Nama dari sahabat nabi yang mendapatkan siksaan yang merupakan seorang budak adalah

Bilal bin Rabah al-Habasyi (bahasa Arab: بلال بن رباح الحبشي‎), adalah mantan budak Umayyah bin Khalaf yang kemudian dimerdekakan oleh sahabat Nabi Abu Bakar setelah mengalami penyiksaan karena kepercayaan yang ia anut. Nama julukan beliau diantaranya adalah as-Shadiqu al-Iman, al-Badzil nafsahu duna dinihi, dan Mu`adzinu Rasulillah. Sementara kunyah atau nama panggilan kehormatan beliau adalah Abu Abdillah[1]. Beliau terkenal karena keteguhannya dalam mempertahankan iman atas penyiksaan luar biasa yang menimpanya serta perkataan "ahadun ahad" yang menjadi jawabannya atas pertanyaan yang memintanya untuk keluar dari Islam.

Bilal lahir di daerah As-sarah sekitar 43 tahun sebelum hijrah, sehingga diperkirakan beliau masuk islam pada umur 30 tahun. Ayahnya bernama Rabah, yang merupakan seorang budak. Sedangkan ibunya bernama Hamamah, juga seorang budak wanita berkulit hitam yang tinggal di Mekah. Karena kondisi ibunya, sebagian orang memanggil Bilal dengan sebutan ibnu as-sauda` (putra wanita hitam).

Bilal adalah seorang budak berkulit hitam dari Habsyah (sekarang Ethiopia). Beliau dibesarkan di kota Ummul Qura (Mekah), sebagai seorang budak milik keluarga bani Abdu ad-Dar, lebih tepatnya keluarga Bani Jumah.

Saat ayahnya meninggal, Bilal diwariskan kepada Umayyah bin Khalaf, seorang tokoh penting kaum Quraisy.

Ketika Mekah dihebohkan dengan kemunculan seseorang yang menjadi Rasul, yang menyerukan kalimat Tauhid, Bilal adalah kelompok orang yang pertama memeluk Islam, walau statusnya masih menjadi seorang budak.

Saat Bilal masuk Islam, hanya ada beberapa orang yang telah mendahuluinya memeluk agama baru itu. Seperti Ummul Mu’minin Khadijah binti Khuwailid, Abu Bakar ash-shiddiq, Ali bin Abu Thalib, Ammar bin Yasir bersama ibunya, Sumayyah, Shuhaib ar-rumi, dan Miqdad bin Aswad.[2]

Orang Quraisy yang paling banyak menyiksa Bilal adalah Umayyah bin Khalaf (tuannya), bersama para algojo. Mereka menghantam punggung Bilal dengan cambuk, tetapi Bilal hanya berkata, “Ahad, Ahad (Allah Maha Esa).”

Mereka menindih dada Bilal dengan batu besar yang panas, Bilal pun hanya berkata, “Ahad, Ahad.”

Mereka semakin meningkatkan penyiksaannya, namun Bilal tetap mengatakan, “Ahad, Ahad.”

Mereka memaksa Bilal agar memuji Latta dan Uzza, tapi Bilal justru memuji dan mengagungkan Allah dan Rasul-Nya.

Mereka terus memaksanya, “Ikutilah yang kami katakan!”

Bilal menjawab, “Lidahku tidak bisa mengatakannya.”

Pada akhirnya Sayyidina Bilal dibebaskan oleh Abu Bakar, sehingga status Bilal bukan lagi seorang budak, melainkan sudah menjadi manusia merdeka, dan beliau menjadi salah seorang sahabat nabi.

Dalam sebuah hadits diceritakan bahwa Rasulullah pernah mendengar suara terompah Bilal di surga. [3] hadist ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam shahih-nya[4] dan Imam Muslim dalam kitabnya.

Ketika hukum syariat adzan diperintahkan oleh Allah, maka orang yang pertama kali disuruh oleh Rasulullah untuk mengumandangkan adzan adalah Sayyidina Bilal bin Rabah, beliau dipilih karena suaranya sangat merdu dan lantang. Beliau dikenal sebagai muazin pertama dalam Islam.[5]

Beliau merupakan satu diantara 3 muadzin di masa Rasulullah bersama dengan sahabat Abu Mahdzurah al-Jumahi dan Abdullah bin Ummi-Maktum.

Setidaknya, ada empat alasan mengapa Bilal diangkat menjadi penyeru adzan untuk umat Islam, untuk yang pertama kalinya.[6] Pertama, Bilal memiliki suara yang lantang dan merdu. Kedua, Bilal sangat menghayati kalimat-kalimat adzan. Ketiga, Bilal memiliki kesiplinan yang tinggi. saat mengumandangkan Adzan, lima kali dalam sehari semalam. Keempat, Bilal memiliki keberanian. Untuk mengumandangkan adzan pada masa-masa awal dakwah Islam.

Pasca meninggalnya Rasulullah pada tahun 11 H, sahabat Bilal pergi meningggalkan Madinah menuju tanah Syam untuk meringankan kesedihannya, beliau akhirnya meninggal di kota Damaskus pada tahun 20 H atau 21 H dalam umur 63 tahun.

