Berikut merupakan pernyataan yang benar mengenai pemilu umum tahun 1955 kecuali

Berikut merupakan pernyataan yang benar mengenai pemilu umum tahun 1955 kecuali

Berikut merupakan pernyataan yang benar mengenai pemilu umum tahun 1955 kecuali
Lihat Foto

pemilu.kompas.com

Pelaksanaan Pemilihan Umum 1955

KOMPAS.com - Pemilihan umum (Pemilu) pertama yang terjadi di Indonesia dilaksanakan pada tahun 1955. Pemilu tersebut dilaksanakan pada masa kabinet Burhanuddin Harahap.

Dalam buku A History of Modern Indonesia since 1200 (2008) karya MC Ricklefs, berdasarkan UU No 7 Tahun 1953 pemilu tersebut dilaksanakan dalam rangka memilih anggota-anggota parlemen (DPR) dan Konstituante.

Konstituante adalah lembaga yang memiliki tugas dan wewenang untuk melakukan perubahan terhadap konstitusi negara.

Sistem yang digunakan pada Pemilu 1955 adalah perwakilan proporsional. Artinya setiap daerah pemilih akan mendapatkan jumlah kursi atas dasar jumlah penduduknya.

Hal tersebut dengan ketentuan setiap daerah berhak mendapatkan jatah minimun enam kursi untuk Konstituante dan tiga kursi untuk parlemen.

Pada Pemilu 1955 terdapat 260 jumlah kursi DOR yang diperebutkan dan 520 kursi untuk Konstituante. Ditambah 14 wakil golongan minoritas yang diangkat pemerintah.

Baca juga: Pemilu: Pengertian, Alasan, Fungsi, Asas dan Tujuan

Berdasarkan sistem perwakilan proporsional, wilayah Indonesia dibagi dalam 16 daerah pemilihan.

Namun dalam pelaksanaannya hanya 15 karena Irian Barat gagal melaksanakan Pemilu karena daerah tersebut masih dikuasai oleh Belanda.

Proses Pemilu 1955

Pendaftaran dimulai sejak Mei 1954 dan selesai pada November 1954. Jumlah warga yang memenuhi syarat pemilu sebanyak 43.104.464 jiwa.

Dari data tersebut, sebanyak 87,65 persen atau 37.875.229 jiwa yang menggunakan hak suaranya.

Pada waktu itu, anggota TNI dan Polri boleh ikut memberikan hak suaranya, berbeda dengan pemilu saat ini.

Pada pelaksaan pemilu pertama terdapat 208 daerah kabupaten, 2.139 kecamatan, dan 43.429 desa.

Pemilu pertama tersebut dilaksanakan dalam dua gelombang, yaitu:

Pemilu untuk memilih anggota DPR. Tahap ini diselenggarakan pada tanggal 29 September 1955 dan diikuti oleh 29 partai politik dan individu.

Pemilu untuk memilih anggota Konstituante. Tahap ini diselenggarakan pada tanggal 15 Desember 1955.

Penyelenggaraan Pemilu 1955 memakan biaya Rp 479 juta untuk kebutuhan perlengkapan teknis, seperti pembuatan kotak suara dan honorarium panitia penyelenggara.

Baca juga: Perbedaan Sistem Pemilu Distrik dan Proporsional

Selain pemilihan DPR dan Konstituante, juga diadakan pemilihan DPRD dengan dua tahap, yaitu Juni 1957 untuk Indonesia wilayah Barat dan Juli 1957 untuk Indonesia wilayah Timur.

Dengan dipisahnya waktu penyelenggaraan, pemilihan umum dapat berjalan fokus.

Banyak pakar yang menilai bahwa Pemilu 1955 kekuatan partai politik terukur lebih cermat dan parlemen yang dihasilkan lebih bermutu.

Hasil Pemilu 1955

Dilansir dari situs resmi Komisi Pemilihan Umum, hasil pemilu juga terbagi menjadi dua tahap, yaitu:

Hasil Pemilu 1955 tahap I diikuti 172 kontestanm namun hanya 28 kontestan yang berhasil memperoleh kursi.

