Mengapa menuntut ilmu dinilai sebagai perbuatan yang paling mulia

Jakarta -

Menuntut ilmu wajib hukumnya bagi muslim laki-laki mau pun perempuan. Demikian disarikan dari hadits tentang menuntut ilmu yang diriwayatkan Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam Shahih wa Dha'if Sunan Ibnu Majah no. 224.

طَلَبُ اْلعِلْمْ فَرِثْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

"Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap individu muslim."

Dalam hadits tentang menuntut ilmu lainnya, Rasulullah SAW bersabda,

تَعَلَّمُوْاوَعَلِّمُوْاوَتَوَاضَعُوْالِمُعَلِّمِيْكُمْ وَلَيَلَوْا لِمُعَلِّمِيْكُمْ ( رَواهُ الطَّبْرَانِيْ)

Artinya, "Belajarlah kamu semua, dan mengajarlah kamu semua, dan hormatilah guru-gurumu, serta berlaku baiklah terhadap orang yang mengajarkanmu." (HR Tabrani)

Ilmu agama menjadi prioritas untuk dipelajari. Namun bukan berarti lmu-ilmu lain diabaikan. Sebab dengan ilmulah, manusia dapat ikut serta membangun kemajuan zaman, mengungkap kebenaran, dan memahami rahasia-rahasia yang Allah ciptakan.


Apa saja hadits tentang menuntut ilmu yang menjelaskan keutamaan belajar?

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Seseorang yang menempuh jalan menuntut ilmu, dimudahkan menuju surga

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Arief Rahman Hakim

Alquran telah lebih dulu berbicara tentang keutamaan orang yang mencari ilmu. Rasulullah pun menggambarkan tentang keutamaan orang yang menuntut ilmu dalam hadis-hadis sahihnya.

''Allah akan meninggikan beberapa derajat orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang berilmu pengetahuan. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.'' (QS Al-Mujadilah (58): 11).

''Seseorang yang menempuh satu jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.'' (HR Bukhari). Namun, ilmu harus dipertanggungjawabkan. Adalah suatu kewajiban bagi seorang yang berilmu untuk mengamalkan ilmunya, mengajarkan ilmunya dengan ikhlas, dan tidak menyembunyikannya agar orang lain dapat memanfaatkan serta mengamalkannya.

Rasulullah SAW bersabda, ''Seseorang yang ditanya tentang suatu ilmu kemudian ia menyembunyikannya (tidak mau menjawabnya), maka pada hari kiamat ia akan dicambuk dengan cambuk dari api neraka.'' (HR Abu Dawud dan Tirmidzi).

Ilmu juga menuntut amal. Berbicara dengan amal lebih utama dari berbicara dengan kata. Orang yang miskin adalah yang lenyap umurnya karena ilmu yang dimiliki tidak diamalkan. Dia akan bangkrut di akhirat sedangkan dia memiliki banyak beban yang harus dipertanggungjawabkannya. (Ibnu Al-Jauziy).

Selain itu, di tengah problematika umat saat ini, kita harus ekstrahati-hati dalam menuntut ilmu dan kepada siapa kita belajar ilmu tersebut. Banyak 'ulama' yang sengaja memutarbalikkan fakta dan mencoba untuk menafsirkan ayat-ayat Alquran seenaknya.

Rasanya kita perlu memperhatikan kembali kata-kata mutiara Ibn Sirin yang terdapat dalam Sahih Muslim. ''Ilmu ini (tentang agama) menjelma atau merupakan keimanan, dari itu, berhati-hatilah dari siapa Anda belajar ilmu itu.'' Artinya, dalam memahami masalah keislaman baik dari Alquran, tafsir, hadis, fikih, dan yang lainnya, sebaiknya kita belajar dari ulama yang masih berkomitmen secara benar kepada Islam dan kepada Muslim yang tidak berdusta terhadap agamanya.

Karenanya, dapat kita ambil kesimpulan bahwa menuntut ilmu dan mengamalkannya adalah wajib bagi setiap Muslim. Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW, ''Menuntut ilmu hukumnya wajib bagi setiap Muslim.'' (HR Thabrani).

