Dalam mengatur alam semesta siapakah yang membantu allah

Nama               : Fahira Putri Auliyah

NIM                : 2201816726

Kelas               : LC21 – Management

Alam semesta adalah ruang dimana di dalamnya terdapat kehidupan biotik maupun abiotik serta segala macam peristiwa alam yang dapat diungkapkan maupun tidak. Sebenarnya seluruh kejadian di alam semesta sudah terjadi dan kejadiannya mengikuti segala rencana dan konsep yang sudah tertera di dalam Al-Qur’an.

A. Keterkaitan Islam dan Alam Semesta

Jagad raya ini adalah sebuah massa atau susunan unsur-unsur itu berada dalam perbentangan. Sehingga alam semesta dalam persfektif Al-Quran dapat dipahami sebagai perbentangan unsur-unsur yang saling mempunyai keterkaitan. Pada hakikatnya, alam semesta haruslah dipahami sebagai wujud dari keberadaan Allah SWT, sebab alam semesta dan seluruh isinya serta hukum-hukumnya tidak ada tanpa keberadaan Allah Yang Maha Esa. Segala sesuatu termasuk langit dan bumi merupakan ciptaan Allah Yang Maha Kuasa (Ibrahim,14:11). Allah adalah pemilik mutlak dari alam semesta dan penguasa alam semesta serta pemeliharanya Yang Maha Pengasih (Al-Baqarah, 1: 1-3) sebagai ciptaannya, alam semesta ini menyerah kepada kehendak Allah (Ali Imran, 3: 83) dan memuji Allah (Al-Hadid, 57: 1), (Al-Hasyr, 59:1), (As-Saff, 61:1), lihat pula ayat (Al-Isra, 17:44), (An-Nur24: 41). Antara alam semesta (makhluk) dan Allah mempunyai keterikatan erat, dan bahkan meskipun mempunyai hukumnya sendiri, ciptaan amat bergantung pada pencipta yang tak terhingga dan mutlak

B. Penciptaan Alam Semesta

Jika kita mencari proses penciptaan alam semesta di dalam Al-Quran terdapat salah satu ayat yang menjelaskan prosesnya seperti di surah (As-Sajdah, 32:4 yang artinya “Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan segala yang ada diantara keduanya dalam waktu enam hari, kemudian dia bersemayam di atas Arsy. Kamu semua tidak memiliki seorang penolong dan pemberi syafaat pun selain diri-Nya. Lalu, apakah kamu tidak memperhatikannya ?” . Dari salah satu ayat tersebut Allah SWT menyebutkan penciptaan langit dan bumi dalam enam masa (sittati ayyaamin) selanjutnya para mufasir bersepakat dalam menafsirkan ayat ini, bahwa yang disebut dengan  (sittati ayyaamin) adalah enam tahapan atau proses bukan enam hari sebagaimana mengartikan kata Ayyamin.

C. Pelestarian Alam Semesta

Kita sebagai umat manusia yang bertugas untuk melestarikan Alam Semesta harus mempunyai prinsip dalam melestarikan alam semesta, yaitu:

Di dalam Al-Qur’an surat Al-Anbiya 107, Allah SWT berfirman:

Artinya : “Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”.

Rahmatan lil alamin bukanlah sekedar motto Islam, tapi merupakan tujuan dari Islam itu sendiri. Sesuai dengan tujuan tersebut, maka sudah sewajarnya apabila Islam menjadi pelopor bagi pengelolaan alam dan lingkungan sebagai manifestasi dari rasa kasih bagi alam semesta tersebut.

  • Moral Responsibility For Nature

Sesuai dengan firman Allah dalam surah al Baqarah: 30

Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.

Kenyataan ini saja melahirkan sebuah prinsip moral bahwa manusia mempunyai tanggung jawab baik terhadap alam semesta seluruhnya dan integritasnya, maupun terhadap keberadaan dan kelestariannya

Sama halnya dengan kedua prinsip diatas, prinsip solidaritas muncul dari kenyataan bahwa manusia adalah bagian integral dari alam semesta. Selain itu dalam perspektif ekofeminisme, manusia mempunyai kedudukan sederajat dengan alam dan semua makhluk lain di alam ini. Kenyataan ini membangkitkan dalam diri manusia perasaan solider, perasaan sepenanggungan dengan alam makhluk hidup lain.

