Pelayanan kesehatan di rumah sakit yang memungkinkan pasien di

Pelayanan kesehatan di rumah sakit yang memungkinkan pasien di

Banyak masyarakat belum mengenal hak-haknya selama menjalani pengobatan di sebuah rumah sakit. Bahkan di kalangan internal rumah sakit sendiri belum semua lini memahami  hak-hak pasien selama mendapatkan perawatan. Jaman telah berubah, tuntutan akan pelayanan yang semakin baik tidak bisa dihindari lagi. Hubungan pasien- rumah sakit tidak lagi hubungan paternalistik, pasien hanya mengikuti/menuruti begitu saja kehendak dokter yang bekerja di rumah sakit tanpa mendapatkan penjelasan yang jelas dan benar tentang kondisi penyakit yang diderita pasien tanpa menghilangkan  privilege pasien. Hubungan rumah sakit-pasien adalah hubungan partnership, hubungan yang memungkinkan terjadi saling membutuhkan dimana pasien membutuhkan terjadinya proses pengobatan yang memuaskan dan rumah sakit membutuhkan pasien sebagai sumber pembiayaan operasional rumah sakit yang dikembalikan kepadaoperasional rumah sakituntuk pemuasan pasien atas pelayanan yang diterimanya.

Dalam UU Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit telah diatur tentang kewajiban dan hak baik rumah sakit maupun pasien. Kewajiban rumah sakit terhadap pasien diantaranya memberikan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.  Mengenai kewajiban rumah sakit ( ada 20 kewajiban) merupakan hal yang inheren  sebagai lembaga yang bergerak di bidang kemanusiaan dan sosial sekaligus mampu menghidupi dirinya sendiri supaya kondisinya tetap sehat terutama dari  aspek pembiayaan operasionalnya. Demikian juga halnya dengan kewajiban pasien seperti memberi informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya kepada tenaga kesehatan di rumah sakit merupakan hal yang inheren sebagai seorang yang mencari pelayanan kesehatan supaya dokter dapat menentukan diagnosis yang tepat. Kewajiban  rumah sakit dan pasien tidak memerlukan perdebatan yang terlalu mendalam, karena kedua hal ini sudah terjadi secara alamiah sebagai pencari dan pemberi pelayanan. Masalah sering muncul ketika rumah sakit tidak mau ataupun tidak mampu memenuhi hak-hak pasien. Pemenuhan atas hak-hak pasien menjadi lebih penting diperhatikan karena di sinilah hakikat pelayanan yang berdasarkan atas kemanusiaan dan sosial .

Kedepankan hak-hak pasien

            Dengan mengedepankan hak-hak pasien setiap stakeholders di rumah sakit ( dokter, perawat, bidan sampai ke tukang kebun dan  cleaning service)  yang ada di rumah sakit akan menjadikan hak pasien tersebut sebagai pendorong dan motivasi untuk memenuhi kewajiban dan hak rumah sakit itu sendiri. Artinya dengan terpenuhinya dan menghormati hak-hak pasien maka kewajiban rumah sakit, kewajiban pasien dan hak rumah sakit akan terpenuhi / ikut  terdorong ke arah terciptanya suasana teraeputik partnership antara dokterdan pasien. Ibarat kereta api, hak pasien adalah lokomotif, sedangkan hak dan kewajiban rumah sakit dan kewajiban pasien adalah gerbongnya.  Misalnya: ” Setiap pasien mempunyai hak mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tatacara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan” (pasal 32 point j). Demikian juga pasal 32 point k : ”Setiap pasien mempunyai hak memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya”. Kalau saja rumah sakit melakukan kewajibannya dengan memenuhi dan menghormati kedua contoh hak pasien di atas dalam suasana komunikasi yang jelas, berempati, dan yang paling penting dapat dipahami dan diterima pasien sehingga memuaskan pasien, maka pasien akan melakukan kewajibannya (misalnya mentaati segala aturan yang berlaku di rumah sakit tersebut). Tidak menjadi jaminan kemegahan bangunan dan kecanggihan alat-alat kedoketran yang dimiliki rumah sakit akan dapat memenuhi kepuasan pasien.

Namun hak pasien ini sering tidak mau dan mampu dijelaskan dengan gamblang terutama oleh dokter yang merawatnya karena berbagai alasan. Ketidakpuasan pasien biasanya tertuju kepada manajemen dengan segala kompleksitas permasalahan rumah sakit.  Tidak dapat dipungkiri, manajemen rumah sakit tidak akan mampu memenuhi semua keinginan dokter dengan segala keterbatasan (terutama anggaran) yang dimiliki rumah sakit. Terutama keinginan dokter yang berkaitan dengan alat medis dengan teknologi terkini (hardwarenya) , ataupun peningkatan kompetensi melalui pendidikan/ pelatihan-pelatihan (software). Kadang hal ini dipakai sebagai alasan mengapa dokter enggan melakukan kewajibannya untuk memenuhi hak-hak pasien secara empatik.

3- Mu : Mudah, Mujarab, Murah.

