Asbabun nuzul al qur an surah al hujurat 49 10 merupakan peristiwa tentang

Asbabun nuzul al qur an surah al hujurat 49 10 merupakan peristiwa tentang

Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan kepada kami Mu'tamir berkata, aku mendengar bapakku bahwa Anas radliallahu 'anhu berkata: "Dikatakan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam "Sebaiknya Baginda menemui 'Abdullah bin Ubay." Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menemuinya dengan menunggang keledai sedangkan Kaum Muslimin berangkat bersama Beliau dengan berjalan kaki melintasi tanah yang tandus. Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menemuinya, ia berkata: "Menjauhlah dariku, demi Allah, bau keledaimu menggangguku". Maka berkatalah seseorang dari kaum Anshar diantara mereka: "Demi Allah, sungguh keledai Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam lebih baik daripada kamu". Maka seseorang dari kaumnya marah demi membela 'Abdullah bin Ubay dan ia mencelanya sehingga marahlah setiap orang dari masing-masing kelompok. Saat itu kedua kelompok saling memukul dengan pelepah kurma, tangan, dan sandal. Kemudian sampai kepada kami bahwa telah turun ayat QS. Al Hujurat: 10 yang artinya ("jika dua kelompok dari kaum muslimin berperang maka damaikanlah keduanya").

Keterangan Hadits:

Hadits di atas diambil dari kitab Shahih Bukhari nomor 2494. Selain dalam kitab Shahih Bukhari, hadits tersebut juga ditulis dalam kitab Fathul Bari dengan nomor 2691. Menurut ijma ulama, hadits ini termasuk dalam kategori hadits shahih. baik dilihat dari sisi sanadnya, maupun dari matannya. Karenanya, hadits ini bisa dijadikan sebagai referensi, baik untuk mengkaji/mendalami kandungan makna sebuah ayat, maupun dalam rangka mencari solusi atas permasalahan. Hadits Bukhari nomor 2494 termasuk dalam klasifikasi hadits yang berhubungan dengan al Qur’an. Dalam hal ini, hadits Bukhari nomor 2492 merupakan riwayat yang berisi mengenai latar belakan turunnya QS al Hujurat ayat 10. Atau yang lebih dikenal dengan istilah Asbabunnuzul.


Page 2

asbabun nuzul surah alqur’an

1. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasulnya* dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. 2. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara nabi, dan janganlah kamu Berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu**, sedangkan kamu tidak menyadari. 3. Sesungguhnya orang yang merendahkan suaranya di sisi Rasulullah mereka Itulah orang-orang yang Telah diuji hati mereka oleh Allah untuk bertakwa. bagi mereka ampunan dan pahala yang besar. 4. Sesungguhnya orang-orang yang memanggil kamu dari luar kamar(mu) kebanyakan mereka tidak mengerti. 5. Dan kalau sekiranya mereka bersabar sampai kamu keluar menemui mereka Sesungguhnya itu lebih baik bagi mereka, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

(al-Hujuraat: 1-5)

* maksudnya orang-orang mukmin tidak boleh menetapkan sesuatu hukum, sebelum ada ketetapan dari Allah dan RasulNya.
** meninggikan suara lebih dari suara nabi atau bicara keras terhadap nabi adalah suatu perbuatan yang menyakiti nabi. Karena itu terlarang melakukannya dan menyebabkan hapusnya amal perbuatan.

Diriwayatkan oleh al-Bukhari dll, dari Ibnu Juraij, dari Ibnu Abi Mulaikah, yang bersumber dari ‘Abdullah bin Zubair bahwa kafilah Bani Tamim datang kepada Rasulullah saw. Pada waktu itu Abu Bakrberbeda pendapat dengan ‘Umar tentang siapa yang seharusnya mengurus kafilah itu. Abu Bakr menghendaki agar al-Qa’qa’ bin Ma’bad yang mengurusnya sedangkan ‘Umar menghendaki al-Aqra’ bin Habis. Abu Bakr menegur ‘Umar: “Engkau hanya ingin selalu berbeda pendapat denganku.” Dan ‘Umarpun membantahnya. Perbedaan pendapat itu berlangsung hingga suara keduanya terdengar keras. Maka turunlah ayat ini (al-Hujurat: 1-5) sebagai petunjuk agar meminta ketetapan Allah dan Rasul-Nya, dan jangan mendahului ketetapan-Nya.

