Fenomena pelaksanaan demokrasi Pancasila pada masa reformasi berikut ini adalah

Tribratanews.kepri.polri.go.id – Contoh Pelanggaran Pelaksanaan Demokrasi Di Indonesia menjadi salah satu topik yang selalu menarik untuk dibahas. Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang dilaksanakan oleh rakyat baik langsung maupun tidak langsung (melalui perwakilan) setelah melalui proses pemilihan umum yang langsung, umum, bebas rahasia, jujur dan adil. Demokrasi tidak sama dengan kebebasan’ maksudnya adalah meski ada pengertian timbal balik antara konsep demokrasi dan kebebasan,tetapi tidak sama. Demokrasi adalah seperangkat gagasan dan prinsip tentang kebebasan yang dibatasi oleh aturan hukum (konstitusi).

Prinsip kebebasan pada dasarnya merupakan bagian ayang tak terpisahkan dari praktek demokrasi dimana pemegang kekuasaan (pemerintah dan rakyat) harus bertindak sesuai dengan hukum yang berlaku. Dengan demikian pusat kekuasaan dan rakyat tidak dapat bertindak sewenang-sewenang melainkan harus tunduk pada peraturan hukum yang berlaku.  . Dengan kata lain pelaksanaan demokrasi tidak memberi peluang adanya kebebasan yang tak terbatas sehingga semua kelompok kepentingan memperoleh perlindungan hukum.

Ketentuan dan peraturan hukum yang membatasi kekuasaan pemerintah ini ada dalam konstitusi sehingga demokrasi konstitusional sering disebut dengan pemerintahan berdasarkan konstitusi. Adanya pembatasan dalam system pemerintahan demokrasi konstitusional sangatlah penting, mengingat seringkali makna demokrasi diidentikkan dengan kebebasan.

Maka setelah itu terciptalah pembatasan yuridis yang dikenal dengan Rule of Law (Rechsstaat). Namun seiring dengan mencuatnya isu mengenai demokrasi seiring itu pula kita kerap menemui berbagai jenis pelanggaran demokrasi yang terjadi.

Indonesia sebagai negara yang menganut sistem demokrasi juga tidak lepas dari berbagai jenis kasus pelanggaran demokrasi. Sebagaimana dalam 4 Contoh Pelanggaran Pelaksanaan Demokrasi Di Indonesia dari masa ke masa seperti berikut ini.

Sepertinya money politik ini selalu menyertai dalam setiap pelaksanaan pemilu. Dengan memanfaatkan masalah ekonomi masyarakat yang cenderung masih rendah, maka dengan mudah mereka dapat diperalat. Politik uang atau politik perut adalah suatu bentuk pemberian atau janji menyuap seseorang baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu pada saat pemilihan umum. Pembelian bisa dilakukan menggunakan uang atau barang. Politik uang adalah sebuah bentuk pelanggaran kampanye. Politik uang umumnya dilakukan simpatisan, kader atau bahkan pengurus partai politik menjelang hari H pemilihan umum.

Praktik politik uang dilakukan dengan cara pemberian berbentuk uang, sembako antara lain beras, minyak dan gula kepada masyarakat dengan tujuan untuk menarik simpati masyarakat agar mereka memberikan suaranya untuk partai yang bersangkutan. Money politik sendiri merupakan hal kerpa kita temui disetiap penyelenggaran pemilu. Maraknya kasus money politik sendiri menunjukkan bahwa negeri ini sedang dilanda krisis kepercayaan diri terutama yang dialami oleh para kandidat.

Politik uang juga tergolong kedalam kasus pelanggaran. hal ini tertuang jelas dalam  Pasal 73 ayat 3 Undang Undang No. 3 tahun 1999 berbunyi:

“Barang siapa pada waktu diselenggarakannya pemilihan umum menurut undang-undang ini dengan pemberian atau janji menyuap seseorang, baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu, dipidana dengan pidana hukuman penjara paling lama tiga tahun. Pidana itu dikenakan juga kepada pemilih yang menerima suap berupa pemberian atau janji berbuat sesuatu.”