Tentu dalam hal ini kita harus tetap memperhatikan batasan yang terdapat dalam Alquran dan as-sunnah serta ijma' para ulama terdahulu (salaf). ''Para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Yang mereka wariskan adalah ilmu. Seseorang yang mendapatkannya, sungguh ia telah mendapatkan bagian yang banyak.'' (HR Abu Dawud dan Tirmidzi).

Mengapa menuntut ilmu dinilai sebagai perbuatan yang paling mulia

sumber : Pusat Data Republika

by : Oscar Radyan Danar, Ph.D*

Menuntut ilmu merupakan kewajiban kita sebagai seorang insan yang senantiasa menginginkan perubahan menuju kearah yang lebih baik dan lebih maju. Tanpa ilmu pengetahuan, niscaya tak akan mungkin peradaban manusia akan menjadi lebih baik. Berbagai kemajuan dan peradaban yang saat ini kita alami dan peroleh adalah merupakan kontribusi dari ilmu pengetahuan. Setidaknya ada tiga keutamaan mengapa kita wajib untuk menuntut ilmu:

Pertama, Menuntut Ilmu Merupakan Kewajiban

“Bacalah dengan (menyebut) nama Rabb-mu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Rabbmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran qolam (pena). Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al ‘Alaq: 1-5)

Bacalah dalam konteks menuntut ilmu, adalah perintah Allah SWT kepada umat nya untuk terus mencoba untuk memahami berbagai fenomena dan keadaan yang ada di atas muka bumi ini. Perintah lainnya disampaikan oleh Rasulullah SAW. yang dengan sangat jelas bersabda:

Menuntut Ilmu adalah Wajib Atas Setiap Muslim (HR. Bukhari).

Kedua, Ilmu Sebagai Bekal Menuju Surga

Ilmu pengetahuan yang bermanfaat akan menjadi bekal kita untuk menggapai surga dan Ridho Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda :

Jika anak Adam meninggal, maka amalnya terputus kecuali dari tiga perkara, sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang bermanfaat, dan anak soleh yang berdoa kepadanya.” (HR Muslim).

Ketika kita memiliki ilmu yang bermanfaat lalu kemudian kita ajarkan ilmu tersebut kepada orang lain, maka kita akan memiliki bekal dan tabungan untuk menuju Surga. Mengapa? Karena amal dari ilmu yang bermanfaat tersebut tidak akan pernah terputus selama ilmu bermanfaat yang telah kita ajarkan juga terus disebarkan.

Ketiga, Ilmu Meninggikan Derajat Kita, Dunia maupun Akhirat

Ilmu akan membuat seseorang menjadi lebih mulia, baik itu dihadapan manusia, maupun dihadapan-Nya.

….Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan, Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al Mujaadilah : 11)

Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (Az-Zumar: 9).

Sudah banyak cerita inspirasi yang dapat dijadikan sebagai hikmah dan pelajaran mengenai pentingnya ilmu. Seseorang yang pada masa lalu, sebagai orang yang berasal dari latar belakang keluarga yang biasa saja, baik secara ekonomi maupun pendidikan, dan dipandang sebelah mata oleh sebagian orang dapat merubah hidupnya. Melalui ilmu dan pendidikan yang diperoleh, kondisi dan perlakuan juga berbeda. Ini bukan berarti tujuan dari ilmu dan pendidikan adalah mendapatkan penghormatan dari orang lain. Tujuan dari menuntut ilmu adalah semata karena ingin mendapatkan Ridho dari Allah SWT. Penghormatan dari orang lain adalah salah satu bentuk janji dari Allah SWT bahwa orang-orang yang berilmu akan ditinggikan derajatnya.

*Dosen Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya Malang.

Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam, salawat dan salam semoga terlimpahkan kepada nabi yang mulia dan utusan yang paling mulia, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kepada seluruh keluarganya serta sahabatnya.