Empat partai besar secara berturut-turut yang memenangkan kursi adalah Partai Nasional Indonesia sebesar 22,3 persen, Masyumi 20,9 persen, Nahdlatul Ulama 18,4 persen, dan Partai Komunis Indonesia 15,4 persen.

Seiring dengan hasil tersebut juga diangkat enam anggota parlemen mewakili Tionghoa dan enam lagi mewakili Eropa. Dengan demikian total anggota DPR hasil Pemilu 1955 sebanyak 272 orang.

Baca juga: Perludem Harap Revisi UU Pemilu Tak Atur Soal Teknis Pemilu

Jumlah kursi anggotya Konstituante sebanyak 520, namun karena Irian Barat tidak dapat melakukan pemilihan maka jatah kursi dikurangi 6 menjadi 514 kursi.

Hasil pemilihan anggota Konstituante menunjukkan bahwa PIN, NU, dan PKI memiliki dukungan yang tinggi, sementara Masyumi perolehan suaranya merosot dibandingkan pemilihan anggota DPR.

Latar belakang Pemilu 1955

Terlaksananya Pemilu 1955 didasari latar belakang sebagai berikut:

  1. Revolusi fisik atau perang kemerdekaan, menuntut semua potensi bangsa untuk memfokuskan diri pada usaha mempertahankan kemerdekaan.
  2. Pertikaian internal, baik dalam lembaga politik maupun pemerintah cukup menguras energi dan perhatian
  3. Belum adanya undang-undang pemilu yang mengatur tentang pelaksanaan pemilu. UU Pemilu baru disahkan pada 4 April 1953.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

  • Kontak Kami
  • Peta Situs
  • Kotak Pengaduan

Berikut merupakan pernyataan yang benar mengenai pemilu umum tahun 1955 kecuali

Berikut merupakan pernyataan yang benar mengenai pemilu umum tahun 1955 kecuali

Berikut merupakan pernyataan yang benar mengenai pemilu umum tahun 1955 kecuali

Ini merupakan pemilu yang pertama dalam sejarah bangsa Indonesia. Waktu itu Republik Indonesia berusia 10 tahun. Kalau dikatakan pemilu merupakan syarat minimal bagi adanya demokrasi, apakah berarti selama 10 tahun itu Indonesia benar-benar tidak demokratis? Tidak mudah juga menjawab pertanyaan tersebut.

Yang jelas, sebetulnya sekitar tiga bulan setelah kemerdekaan diproklamasikan oleh Soekarno dan Hatta pada 17 Agustus 1945, pemerintah waktu itu sudah menyatakan keinginannya untuk bisa menyele-nggarakan pemilu pada awal tahun 1946. Hal itu dicantumkan dalam Maklumat X, atau Maklumat Wakil Presiden Mohammad Hatta tanggal 3 Nopember 1945, yang berisi anjuran tentang pembentukan partai-partai politik. Maklumat tersebut menyebutkan, pemilu untuk memilih anggota DPR dan MPR akan diselenggarakan bulan Januari 1946. Kalau kemudian ternyata pemilu pertama tersebut baru terselenggara hampir sepuluh tahun setelah kemudian tentu bukan tanpa sebab.

Tetapi, berbeda dengan tujuan yang dimaksudkan oleh Maklumat X, pemilu 1955 dilakukan dua kali. Yang pertama, pada 29 September 1955 untuk memlih anggota-anggota DPR. Yang kedua, 15 Desember 1955 untuk memilih anggota-anggota Dewan Konstituante. Dalam Maklumat X hanya disebutkan bahwa pemilu yang akan diadakan Januari 1946 adalah untuk memilih angota DPR dan MPR, tidak ada Konstituante.

Keterlambatan dan “penyimpangan” tersebut bukan tanpa sebab pula. Ada kendala yang bersumber dari dalam negeri dan ada pula yang berasal dari faktor luar negeri. Sumber penyebab dari dalam antara lain ketidaksiapan pemerintah menyelenggarakan pemilu, baik karena belum tersedianya perangkat perundang-undangan untuk mengatur penyelenggaraan pemilu maupun akibat rendahnya stabilitas keamanan negara. Dan yang tidak kalah pentingnya, penyebab dari dalam itu adalah sikap pemerintah yang enggan menyelenggarakan perkisaran (sirkulasi) kekuasaan secara teratur dan kompetitif. Penyebab dari luar antara lain serbuan kekuatan asing yang mengharuskan negara ini terlibat peperangan.

