Bagaimana kehidupan toleransi beragama di Kerajaan Mataram Kuno?

Bagaimana kehidupan toleransi beragama di Kerajaan Mataram Kuno?

PutuIshanaNirwasita PutuIshanaNirwasita

Jawaban:

Toleransi antar umat beragama di kerajaan mataram sangat lah baik. Bukti nyatanya terlihat pada peninggalan peninggalan (dinasti Sanjaya yang Hindu dan dinasti Sailendra yang Buddha) berupa candi candi yang didirikan secara berdampingan.

Bumi mataram sendiri dikuasai dan diperintah dua dinasti yakni sailendra dan sanjaya. Pada awalnya memang terjadi perebutan kekuasaan namun selanjutnya terjadi perdamaian dan persatuan. Hal ini ditandai dengan perkawinan Rakai Pikatan dari dinasti sanjaya yang beragama hindu dengan praodhawardhani dari dinasti sailendra yang beragama Buddha.  

Setelah dua dinasti berbeda agama ini bersatu sebagai saudara maka kehidupan di bumi mataram berlangsung dengan damai. Jiwa toleransi telah mengakar di nusantara termasuk di kerajaan mataram kuno.

     “Sekarang ini persatuan bangsa kita sedang diuji. Perpecahan di antara sesama anak bangsa sering kali dipicu oleh perkataan dan perbuatan yang menajamkan perbedaan, menyinggung unsur SARA yaitu suku, agama, ras dan antargolongan. Atas dasar keprihatinan terhadap kondisi itu, pameran ini hadir untuk merekatkan persatuan bangsa Indonesia. Sudah seharusnya kita belajar dari leluhur yang dapat hidup berdampingan meski memiliki perbedaan keyakinan,” kata Ari Setyastuti, Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta saat memberikan sambutan dalam acara pembukaan Pameran Cagar Budaya bertema “Merajut Persatuan dalam Kebinekaan” yang digelar pada 21 s.d 25 Juni 2018 di Taman Tebing Breksi Prambanan, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Bagaimana kehidupan toleransi beragama di Kerajaan Mataram Kuno?
Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta, Ari Setyastuti, melalukan publikasi pameran Cagar Budaya saat membuka Pameran Cagar Budaya di Taman Tebing Breksi Prambanan, Kamis (21 Juni 2018).
Bagaimana kehidupan toleransi beragama di Kerajaan Mataram Kuno?
Camat Prambanan, Eka Suhargono, menjajal game bertema Cagar Budaya saat berkunjung ke stan Pameran Cagar Budaya didampingi Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta, Ari Setyastuti, Kamis (21/6/2018). Ada beberapa game yang dapat dimainkan pengunjung di stan pameran, antara lain: 1) Who wants to be a wise, 2) Puzzle (gambar Cagar Budaya), dan 3) Serupa Tapi Tak Sama.
Bagaimana kehidupan toleransi beragama di Kerajaan Mataram Kuno?
Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta, Ibu Ari Setyastuti (kanan), Kepala Subbagian Tata Usaha, Bapak Indung Panca Putra (tengah), dan Kepala Seksi Pelindungan, Pengembangan, dan Pemanfaatan, Ibu Wiwit Kasiyati (kiri) berfoto bersama di stan pameran seusai acara pembukaan Pameran Cagar Budaya “Merajut Persatuan dalam Kebinekaan” di Taman Tebing Breksi Prambanan, pada Kamis (21/6/2018).
Bagaimana kehidupan toleransi beragama di Kerajaan Mataram Kuno?
Bertambahnya usia seolah tak membatasi niat Soerojo (75) dan istrinya (69) untuk terus menggali wawasan tentang keragaman Warisan Budaya bangsa Indonesia. Dua sejoli yang merupakan pensiunan guru asal Jakarta itu, bertandang ke stan pameran Cagar Budaya pada Jumat (22/6/2018), dan tak lupa mengabadikan momen kebersamaan mereka.
Bagaimana kehidupan toleransi beragama di Kerajaan Mataram Kuno?
Suasana stan pameran Cagar Budaya “Merajut Persatuan dalam Kebinekaan” yang digelar Balai Pelestarian Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta di Taman Tebing Breksi Prambanan, pada Minggu malam (24/6/2018). Sebagian pengunjung dewasa menambah pengetahuannya dengan membaca. Sedangkan pengunjung anak mempelajari Cagar Budaya melalui permainan.
Bagaimana kehidupan toleransi beragama di Kerajaan Mataram Kuno?
Anak-anak dengan tekun menyusun kepingan-kepingan puzzle yang masih terserak hingga membentuk gambar candi yang utuh. Dari permainan tersebut,mereka menjadi tahu bahwa bangunan-bangunan candi yang ada sekarang ini pun pada mulanya dalam kondisi runtuh, seperti halnya kepingan-kepingan puzzle yang berserakan.
Candi-candi dapat berdiri kembali karena dipugar/direkonstruksi oleh juru pugar dengan cara menata kembali batu-batu penyusunnya. Ibaratnya, memugar candi sama seperti menyusun puzzle. Saat menyusun kepingan-kepingan puzzle bergambar, anak-anak serasa menjadi juru pugar …

     Pameran Cagar Budaya “Merajut Persatuan dalam Kebinekaan” hendak mengajak generasi sekarang untuk menengok kembali bagaimana masyarakat pada masa peradaban Mataram Kuno abad 9-10 Masehi bisa membangun kehidupan yang harmoni meski memiliki agama yang berbeda. Kerukunan antarumat beragama pada masa itu tercermin pada warisan budayanya yang masih dapat dilihat sampai sekarang berupa permukiman kuno, situs, candi, dan struktur yang memiliki latar belakang agama berbeda-beda, namun letaknya berdekatan satu sama lain. Beberapa warisan budaya tersebut berada di wilayah Prambanan, antara lain Candi Prambanan (Hindu), Situs Ratu Boko (Hindu-Buddha), Stupa Sumberwatu (Buddha), Situs Sumur Bandung (Hindu), Situs Dawangsari (Buddha), Arca Ganesha (Hindu), Candi Banyunibo (Buddha), Candi Barong (Hindu), dan Candi Ijo (Hindu).

     Tujuan diselenggarakannya pameran ini agar generasi muda bisa meneladani sikap toleransi yang telah dipraktikkan oleh masyarakat pada masa peradaban Mataram Kuno. Dengan demikian, nilai-nilai persatuan nenek moyang pada zaman dahulu bisa menginspirasi generasi sekarang untuk terus menjaga persatuan bangsa dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Ferry A.)