Peran keluarga dan sekolah dalam PENDIDIKAN Agama Kristen

You're Reading a Free Preview
Pages 4 to 5 are not shown in this preview.

Bagian penutup ini berisikan: • Rangkuman

• Ayat mas (peserta didik menghafalkannya)

Kompetensi Dasar:

1.3. Mengakui peran keluarga dan sekolah sebagai lembaga pendidikan utama dalam kehidupan modern.

2.3. Bersikap kritis dalam menyikapi peran keluarga dan sekolah sebagai lembaga pendidikan dalam kehidupan modern

3.3. Menganalisis peran keluarga dan sekolah sebagai lembaga pendidikan dalam kehidupan modern

4.3. Membuat releksi tentang peran keluarga dan sekolah sebagai lembaga pendidikan dalam kehidupan modern

Indikator:

• Menghayati peran keluarga dalam Ulangan 6:4-9 • Memahami pengertian pendidikan

• Merumuskan hakikat keluarga sebagai pusat utama pendidikan • Mengidentiikasi peran keluarga dalam proses sosialisasi dan edukasi • Menemukan pelajaran moral dari Timotius

• Mengkritisi peran keluarga sebagai pusat utama pendidikan

A.Pengantar

Dalam pengantar ini, peserta didik diharapkan mampu menemukan pesan dari kitab Ulangan 6:7 yang menjadi landasan teologis bagi lingkungan pendidikan, baik keluarga, sekolah maupun gereja dalam mengajarkan nilai-nilai kehidupan yang meningkatkan iman kristiani serta sesuai dengan ajaran Kristen.

Melalui pendidikan, manusia dapat menggali dan mengoptimalkan segala potensi yang ada pada dirinya. Melalui pendidikan pula manusia dapat mengembangkan ide-ide yang ada dalam pikirannya dan menerapkannya dalam kehidupannya sehari-hari yang dapat meningkatkan kualitas hidup manusia itu sendiri. Guna meningkatkan kualitas hidup, manusia memerlukan pendidikan,

Penjelasan Bab II

Keluarga Pusat Utama Pendidikan

B. Uraian Materi

1. Pengertian Pendidikan

Kata pendidikan berasal dari kata latin educare dan educere yang berarti merawat, memperlengkapi dengan gizi agar sehat, dan juga berarti membimbing keluar dari. Berdasarkan arti kata ini, pendidikan dapat berarti suatu upaya yang dilakukan dengan sadar untuk memperlengkapi seseorang atau sekelompok orang dengan cara membimbingnya keluar dari satu keadaan ke keadaan hidup lainnya yang lebih baik. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan berarti proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik. Dalam Ensiklopedi Pendidikan, secara umum pendidikan diartikan sebagai semua perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya, serta ketrampilannya kepada generasi muda sebagai usaha menyiapkannya untuk dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmaniah maupun rohaniah.

Dari berbagai pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan mengarah kepada pembentukan satu pribadi secara utuh atau holistik (mencakup aspek rohani atau spiritual, psikis atau mental, isik serta sosial) yang dapat diperoleh dari pengalaman hidup sehari-hari. Pendidikan berbeda dengan sekolah yang lebih bersifat formal dan dikelola oleh institusi atau lembaga dan mencakup kegiatan latihan ketrampilan dan penalaran yang dapat diuji, dilakukan secara bertahap (ada tingkatan pendidikan), terdapat penekanan terhadap ruang kelas, peraturan bahan pengajaran, jurusan, dan sebagainya.

2. Keluarga Sebagai Pusat Utama Pendidikan

Manusia lahir dan diterima dalam keluarga masing-masing, sehingga keluarga menjadi konteks utama kehidupan dan hubungan sehari-hari selama masa pertumbuhannya. Hal ini menjadi alasan untuk menyimpulkan bahwa keluarga adalah tempat pertama dan utama bagi pembentukan kehidupan manusia dalam berbagai aspek. Lingkungan rumah merupakan kelas pertama bagi seorang anak untuk belajar tentang sesama dan dunia, mempelajari pola hubungan secara intim dengan orang lain, nilai-nilai, ide dan perilaku, yang kemudian mereleksikan perasaan, nilai dan pola tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Peranan keluarga (orang tua) tidak hanya sebatas melahirkan, memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan, tetapi juga memberikan pendidikan yang baik bagi anak-anak. Hal ini merupakan peranan yang sangat penting yang tidak dapat diwakilkan kepada pihak lain, sebab orang tua adalah pendidik utama dan pertama bagi anak-anaknya yang terjalin dengan keistimewaan hubungan cinta