Penuntut Ilmu dan Majelis Ilmu

Sesungguhnya seorang manusia akan lapang dadanya, dan tenang hatinya, manakala melihat penuntut ilmu berada di majelis ilmu. Mereka adalah orang yang meninggalkan nikmatnya tidur dan meninggalkan tempat tidur mereka diwaktu banyak orang lain tidur diatas kasur-kasur yang nyaman. Para penuntut ilmu meninggalkan berbagai kenikmatan dan lebih mengutamakan suatu perkara yang mereka berharap mendapatkan keselamatan di dunia, alam barzah, dan akhirat. 

Sungguh Allah Ta’ala telah memuji-muji para pembawa ilmu dan yang mengajarkannya dengan berfirman

إِنَّمَا يَخۡشَى ٱللَّهَ مِنۡ عِبَادِهِ ٱلۡعُلَمَٰٓؤُاْ

“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.” (QS. Fatir 28)

Alasan dikhususkan sifat rasa takut kepada ulama karena mereka adalah orang yang paling mengenal Allah. Jika seseorang hamba semakin mengenal Rabb-nya, maka seharusnya dia semakin besar rasa harap dan takutnya kepada Allah.

Ilmu adalah sebab keridhoan Allah Ta’ala, dan sebab kehidupan yang baik di dunia, di alam barzah, dan di alam akhirat.

Ilmu adalah sebab lurusnya sikap dan terdidiknya jiwa. Dia adalah sebab, bagi orang yang ikhlas menuntut ilmu dan dalam mengamalkan ilmu, selamat dari berbagai kejelekan yang banyak macamnya dan jenisnya. 

Maka pada saat orang-orang yang kita cintai (yakni penuntut ilmu) berkumpul untuk mengambil ilmu dari sebagian orang-orang yang mereka cintai (yakni para ulama atau ustadz), mereka belajar dan mengajar, maka hal ini dinilai sebagai amalan yang mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala dan termasuk amal yang paling utama. Zaman dulu para pendahulu kita, mereka mengikat pelana-pelana kendaraan mereka dalam rangka mencari ilmu (melakukan perjalanan panjang .pent). Demikian pula banyak dari kita telah membaca atau mendengar apa yang dilakukan para ulama hadis dimana mereka telah mengadakan perjalanan panjang. Mereka meyakini 

لَو لَا الإِسنَاد لَقَالَ مَنشَاءَ مَا شَاءَ

“Seandainya bukan karena sanad, niscaya semua orang bisa berbica (dalam masalah agama) sesuka hati mereka.”

Sebagaimana Syu’bah rahimahullah dia mengadakan perjalanan sebulan penuh dalam rangka mencari sebuah hadis yang beliau dengar melalui satu jalur yang belum pernah didapatkannya. (Ar-Rihlah fii Talabil Hadits karya Al-Khatib Al-Baghdadi hal. 148)

Begitu juga Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma – seorang sahabat yang lebih utama dari  Syu’bah karena Syubah adalah seorang tabi’in – mengatakan, “Telah sampai kepadaku dari seseorang dari sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebuah hadis yang dia dengar dari Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang aku belum pernah mendengarnya. Maka aku membeli seokar unta, aku pasang pelana diatasnya, lalu aku mengadakan perjalanan selama sebulan penuh hingga aku tiba di Syam. Maka sahabat yang aku maksudkan adalah Abdullah bin Unais Al-Anshari. Kemudian setelah sampai maka aku mengatakan kepada utusan Abdullah bin Unais, ‘Sampaikan bahwa Jabir ada di depan pintu rumah.’ Maka sang utusan tersebut kembali lagi menemui Jabir membawa pertanyaan Abdullah bin Unais. Dia bertanya, ‘Apakah engkau adalah seorang yang bernama Jabir bin Abdillah?’. Maka aku katakan, ‘Betul’. Kemudian utusan tersebut kembali menemui Abdullah bin Unais dan menyampaikan pesanku. Kemudian Abdullah bin Unais keluar menemuiku. Maka dia memelukku dan akupun memeluknya. Aku katakan kepada Abdullah bin Unais, ‘Ada sebuah hadis yang sampai ke telingaku bahwasannya engkau telah mendengar hadis tersebut dari Rasulullah tentang masalah tindakan kedzaliman yang aku belum pernah mendengar hadis tersebut dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan aku khawatir aku mati atau engkau mati terlebih dahulu sebelum aku sempat mendengarnya.’” (Ar-Rihlah fii Talabil Hadits karya Al-Khatib Al-Baghdadi hal. 110)