Kasih sayang dan kepedulian muncul dari kenyataan bahwa sebagai sesama anggota komunitas ekologis, semua makhluk hidup mempunyai hak untuk dilindungi, dipelihara, tidak disakiti, dan dirawat. Sebagaimana dimuat dalam sebuah Hadis shahih yang diriwayatkan oleh Shakhihain: Dari Anas radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak seorang pun muslim yang menanam tumbuhan atau bercocok tanam, kemudian buahnya dimakan oleh burung atau manusia atau binatang ternak, kecuali yang dimakan itu akan bernilai sedekah untuknya.”

Mengingat karena semua kerusakan atau pencemaran lingkungan di dunia ini di sebabkan karena tangan ulah tangan manusia, maka dalam hal pelestarian ini haruslah diingat hal-hal yang berhubungan dengan kerusakan lingkungan hidup, diantaranya adalah:

  1. Penebangan pohon di hutan secara liar
  2. Membuang sampah sembarangan
  3. Polusi udara menyebabkan menyebarnya penyakit bagi makhluk hidup

Hal-hal yang harus diketahui dalam melestarikan lingkungan hidup seperti air, udara, tanah diantaranya adalah:

  1. Air :Melakukan penyuluhan mengenai penghematan air yang dilakukan sedini mungkin
  2. Tanah : Memberikan penyuluhan mengenai tidak membuang sampah sembarangan dan mendaur ulang sampah
  3. Udara : Melakukan penanaman kembali atau Reboisasi

Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.

Ar-Rabb الرَّبُّ (Sang pengatur)

Ditinjau dari sisi Idafah (penyandaran kepada kata lain) kata Ar-Rabb terbagi manjadi dua :

  1. Jika dimutlakkan tanpa adanya Idafah (penyandaran), seperti : الرَّبُّ maka yang dimaksud dengan Ar-Rabb adalah Allah ﷻ.
  2. Jika di-idhafahkan atau datang dalam bentuk nakirah (tanwin) maka boleh ditujukan untuk selain Allah ﷻ. Contoh : perkataan orang Arab رَبُّ المَنزِلِ yang artinya pemilik rumah, رَبُّ الإِبِلِ “Pemilik unta” seperti perkataan Abdul Mutthallib ketika unta-untanya diambil oleh Abrahah, maka Abdul Mutthalib mendatanginya untuk meminta kembali unta-untanya karena Abrahah datang dengan pasukan gajah untuk menghancurkan Kakbah. Ketika itu Abrahah mengira bahwa kedatangan Abdul Mutthalib adalah untuk membela kakbah, namun beliau justru berkata,

أَنَا رَبُّ الإِبِلِ وَلِلبَيتِ رَبٌّ يَحمِيهِ

“Aku adalah Rabb (pemilik) unta, sedangkan Kakbah memiliki Rabb (Allah) yang akan menjaganya”([1])

Dalam Al-Quran juga disebutkan lafal Rabb ketika di-idhafahkan menunjukkan makna selain Allah,

يَٰصَىٰحِبَىِ ٱلسِّجْنِ أَمَّآ أَحَدُكُمَا فَيَسْقِى رَبَّهُۥ خَمْرًا

            “Hai kedua penghuni penjara: “Adapun salah seorang di antara kamu berdua, akan memberi minuman Rabb-nya (tuannya) dengan khamar” (QS. Yusuf:41)

Dalam ayat yang lain,

وَقَالَ ٱلْمَلِكُ ٱئْتُونِى بِهِۦ ۖ فَلَمَّا جَآءَهُ ٱلرَّسُولُ قَالَ ٱرْجِعْ إِلَىٰ رَبِّكَ فَسْـَٔلْهُ مَا بَالُ ٱلنِّسْوَةِ ٱلَّٰتِى قَطَّعْنَ أَيْدِيَهُنَّ ۚ إِنَّ رَبِّى بِكَيْدِهِنَّ عَلِيمٌ

Raja berkata, “Bawalah dia kepadaku”. Maka tatkala utusan itu datang kepada Yusuf, berkatalah Yusuf: “Kembalilah kepada Rabb-mu (tuanmu) dan tanyakanlah kepadanya bagaimana halnya wanita-wanita yang telah melukai tangannya. Sesungguhnya Tuhanku, Maha Mengetahui tipu daya mereka”. (QS. Yusuf : 50)

Dalam ayat yang lain disebutkan kata Rabb dalam bentuk jamak dan nakirah sehingga maknanya boleh untuk dinisbahkan kepada selain Allah ﷻ,