sebagai suami istri untuk berpartisipasi dalam tugas penciptaan Tuhan. Karena itu sangat penting bagi orang tua untuk menciptakan lingkungan keluarga yang dipenuhi oleh sukacita dan kasih sayang terhadap sesama dan Tuhan Allah sehingga menunjang perkembangan pribadi anak sesuai dengan nilai-nilai Kristen.

Keluarga Kristen tentu harus memberikan pendidikan Kristen kepada anggota keluarga, yakni pendidikan yang bercorak, berdasar dan berorientasi pada nilai-nilai kristiani sebagai usaha yang ditopang secara rohani dan manusiawi untuk meneruskan pengetahuan, sikap, ketrampilan dan tingkah laku yang bersesuaian dengan iman Kristen. Nilai kristiani yang menonjol adalah kasih, keadilan, kesetaraan, pengampunan, penebusan, penyelamatan oleh Allah, pertobatan, mengasihi Tuhan dengan segenap hati, serta mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri. Selain itu juga mengupayakan perubahan, pembaharuan anggota keluarga secara pribadi, maupun bersama oleh kuasa Roh Kudus sehingga keluarga hidup sesuai dengan kehendak Allah sebagaimana yang dinyatakan oleh Alkitab, terutama dalam Tuhan Yesus. Pendidikan secara kristiani memanggil setiap anggota keluarga untuk meneladani Yesus sebagai Guru Agung yang menjadi teladan bagi pengikutNya, agar memiliki pemahaman serta relasi yang benar, mendalam dan pribadi dengan Tuhan Yesus Kristus.

3. Peran keluarga dalam proses sosialisasi

Seorang bayi yang lahir ke dunia merupakan satu makhluk hidup kecil yang penuh dengan kebutuhan isik dan masih sangat bergantung kepada orang tuanya. Ia lahir ke dunia dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa. Seiring dengan pertumbuhannya, ia akan belajar berbicara, berjalan, dan mulai melakukan aktivitasnya secara mandiri, misalnya makan sendiri, mandi sendiri, dan lain-lain. Selanjutnya dia perlu banyak belajar tentang segala sesuatu agar kehidupannya menjadi lebih maju, misalnya mempelajari sikap, nilai, norma yang berlaku dalam komunitas dimana ia berada. Proses inilah yang disebut sosialisasi.

Sosialisasi dapat didefenisikan sebagai suatu proses sosial yang dilakukan oleh seseorang dalam menghayati nilai dan norma kelompok tempat ia hidup sehingga ia menjadi bagian dari kelompoknya. Secara sederhana, sosialisasi merupakan proses belajar seseorang, di mana orang tua, persekutuan, atau masyarakat meneruskan pengetahuan, kebiasaan, maupun nilai-nilai dalam lingkungannya, biasanya secara tidak sengaja atau melalui keteladanan. Proses sosialisasi ini mempunyai peranan yang sangat penting karena sangat membantu dalam pembentukan kepribadian seseorang, termasuk dalam membentuk identitas manusia Kristen.

Di dalam keluarga, sosialisasi mengambil tempat yang cukup penting, misalnya mengajak anak setiap minggu ke gereja atau sekolah minggu. Hal ini dipelajari melalui pengajaran yang diberikan dengan sengaja, yaitu melalui jalan memberi contoh dan menirukan, maupun melalui pemberian model bagi anak. Oleh karena itu, setiap anak memerlukan kehadiran orang tuanya sebagai role

model atau peran percontohan yang melaluinya anak belajar. Melalui contoh dan teladan yang konkret dari orang tua inilah, anak-anak lebih mudah menerima dan menghayatinya daripada sederet nasihat dan petuah.