Intimidasi ini juga sangat berbahaya. Sebagai contoh, seringkali ada oknum yang melakukan intimidasi terhadap warga agar mencoblos salah satu calon. ntimidasi (juga disebut cowing) dimaksudkan adalah perilaku “yang akan menyebabkan seseorang yang pada umumnya akan merasakan “takut cedera” atau berbahaya. Ini tidak diperlukan untuk membuktikan bahwa perilaku tersebut sehingga menimbulkan kekerasan sebagai teror atau korban yang sebenarnya takut. Berikut merupakan Contoh Kasus intimidasi dalam pelaksanaan Demokrasi

Kasus kekerasan dan intimidasi selama berlangsungnyamasa kampanye pemilihan kepala daerah (pilkada) Aceh sejak 22 Maret. Ketua Panwas Aceh, Nyak AriefFadhillah Syah kepada wartawan dalam jumpa pers di Kantor Panwas Aceh, Senin (2/4), mengatakan, kasus itu umumnya terjadi karena pergesekan antar pendukung kandidat seusai menggelar kampanye.“Ada yang dilempari batu, diketapel, juga ada yang menghalang-halangi masyarakat untuk datang ke lokasi kampanye kandidat tertentu.

  • Penggelembuangan Suara Salah Satu Kandidat

Kehilangan satu suara atau penggelembungan satu suara pun merupakan noda, bahkan cacat dalam proses rekapitulasi penghitungan Pemilu . “Hukum yang paling dasar dari seluruh proses rekapitulasi penghitungan suara adalah bagaimana melindungi hak rakyat yang berdaulat yang telah menyatakan pilihannya,” dikutip dari salah satu politisi ternaman partai PDIP.

Proses rekapitulasi tetap menempatkan asas jujur dan adil (jurdil) sebagai landasan moral dan etika, khususnya bagi penyelenggara pemilu. Hal ini sendiri merupakan cerminan dari perwujudan demokrasi dalam pelaksanaan pemili yang LUBER dan Jurdil. Penggemlembungan suaran bukan hanya merugikan salah satu psangan kandidat tetapi juga mencoreng nilai demokrasi yang merupakan amanat UUD 1945.

Demokrasi sendiri memiliki dua sisi yang berbeda, Sebagaimana pada Tragedi Trisakti yang merupakan sebuah peristiwa kelam dalam ejarah demokrasi Indonesia. Dimana hal ini merupakan sebuah peristiwa penembakan, yang terjadi pada tanggal 12 Mei 1998, terhadap mahasiswa pada saat demonstrasi menuntut Soeharto turun dari jabatannya. Kejadian ini menewaskan empat mahasiswa Universitas Trisakti di Jakarta,Indonesia serta puluhan lainnya luka. Mereka yang tewas adalah Elang Mulia Lesmana (1978-1998), Heri Hertanto (1977 – 1998), Hafidin Royan (1976 – 1998 ), dan Hendriawan Sie (1975 – 1998). Mereka tewas tertembak di dalam kampus, terkena peluru tajam di tempat-tempat vital seperti kepala, tenggorokan, dan dada.

Sudah bukan rahasia lagi jika ketika maa orde baru demokrasi adalah sesuatu yang mahal harganya, bahkan untuk menebusnya harus dibayar dengan nyawa. Sebagaimana yang terjadi pada tregedi trisakti. Dilatarbe;akangi oleh  kondisi Ekonomi Indonesia mulai goyah pada awal 1998, yang terpengaruh oleh krisis finansial Asia sepanjang 1997-1999. Mahasiswa pun melakukan aksi demonstrasi besar-besaran ke Gedung Nusantara, termasuk mahasiswa Universitas Trisakti.

Mereka melakukan aksi damai dari kampus Trisakti menuju Gedung Nusantara pada pukul 12.30 aksi ini sendiri adalah perwujudan dari impelementasi demokrasi yang harusnya berlaku di Indonesia. Namun aksi mereka dihambat oleh blokade dari Polri dan militer datang kemudian. Beberapa mahasiswa mencoba bernegosiasi dengan pihak Polri. Akhirnya, pada pukul 17.15, para mahasiswa bergerak mundur, diikuti bergerak majunya aparat keamanan.

Aparat keamanan pun mulai menembakkan peluru ke arah mahasiswa. Para mahasiswa panik dan bercerai berai, sebagian besar berlindung di Universitas Trisakti. Namun aparat keamanan terus melakukan penembakan. Korban pun berjatuhan, dan dilarikan ke RS Sumber Waras.

