Bagaimana bentuk toleransi antar umat beragama dalam masyarakat kerajaan mataram kono

Bagaimana bentuk toleransi antar umat beragama dalam masyarakat kerajaan mataram kono

Dhafi Jawab

Cari Jawaban dari Soal Pertanyaan mu, Dengan Mudah di jwb32.dhafi.link Dengan Sangat Akurat. >>



Klik Disini Untuk Melihat Jawaban


#Jawaban di bawah ini, bisa saja salah karena si penjawab bisa saja bukan ahli dalam pertanyaan tersebut. Pastikan mencari jawaban dari berbagai sumber terpercaya, sebelum mengklaim jawaban tersebut adalah benar. Selamat Belajar..#


Answered by ### on Thu, 04 Aug 2022 04:18:18 +0700 with category IPS

Hidup rukun berdampingan dan mengalami puncak momentumnya ketika dipimpin oleh Maharaja Rakai Pikatan dari Dinasti Sanjaya (Hindu) yang menikah dengan Dyah Ayu Pramodhawardhani dari Dinasti Syailendra (Buddha).Meski sejatinya pernikahan mereka bertujuan untuk kepentingan politik yakni mempersatukan kedua dinasti kerajaan yang telah lama bertikai. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa pernikahan tersebut sekaligus menjadi simbol untuk mempertegas sikap toleransi keagamaan rakyat Mataram Kuno.Mereka membangun banyak rumah ibadah (candi). Yang terbesar dan terindah sebagai masterpiece-nya adalah Candi Prambanan (Hindu) dan Candi Borobudur (Buddha). Pembangunan Candi Prambanan juga melibatkan peran umat Buddha, sementara pembangunan Candi Borobudur dibantu oleh umat Hindu.Uniknya, meski Candi Borobudur adalah situs Buddha namun dikelilingi oleh candi-candi Hindu (Selogriyo, Gunung Wukir, Gunung Sari, Sengi). Hal sebaliknya, Candi Prambanan yang Hindu dikelilingi oleh candi-candi Buddha (Sewu, Kalasan, Sojiwan). Bahkan Candi Plaosan bercorak Hindu sekaligus Buddha.Gugusan unik candi-candi tersebut seolah dirancang membentuk pola tertentu yang menggambarkan kehidupan dua agama yang selaras di masa itu. :)

Baca Juga: Perhatikan pernyataan berikut!


jwb32.dhafi.link Merupakan Website Kesimpulan dari forum tanya jawab online dengan pembahasan seputar pendidikan di indonesia secara umum. website ini gratis 100% tidak dipungut biaya sepeserpun untuk para pelajar di seluruh indonesia. saya harap pembelajaran ini dapat bermanfaat bagi para pelajar yang sedang mencari jawaban dari segala soal di sekolah. Terima Kasih Telah Berkunjung, Semoga sehat selalu.

Toleransi beragama khususnya di Indonesia bukanlah hal yang baru. Kerukunan antar umat beragama masyarakat Indonesia ternyata telah ada berabad-abad silam. Indonesia yang dahulu disebut sebagai kepulauan Nusantara ini memiliki keberagaman adat istiadat yang membentuk masyarakat multikulturalisme. Sejak lahirnya kerajaan-kerajaan di Nusantara membawa pengaruh besar bagi sistem kepercayaan masyarakat dari anemisme-dinamisme ke ajaran Hindu dan Buddha. Misalnya Pada masa Kerajaan Mataram Kuno di jawa bagian tengah telah tumbuh subur agama Hindu dan Buddha. Keberadaan dualisme kepercayaan agama ini tidak lantas membawa konflik beragama namun ternyata memberikan sumbangsih bagi peradaban baru Nusantara.

Kerajaan Mataram Kuno yang menurut Bosch diperintah oleh dua wangsa yaitu Wangsa Sailendra yang beragama Buddha dan Wangsa Sanjaya yang beragama Hindu Siwa. Sedangkan menurut Boechari dalam penafsirannya terhadap Prasasti Sojomerto, hanya ada satu wangsa yaitu wangsa Sailendra pada mulanya memuja Siwa, sebelum Panangkaran beralih keyakinan menjadi penganut Buddha Mahayana. Ajaran Hindu dan Buddha pada era-Mataram Kuno mampu hidup berdampingan satu sama lain. Kehidupan toleransi masa Mataram Kuno tercermin dalam bangunan-bangunan candi yang di bangun pada masa itu.

Menurut Prasasti Kalasan (778), Rakai Panangkaran memberikan izin kepada umat Buddha untuk membangun candi dengan menganugerahkan desa Kalasan kepada sangha (komunitas Buddha), untuk pemeliharaan dan pembiayaan Candi Kalasan yang dibangun untuk memuliakan Bodhisattwadewi Tara. Soekmono berpendapat bahwa pada masyarakat Jawa kuno, agama tidak pernah menjadi masalah yang dapat menuai konflik, dengan dicontohkan raja penganut agama Hindu bisa saja menyokong dan mendanai pembangunan candi Buddha, demikian pula sebaliknya. Begitu juga dalam pembangunan Candi Borobudur masa pemerintahan Raja Samaratungga (824 M) yang melibatkan para pemeluk agama hindu di wilayah kedu. Dengan melihat posisi Candi Borobudur yang dikelilingi oleh candi-candi Hindu seperti Selogriyo, Gunung Wukir, Gunung Sari, dan Sengi.