Peran keluarga Kristen dalam proses sosialisasi merupakan hal yang unik, karena memiliki dasar Alkitab atau landasan teologis. Oleh karena itu, penghayatan akan iman Kristen pertama-tama harus dilakukan oleh orang tua, kemudian diteruskan kepada anak-anak. Sejak dini orang tua harus memperkenalkan Tuhan kepada anak-anak dengan menanamkan nilai religius, misalnya rasa sayang kepada makhluk ciptaan Tuhan, menumbuh-kembangkan kebiasaan berdoa, kebiasaan berbakti setiap hari dengan keluarga, bahkan menaati aturan dalam gereja yang mengharuskan setiap anak untuk dibabtis. Penanaman nilai iman ini menjadi penting agar anak-anak tidak hanya bertumbuh menjadi orang yang beragama, tetapi menjadi orang yang beriman kepada Tuhan. Artinya seluruh hidup dan perbuatannya berdasarkan ajaran kristiani sehingga mampu menjadi garam dan terang dalam kehidupan keluarga maupun masyarakat luas.

Dalam Alkitab, keluarga Timotius merupakan salah satu contoh keluarga saleh karena menurunkan iman kepada Tuhan Yesus secara turun temurun (2 Timotius 1:5). Ini merupakan contoh keluarga Kristen yang dapat diterapkan dalam kehidupan keluarga Kristen modern pada masa ini.

4. Peran Keluarga dalam Proses Edukasi

Dalam proses edukasi, keluarga merupakan agen pendidik yang terutama. Hal ini tampak dalam proses pertumbuhan anak mulai dari bayi, belajar jalan, hingga mampu berjalan. Fungsi ini juga berkaitan dengan menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan, ketrampilan yang sesuai dengan bakat dan minat anak, mendidik anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangannya, serta mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang. Proses edukasi atau pendidikan adalah suatu proses penyampaian iman yang dilakukan secara sengaja, sistematis dan terencana.

Dalam proses pendewasaan seseorang secara holistik, proses sosialisasi saja tidak cukup. Dibutuhkan proses edukasi agar tercipta individu yang kritis dalam menyikapi dampak sosialisasi yang ada, termasuk dalam membawa anak kepada kedewasaan iman. Dewasa ini tanggung jawab keluarga untuk mendidik anak sebagian besar atau bahkan mungkin seluruhnya telah diambil alih oleh lembaga pendidikan lain, misalnya sekolah dan gereja. Keluarga cenderung sibuk dengan tanggung jawab yang lain, sehingga melupakan peranan utamanya sebagai pendidik pertama bagi anak-anak, dan merasa cukup dengan memberikan tanggung jawab pendidikan anak-anaknya kepada pihak lain.

(agen kontrol sosial) terhadap anak-anaknya, sehingga nilai-nilai kehidupan yang dijalani tidak bertentangan dengan nilai-nilai kristiani yang ditanamkan sejak kecil. Menjadi orang tua yang baik bukan berarti menyetujui atau membenarkan dan meng-iya-kan semua yang dikehendaki oleh anak. Orang tua harus bisa memilah mana hal yang diperbolehkan dan mana yang tidak diperbolehkan untuk dilakukan oleh anak-anak.

Dalam proses perkembangan manusia secara holistik, peran keluarga dalam proses edukasi berperan sebagai koreksi atau kritik terhadap berbagai perubahan yang terjadi berkaitan dengan perkembangan manusia. Dalam proses sosialisasi, terdapat ajaran yang diperoleh anak dari lingkungannya yang kadang bertentangan dengan nilai-nilai kristiani. Di sinilah peran keluarga dalam proses edukasi nampak untuk menentukan mana yang baik dan tidak baik untuk dihayati dalam kehidupan sesuai dengan iman kepada Tuhan Yesus.

Proses perkembangan dan pertumbuhan seorang anak dalam keluarga dapat terlaksana dengan baik apabila kedua orang tua saling mendukung dan mengusahakan kerukunan serta persatuan dalam keluarga sesuai dengan panggilannya sebagai teman sekerja Allah yang bertanggung jawab dalam setiap aspek kehidupan. Karena melalui kesaksian hidup kristiani yang diilhami oleh nilai-nilai Kristen akan mengantar anak secara efektif untuk semakin mengenal dan mencintai Kristus.