Perhatikan bagaimana Jabir sangat perhatian terhadap ilmu. Dia tidak mencukupkan diri hanya tahu saja. Akan tetapi Jabir ingin ilmu yang beliau dapatkan valid langsung dari sumbernya. Terverifikasi dan tervalidasi ilmunya. Ini diantara semangat generasi awal umat Islam dalam mencari ilmu.

Demikian pula Abu Zur’ah, Muhammad bin Nashr, dan lainnya mereka melewati gurun pasir dengan berjalan kaki. Semua ini dilakukan dalam rangka mencari ilmu. Mereka menempuh jarak yang sangat jauh yang mana kendaraan tungangan pun pasti kelelahan. Perjalanan yang diiringi keletihan dan kesusahan. Meskipun demikian, nikmatnya ilmu yang Allah azza wa jalla letakkan dihati mereka membuat mereka lupa dari jauhnya perjalanan.

Sebagaimana ungkapan indah yang disampaikan Ibnul Qayyim rahimahullah

كل ما كان في القرآن من مدح للعبد فهو من ثمرة العلم، و كل ما كان فيه من ذم للعبد فهو من ثمرة الجهل

“Semua pujian dalam Alquran yang termasuk pujian kepada hamba maka itu semua dikarenakan buah ilmu, dan semua celaan yang ada dalamnya (Alquran) yang termasuk celaan kepada hamba maka itu semua adalah buah kebodohan (nihilnya ilmu dan/atau amal).” (Ma’alim fii Thariq Thalabul Ilmi, Hal. 15)

Ilmu – sebagaimana yang dikatakan Al-Hasan Al Bashri – adalah rasa takut kepada Allah. Maka siapa saja yang lebih berilmu tentang Allah maka harusnya dia lebih memiliki rasa takut kepada Allah. Para ulama terdahulu telah menulis banyak buku khusus membahas keutamaan ilmu, tentang akhlak orang yang memiliki ilmu, dan keutamaan para ulama. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam 

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَطْلُبُ فِيهِ عِلْمًا سَلَكَ اللَّهُ بِهِ طَرِيقًا مِنْ طُرُقِ الْجَنَّةِ ، وَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ رِضًا بِمَا يَصنَعُ ، وَإِنَّ الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ وَالْحِيتَانُ فِي جَوْفِ الْمَاءِ ، وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ ، وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ ، وَإِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِر

“Barangsiapa yang menempuh jalan yang dijalan tersebut dia mencari ilmu maka Allah akan membuat dirinya menempuh jalan diantara jalan-jalan menuju surga. Sesungguhnya para malaikat meletakkan sayap-sayapnya untuk para penuntut ilmu karena suka dengan apa yang dia lakukan. Sesungguhnya seluruh makhluk di langit dan di bumi akan memohonkan ampunan kepada orang yang berilmu, termasuk ikan ditengah-tengah air. Sesungguhnya keutamaan orang yang berilmu (yang mengamalkan ilmunya) dibandingkan ahli ibadah (yang beramal tanpa ilmu) bagaikan keutamaan rembulan dimalam hari (saat bulan purnama) dibandingkan seluruh bintang. Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi, dan para nabi tidak mewariskan dinar dan tidak dirham dan mereka mewariskan ilmu. Maka siapa yang mengambilnya maka dia telah mengambil bagian yang banyak.” (Shahih jaami’ 5/302)

Baca Juga: Keutamaan Belajar Ilmu Agama

Jalan Mencari Ilmu

Dalam hadis ini Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda “Barangsiapa yang menempuh jalan yang dijalan tersebut dia mencari ilmu …” maksud dari “jalan” disini dapat dimaknai dengan dua pengertian. Jalan yang nyata dan imajiner. Jalan yang nyata contohnya seperti usaha seseorang menempuh perjalanan untuk datang ke majelis ilmu, melakukan safar dalam rangka mencari sebuah hadis, dan lain sebagainya. Maka ini dikatakan sebagai jalan yang nyata. Sedangkan jalan yang imajiner dapat diartikan sebagai usaha untuk menulis, menghafal, mencatat, dalam rangka dia mempelajari ilmu. Oleh karena itu, semua orang yang menempuh jalan nyata maupun imajiner untuk mendapatkan ilmu, maka Allah akan membuat orang tersebut menempuh suatu jalan diantara berbagai jalan menuju surga. 