يَٰصَىٰحِبَىِ ٱلسِّجْنِ ءَأَرْبَابٌ مُّتَفَرِّقُونَ خَيْرٌ أَمِ ٱللَّهُ ٱلْوَٰحِدُ ٱلْقَهَّارُ

“Hai kedua penghuni penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa? (QS.Yusuf:39)

Kata Rabb dalam bentuk tunggal dan nakirah juga menunjukkan makna selain Allah sebagaimana perkataan seseorang ketika melihat berhala yang dikencingi,

أَرَبٌّ يَبُولُ الثُّعْلَبَانُ بِرَأْسِهِ لَقَدْ ذَلَّ مَنْ بَالَتْ عَلَيْهِ الثَّعَالِبُ

“Apakah ini Rabb (Tuhan) yang kepalanya dikencingi oleh seekor rubah  jantan”

“Sungguh benar, telah hina siapa yang telah dikencingi rubah”([2])

Makna Rabb secara bahasa

Terdapat dua pendapat mengenai asal kata Rabb secara bahasa. Pendapat pertama, mengatakan bahwa kata Rabb berasal dari kata “Tarbiyah” رَبَّى-يُرَبِّي-تَربِيَة. Pendapat kedua, menyatakan bahwa kata Rabb berasal dari kata “Rububiyah” .رَبَّ-يَرُبُّ-رُبُوبِيَّة. Keduanya secara makna tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Sebagian ahli bahasa menyatakan bahwa Rabb maknanya adalah Dzat yang men-tarbiyah yaitu menciptakan dan mengurusi tahap demi tahap hingga sempurna. Sebagaimana firman Allah ﷻ yang mengisahkan tentang nabi Musa ‘alaihissalam ketika berdebat dengan Firaun,

قَالَ فَمَنْ رَبُّكُمَا يَا مُوسَى قَالَ رَبُّنَا الَّذِي أَعْطَى كُلَّ شَيْءٍ خَلْقَهُ ثُمَّ هَدَى  قَالَ فَمَا بَالُ الْقُرُونِ الأولَى قَالَ عِلْمُهَا عِنْدَ رَبِّي فِي كِتَابٍ لَا يَضِلُّ رَبِّي وَلا يَنْسَى

Berkata Firaun, ‘Maka siapakah Tuhanmu (Rabb-mu) berdua, hai Musa?” Musa berkata, “Tuhan (Rabb) kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk.” Berkata Firaun, “Maka bagaimanakah keadaan umat-umat yang dahulu?” Musa menjawab, “Pengetahuan tentang itu ada di sisi Tuhanku, di dalam sebuah kitab, Tuhan kami tidak akan salah dan tidak (pula) lupa. (QS. Taha:49-52)

Al-Halimi rahimahullah juga pernah menjelaskan makna Rabb dalam kitabnya al-Minhaj Fi Syu’ab al-Iman,

وَمِنهَا الرَّبُّ: وَهُوَ المبلغُ كُلَّمَا أَبدَعَ حَدّ كَمَالِهِ الَّذِي قَدره له، وَهُوَ يُسلِ النُطفَةَ مِنَ الصُّلبِ وَيَجعَلُهَا عَلقَةً، وَالعَلَقَةَ مُضغَةً ثُمَّ يَجعَلُ المُضغَةَ عَظماً ثُمَّ يَكسُو العَظمَ لَحْماً، ثُمَّ يَخلُقُ فِي البَدَنِ الرُّوحَ وَيُخرِجُهُ خَلقاً آخَرَ وَهوَ صَغِيرٌ ضَعيفٌ فَلا يَزَالُ يُنمِيهِ وَيُنشِئُهُ حَتَّى يَجعلَهُ رَجُلاً، وَيكونُ فِي بَدءِ أَمرِهِ شَابّاً ثم يَجعَلهُ كَهلاً ثم شَيخاً. وَهَكَذَا كُلُّ شَيءٍ خَلَقَهُ فَهُوَ القَائِمُ عَلَيهِ بِه، والمبلغ إيّاهُ الحَدُّ الَّذِي وَصَفَهُ وَجَعَلَهُ نِهَايَةً وَمِقدَاراً لَهُ