C.Penjelasan Bahan Alkitab

 Ulangan 6:4-9

Teks ini merupakan ketetapan atau peraturan yang dipaparkan Musa kepada orang Israel dalam perjalanan keluar dari tanah Mesir. Ada beberapa ketetapan yang ditekankan Musa.

a. Kasihilah Tuhan. Mengasihi Tuhan dengan segenap hati, dengan segenap jiwa dan dengan segenap kekuatan merupakan sikap yang dilakukan dengan utuh dan sungguh-sungguh. Tuhan menuntut umat Israel agar memiliki integritas diri, artinya ada kesesuaian antara perkataan dan perbuatan. Mengasihi Tuhan bukan saja hanya memperkatakan kebenaran dan kasih, tapi juga melakukan kasih bagi sesama. Dengan kata lain, mengasihi Tuhan bukan saja secara vertikal antara manusia dan Tuhan, tapi juga secara horizontal antara manusia dengan manusia.

b. Hal mengajar kepada anak-anak. Ini merupakan perintah yang harus dilakukan oleh orang tua kepada anak-anak sebagai wujud kasih kepada Tuhan. Hal mengajar kepada anak dapat dilakukan kapan saja dan di mana

saja, dengan sadar atau tidak disadari. Anak-anak sering memperhatikan tingkah laku orang tua yang kemudian dijadikan teladan. Oleh karena itu, peran orang tua sebagai pendidik sangat berperan penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak secara holistik. Mengajar kepada anak akan lebih dimaknai dan dihayati jika ditunjukkan melalui keteladanan dalam perbuatan, bukan sekedar kata-kata.

 2 Timotius 1:3-10

Teks ini berisi surat rasul Paulus kepada Timotius. Timotius merupakan teman sepelayanan Paulus yang berasal dari Listra. Karena usianya yang masih muda (tidak diketahui secara pasti), Paulus menyebut Timotius sebagai ‘anakku’ dalam surat-suratnya. Timotius lahir dari perkawinan campuran. Ibunya, Eunike adalah wanita Yahudi yang mengajarkan kepadanya mengenai Kitab Suci, sedang ayahnya adalah seorang Yunani. Lois, ibu Eunike, nenek Timotius, merupakan orang yang beriman sehingga ia mengajarkan imannya kepada keturunannya. Timotius penuh dengan kasih sayang, tapi ia sangat penakut sehingga memerlukan banyak nasihat pribadi. Karena itu, dalam surat ini ia dinasihati oleh Paulus supaya jangan takut dan gentar, karena Allah mengaruniakan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban. Timotius merupakan teman sepalayanan Paulus yang amat dipuji-puji karena ketaatannya. Ini semua karena iman yang diajarkan turun temurun dari neneknya, Lois.

D.Kegiatan Pembelajaran

Pengantar

Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memahami dan menemukan sendiri pesan yang terkandung dalam kitab Ulangan 6:7. Pesan yang didapat dan dipahami peserta didik kemudian dibacakan di depan kelas, dan guru merangkum semua pendapat peserta didik. Untuk lebih memahami maksud yang terkandung dalam bacaan ini, peserta didik dapat membaca ayat sebelum atau sesudahnya. Guru dapat menuntun peserta didik apabila menemui kesulitan.

Kegiatan 1: Curah Pendapat

Guru menuntun peserta didik dalam memahami pengertian pendidikan melalui curah pendapat, dan membedakannya dengan istilah lain yang terkait. Setiap peserta didik bebas mengemukakan pendapatnya dan guru memberi kesimpulan

Kegiatan 2: Materi

Kegiatan ini merupakan kesempatan bagi guru untuk menyampaikan materi. Guru memberikan penekanan penting terhadap perbedaan antara peran keluarga dalam proses sosialisasi dan edukasi sehingga peserta didik mampu membedakan dan menerapkannya.

Kegiatan 3: Penugasan

Kegiatan 3 adalah evaluasi terhadap materi. Setelah menjelaskan peran keluarga dalam proses sosialisasi dan edukasi, peserta didik diminta memberikan contoh yang konkret dari peran keluarga dalam kedua proses tersebut.

Kegiatan 4: Belajar dari Timotius

Kegiatan 4 memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk menemukan sendiri pelajaran apa yang bisa diambil dari kisah Timotius. Yang perlu ditekankan dari tugas ini adalah bagaimana peran keluarga Timotius sehingga ia menjadi teman sepelayanan Paulus.