Pertama, jalan menuju surga maknanya adalah ibadah. Orang yang beribadah kepada Allah adalah orang yang berjalan menuju surga. Maknanya dengan seseorang mempelajari ilmu tentang agamnya maka akan membuat orang tersebut giat beribadah. Orang tersebut semakin banyak mengetahui ibadah apa sajakah yang dapat mendekatkan dirinya kepada surga. Semakin banyak ilmu, maka semakin banyak pula pengetahuan tentang amal shalih dan amalan yang bernilai ibadah disisi allah. Ilmu tersebut membuat dia bisa mengerjakan ibadah dan semakin semangat untuk melakukannya. orang yang menuntut ilmu karena Allah membuahkan hasil pengetahuannya tentang jalan surga semakin banyak dan seharusnya membuat dia semakin semangat untuk memperbanyak amalan-amalan yang mendekatkan dirinya kepada Allah. 

Kedua, jalan menuju surga maknanya adalah ilmu itu sendiri. Artinya Allah mudahkan kepadanya ilmu. Ilmu tersebut adalah jalan menuju surga. 

Baca Juga: Metode yang Benar dalam Mempelajari Ilmu Agama

Malaikat Memiliki Sayap

Dalam hadis ini juga menjelaskan bahwa malaikat itu memiliki sayap. Sebagaimana dalam firman Allah

ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ فَاطِرِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ جَاعِلِ ٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ رُسُلًا أُوْلِيٓ أَجۡنِحَةٖ مَّثۡنَىٰ وَثُلَٰثَ وَرُبَٰعَۚ يَزِيدُ فِي ٱلۡخَلۡقِ مَا يَشَآءُۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ قَدِيرٞ ١

“Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Fatir: 1)

Maka dalam hadis ini kita mengimani sebagaimana konteks hadis bahwasannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “para malaikat meletakkan sayap-sayapnya …”

Penuntut Ilmu dan yang Mengajarkannya Dimohonkan Ampun Seluruh Makhluk

Orang yang berilmu dan yang mengajarkannya akan dikenal seluruh makhluk. Makhluk-makhluk tersebut akan memohonkan ampun  atasnya kepada Allah. Sampai-sampai didalam hadis dikatakan, “… ikan ditengah-tengah air” mereka semua memohonkan ampunan kepada orang yang belajar dan  mengajarkan ilmu agama. Ada dua penjelasan ulama tentang maksud  “… seluruh makhluk di langit dan di bumi akan memohonkan ampunan kepada orang yang berilmu …”

Pertama, karena degnan mempelajari ilmu agama manusia memperlakukan hewan-hewan dengan layak. Sebaliknya, jika ilmu agama tidak tersebar, hadis-hadis tidak dipelajari, ajaran islam tentang berbuat baik kepada hewan tidak diketahui, maka orang pun melakukan kezaliman kepada binatang-binatang. Maka para hewan akan mendapatkan perlakuan kasar karena kebodohan manusia. 