“Di antara nama Allah adalah Ar-Rabb yang memiliki makna : Dzat yang maha sempurna yang ketika menciptakan selalu mencapai batas kesempurnaan yang telah Dia tentukan untuknya. Dia lah Dzat yang telah mengeluarkan sperma dari tulang punggung (sulbi) dan membuatnya menjadi segumpal darah, dan segumpal darah itu menjadi segumpal daging, kemudian menjadikannya tulang, lalu membungkus tulang tersebut dengan daging, kemudian dia menciptakan roh di dalam tubuh dan menjadikannya makhluk yang berbentuk lain yang kecil lagi lemah, dan Dia masih mengembangkan dan menumbuhkannya menjadi manusia. Di masa awalnya dia adalah seorang pemuda, lalu Allah membuatnya menjadi dewasa lalu menjadi lelaki tua. Hal yang sama berlaku untuk segala sesuatu yang Dia ciptakan, karena Dialah yang bertanggung jawab untuk itu. Batas kesempurnaan-Nya adalah batas yang telah Dia sifatkan dan tetapkan untuk-Nya.”([3])

Rukun Rububiyah

Disebut dengan Rabb karena terdapat padanya dua rukun :

Pertama : Menciptakan, rukun pertama ini terbagi menjadi dua yaitu الخَلقُ  (penciptaan) dan المُلكُ (kekuasaan).

Kedua : Mengatur (Memelihara)

Allah ﷻ berfirman,

ٱللَّهُ خَٰلِقُ كُلِّ شَىْءٍ ۖ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ وَكِيلٌ

“Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu”.   (QS. Az-Zumar:62)      

Allah ﷻ juga berfirman,

أَفَمَنْ هُوَ قَائِمٌ عَلَىٰ كُلِّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ ۗ

“Maka apakah Tuhan yang menjaga setiap diri terhadap apa yang diperbuatnya (sama dengan yang tidak demikian sifatnya)?” (QS. Ar-Ra’d:33)

Dalam ayat yang lain juga disebutkan,

إِنَّ رَبَّكُمُ ٱللَّهُ ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ فِى سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ ٱسْتَوَىٰ عَلَى ٱلْعَرْشِ يُغْشِى ٱلَّيْلَ ٱلنَّهَارَ يَطْلُبُهُۥ حَثِيثًا وَٱلشَّمْسَ وَٱلْقَمَرَ وَٱلنُّجُومَ مُسَخَّرَٰتٍۭ بِأَمْرِهِۦٓ ۗ أَلَا لَهُ ٱلْخَلْقُ وَٱلْأَمْرُ ۗ تَبَارَكَ ٱللَّهُ رَبُّ ٱلْعَٰلَمِينَ

Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam. (QS. Al-A’raf : 54)

Inilah yang dinamakan dengan Rububiyah, kita meyakini bahwa Allah ﷻ adalah Rabb yang menciptakan serta mengatur seluruh alam semesta. Secara umum Allah yang mengatur dan mengurus makhluk-makhluk-Nya baik yang beriman ataupun tidak. Maka apabila seseorang ingin kepengurusan dari Allah secara khusus hendaknya ia senantiasa bertakwa kepada-Nya.

Sungguh setiap kita diperhatikan oleh Allah ﷻ secara detail. Jangankan kita, tidak ada sehelai daun yang jatuh dari pohonnya melainkan Allah ﷻ mengetahuinya karena pengetahuan Allah amat sangat mendetail terhadap para makhluknya. Allah ﷻ berfirman,

وَعِندَهُۥ مَفَاتِحُ ٱلْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَآ إِلَّا هُوَ ۚ وَيَعْلَمُ مَا فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ ۚ وَمَا تَسْقُطُ مِن وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِى ظُلُمَٰتِ ٱلْأَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِى كِتَٰبٍ مُّبِينٍ

“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)” (QS. Al-An’am:59)

Bahkan hewan pun Allah ﷻ lah yang mengatur rezekinya. Allah ﷻ berfirman,

وَمَا مِن دَآبَّةٍ فِى ٱلْأَرْضِ إِلَّا عَلَى ٱللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا ۚ كُلٌّ فِى كِتَٰبٍ

“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh).” (QS. Hud:6)