Penugasan/Proyek

Tugas ini diselesaikan di rumah dengan berdiskusi bersama orang tua. Peserta didik dituntut untuk memberikan penilaian yang kristis terhadap peran keluarganya dalam proses sosialisasi dan edukasi sehingga menjadi bahan pelajaran baginya dalam mempersiapkan diri untuk membentuk rumah tangga pada masa yang akan datang.

E.Penilaian

Penilaian dalam rangka mengukur tercapainya kompetensi dilakukan dengan mengukur tercapainya semua indikator. Bentuk penilaian berupa tes lisan, penugasan, serta tugas yang diselesaikan di rumah. Guru dapat menilai analisis kritis dari peserta didik dalam mengamati keluarganya sebagai pusat pendidikan. Penilaian juga berlangsung dalam seluruh proses pembelajaran.

F.Penutup

Bagian penutup berisikan kesimpulan, ayat mas yang harus dihafalkan oleh peserta didik, serta bernyanyi dan berdoa yang dipimpin oleh peserta didik.

Penjelasan Bab III

Relasi Bermakna Antara Keluarga, Gereja

dan Sekolahku

Bacaan Alkitab: Efesus 4:11-15, Ulangan 6:7-9

Kompetensi Dasar:

1.3. Mengakui peran keluarga dan sekolah sebagai lembaga pendidikan utama dalam kehidupan modern.

2.3. Bersikap kritis dalam menyikapi peran keluarga dan sekolah sebagai lembaga pendidikan dalam kehidupan modern

3.3. Menganalisis peran keluarga dan sekolah sebagai lembaga pendidikan dalam kehidupan modern

4.3. Membuat releksi tentang peran keluarga dan sekolah sebagai lembaga pendidikan dalam kehidupan modern

Indikator:

• Merumuskan hakikat dan peran sekolah sebagai lembaga pendidikan

• Mendeskripsikan perbedaan dan persamaan proses pendidikan di keluarga, gereja dan sekolah

• Menjelaskan proses dan makna komunikasi antara keluarga, gereja dan sekolah • Menilai diri sendiri dalam menjalankan kewajiban sebagai peserta didik • Mengkritisi masalah sosial yang terjadi pada anak dan remaja, serta menjelaskan

cara pemecahannya dalam perspektif kristiani

A.Pengantar

Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang dianugerahi akal pikiran dan memiliki potensi untuk beriman kepada Allah dan dengan akalnya mampu memahami gejala-gejala alam, memiliki rasa tanggung jawab atas segala tingkah

sebagai makhluk mulia, dimana makhluk lain tidak memiliki keistimewaan tersebut. Perkembangan manusia secara perorangan pun melalui tahap-tahap yang memakan waktu belasan atau bahkan puluhan tahun untuk menjadi dewasa.

Upaya pendidikan menjadikan manusia semakin berkembang. Tugas untuk memberikan pendidikan ini berakar dalam panggilan utama keluarga yang mengambil bagian dalam karya penciptaan dan pemeliharaan Allah. Dengan memiliki anak, keluarga terutama orang tua mengemban tugas untuk membantu agar anak tersebut betul-betul berkembang dan hidup sepenuhnya sebagai manusia sehingga ia dapat mengembangkan setiap potensi yang ada pada dirinya secara optimal. Melalui pendidikan pula, manusia dapat mengembangkan berbagai ide dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup manusia itu sendiri.

B. Uraian Materi

1. Anak dan Pendidikan

Anak merupakan anugerah sekaligus titipan dari Tuhan yang memiliki potensi-potensi luar biasa, sehingga anak-anak memerlukan didikan untuk mengembangkan potensinya dengan sungguh-sungguh. Potensi-potensi itu terdiri dari potensi kognitif (intelektual), potensi afektif (moral), potensi spiritual, dan potensi psikomotorik (ketrampilan). Salah satu sarana untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada dalam diri manusia adalah melalui sekolah.

Sekolah sering juga dipandang sebagai lingkungan pendidikan kedua bagi anak setelah lingkungan keluarga. Sekolah diberi sebagian tanggung jawab pendidikan yang diemban orang tua. Hal ini terjadi karena orang tua memiliki kemungkinan yang kecil untuk dapat mendidik anaknya agar menguasai berbagai kemampuan yang diperlukan dalam kehidupannya. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mengakibatkan orang tua tidak mampu mendidik anaknya sendiri tentang berbagi pengetahuan dan kemampuan tersebut, sehingga kemudian menyerahkan sebagian tugas dan tanggung jawabnya kepada guru yang menjadi pendidik di sekolah.