Kedua, alasannya karena ilmu agama adalah sebab timbulnya kebaikan, amal shalih, ketaatan, yang menyebabkan tidak rusaknya ekosistem yang ada di muka bumi ini. Sebaliknya, jika manusia berada dalam kebodohan menyebabkan manusia jatuh kedalam kemaksiatan. Kemaksiatan yang dilakukan manusia menyebabkan Allah menimpakan musibah dan bencana. Musibah dan bencana ini akan berdampak pula pada hewan dan makhluk hidup lainnya. Sebagaimana Allah berfirman

ظَهَرَ ٱلۡفَسَادُ فِي ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِ بِمَا كَسَبَتۡ أَيۡدِي ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعۡضَ ٱلَّذِي عَمِلُواْ لَعَلَّهُمۡ يَرۡجِعُونَ ٤١

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS. Ar-Rum: 41)

Baca Juga: Ilmu Agama Itu Lebih Berharga daripada Harta Benda

Perbandingan Orang Berilmu dan Ahli Ibadah

Keutamaan orang yang berilmu yang mengamalkan ilmunya dengan orang yang giat ibadah tanpa didasari ilmu yang mapan bagaikan rembulan diantara bintang-bintang. Rembulan yang bersinar manfaatnya luas dibandingkan dengan bintang-bintang.  

Nabi Hanya Mewariskan Ilmu

Kemudian dalam hadis tersebut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “… ulama adalah pewaris para nabi, …” Ulama adalah pewaris para nabi. Mereka mendapatkan warisan berupa agama dan ilmu agama. Hal ini menunjukkan bahwa agama adalah warisan dari Rasulullah. Artinya tidak boleh ada kreasi (pengurangan atau penambahan) dalam beragama. Maka perhatikan, bagaimana agama yang Rasulullah wariskan? Bagaimana akidah yang Rasulullah wariskan? Bagaimana sholat yang Rasulullah wariskan? Bagaimanakah puasa yang Rasulullah wariskan? Maka itu semua adalah agama yang benar. Oleh karena itu, kita tinggal belajar kepada para ulama bagaimanakah agama yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wariskan kepada kita.

Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham

Dalam hadis dikatakan, “… dan para nabi tidak mewariskan dinar dan tidak dirham dan mereka mewariskan ilmu.” Mereka tidaklah mewariskan kepada keturunan maupun umatnya harta. Seandainya mereka mati dengan meninggalkan harta, maka hartanya akan dibagikan untuk kepentingan sosial. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun saat meninggal tidak mewariskan hartanya kepada keluarganya (lihat HR. Bukhari No. 3988 dan Muslim No. 1759)

Ini adalah bukti bahwasannya dakwah para nabi ikhlas karena Allah. Seandainya para nabi mewariskan dinar dan dirham maka boleh jadi ini menjadi pintu bagi sebagian orang mencela dakwah nabi. Mereka akan berpikiran negatif bahwa semangat nabi bertujuan untuk menumpuk kekayaan yang akan diwariskan kepada anak keturunannya. Akan tetapi tidak demikian, sehingga manusia tidak memiliki alasan untuk mencela dakwah para nabi karena mereka berdakwah semata-mata menginginkan manusia mendapat hidayah, menginginkan manusia selamat dari neraka, terhindar dari kesesatan, dan supaya manusia masuk ke dalam surga Allah. 

Betapa indahnya perkataan Ibnul Qayyim rahimahullah beliau mengatakan: 

ولو لم يكن في العلم إلا القرب من رب العالمين، والالتحاق بعالم الملائكة و صحبة الملأ الأعلى؛ لكفى به شرفاً و فضلاً، فكيف و عِزّ الدنيا و الآخرة منوط به، مشروط بحصوله؟

“Seandainya tidak ada dalam keutamaan ilmu kecuali hal itu akan menjadi sebab dekatnya dengan Allah tuhan semesta alam, dan akan tergabung dengan para malaikat dan bersahabat dengan al malaail a’la (para malaikat); maka cukuplah ini menjadi keistimewaan dan kemuliaan. Maka bagaimana lagi jika kemuliaan hidup di dunia dan akhirat tergantung dengan ilmu, disyaratkan dengan diperolehnya ilmu?” (Miftahu Daarus Sa’adah 1/108)

Baca Juga:

(Diambil dari Kitab Ma’alim fii Thariq Thalabul Ilmi)

Penulis: Azka Hariz

Artikel: Muslim.Or.Id

🔍 Asmaul Husna Al Hadi, Adab Adab Membaca Al Quran, Ayat Alquran Tentang Malaikat Israfil, Kisah Nabi Isa Lengkap, Bacaan Shalat Sunnah Rawatib