohonan Banding terhadap Keputusan Pemberian PatenPasal 70
Pasal 71Komisi Banding Paten wajib mengirimkan surat pemberitahuan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) Hari terhitung sejak tanggal keputusan menerima atau menolak atas:
Bagian KetigaUpaya HukumPasal 72
Pasal 73Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan, pemeriksaan, dan penyelesaian permohonan banding Paten serta permohonan banding atas pemberian Paten diatur dengan Peraturan Menteri. BAB VIIPENGALIHAN HAK, LISENSI, DAN PATEN SEBAGAI OBJEKJAMINAN FIDUSIABagian KesatuPengalihan HakPasal 74
Pasal 75Pengalihan hak tidak menghapus hak Inventor untuk tetap dimuat nama dan identitasnya dalam sertifikat Paten. Bagian KeduaLisensiPasal 76
Pasal 77Pemegang Paten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 berhak melaksanakan sendiri Patennya, kecuali diperjanjikan lain. Pasal 78Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan yang dapat merugikan kepentingan nasional Indonesia atau memuat pembatasan yang menghambat kemampuan bangsa Indonesia dalam melakukan pengalihan, penguasaan, dan pengembangan teknologi. Pasal 79
Pasal 80Ketentuan lebih lanjut mengenai pencatatan perjanjian Lisensi diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian KetigaLisensi-wajibParagraf 1UmumPasal 81Lisensi-wajib bersifat non-eksklusif. Pasal 82
Paragraf 2Permohonan Lisensi-wajibPasal 83
Pasal 84
Pasal 85Dalam hal Lisensi-wajib diajukan berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (1) huruf c maka:
Pasal 86
Paragraf 3Pemberian, Penundaan, atau PenolakanPermohonan Lisensi-wajibPasal 87
Pasal 88
Pasla 89Keputusan Menteri mengenai pemberian Lisensi-wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (1) dapat diajukan gugatan ke Pengadilan Niaga. Pasal 90
Pasal 91
Pasal 92
Pasal 93
Paragraf 4Pencatatan Lisensi-wajibPasal 94
Pasal 95
Pasal 96
Paragraf 5Pelaksanaan Lisensi-wajibPasal 97Lisensi-wajib diberikan kepada penerima Lisensi-wajib untuk jangka waktu yang tidak melebihi jangka waktu pelindungan Paten yang dimohonkan Lisensi-wajib. Pasal 98Pelaksanaan Lisensi-wajib oleh penerima Lisensi-wajib dianggap sebagai pelaksanaan Paten yang dimohonkan Lisensi-wajib. Pasal 99Pemberian Lisensi-wajib tidak membebaskan kewajiban Pemegang Paten untuk melakukan pembayaran biaya tahunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 100Dalam hal Lisensi-wajib terkait dengan teknologi semi konduktor, penerima Lisensi-wajib hanya dapat menggunakan Lisensi-wajib dimaksud untuk:
Pasal 101Dalam rangka melaksanakan Lisensi-wajib, penerima Lisensi- wajib dapat melakukan kerja sama dengan pihak lain, baik di dalam maupun di luar negeri. Paragraf 6Pengalihan Lisensi-wajibPasal 102
Paragraf 7Berakhirnya Lisensi-wajibPasal 103
Pasal 104
Pasal 105
Pasal 106Berakhirnya Lisensi-wajib berakibat pulihnya hak Pemegang Paten atas Paten terhitung sejak tanggal pencatatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 ayat (1). Pasal 107Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian Lisensi-wajib diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian KetigaPaten Sebagai Objek Jaminan FidusiaPasal 108
Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 ayat (1) huruf a meliputi:
Pasal 111Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 ayat (1) huruf b meliputi:
Pasal 112
Pasal 113
Pasal 114
Pasal 115
Pasal 116
Pasal 117
Pasal 118
Pasal 119Biaya pelaksanaan Paten oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 ayat (1) dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Pasal 120Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan Paten oleh Pemerintah diatur dengan Peraturan Presiden. BAB IXPATEN SEDERHANAPasal 121Semua ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini berlaku secara mutatis mutandis untuk Paten sederhana, kecuali ketentuan Pasal 3 ayat (1), Pasal 7, dan ditentukan lain dalam Bab ini. Pasal 122