Anak sebagai objek pendidikan, diharapkan mendapatkan pendidikan yang tepat dan layak. Orang tua tentu berharap agar tidak meninggalkan keturunan (anak-anak) mereka yang lemah (powerless generation). Orang tua juga tidak berharap anak-anak mereka hanya berkembang dengan optimal dalam hal intelektual saja, sehingga ia tumbuh menjadi anak yang cerdas tapi tak beriman kepada Tuhan, tak berperasaan dan lemah isiknya. Oleh karena itu, orang tua sering memilih sekolah yang berkualitas yang diharapkan dapat membantu anak-anak mereka bertumbuh dengan memiliki karakter yang kuat (strong character)

sesuai dengan nilai keagamaan,cerdas (intelligent), isik yang kuat (strong physical),

serta memiliki integritas dan semangat sebagai modal untuk membangun bangsa dan menjadi berkat bagi sesama.

2. Tri Pusat Pendidikan

Seluruh pendidikan manusia dapat berlangsung dalam tri pusat pendidikan, yaitu di dalam keluarga atau di rumah, di sekolah, dan di gereja sebagai lembaga masyarakat.

a. Pendidikan dalam konteks keluarga

Dalam konteks ini anak berinteraksi dengan orang tuanya dan anggota keluarga yang lain. Ia memperoleh pendidikan informal terutama melalui proses sosialisasi dan edukasi berupa pembiasaan atau habbit formations (telah dibahas di pelajaran sebelumnya).

b. Pendidikan dalam konteks gereja

Di sini anak berinteraksi dengan seluruh anggota gereja yang berbeda secara umur, tingkat sosial, maupun budaya. Ia memperoleh pendidikan non formal atau pendidikan di luar sekolah yang berupa berbagai pengalaman hidup. Agar gereja dapat melakukan eksistensinya, maka seharusnya generasi muda (anak, remaja, pemuda) perlu mendapat warisan atau penerusan baik nilai-nilai, sikap, pengetahuan, keterampilan dan bentuk kelakuan lainnya sesuai dengan dasar-dasar kristiani. Dalam konteks gereja, pribadi Kristen dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan situasi dan kondisi jemaat yang dilandasi oleh sikap yang berdasarkan rasio, nilai kristiani, dan tujuan hidupnya. Oleh karena itu anak perlu perlu didorong untuk terlibat dan menjadi aktivis gereja agar dapat mengembangkan kepribadiannya secara sehat secara kristiani.

c. Pendidikan dalam konteks sekolah

Dalam konteks sekolah, anak memperoleh pendidikan formal. Artinya terprogram dan terjabarkan dengan tetap yang berupa pengetahuan, nilai-nilai, ketrampilan, maupun sikap terhadap mata pelajaran. Anak berinteraksi dengan lingkungan yang lebih luas bersama teman sebayanya. Aspek-aspek penting yang mempengaruhi perkembangan anak di sekolah dapat berupa bahan-bahan pengajaran, teman dan sahabat peserta didik, guru serta para pegawai.

Sekolah adalah sebuah lembaga yang dirancang untuk pengajaran peserta didik di bawah pengawasan guru. Secara etimologi, kata sekolah berasal dari bahasa Latin skhole, scola, scolae atau skhola yang berarti waktu luang atau waktu senggang, dimana pada masa lampau sekolah adalah kegiatan di waktu luang bagi anak-anak di tengah-tengah kegiatan utama mereka, yaitu bermain dan menghabiskan waktu untuk menikmati masa anak-anak dan remaja. Kegiatan

dan mengenal tentang moral atau budi pekerti dan estetika atau seni. Untuk mendampingi dalam kegiatan scola anak-anak didampingi oleh orang yang ahli dan mengerti tentang psikologi anak, sehingga memberikan kesempatan yang sebesar-besarnya kepada anak untuk menciptakan sendiri dunianya melalui berbagai pelajaran. Saat ini, sekolah mengalami pergeseran makna menjadi bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran.

Sekolah berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban anak bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Sekolah juga bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan