Bagaimana tanaman bakau membantu mengatasi PEMANASAN global

Pohon mempunyai fungsi yang sangat penting dalam upaya meredam kenaikan gas rumah kaca penyebab utama pemanasan global dan perubahan iklim. Seperti spons/busa, pohon menyerap karbondioksida yang dihasilkan oleh kegiatan-kegiatan yang dilakukan manusia dan makhluk hidup lainnya. Fungsi pohon ini dijalankan dengan sangat masif oleh hutan.

Indonesia merupakan negara yang sangat beruntung karena Indonesia memiliki wilayah hutan tropis yang sangat luas. Akan tetapi, sangat disayangkan, hutan di Indonesia terdegradasi akibat pembalakan liar, perambahan hutan, pengurangan kawasan hutan (deforestasi) untuk kepentingan pembangunan dan penggunaan lahan yang dilakukan dengan masif dan tidak didasarkan pada prinsip keberlanjutan. Hutan menjadi rusak dan tidak dapat lagi menyerap karbon dengan baik.

Jumlah hutan yang semakin menyusut ditambah dengan produksi emisi yang semakin banyak semakin membuat atmosfer bumi panas dan mempercepat terjadinya perubahan iklim. Pemerintah Indonesia mengambil tindakan untuk menanggulangi kerusakan hutan ini dengan mengajak masyarakat Indonesia menanam pohon.

Tidak hanya sekedar mengajak, pada tahun 2008, Presiden Republik Indonesia mengeluarkan Keputusan Presiden nomor 24 untuk menetapkan tanggal 28 November sebagai Hari Menanam Pohon Indonesia. Amanat Presiden pada saat pencanangan tersebut adalah setiap masyarakat Indonesia menanam minimal 1 pohon.

Presiden Joko Widodo secara seremoni telah melakukan kegiatan ini. Kemudian diikuti oleh berbagai pihak dan masyarakat. Seperti yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam program Perhutanan Sosial di Desa Tasikharjo, Tuban, jaha Timur. Ada sekitar 36 ribu pohon jati dan 200 ribu pohon Kaliandra ditanam di lahan seluas 23 hektar milik rakyat yang nantinya akan dijadikan sebagai Hutan rakyat.

Bagaimana tanaman bakau membantu mengatasi PEMANASAN global

Presiden Jokowi didampingi Ibu Negara Iriana Widod dan Mentir LHK Siti Nurbaya menanam pohon pada hari Menanam Pohon Indonesia dan Bulan Menanam Pohon Nasional di Tahura Sultan Adam, Kalsel
Sumber : http://tv.liputan6.com/read/2376163/segmen-4-hari-menanam-pohoh-hingga-prospek-ekonomi-2016

Kegiatan serupa juga dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Di daerah aliran sungai (DAS) Citarum dan Cisadane ditanam bibit sebanyak 3.100 bibit dari 33 jenis tanaman buah-buahan. Tidak sekedar menanam pohon, LIPI juga mendidik masyarakat untuk menanam pohon. LIPI menegaskan bagi masyarakat yang ingin menebang pohon tidak boleh sembarangan. Harus ada izin dari kepala desa. Selain itu, LIPI juga membuat peraturan masyarakat di sekitar Taman Nasional Gunung Gede dan Pangrango yang menebang pohon diwajibkan menanam kembali.

Kegiatan menanam pohon sangat berguna untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menanam pohon dan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sehingga dapat menurunkan pemanasan global.

Sumber:
  • http://www.wwf.or.id/cara_anda_membantu/corporate_partnership/program_partnership/newtrees/hmpi.cfm
  • http://tv.liputan6.com/read/2376163/segmen-4-hari-menanam-pohoh-hingga-prospek-ekonomi-2016
  • http://lipi.go.id/berita/-lipi-didik-masyarakat-sadar-menanam-pohon-/3306

SEBUAH studi memprediksi pada 2050 nanti bumi akan kehilangan seluruh ekosistem hutan bakaunya akibat kenaikan permukaan laut sebagai dampak pemanasan global.

Selain menjadi benteng alami mencegah ancaman abrasi, ekosistem hutan bakau yang umum ditemui di kawasan tropis ternyata juga berfungsi sebagai penyaring emisi karbon yang cukup efektif.

Namun, kenaikan permukaan laut yang belakangan mulai masif terjadi membuat ekosistem vital ini menjadi rentan.

Merespon ancaman tersebut, baru-baru ini para ilmuan dari Rutgers University-New Brunswick di New Jersey AS, menginisiasi sebuah penelitian geologi untuk menganalisis lapisan sedimen berusia sekitar 10.000 tahun. Penelitian ini memungkinkan tim mengeksplorasi bagaimana ekosistem bakau merespon fluktuasi permukaan laut di masa lalu - dan memprediksi bagaimana mereka akan bereaksi di masa depan.

Sepuluh ribu tahun yang lalu, para ilmuan memerkirakan, permukaan laut  sempat mengalami kenaikan ekstrem yaitu sekitar 10 milimeter setiap tahunnya  di akhir zaman es.  Kondisi tersebut mulai berangsur stabil dalam kurun 4.000 tahun terakhir.

Ketika kondisi laut mulai stabil ini, ekosistem bakau pun mulai terbentuk, kemudian meluas di sepanjang garis pantai dan menjadi benteng alami untuk menahan abrasi pantai.

