Jelaskan bagaimanakah hukum dalam Islam terkait pelaksanaan stunning yang biasa dilakukan oleh banyak perusahaan penyedia daging tersebut?

Jelaskan bagaimanakah hukum dalam Islam terkait pelaksanaan stunning yang biasa dilakukan oleh banyak perusahaan penyedia daging tersebut?

Melalui penelitian ilmiah yang dilakukan oleh dua staf ahli peternakan dari Hannover University , sebuah universitas terkemuka di Jerman. Yaitu: Prof.Dr. Schultz dan koleganya, Dr. Hazim. Keduanya memimpin satu tim penelitian terstruktur untuk menjawab pertanyaan: manakah yang lebih baik dan paling tidak sakit, penyembelihan secara Syari’at Islam yang murni (tanpa proses pemingsanan) ataukah penyembelihan dengan cara Barat (dengan pemingsanan)?Keduanya merancang penelitian sangat canggih, mempergunakan sekelompok sapi yang telah cukup umur (dewasa). Pada permukaan otak kecil sapi-sapi itu dipasang elektroda (microchip) yang disebut Electro-Encephalograph (EEG).Microchip EEG dipasang di permukaan otak yang menyentuh titik (panel) rasa sakit di permukaan otak, untuk merekam dan mencatat derajat rasa sakit sapi ketika disembelih. Di jantung sapi-sapi itu juga dipasang Electro Cardiograph (ECG) untuk merekam aktivitas jantung saat darah keluar karena disembelih.Untuk menekan kesalahan, sapi dibiarkan beradaptasi dengan EEG maupun ECG yang telah terpasang di tubuhnya selama beberapa minggu. Setelah masa adaptasi dianggap cukup, maka separuh sapi disembelih sesuai dengan Syariat Islam yang murni, dan separuh sisanya disembelih dengan menggunakan metode pemingsanan yang diadopsi Barat.Dalam Syariat Islam, penyembelihan dilakukan dengan menggunakan pisau yang tajam, dengan memotong tiga saluran pada leher bagian depan, yakni: saluran makanan, saluran nafas serta dua saluran pembuluh darah, yaitu: arteri karotis dan vena jugularis.Patut pula diketahui, syariat Islam tidak merekomendasikan metoda atau teknik pemingsanan. Sebaliknya, Metode Barat justru mengajarkan atau bahkan mengharuskan agar ternak dipingsankan terlebih dahulu sebelum disembelih.Selama penelitian, EEG dan ECG pada seluruh ternak sapi itu dicatat untuk merekam dan mengetahui keadaan otak dan jantung sejak sebelum pemingsanan (atau penyembelihan) hingga ternak itu benar-benar mati.Nah, hasil penelitian inilah yang sangat ditunggu-tunggu!Dari hasil penelitian yang dilakukan dan dilaporkan oleh Prof. Schultz dan Dr. Hazim di Hannover University Jerman itu dapat diperoleh beberapa hal sbb:

Penyembelihan Menurut Syariat Islam

Hasil penelitian dengan menerapkan praktek penyembelihan menurut Syariat Islam menunjukkan:Pertama:pada 3 detik pertama setelah ternak disembelih (dan ketiga saluran pada leher sapi bagian depan terputus), tercatat tidak ada perubahan pada grafik EEG. Hal ini berarti bahwa pada 3 detik pertama setelah disembelih itu, tidak ada indikasi rasa sakit.Kedua:pada 3 detik berikutnya, EEG pada otak kecil merekam adanya penurunan grafik secara bertahap yang sangat mirip dengan kejadian deep sleep (tidur nyenyak) hingga sapi-sapi itu benar-benar kehilangan kesadaran. Pada saat tersebut, tercatat pula oleh ECG bahwa jantung mulai meningkat aktivitasnya.Ketiga:setelah 6 detik pertama itu, ECG pada jantung merekam adanya aktivitas luar biasa dari jantung untuk menarik sebanyak mungkin darah dari seluruh anggota tubuh dan memompanya keluar. Hal ini merupakan refleksi gerakan koordinasi antara jantung dan sumsum tulang belakang (spinal cord). Pada saat darah keluar melalui ketiga saluran yang terputus di bagian leher tersebut, grafik EEG tidak naik, tapi justru drop (turun) sampai ke zero level (angka nol).Hal ini diterjemahkan oleh kedua peneliti ahli itu bahwa: “No feeling of pain at all!” (tidak ada rasa sakit sama sekali!).Keempat:karena darah tertarik dan terpompa oleh jantung keluar tubuh secara maksimal, maka dihasilkan healthy meat (daging yang sehat) yang layak dikonsumsi bagi manusia. Jenis daging dari hasil sembelihan semacam ini sangat sesuai dengan prinsip Good Manufacturing Practise (GMP) yang menghasilkan Healthy Food.