  1. ^ Al-Baghdadi, Ibnu Qani' (2004). Mu'jam as-Shahabah. Beirut: Daar el-Fikr. hlm. 641.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
  2. ^ "Adzan Terakhir Seseorang yang Merindukan Kekasihnya" (dalam bahasa indonesia). Diakses tanggal 2020-08-29. Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)
  3. ^ "Amalan Sahabat Bilal yang Membuatnya Dirindukan Surga" (dalam bahasa indonesia). Diakses tanggal 2020-08-29. Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)
  4. ^ Shahih Al-Bukhari. hlm. hadist no. 1149, Bab keutamaan bersuci di waktu petang dan siang hari jilid 3/34.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan); Parameter |first1= tanpa |last1= di Authors list (bantuan)
  5. ^ Riz̤vī, Sayyid Sa'eed Ak̲h̲tar. Slavery: From Islamic & Christian Perspectives. Richmond, British Columbia: Vancouver Islamic Educational Foundation, 1988. Print. ISBN 0-920675-07-7 Pg. 35-36
  6. ^ Yakhsyallah, Mansur (2015). Ash-Shuffah.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)

  • Bilal bin Rabbah, Sosok yang Berjiwa Tegar
  • (Inggris) Bilal bin Rabah
  • (Inggris) Makam Bilal
  • (Inggris) Grave of Hazrat Bilal Habshi Radi Allahu Anhu
 

Artikel bertopik biografi tokoh Islam ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

  • l
  • b
  • s

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Bilal_bin_Rabah&oldid=21311542"

Merdeka.com - Bilal bin Rabah merupakan orang berkulit hitam dari Habsyah (Ethiopia) yang memeluk agama Islam ketika masih menjadi budak. Dia merupakan salah satu sahabat Nabi yang dipilih untuk mengumandangkan azan pada zamannya. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun pertama Hijriah.

Ketika dia ketahuan memeluk agama Islam, dia terus-terusan disiksa setiap hari oleh sang majikan agar meninggalkan Islam.

Abu Bakar menemukan Bilal bin Rabah di bawah terik matahari. Saat itu, dia sedang mendapat hukuman dari majikannya bernama Umayyah di tengah padang pasir yang sangat panas dan lehernya pun diikat.

Bilal ditelentangkan menghadap matahari dan dadanya ditindih dengan batu yang sangat besar sehingga membuat napas Bilal terasa sesak.

Dikutip dari buku Kisah azan Terakhir Sahabat Nabi Bilal bin Rabbah, karya Muham Sakura Dragon, Umayyah dengan kejamnya menyiksa Bilal dan berkata, "Kamu tidak akan kulepaskan dari siksaan ini hingga kamu mau mendustakan Muhammad dan kembali mengikuti agamamu yang dulu. Sembahlah Latta dan Uzza", ucap Umayyah dengan lantang.

Bilal pun hanya dapat menjawab dengan lirih "Ahad! Ahad! Ahad!" dia bermaksud mengucap Allahu Ahad (Allah Maha Esa).

Sang majikan melakukan itu semua karena ingin mengembalikan Bilal kepada ajaran agamanya yang lama. Abu Bakar membebaskan Bilal dengan membelinya dari Umayyah. Kemudian Bilal dibawa Abu Bakar menuju ke rumahnya untuk dirawat dan diobati luka-lukanya.

Pada saat Rasulullah hijrah menuju Madinah, Bilal senantiasa menemani dan menjaga Rasullulah kemana pun, termasuk dalam setiap peperangan. Awalnya untuk mengetahui waktu salat, umat Islam berkumpul terlebih dahulu untuk menentukan waktu salat.

Karena menyulitkan akhirnya Nabi Muhammad memanggil salah satu umat untuk membunyikan terompet. Namun Rasullullah mengubahnya, dia beranggapan jika orang Yahudi menggunakan cara yang sama untuk memanggil kaumnya.

Tiba-tiba datanglah sahabat Nabi bernama Abdullah bin Zaid. Abdullah bin Zaid bermimpi bahwa ia bertemu seorang pria yang menggunakan dua helai kain berwarna hijau sambil membawa lonceng. Dia menawarkan diri untuk membeli bel tersebut, bel tersebut akan digunakan untuk memanggil orang-orang untuk salat.

Abdullah kembali menawarkan kepada Rasulullah SAW panggilan salat yang lebih baik yaitu empat kali seruan "Allahu Akbar" dua kali seruan "Asyhadualla Ilaaha Illallah" dua kali seruan "Asyhadu Annamuhammadarrasulullah" lalu dua kali "Hayya 'Alas Shalah" dan dua kali seruan "Hayya 'Alal Falah" lalu "Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaaha Illallah".

Nabi Muhammad SAW menyetujui pendapat Abdullah, dan memintanya untuk segara menemui Bilal untuk mengajarkan azan tersebut padanya. Bilal dipilih Rasulullah menjadi muadzin karena ia memiliki suara yang indah.

Selain itu Bilal mempunyai suara keras sehingga dapat menjangkau jarak jauh sekalipun. Bilal menjadi muadzin pertama yang mengumandangkan azan di kota Madinah.

Bilal sangat menikmati perannya sebagai muadzin, hingga suatu ketika Rasulullah meninggal dunia. Bilal bersiap untuk mengumandangkan azan pertamanya setelah Rasul meninggal. Namun saat dia berucap "Allahu Akbar" dan hendak mengucap nama Rasulullah, dia tidak kuasa menahan kesedihan itu.

Bilal menangis terisak-isak hingga dia tidak dapat meneruskan azannya. Dia lalu berkata bahwa tidak akan pernah lagi mengumandangkan azan. Bilal meminta Abu Bakar untuk membiarkannya pergi ke Suriah dan kemudian menetap di Kota Damakus hingga akhir hayatnya.

Setelah Rasulullah SAW wafat, Bilal hanya mengumandangkan azan sebanyak dua kali, yakni saat Umar bin Khattab datang ke Damakus dan ketika dia mengunjungi makam Rasulullah SAW di Madinah.

Baca juga:

Ini nutrisi yang dibutuhkan oleh ibu menyusui saat puasa

Mengenal Raudhah, tempat Jibril menyampaikan wahyu ke Rasulullah

Dahsyatnya berdoa menjelang buka puasa

Gara-gara iklan sirup, gadis cantik ini memutuskan jadi mualaf