Urgensi mengenal Rububiyah

Di antara perkara yang menunjukkan betapa pentingnya seseorang mengenal Rububiyah adalah bertambahnya sikap husnuzan seorang hamba ketika berdoa kepada Rabb-Nya, bahwa Allah ﷻ sangat detail dalam memperhatikan keadaan hamba-hamba-Nya. Tidakkah kita tahu bahwa para Nabi mereka senantiasa membuka doa-doa mereka dengan “Rabbana..!” yang artinya “Wahai Rabb (Tuhan) kami…!” dikarenakan pengabulan doa sangat erat dengan hal pemeliharaan Allah terhadap para hamba-Nya (Rububiyah). Allah ﷻ berfirman menceritakan Adam dan Hawa yang tengah berdoa memohon ampunan dari-Nya,

قَالَا رَبَّنَا ظَلَمْنَآ أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ ٱلْخَٰسِرِينَ

Keduanya berkata: “Ya Rabb kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi. (QS. Al-A’raf:23)

Allah juga berfirman mengisahkan Nabi Nuh ‘alaihissalam yang berdoa,

رَّبِّ ٱغْفِرْ لِى وَلِوَٰلِدَىَّ وَلِمَن دَخَلَ بَيْتِىَ مُؤْمِنًا وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَٱلْمُؤْمِنَٰتِ وَلَا تَزِدِ ٱلظَّٰلِمِينَ إِلَّا تَبَارًۢا

Ya Rabbku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan”.

Seharusnya yang lebih tepat digunakan dalam doa-doa tersebut adalah يَا غَفَّار اغفِرْ لِي yang artinya “Ya Ghaffar (yang Maha pengampun) ampunilah aku” namun tidak mengapa menggunakan ya Rabb karena saat itu orang yang sedang berdoa memandang dari sisi bahwa Allah sangat perhatian kepada mereka dan Allah lah yang mengurus segala urusan mereka, yang telah menciptakan mereka dari tidak ada menjadi ada, yang Maha mengabulkan segala doa dan tahu akan segala kebutuhan para hamba-Nya. Masih banyak Ayat yang semisal dengan yang telah disebutkan menunjukkan betapa urgennya mengenal Rububiyah Allah ﷻ.

Dalil tentang adanya Rabb

Di zaman modern ini semakin berkembang pemikiran Ateis yang inti dari ajarannya adalah mengingkari keberadaan Rabb. Sangat banyak dalil yang menunjukkan tentang keberadaan Allah ﷻ namun tidak akan kita bahas semuanya. Terdapat sebuah kitab yang sangat detail membahas masalah ini yang berjudul ‘Barahin wujudillah’ yang artinya ‘Bukti-Bukti Adanya Allah ﷻ.’ Di antara latar belakang ditulisnya buku ini karena semakin berkembangnya ajaran Ateis di zaman modern ini.

Suatu saat penulis pernah berkunjung ke Amsterdam, saat itu rekan-rekan disana bertanya kepada kami tentang hukum memakan sembelihan orang-orang ahli kitab di sana. Maka jawaban kami pun tidak mengapa karena mereka adalah ahli kitab dan kita selaku umat Islam diperbolehkan untuk memakan sembelihan ahli kitab. Selanjutnya mereka menjelaskan kepada kami bahwa memang benar mereka adalah ahli kitab namun hanya sebatas identitas di KTP mereka saja. Mereka sangat yakin bahwa banyak orang di sana yang terpengaruh dengan pemikiran Ateis, karena terkadang mereka berdiskusi dengan mereka dan mendapati  bahwa ajaran-ajaran Nasrani hanya sebatas identitas yang tertera pada KTP mereka saja. sebagian mereka pergi ke gereja hanya sebatas rutinitas saja bahkan gereja banyak yang sepi. Oleh karenanya penting bagi seseorang untuk tahu dalil-dalil tentang keberadaan Allah ﷻ meskipun hal ini seharusnya adalah fitrah yang ada pada setiap makhluk-Nya. Padahal bisa kita bayangkan betapa kacaunya kehidupan seseorang yang tidak mengenal Rabb-Nya. Tidak ada aturan dalam kehidupannya yang dapat ia jadikan pedoman. Jikalau mereka mengaku bahagia dengan jaran ateisme mereka yang tidak mengenal adanya Tuhan maka itu semua merupakan kebahagiaan yang semu. Seperti kisah penulis buku ‘Limadza Ana Mulhid?” yang artinya ‘Kenapa Aku Ateis?’, ia mengaku bahagia dengan hidupnya yang tak mengenal Tuhan namun ternyata ia akhiri hayatnya dengan bunuh diri.