Tidak terlaksananya pemilu pertama pada bulan Januari 1946 seperti yang diamanatkan oleh Maklumat 3 Nopember 1945, paling tidak disebabkan 2 (dua) hal :

  1. Belum siapnya pemerintah baru, termasuk dalam penyusunan perangkat UU Pemilu;
  2. Belum stabilnya kondisi keamanan negara akibat konflik internal antar kekuatan politik yang ada pada waktu itu, apalagi pada saat yang sama gangguan dari luar juga masih mengancam. Dengan kata lain para pemimpin lebih disibukkan oleh urusan konsolidasi.

Namun, tidaklah berarti bahwa selama masa konsolidasi kekuatan bangsa dan perjuangan mengusir penjajah itu, pemerintah kemudian tidak berniat untuk menyelenggarakan pemilu. Ada indikasi kuat bahwa pemerintah punya keinginan politik untuk menyelenggarakan pemilu. Misalnya adalah dibentuknya UU No. UU No 27 tahun 1948 tentang Pemilu, yang kemudian diubah dengan UU No. 12 tahun 1949 tentang Pemilu. Di dalam UU No 12/1949 diamanatkan bahwa pemilihan umum yang akan dilakukan adalah bertingkat (tidak langsung). Sifat pemilihan tidak langsung ini didasarkan pada alasan bahwa mayoritas warganegara Indonesia pada waktu itu masih buta huruf, sehingga kalau pemilihannya langsung dikhawatirkan akan banyak terjadi distorsi.

Kemudian pada paroh kedua tahun 1950, ketika Mohammad Natsir dari Masyumi menjadi Perdana Menteri, pemerintah memutuskan untuk menjadikan pemilu sebagai program kabinetnya. Sejak itu pembahasan UU Pemilu mulai dilakukan lagi, yang dilakukan oleh Panitia Sahardjo dari Kantor Panitia Pemilihan Pusat sebelum kemudian dilanjutkan ke parlemen. Pada waktu itu Indonesia kembali menjadi negara kesatuan, setelah sejak 1949 menjadi negara serikat dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS).

Setelah Kabinet Natsir jatuh 6 bulan kemudian, pembahasan RUU Pemilu dilanjutkan oleh pemerintahan Sukiman Wirjosandjojo, juga dari Masyumi. Pemerintah ketika itu berupaya menyelenggarakan pemilu karena pasal 57 UUDS 1950 menyatakan bahwa anggota DPR dipilih oleh rakyat melalui pemilihan umum.

Tetapi pemerintah Sukiman juga tidak berhasil menuntaskan pembahasan undang-undang pemilu tersebut. Selanjutnya UU ini baru selesai dibahas oleh parlemen pada masa pemerintahan Wilopo dari PNI pada tahun 1953. Maka lahirlah UU No. 7 Tahun 1953 tentang Pemilu. UU inilah yang menjadi payung hukum Pemilu 1955 yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas dan rahasia. Dengan demikian UU No. 27 Tahun 1948 tentang Pemilu yang diubah dengan UU No. 12 tahun 1949 yang mengadopsi pemilihan bertingkat (tidak langsung) bagi anggota DPR tidak berlaku lagi.

Patut dicatat dan dibanggakan bahwa pemilu yang pertama kali tersebut berhasil diselenggarakan dengan aman, lancar, jujur dan adil serta sangat demokratis. Pemilu 1955 bahkan mendapat pujian dari berbagai pihak, termasuk dari negara-negara asing. Pemilu ini diikuti oleh lebih 30-an partai politik dan lebih dari seratus daftar kumpulan dan calon perorangan.

Yang menarik dari Pemilu 1955 adalah tingginya kesadaran berkompetisi secara sehat. Misalnya, meski yang menjadi calon anggota DPR adalah perdana menteri dan menteri yang sedang memerintah, mereka tidak menggunakan fasilitas negara dan otoritasnya kepada pejabat bawahan untuk menggiring pemilih yang menguntungkan partainya. Karena itu sosok pejabat negara tidak dianggap sebagai pesaing yang menakutkan dan akan memenangkan pemilu dengan segala cara. Karena pemilu kali ini dilakukan untuk dua keperluan, yaitu memilih anggota DPR dan memilih anggota Dewan Kons-tituante, maka hasilnya pun perlu dipaparkan semuanya.