Pasal 123
Pasal 124
BAB XDOKUMENTASI DAN PELAYANAN INFORMASI PATENPasal 135
BAB XIBIAYAPasal 126
Pasal 127
Pasal 128
Pasal 129
BAB XIIPENGHAPUSAN PATENPasal 130Paten dihapuskan sebagian atau seluruhnya karena:
Pasal 131
Pasal 132
Pasal 133Jika gugatan penghapusan Paten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 hanya mengenai satu atau beberapa klaim atau bagian dari klaim, penghapusan dilakukan hanya terhadap satu atau beberapa klaim atau bagian dari klaim yang penghapusannya digugat. Pasal 134
Pasal 135
Pasal 136Pemegang Paten atau penerima Lisensi yang dinyatakan hapus, tidak dikenai kewajiban membayar biaya tahunan. Pasal 137Penghapusan Paten menghilangkan segala akibat hukum yang berkaitan dengan Paten dan hal lain yang berasal dari Paten dimaksud. Pasal 138
Pasal 139
Pasal 140
Pasal 141Paten yang telah dihapus tidak dapat dihidupkan kembali, kecuali berdasarkan putusan Pengadilan Niaga Pihak yang berhak memperoleh Paten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 13 dapat menggugat ke Pengadilan Niaga jika suatu Paten diberikan kepada pihak lain selain dari yang berhak memperoleh Paten. Pasal 143
Bagian KeduaTata Cara GugatanPasal 144
Pasal 145
Pasal 146
Pasal 147Tata cara gugatan sebagaimana dimaksud dalam Bab XIII Undang-Undang ini berlaku secara mutatis mutandis untuk Pasal 132 dan Pasal 133. Pasal 148Terhadap putusan Pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146 ayat (1) hanya dapat diajukan kasasi. Bagian KetigaKasasiPasal 149
Pasal 150
Pasal 151
Pasal 152
Bagian KeempatAlternatif Penyelesaian SengketaPasal 153
Pasal 154Dalam hal terjadi tuntutan pidana terhadap pelanggaran Paten atau Paten sederhana para pihak harus terlebih dahulu menyelesaikan melalui jalur mediasi. BAB XIVPENETAPAN SEMENTARA PENGADILANPasal 155Atas permintaan pihak yang dirugikan karena pelaksanaan Paten, Pengadilan Niaga dapat menerbitkan surat penetapan sementara untuk:
Pasal 156Permohonan penetapan sementara diajukan secara tertulis kepada Pengadilan Niaga dalam wilayah hukum tempat terjadinya pelanggaran Paten dengan persyaratan sebagai berikut:
Pasal 157
Pasal 158
BAB XVPENYIDIKANPasal 159
BAB XVIPERBUATAN YANG DILARANGPasal 160Setiap Orang tanpa persetujuan Pemegang Paten dilarang:
BAB XVIIKETENTUAN PIDANAPasal 161Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 untuk Paten, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pasal 162Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 untuk Paten sederhana, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Pasal 163
Pasal 164Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak membocorkan dokumen Permohonan yang bersifat rahasia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun. Pasal 165Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161, Pasal 162, dan Pasal 164 merupakan delik aduan. Pasal 166Dalam hal terbukti adanya pelanggaran Paten, hakim dapat memerintahkan agar barang hasil pelanggaran Paten dimaksud disita oleh negara untuk dimusnahkan. BAB XVIIIKETENTUAN LAIN-LAINPasal 167Dikecualikan dari ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Bab XVII dan gugatan perdata atas:
Pasal 168
BAB XIXKETENTUAN PERALIHANPasal 169Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
BAB XXKETENTUAN PENUTUPPasal 170Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
Pasal 171Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan. Pasal 172Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 13 tahun 2016tentangPaten |