Bukti keeksistensian sang pencipta

Banyak bukti (dalil) yang menjelaskan tentang keberadaan Allah ﷻ Sang pencipta dan pengatur alam semesta, di antaranya :

  1. Kesempurnaan segala ciptaan-Nya. Allah ﷻ berfirman,

وَفِىٓ أَنفُسِكُمْ ۚ أَفَلَا تُبْصِرُونَ

Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan? (QS. Adz-Zariyat:21)

Lihatlah kepada tubuh kita bagaimana Allah telah menciptakannya dengan sangat sempurna. Bagaimana mata kita dengan segala jaringan yang ada di dalamnya, aliran darah kita, organ pernapasan kita, jantung kita dan organ-organ yang lain menunjukkan bahwa semua ini tidak terjadi dengan sendirinya namun ada Dzat yang merancangnya dengan rancangan yang detail dan semua ini tidaklah terjadi secara kebetulan. Allah ﷻ berfirman,

لَقَدْ خَلَقْنَا ٱلْإِنسَٰنَ فِىٓ أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. (QS. At-Tin:4)

Begitu pula alam semesta dan semua yang ada di dalamnya tidaklah terbentuk secara kebetulan. Logika sederhananya bahwa baju yang kita kenakan tidaklah terbentuk kecuali ada proses penjahitan terlebih dahulu. Maka demikian pula alam semesta dengan segala keseimbangannya tidaklah terbentuk secara kebetulan. Tidak pula berjalan tanpa adanya pengatur. Penjelasan yang demikian ini pernah dijelaskan oleh Abu Hanifah ketika beliau berdebat dengan orang-orang Ateis. Saat itu beliau bertanya kepada mereka bahwa apakah mungkin suatu kapal dibuat tanpa ada seorang pun yang membuatnya, kemudian berlayar dan memindahkan barang dari suatu tempat ke tempat yang lain, sedangkan tidak ada ABK yang bekerja memindahkan barang-barang tersebut? Mereka pun menjawab bahwa yang demikian itu tidaklah mungkin. Maka bagaimana dengan alam semesta ini yang berjalan dengan sangat teratur tanpa adanya sang pengatur([4]). Bagaimana Matahari yang sudah ribuan tahun lebih berjalan sesuai orbitnya. Bagaimana sinarnya sampai di bumi dengan takaran yang pas karena jaraknya dengan bumi yang  tidak terlalu jauh dan tidak pula terlalu dekat sehingga dapat membinasakan. Semua ini tidaklah terjadi secara kebetulan.

  1. Terkabulnya doa-doa kita. Betapa banyak orang-orang yang berada dalam keadaan genting kemudian berdoa dan langsung dikabulkan oleh Allah ﷻ. Memang tidak semua orang yang berdoa lantas langsung dikabulkan doa-doanya oleh Allah ﷻ. Jika setiap orang Islam berdoa lantas doanya langsung dikabulkan oleh Allah ﷻ niscaya semua orang akan masuk Islam dan tidak ada ujian atas keimanannya. Akan tetapi Allah mengatur sebagian doa ada yang dikabulkan dan tidak dikabulkan sebagai bentuk ujian kepada para hamba-Nya. Terkabulnya beberapa doa-doa yang kita panjatkan merupakan tanda adanya Dzat yang Maha mengabulkan doa para hamba-Nya.
  2. Adanya fitrah mengetahui kebaikan dan keburukan pada diri manusia. Di dunia ini terdapat norma-norma yang disepakati oleh seluruh manusia akan kebaikannya dan keburukannya. Semua orang sepakat bahwa membantu orang lain merupakan perbuatan baik dan semua orang juga sepakat bahwa mengambil barang milik orang lain tanpa seizin pemiliknya merupakan perbuatan tercela. Padahal tidak ada yang mengajarkan hal tersebut kepada mereka. Ini semua merupakan petunjuk bahwa ada Dzat yang menanamkan fitrah itu pada diri mereka.
  3. Adanya tempat Ibadah di setiap belahan bumi. Apakah itu masjid, kuil, gereja dan lain sebagainya yang menunjukkan bahwa fitrah manusia itu senantiasa mencari, menyembah dan beribadah kepada Tuhan penciptanya. Hanya saja sebagian mereka salah dalam meletakkan peribadatan mereka.
  4. Adanya insting pada setiap makhluk. Coba kita renungkan sejenak bagaimana bayi yang baru saja dilahirkan memiliki insting untuk mendekat kepada puting susu ibunya dan kemudian menyedotnya. Siapakah yang mengajarkan itu semua kepada bayi tersebut? Seandainya kita kumpulkan seluruh profesor yang ada di alam ini untuk mengajarkannya sesuatu yang lain niscaya ia tidak akan bisa. Begitupula hewan jantan yang memiliki hasrat kepada hewan betina. Hasrat tersebut hanya tertuju kepada sesama hewan betina yang satu spesies dengannya. Tidak pernah kita temukan ada kuda jantan yang berhasrat kepada sapi betina. Bagaimana macan yang sangat buas dan memangsa musuh-musuhnya namun memiliki kasih sayang kepada anaknya? Siapakah yang menundukkan unta yang sangat kuat sehingga dapat ditunggangi oleh manusia? Ini semua bukanlah sesuatu yang terjadi secara kebetulan. Pastinya ada Rabb yang senantiasa mengatur dan menyeimbangkan segala ciptaan-Nya di alam semesta ini.