 

Hasil Pemilu 1955 untuk Anggota DPR

No. Partai Suara % Kursi
1  Partai Nasional Indonesia (PNI) 8.434.653 22,32 57
2  Masyumi 7.903.886 20,92 57
3  Nahdlatul Ulama (NU) 6.955.141 18,41 45
4  Partai Komunis Indonesia (PKI) 6.179.914 16,36 39
5  Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) 1.091.160 2,89 8
6  Partai Kristen Indonesia (Parkindo) 1.003.326 2,66 8
7  Partai Katolik 770.740 2,04 6
8  Partai Sosialis Indonesia (PSI) 753.191 1,99 5
9  Ikatan Pendukung Kemerdekaan  Indonesia (IPKI) 541.306 1,43 4
10  Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (Perti) 483.014 1,28 4
11  Partai Rakyat Nasional (PRN) 242.125 0,64 2
12  Partai Buruh 224.167 0,59 2
13  Gerakan Pembela Panca Sila (GPPS) 219.985 0,58 2
14  Partai Rakyat Indonesia (PRI) 206.161 0,55 2
15  Persatuan Pegawai Polisi RI (P3RI) 200.419 0,53 2
16  Murba 199.588 0,53 2
17  Baperki 178.887 0,47 1
18  Persatuan Indoenesia Raya (PIR) Wongsonegoro 178.481 0,47 1
19  Grinda 154.792 0,41 1
20  Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai) 149.287 0,40 1
21  Persatuan Daya (PD) 146.054 0,39 1
22  PIR Hazairin 114.644 0,30 1
23  Partai Politik Tarikat Islam (PPTI) 85.131 0,22 1
24  AKUI 81.454 0,21 1
25  Persatuan Rakyat Desa (PRD) 77.919 0,21 1
26  Partai Republik Indonesis Merdeka (PRIM) 72.523 0,19 1
27  Angkatan Comunis Muda (Acoma) 64.514 0,17 1
28  R.Soedjono Prawirisoedarso 53.306 0,14 1
29  Lain-lain 1.022.433 2,71 -
   Jumlah 37.785.299 100,00 257

 Pemilu untuk anggota Dewan Konstituante dilakukan tanggal 15 Desember 1955. Jumlah kursi anggota Konstituante dipilih sebanyak 520, tetapi di Irian Barat yang memiliki jatah 6 kursi tidak ada pemilihan. Maka kursi yang dipilih hanya 514. Hasil pemilihan anggota Dewan Konstituante menunjukkan bahwa PNI, NU dan PKI meningkat dukungannya, sementara Masyumi, meski tetap menjadi pemenang kedua, perolehan suaranya merosot 114.267 dibandingkan suara yang diperoleh dalam pemilihan anggota DPR. Peserta pemilihan anggota Konstituante yang mendapatkan kursi itu adalah sebagai berikut:

 