Wajah toleransi Masa Mataram Kuno terlihat pada relief Karmawibangga di kaki Candi Borobudur yang menceritakan ajaran Buddha tentang karma atau akibat perilaku perbuatan manusia. Guru besar arkeologi Universitas Indonesia Hariani Santiko, dalam Toleransi Beragama Dan Karakter Bangsa: Perspektif Arkeologi, menjelaskan pada salahsatu relief tersebut menggambarkan tokoh agama memberi wejangan dan melakukan tapa. Uniknya tokoh agama itu tidak semuanya biksu, tapi juga pendeta Siwa, dan resi. Hal ini membuktikan Raja Sailendra walaupun raja beragama Buddha Mahayana, ia membiarkan rakyat dan bawahannya memeluk agama sesuai dengan pilihan mereka.

Sumber Gambar: ki-demang.com

Pada puncaknya ialah ketika terjadi pernikahan antara Rakai Pikatan yang memeluk agama Hindu Siwa dengan Pramodawardhani dari Wangsa Sailendra yang beragama Buddha Mahayana. Pramodawardhani sendiri merupakan putri dari Samaratungga sekaligus penerus tahta Kerajaan Mataram Kuno. Pernikahan dua orang yang berbeda kepercayaan ini disinggung dalam Prasasti Wantil. Peristiwa tersebut memberikan dampak yang besar bagi keberlangsungan kerukunan antar umat beragama masyarakat Mataram Kuno. Raka i pikatan sebagai seorang Hindu dalam memerintah Mataram Kuno tidak lantas menyingkirkan agama Buddha. Justru Raka i Pikatan membuatkan sebuah candi yang dihadiahkan kepada istrinya Pramodawardhani yang seorang pemeluk agama Buddha. Bukti toleransi yang ditunjukan Raka i Pikatan ini dapat dilihat pada Candi Plaosan. Menurut De Casparis dari Prasasti Cri Kahulunan (842 M) dinyatakan bahwa Candi Plaosan Lor dibangun oleh Ratu Sri Kahulunan (Pramodawardhani), dengan dukungan suaminya (Rakai Pikatan). (LukmanHidayat/PKLUnnes).

Sumber Refrensi:

  • 2012. Melacak Sejarah Kuno Indonesia Lewat Prasasti. Jakarta: Gramedia.
  • Djoened Poesponegoro, dkk. 1993. Sejarah Nasional Indonesia II. Jakarta: Balai Pustaka.
  • id

Kerajaan Mataram Kuno (Medang) merupakan salah satu kerajaan bercorak Hindu-Buddha di Indonesia yang berdiri pada abad ke-8 M. Kehidupan sosial kerajaan Mataram Kuno dikenal dengan toleransi beragama yang sangat baik. Hal ini dibuktikan dengan peninggalan - peninggalan dinasti Sanjaya yang beragama Hindu dan dinasti Syailendra yang beragama Budha berupa candi-candi yang didirikan secara berdampingan. Selain itu, kerajaan mataram sendiri dikuasai dan diperintah dua dinasti yakni Syailendra dan Sanjaya. Persaingan yang terjadi diantara dua dinasti tersebut tidak berlangsung lama karena adanya pernikahan antara  Rakai Pikatan dari dinasti Sanjaya yang beragama Hindu dengan Pramodhawardhani dari dinasti Syailendra yang beragama Buddha.  

Dengan demikian, bukti adanya toleransi antara umat Hindu dengan umat Buddha di Kerajaan Mataram Kuno adalah dibangunnya berbagai candi dan Buddha yang tersebar di berbagai tempat di wilayah Mataram Kuno dan masih tetap terpelihara dengan baik dan adanya pernikahan antara Rakai Pikatan dari Dinasti Sanjaya (Hindu) dan Pramodhawardani dari Dinasti Syailendra (Buddha).

Bagaimana ciri iklim tropis?​

Bantu jawab plis besok dikumpulin​

jawab yg B aj.......​

sebutkan 10 benua amerika beserta kepala negaranya​

Pengaruh Perubahan dan interaksi ruang antar negara terhadap kehidupan politik terlihat pada sistem Pemerintahan dan Sistem​

Di asean Perubahan tersebut telah berlangsung lama dan meningkat saat​

tolong di jawab dengan benar

Apa perbedaan mencolok dari kelima benua di dunia? Jelaskan alasannya! Gc besok di kumpulin

tolong di jawab dengan benar

Carilah definisi seni menurut para ahli sebanyak 30​