Penulis : Joni Kasim

Editor : Nora Listiawati

Publisher : Radhes Langgeng


Penulis Arum Sutrisni Putri | Editor Arum Sutrisni Putri KOMPAS.com - Indonesia adalah negara demokrasi yang dapat dibuktikan dari sudut pandang normatif dan empirik. Dikutip dari situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, bukti empirik bahwa Indonesia adalah negara demokrasi bisa dilihat dari alur sejarah politik di Indonesia, yaitu: Pemerintahan masa revolusi kemerdekaan Indonesia (1945-1949) Pemerintahan parlementer (1949-1959) Pemerintahan demokrasi terpimpin (1959-1965) Pemerintahan orde baru (1965-1998) Pemerintahan orde reformasi (1998-sekarang) Berikut ini pelaksanaan demokrasi di Indonesia pada masa reformasi (1998-sekarang): Baca juga: Bukti Normatif dan Empirik Indonesia Negara Demokrasi Demokrasi Indonesia periode reformasi (1998-sekarang) Soeharto terpilih kembali sebagai Presiden pada Sidang Umum MPR pada Maret 1998. Tetapi penyimpangan-penyimpangan pada masa pemerintahan Orde Baru membawa Indonesia pada krisis multidimensi, diawali krisis moneter yang tidak kunjung reda. Krisis moneter membawa akibat terjadinya krisis politik, di mana tingkat kepercayaan rakyat terhadap pemerintah begitu kecil. Kerusuhan-kerusuhan terjadi hampir di setiap daerah di Indonesia. Akibatnya pemerintahan orde baru di bawah pimpinan Presiden Soeharto terperosok ke dalam kondisi yang diliputi berbagai tekanan politik baik dari luar maupun dalam negeri. Dari dunia internasional, terutama Amerika Serikat, secara terbuka meminta Soeharto mundur dari jabatannya sebagai Presiden. Dari dalam negeri, timbul gerakan massa yang dimotori oleh mahasiswa turun ke jalan menuntut Soeharto lengser dari jabatannya.

Lengsernya Soeharto Tekanan massa mencapai puncaknya ketika sekitar 15.000 mahasiswa mengambil alih Gedung DPR/MPR. Akibatnya proses politik nasional praktis lumpuh. Soeharto ingin menyelamatkan kursi kepresidenan dengan menawarkan berbagai langkah. Seperti perombakan (reshuffle) kabinet dan membentuk Dewan Reformasi. Tetapi pada akhirnya Presiden Soeharto tidak punya pilihan lain kecuali mundur dari jabatannya. Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998 di Istana Merdeka menyatakan berhenti sebagai Presiden. Dengan menggunakan UUD 1945 pasal 8, Soeharto segera mengatur agar Wakil Presiden Habibie disumpah sebagai penggantinya di hadapan Mahkamah Agung. Karena DPR tidak dapat berfungsi akibat mahasiswa mengambil alih gedung DPR. Kepemimpinan Indonesia segera beralih dari Soeharto ke BJ Habibie. Hal ini merupakan jalan baru demi terbukanya proses demokratisasi di Indonesia. Kendati diliputi kontroversi tentang status hukumnya, pemerintahan Presiden BJ Habibie mampu bertahan selama satu tahun kepeminpinan. Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Demokrasi Indonesia Periode Reformasi (1998-sekarang)", Klik untuk baca: https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/13/130000269/demokrasi-indonesia-periode-reformasi-1998-sekarang-?page=2. Penulis : Arum Sutrisni Putri Editor : Arum Sutrisni Putri

Lengsernya Soeharto Tekanan massa mencapai puncaknya ketika sekitar 15.000 mahasiswa mengambil alih Gedung DPR/MPR. Akibatnya proses politik nasional praktis lumpuh. Soeharto ingin menyelamatkan kursi kepresidenan dengan menawarkan berbagai langkah. Seperti perombakan (reshuffle) kabinet dan membentuk Dewan Reformasi. Tetapi pada akhirnya Presiden Soeharto tidak punya pilihan lain kecuali mundur dari jabatannya. Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998 di Istana Merdeka menyatakan berhenti sebagai Presiden. Dengan menggunakan UUD 1945 pasal 8, Soeharto segera mengatur agar Wakil Presiden Habibie disumpah sebagai penggantinya di hadapan Mahkamah Agung. Karena DPR tidak dapat berfungsi akibat mahasiswa mengambil alih gedung DPR. Kepemimpinan Indonesia segera beralih dari Soeharto ke BJ Habibie. Hal ini merupakan jalan baru demi terbukanya proses demokratisasi di Indonesia. Kendati diliputi kontroversi tentang status hukumnya, pemerintahan Presiden BJ Habibie mampu bertahan selama satu tahun kepeminpinan.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Demokrasi Indonesia Periode Reformasi (1998-sekarang)", Klik untuk baca: https://www.kompas.com/skola/read/2020/02/13/130000269/demokrasi-indonesia-periode-reformasi-1998-sekarang-?page=2.

Penulis : Arum Sutrisni Putri Editor : Arum Sutrisni Putri

Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:


Android: https://bit.ly/3g85pkA
iOS: https://apple.co/3hXWJ0L