Namun belakangan, para peneliti cukup khawatir dengan jumlah emisi gas rumah kaca yang disumbangkan oleh aktivitas  manusia. Jika kenaikan permukaan laut melebihi ambang batas enam milimeter dalam beberapa tahun ke depan seperti yang diperkirakan terjadi pada 2050, hutan bakau tidak mampu lagi mengimbangi kenaikan air laut.

Kelestarian hutan bakau dapat dijaga jika kenaikan permukaan laut di bawah 5 milimeter setiap tahunnya. "Di bawah skenario emisi tinggi, tingkat kenaikan permukaan laut di banyak garis pantai tropis diperkirakan akan melebihi 7 milimeter per tahun. Kami menyimpulkan persentase ketahanan hutan bakau untuk dapat menopang fluktuasi air laut ini sangatlah kecil, hanya ada 3,5 % kemungkinan dalam kondisi seperti ini," ungkap Dr Erica Ashe, peneliti utama dari Rutgers University-New Brunswick, seperti dikutip dailymail.

"Hilangnya ekosistem bakau ini dapat menyebabkan peningkatan pelepasan emisi gas rumah kaca di atmosfer," sambungnya.

Jika permukaan laut meninggi secara drastis maka diperkirakan hutan bakau yang berada di seputaran bibir pantai ini secara alami akan bergerak ke daratan.

Temuan ini menyoroti pentingnya mitigasi emisi serta kenaikan permukaan laut yang menjadi salah satu dampak langsung dari pemanasan global. Temuan lengkap dari penelitian ini juga diterbitkan di Jurnal Science, pekan ini.

Wisata hutan mangrove dapat menjadi salah satu upaya dalam mengurangi adanya dampak global warming atau pemanasan global. Mengapa bisa demikian?

Baca Juga: Potensi Wisata Hutan Mangrove Brebes Menjadi Daya Tarik Wisatawan

Bagaimana tanaman bakau membantu mengatasi PEMANASAN global

berwisata di hutan wisata mangrove, Bali (Foto/Kintamani.id)

Seringkali pemanasan global dikaitkan dengan meningkatnya temperatur air laut dan kemudian menyebabkan anomali cuaca.

Namun serangkaian penelitian menyebutkan bahwa meningkatnya jumlah karbondioksida akibat penggundulan hutan menjadi pemicu signifikan penyebab anomali tersebut.

Berdasarkan jurnal Nature Climate Change, kelompok peneliti dari University of California yang memelajari hutan hujan Amazon, menemukan bagaimana stomata suatu tumbuhan tidak bekerja sebagaimana mestinya ketika produksi gas karbondioksida melebihi batas.

Padahal, stomata atau pori-pori daun, merupakan struktur penting tumbuhan yang bertugas menyerap karbondioksida dan mengeluarkan uap air.

Ketika banyak karbondioksida yang tak terserap, hal tersebut akan berpengaruh terhadap atmosfer dan memengaruhi arah angin dan kelembapan yang datang dari samudera, sehingga memicu anomali iklim.

Penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa berkurangnya uap air bakal berpengaruh terhadap pemanasan di sekitar hutan-hutan Kalimantan, Jawa, dan Sumatera.

Sistem pendingin alami Bumi

Sederhananya, Mangrove adalah sistem pendingin alami Bumi dengan menyimpan karbondioksida di akar dan tanah. Sementara hutan adalah benteng pertahanan alami dari CO2.

Ketika pelindung tersebut kian menipis dan bahkan sirna, maka tak pelak yang lahir adalah luapan dampak pemanasan global yang semakin nyata.

“Lebih dari 600 juta orang tinggal di daerah pantai yang rendah, kurang dari 10 meter dari permukaan laut,” kata penelitian tersebut.

“Ketika suhu semakin panas, permukaan air laut global akan naik karena lapisan es dan glesier mencair. Naiknya permukaan air laut adalah aspek paling merusak.”

Bagaimana tanaman bakau membantu mengatasi PEMANASAN global

(ilustrasi) dampak global warming (Instagram/global_warming_info)

Jadi jika manusia tak kunjung menemukan solusi untuk mengurangi laju peningkatan suhu Bumi, mungkin kita harus mulai memikirkan cara untuk tinggal di lautan, seperti di film Water World.

Namun kita tak sedang berada di film, bukan? Perlu upaya serius dan berkelanjutan untuk menghadapi permasalahan global ini.

Baca Juga: Hutan Mangrove Kulonprogo, Wisata Hits yang Cocok untuk Foto-foto

Wisata hutan mangrove

Tak berlebihan bila wisata hutan mangrove kemudian menjadi salah satu langkah menuju langkah-langkah besar dan langkah nyata yang lebih baik.

Ketika kita memiliki minat tinggi untuk mengunjungi hutan mangrove, tak sekadar demi feed instagram menarik, namun juga turut berupaya menjaga dan sebagai wahana edukasi, maka akan semakin banyak wahana wisata mangrove yang dibuat dan dibudidayakan.

Hal ini tak ayal memberi efek domino yang positif bagi kita semua makhluk penghuni Bumi. Demi napas banyak anak cucu kita. Mari mulai peduli.

hutan mangrove lingkungan

SHARE :