Macam-macam Aliran terkait keberadaan Tuhan

  1. Theism yaitu kepercayaan akan adanya Tuhan. Macam yang pertama ini juga terbagi menjadi dua bagian; pertama, kepercayaan bahwa Tuhan itu esa. Kedua, kepercayaan bahwa Tuhan itu berbilang.
  2. Deism, yaitu kepercayaan akan adanya Tuhan namun tak lagi mengurusi makhluknya. Ibarat seorang pembuat jam yang meninggalkan jamnya setelah selesai membuatnya. Sehingga Tuhan tidak perlu menurunkan kitab suci atau mengutus para rasul untuk menyampaikan pesan kepada para makhluk.
  3. Atheism yaitu kepercayaan anti Tuhan. Kepercayaan ini terbagi menjadi dua ; pertama, strong atheism (ekstrim) mereka berkeyakinan bahwa Tuhan tidak ada dan mereka memiliki argumentasi atas keyakinan ini. Kedua, veak atheism (lemah) mereka tidak memiliki argumentasi yang menunjukkan akan keberadaan Tuhan.
  4. Somethingsm yaitu kepercayaan akan adanya sesuatu yang kasat mata (materi yang tak terlihat) yang memiliki kekuatan.
  5. Agnosticism yaitu kepercayaan yang menyatakan tentang ketidaktahuan mereka akan keberadaan Tuhan.
  6. Apatheism yaitu sikap tidak peduli akan keberadaan Tuhan.

Dalam mengatur alam semesta siapakah yang membantu allah
Dalam mengatur alam semesta siapakah yang membantu allah

Tentu saja dari keenam macam ini yang benar hanyalah satu yaitu kepercayaan bahwa Tuhan Maha Esa. Adapun sisanya maka merupakan kepercayaan yang tidak benar. Meskipun demikian, alhamdulillah semua kepercayaan tersebut banyak beredar di negara-negara kafir.  Hal ini didasari sikap mereka yang mulai protes dengan aturan-aturan agama mereka, seperti aturan gereja misalnya yang mereka anggap hanya menguntungkan pihak gereja saja. Selain itu, mereka juga tidak memiliki kitab suci yang mengayomi mereka justru mereka banyak mendapatkan kontradiktif dalam kitab-kitab suci tersebut sehingga kepercayaan mereka terhadap agama mereka pun semakin memudar.

Kesimpulan dari penjelasan makna Rabb adalah bahwa makhluk dan alam semesta yang penuh dengan keseimbangan ini di atur dan dipelihara dengan detail oleh Dzat yang maha kuasa yang telah menciptakan alam semesta beserta apa yang ada di dalamnya.

Footnote:

___________

([1]) Lihat : al-Kamil fi at-Tarikh karya Ibnul Atsir (1/404) dengan redaksi أَنَا رَبُّ الإِبِلِ وَلِلبَيتِ رَبٌّ يَمنَعُه  “Aku adalah Rabb (pemilik) unta, sedangkan Kakbah memiliki Rabb (Allah) yang akan melindunginya ”

([2]) Lihat: Majma’ Al-Amtsal karya Abu Al-Fadhl Al-Maidani (2/181)

([3]) Lihat : al-Minhaj Fi Syu’ab al-Iman karya Al-Halimi (1/205)

([4]) Lihat: Syarah At-Thohawiyah karya Ibnu Abi Al-Izz Al-Hanafi (1/35)