Hasil Pemilu 1955 untuk Anggota Konstituante

No. Partai Suara % Kursi
1  Partai Nasional Indonesia (PNI) 9.070.218 23,97 119
2  Masyumi 7.789.619 20,59 112
3  Nahdlatul Ulama (NU) 6.989.333 18,47 91
4  Partai Komunis Indonesia (PKI) 6.232.512 16,47 80
5  Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) 1.059.922 2,80 16
6  Partai Kristen Indonesia (Parkindo) 988.810 2,61 16
7  Partai Katolik 748.591 1,99 10
8  Partai Sosialis Indonesia (PSI) 695.932 1,84 10
9  Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) 544.803 1,44 8
10  Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (Perti) 465.359 1,23 7
11  Partai Rakyat Nasional (PRN) 220.652 0,58 3
12  Partai Buruh 332.047 0,88 5
13  Gerakan Pembela Panca Sila (GPPS) 152.892 0,40 2
14  Partai Rakyat Indonesia (PRI) 134.011 0,35 2
15  Persatuan Pegawai Polisi RI (P3RI) 179.346 0,47 3
16  Murba 248.633 0,66 4
17  Baperki 160.456 0,42 2
18  Persatuan Indoenesia Raya (PIR) Wongsonegoro 162.420 0,43 2
19  Grinda 157.976 0,42 2
20  Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai) 164.386 0,43 2
21  Persatuan Daya (PD) 169.222 0,45 3
22  PIR Hazairin 101.509 0,27 2
23  Partai Politik Tarikat Islam (PPTI) 74.913 0,20 1
24  AKUI 84.862 0,22 1
25  Persatuan Rakyat Desa (PRD) 39.278 0,10 1
26  Partai Republik Indonesis Merdeka (PRIM) 143.907 0,38 2
27  Angkatan Comunis Muda (Acoma) 55.844 0,15 1
28  R.Soedjono Prawirisoedarso 38.356 0,10 1
29  Gerakan Pilihan Sunda   35.035 0,09 1
30  Partai Tani Indonesia 30.060 0,08 1
31  Radja Keprabonan 33.660 0,09 1
32  Gerakan Banteng Republik Indonesis (GBRI) 39.874 0,11 1
33  PIR NTB 33.823 0,09 1
34  L.M.Idrus Effendi 31.988 0,08 1
25  Lain-lain 426.856 1,13 -
  Jumlah 37.837.105 100,00 514

 

Periode Demokrasi Terpimpin

Sangat disayangkan, kisah sukses Pemilu 1955 akhirnya tidak bisa dilanjutkan dan hanya menjadi catatan emas sejarah. Pemilu pertama itu tidak berlanjut dengan pemilu kedua lima tahun beri-kutnya, meskipun tahun 1958 Pejabat Presiden Sukarno sudah melantik Panitia Pemilihan Indonesia II.

Yang terjadi kemudian adalah berubahnya format politik dengan keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, sebuah keputusan presiden untuk membubarkan Konstituante dan pernyataan kembali ke UUD 1945 yang diperkuat angan-angan Presiden Soekarno menguburkan partai-partai. Dekrit itu kemudian mengakhiri rezim demokrasi dan mengawali otoriterianisme kekuasaan di Indonesia, yang – meminjam istilah Prof. Ismail Sunny -- sebagai kekuasaan negara bukan lagi mengacu kepada democracy by law, tetapi democracy by decree.

Otoriterianisme pemerintahan Presiden Soekarno makin jelas ketika pada 4 Juni 1960 ia membubarkan DPR hasil Pemilu 1955, setelah sebelumnya dewan legislatif itu menolak RAPBN yang diajukan pemerintah. Presiden Soekarno secara sepihak dengan senjata Dekrit 5 Juli 1959 membentuk DPR-Gotong Royong (DPR-GR) dan MPR Sementara (MPRS) yang semua anggotanya diangkat presiden.

Pengangkatan keanggotaan MPR dan DPR, dalam arti tanpa pemi-lihan, memang tidak bertentangan dengan UUD 1945. Karena UUD 1945 tidak memuat klausul tentang tata cara memilih anggota DPR dan MPR. Tetapi, konsekuensi pengangkatan itu adalah terkooptasi-nya kedua lembaga itu di bawah presiden. Padahal menurut UUD 1945, MPR adalah pemegang kekuasaan tertinggi, sedangkan DPR neben atau sejajar dengan presiden.

Sampai Presiden Soekarno diberhentikan oleh MPRS melalui Sidang Istimewa bulan Maret 1967 (Ketetapan XXXIV/MPRS/ 1967) setelah meluasnya krisis politik, ekonomi dan sosial pascakudeta G 30 S/PKI yang gagal semakin luas, rezim yang kemudian dikenal dengan sebutan Demokrasi Terpimpin itu tidak pernah sekalipun menyelenggarakan pemilu. Malah tahun 1963 MPRS yang anggotanya diangkat menetapkan Soekarno, orang yang mengangkatnya, sebagai presiden seumur hidup. Ini adalah satu bentuk kekuasaan otoriter yang mengabaikan kemauan rakyat tersalurkan lewat pemilihan berkala.

(sumber : http://www.kpu.go.id/index.php/pages/index/MzQz)