Penyembelihan Cara Barat

Pertama:segera setelah dilakukan proses stunning (pemingsanan), sapi terhuyung jatuh dan collaps (roboh). Setelah itu, sapi tidak bergerak-gerak lagi, sehingga mudah dikendalikan. Oleh karena itu, sapi dapat pula dengan mudah disembelih tanpa meronta-ronta, dan (tampaknya) tanpa (mengalami) rasa sakit.Pada saat disembelih, darah yang keluar hanya sedikit, tidak sebanyak bila disembelih tanpa proses stunning (pemingsanan).Kedua:segera setelah proses pemingsanan, tercatat adanya kenaikan yang sangat nyata pada grafik EEG. Hal itu mengindikasikan adanya tekanan rasa sakit yang diderita oleh ternak (karena kepalanya dipukul, sampai jatuh pingsan).Ketiga:grafik EEG meningkat sangat tajam dengan kombinasi grafik ECG yang drop ke batas paling bawah. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan rasa sakit yang luar biasa, sehingga jantung berhenti berdetak lebih awal.Akibatnya, jantung kehilangan kemampuannya untuk menarik darah dari seluruh organ tubuh, serta tidak lagi mampu memompanya keluar dari tubuh.Keempat:karena darah tidak tertarik dan tidak terpompa keluar tubuh secara maksimal, maka darah itu pun membeku di dalam urat-urat darah dan daging, sehingga dihasilkan unhealthy meat (daging yang tidak sehat), yang dengan demikian menjadi tidak layak untuk dikonsumsi oleh manusia.Disebutkan dalam khazanah ilmu dan teknologi daging, bahwa timbunan darah beku (yang tidak keluar saat ternak mati/disembelih) merupakan tempat atau media yang sangat baik bagi tumbuh-kembangnya bakteri pembusuk, yang merupakan agen utama merusak kualitas daging.

Bukan Ekspresi Rasa Sakit!

Meronta-ronta dan meregangkan otot pada saat ternak disembelih ternyata bukanlah ekspresi rasa sakit!Sangat jauh berbeda dengan dugaan kita sebelumnya!Bahkan mungkin sudah lazim menjadi keyakinan kita bersama, bahwa setiap darah yang keluar dari anggota tubuh yang terluka, pastilah disertai rasa sakit dan nyeri. Terlebih lagi yang terluka adalah leher dengan luka terbuka yang menganga lebar…!Hasil penelitian Prof. Schultz dan Dr. Hazim justru membuktikan yang sebaliknya. Yakni bahwa pisau tajam yang mengiris leher (sebagai syariat Islam dalam penyembelihan ternak) ternyata tidaklah ‘menyentuh’ saraf rasa sakit.Oleh karenanya kedua peneliti ahli itu menyimpulkan bahwa sapi meronta-ronta dan meregangkan otot bukanlah sebagai ekspresi rasa sakit, melainkan sebagai ekspresi ‘keterkejutan otot dan saraf’ saja (yaitu pada saat darah mengalir keluar dengan deras).Mengapa demikian?Hal ini tentu tidak terlalu sulit untuk dijelaskan, karena grafik EEG tidak membuktikan juga tidak menunjukkan adanya rasa sakit itu.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara ilmiah ternyata penyembelihan secara syariat Islam ternyata lebih ‘berperikehewanan’. Apalagi ditambah dengan anjuran untuk menajamkan pisau untuk mengurangi rasa sakit hewan sembelihan.

“Sesungguhnya Allah menetapkan ihsan (kebaikan) pada segala sesuatu. Maka jika kalian membunuh hendaklah kalian berbuat ihsan dalam membunuh, dan apabila kalian menyembelih, maka hendaklah berbuat ihsan dalam menyembelih. (Yaitu) hendaklah salah seorang dari kalian menajamkan pisaunya agar meringankan binatang yang disembelihnya.” (H.R. Muslim).REFERENSIhttp://www.iccservices.org.uk/downloads/reports/stunning_issues__definitions_reasons_humaneness.pdfhttp://www.iupui.edu/~msaiupui/slaugteringanimals.htmhttp://www.scribd.com/doc/61577430/Summary-Report-From-Hanover-University-Prof-Schulze-and-Dr-Hazim

http://chickoorganic.com/penyembelihan-hewan-sesuai-syariat-islam/

Kebutuhan masyarakat akan konsumsi daging adalah bagiah dari geliat ekonomi sehari-hari. Bagi masyarakat Muslim, konsumsi daging di Indonesia biasa terkait dengan pengelolaan sembelihan ayam, kambing dan sapi.

Pada momen-momen tertentu seperti suasana hari raya, kebutuhan konsumsi daging bisa meningkat. Belum lagi ketika jasa kuliner menjamur, daging menjadi satu menu pilihan yang banyak dicari. Selain itu, daging juga kerap diperlukan dalam usaha industri skala besar. Hal ini menunjukkan prinsip sederhana ekonomi bahwa mesti ada banyak suplai, saat demand atau kebutuhan meningkat.