            Ada 3 upaya dalam rumusan yang sederhana, namun akan memberikan dampak signifikan terhadap pemenuhan atas hak-hak pasaien. Pertama , mudah. Dalam hal ini pasien mendapatkan kemudahan dalam mengakses segala informasi yang mereka butuhkan, tentunya dalam batas-batas yang menjadi hak pasien. Disamping kemudahan mengakses informasi, juga mudah dalam menghubungi dokter yang merawat, perawat, satpam, petugas lab, petugas rontgen dan lain-lain. Dengan kemudahan ini, berarti rumah sakit telah memenuhi hak pasien yang paling esensial. Kedua , mujarab. Artinya tindakan atau pengobatan yang diberikan dokter/ rumah sakit dapat memberikan kesembuhan ataupun terhindar dari kecacatan atau kematian pasien yang merupakan tujuan dan harapan utama pasien dalam mencari pelayanan rumah sakit. Sembuhnya pasien  atau terhindar dari kecacatan/ kematian merupakan resultante dari tingkat kompetensi SDM yang memadai, serta sarana prasarana penunjang yang memadai juga. Berarti rumah sakit telah dapat menyediakan SDM dan fasilitas penunjang lainnya yang sesuai dengan harapan pasien. Ketiga , murah. Hal yang paling ditakuti sebagian pasien ketika harus mencari pelayanan rumah sakit adalah masalah biaya. Tingginya biaya rumah sakit menjadi momok terutama kalau pasien mendapatkan tindakan operasi, perawatan penyakit kronis yang perlu waktu lebih lama dan penyakit kanker fase terminal. Tidak jarang pasien akhirnya menolak rencana tindakan yang akan diberikan dokter setelah mendapat penjelasan ternyata  biayanya tidak terjangkau dari ukuran kantong pasien.  Tentunya hal ini sangat dilematis bagi pihak rumah sakit, karena dalam penyusunan tarif rumah sakit tentu sudah melewati kajian mendalam  tentang tarif yang kompetitif. Yang terpenting bagi pasien adalah biaya yang dikenakan terhadapnya adalah transparan, jujur, rasional, terhindar dari tindakan overuse pemeriksaan penunjang dan obat-obatan yang diresepkan rasional dan terjangkau kantong pasien.

                                                             Penulis :

Oleh : Dewa Putu Alit Parwita

   Bekerja di RSUD  Wangaya   


Keluarga merupakan unit paling dekat dengan pasien, dan merupakan perawat utama bagi pasien. Keluarga berperan dalam menentukan cara atau perawatan yang diperlukan pasien di rumah sakit. Keberhasilan perawat di rumah sakit akan sia-sia jika tidak diteruskan di rumah yang kemudian mengakibatkan pasien harus dirawat kembali (kambuh). Peran serta keluarga sejak awal perawatan di rumah sakit akan meningkatkan kemampuan keluarga merawat pasien di rumah sehingga memungkinkan pasien tidak kambuh atau dapat dicegah.

Sebuah survei yang dilakukan di rumah sakit Amerika Serikat mengenai praktek pasien dan keterlibatan pasien dan keluarga pasien dalam mengelola pasien di rumah sakit menunjukkan hal yang luar biasa. Hasilnya pasien dan keluarga pasien yang dilibatkan dalam pengambilan keputusan secara bersama-sama dalam perawatan dan menjadikan pasien sebagai mitra dapat meningkatkan optimalisasi kesembuhan pasien, selain itu dengan melibatkan anggota keluarga seperti berpartisipasi dalam koordinasi keperawatan sangat penting.

Keluarga merupakan bagian dari tim pengobatan dan perawatan. Apalagi di Indonesia dengan kultur sosialnya tinggi ditambah keterbatasan jumlah perawat di rumah sakit sehingga tugas merawat orang sakit yang dirawat di rumah sakit umumnya dilakukan oleh keluarga yang menjaga. Para anggota keluarga menunggui secara bergantian, bahkan sering menjaga bersama-sama. Sementara perawat di rumah sakit yang seharusnya merawat orang sakit juga harus melakukan tugas-tugas yang lain di bangsal perawatan. Maka, peran keluarga penting untuk memantau kebutuhan pasien dari laporan perawat atau jika perlu malakukan komunikasi langsung.

Beberapa rumah sakit mengizinkan pasien untuk membawa alat komunikasi yang perlu digunakan. Hal ini juga terbukti dari hasil penelitian yang dilakukan di rumah sakit Amerika serikat bahwa dengan keterlibatan pasien maupun anggota keluarganya dalam merawat dan memberikan kesempatan kepada keluarga pasien untuk berkunjung ke rumah sakit lebih lama dapat menguragi resiko kecemasan yang berlebihan yang diderita oleh pasien. Tentunya hal ini dapat dirasakan jika penderita merasakan adanya dukungan sosial dari orang-orang sekitarnya, merasa dirinya dihargai, diperhatikan dan dicintai.

Contohnya adalah bila ada seseorang yang sakit dan terpaksa di rawat di rumah sakiy maka sanak saudara ataupun teman-teman biasanya datang berkunjung. Dengan kunjungan tersebut maka orang yang sakit atau pasien ini tentu merasa mendapat dukungan sosial sehingga secara tidak langsung dapat mempercepat kesembuhan

Keluarga yang akan menerima penderita di rumah sepulang dari rumah sakit. Begitu siap dipulangkan keluarga menerima estafet pengelolaan penderita di rumah sebagai kelanjutan pengelolaan di rumah sakit. Karena itu selama di rumah sakit keluarga berhak atas informasi pengobatan, perawatan, dan penanganan lainnya terhadap penderita. Karena itu bertanya kepada pihak rumah sakit merupakan hak keluarga untuk memperoleh informasi tersebut. Keluarga perlu perlu mulai membuka dan menjalin 'kedekatan' dengan personel rumah sakit untuk keperluan ini

Oleh : Armiatin, SE., MPH.
Sumber : Herrin J. et al., Patient and Family Engagement: A Survey of US Hospital Practices. BMJ Qual Saf 2015;0:1–8. doi:10.1136/bmjqs-2015-004006.