Penyediaan daging skala besar pada industri, memerlukan prinsip efisiensi dalam pengolahan dan penyembelihan. Untuk memenuhi capaian efisiensi dan besarnya skala produksi tersebut, dilakukan tindakan tertentu pada hewan sembelihan. Salah satu tindakan yang mempercepat adalah pemingsanan atau dikenal dengan stunning.

Stunning banyak dikenal dalam industri besar perdagingan. Secara umum, tujuan stunning ini adalah menghilangkan kesadaran hewan yang disembelih, sehingga tidak melakukan perlawanan. Kadang di rumah penyembelihan daging atau sentra-sentra sembelihan lainnya, mengurusi “pemberontakan” hewan-hewan sebelum disembelih bisa makan waktu sendiri, dan memperlambat proses. Apalagi hewan ini adalah hewan besar, seperti kambing dan sapi.

Metode stunning yang banyak dikenal luas saat ini adalah metode mekanik, listrik, dan kimiawi. Metode mekanik, seperti melakukan pukulan tertentu pada lokasi yang menyebabkan hewan melemah dan hilang kesadaran. Sedangkah metode listrik, semisal dengan menempatkan elektroda dengan voltase tertentu, yang membuat hewan tak sadarkan diri. Lalu metode kimiawi, misal dengan penggunaan kamar gas.

Bagaimana tindakan stunning ini dari sudut pandang fiqih? Metode pemingsanan atau stunning ini termasuk dalam kategori penyembelihan modern. Syekh Wahbah az-Zuhaily dalam al-Fiqhul Islam wa Adillatuhu menyebutkan bahwa tidak ada halangan untuk memperlemah gerakan hewan tanpa penyiksaan.

لا مانع من استخدام وسائل تضعف من مقاومة الحيوان، دون تعذيب له، وبناء عليه: يحل في الإسلام استعمال طرق التخدير المستحدثة غير المميتة قبل الذبح…

Artinya: “Tidak ada halangan untuk menggunakan alat yang memperlemah gerakan hewan, dengan tanpa penyiksaan terhadapnya (untuk penyembelihan hewan). Untuk itu, Islam membolehkan menggunakan cara pemingsanan modern, yang tidak menimbulkan kematian sebelum penyembelihan...” (Syekh Wahbah Az-Zuhaily. Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu. Dar al-Fikr. Juz 4 hal. 800).

MUI (Majelis Ulama Indonesia) dalam fatwa nomor 12 tahun 2009 menyebutkan bahwa stunning diperbolehkan dengan beberapa ketentuan. Pertama, stunning hanya menyebabkan hewan pingsan sementara dan lemah, tidak menyebabkan kematian atau cedera permanen. Kedua, bertujuan mempermudah penyembelihan. Tindakan penyembelihan pada hewan yang dipingsankan tetap menggunakan prinsip memotong khulqum (tenggorokan), mari’  (kerongkongan), serta pembuluh darah leher.

Kemudian yang ketiga, pemingsanan tidak dengan bertujuan menyiksa – dengan segera melakukan penyembelihan. Keempat, alat yang digunakan hendaknya tidak digunakan bersamaan dengan hewan non-halal, semata demi menjaga kesucian. Terakhir, teknis perlakuannya mesti mendapat rekomendasi dan dipantau oleh ahli, sehingga syarat di atas terpenuhi, alat yang digunakan aman bagi penyembelih, hewan tetap aman dikonsumsi, serta dalam konteks industri, kualitasnya terjaga.

Ketentuan di atas mesti tanpa mengabaikan hewan yang disembelih adalah hewan yang halal, serta pelakunya terampil dan tahu tata cara penyembelihan yang sah sesuai fiqih. Di antara ulama Indonesia yang memaparkan seputar hukum stunning atau pemingsanan hewan ini adalah KH. Ali Mustafa Yaqub, dalam bukunya Kriteria Halal Haram untuk Pangan, Obat dan Kosmetika menurut Al-Quran dan Hadis.

Dari pengalamannya saat meninjau rumah penyembelihan di Amerika dan Kanada, KH. Ali Mustafa memaparkan bahwa tindakan stunning pada hewan dengan memerhatikan syarat di atas dapat dibenarkan dan meningkatkan produksi, terutama pangan halal. Pandangan beliau tidak berbeda dengan Syekh Wahbah az-Zuhaili yang dijelaskan di atas– yang notabene adalah guru dan pemberi kata pengantar buku Kiai Ali Mustafa tersebut.

Demikian pembahasan hukum stunning atau pemingsanan hewan sebelum disembelih. Dari sini kita lihat fiqih mengakomodasi kebutuhan manusia akan konsumsi daging, sehingga industri daging dapat memenuhi kebutuhan masyarakat luas. Terlebih, kian perhatiannya masyarakat akan produk dan industri halal. Wallahu a’lam.

Muhammad Iqbal Syauqi, alumnus Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences; mahasiswa Profesi Dokter UIN Jakarta