Diriwayatkan oleh Ibnul Mundzir yang bersumber dari al-Hasan bahwa orang-orang menyembelih kurban sebelum waktu yang ditetapkan oleh Rasulullah saw. Maka Rasulullah memerintahkan berkurban sekali lagi. Ayat ini (al-Hujurat: 1) turun sebagai larangan kepada kaum Mukminin untuk mendahului ketetapan Allah dan Rasul-Nya.
Menurut riwayat Ibnu Abid Dun-ya dalam Kitab al-Adlaahi, lafal riwayatnya sebagai berikut: seorang laki-laki menyembelih (kurbannya) sebelum shalat (Idul Adha)

Diriwayatkan oleh ath-Thabarani di dalam Kitab al-Ausath, yang bersumber dari ‘Aisyah bahwa orang-orang mendahului shaum sebelum masuk bulan Ramadhan yang ditetapkan oleh Nabi saw. Ayat ini (al-Hujurat: 1) turun sebagai teguran kepada mereka.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Qatadah bahwa waktu itu ada orang-orang yang menghendaki turunnya ayat tentang sesuatu. Maka turunlah ayat ini (al-hujurat: 1) yang melarang mendahului ketetapan Allah dan Rasul-Nya.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Qatadah bahwa orang-orang berbicara keras dan nyaring ketika berbicara dengan Nabi saw. Maka turunlah ayat ini (al-Hujurat: 2) sebagai larangan atas perbuatan seperti itu.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Muhammad bin Tsabit bin Qais bin Syamas bahwa ketika turun ayat ….laa tarfa’uu ashwaatakum fauqo shautin nabiy… (..janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi..) (al-Hujurat: 2) terhempaslah Tsabit bin Qais di jalan sambil menangis. Ketika itu lewatlah ‘Ashi bin ‘Adi bin al-‘Ajlan seraya bertanya: “Mengapa engkau menangis ?” Ia menjawab: “Aku takut ayat ini (al-Hujurat:2) turun berkenaan dengan diriku, karena aku ini orang yang bersuara keras.”
Hal ini diajukan oleh ‘Ashim kepada Rasulullah saw. kemudian Tsabit-pun dipanggil. Rasul bersabda: “Apakah engkau tidak ridha jika engkau hidup terpuji, mati syahid, dan masuk syurga ?” Tsabit menjawab: “Aku ridha dan tidak akan mengeraskan suaraku selama-lamanya di hadapan Rasulullah saw…” Maka turunlah ayat selanjutnya (al-Hujurat: 3) yang melukiskan janji Allah kepada orang-orang yang taat kepada ketetapan-Nya.

Diriwayatkan oleh ath-Thabarani dan Abu Ya’la dengan sanad yang hasan, yang bersumber dari Zaid bin Arqam bahwa apabila orang-orang Arab berkunjung ke rumah Rasulullah saw, mereka suka berteriak memanggil beliau dari luar dengan ucapan: “Hai Muhammad ! Hai Muhammad !” Maka Allah menurunkan ayat ini (al-Hujurat: 4-5) yang melukiskan perbuatan seperti itu bukan akhlak Islam.

Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaq dari Ma’mar yang bersumber dari Qatadah. Riwayat ini mursal, tetapi mempunyai syawaahid (beberapa penguat) yang marfu’, yang ada di dalam kitab Sunanut Tirmidzi, dari Hadits al-Barra’ bin ‘Azid dll, tetapi tidak menyebutkan nuzulul ayat. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari al-Hasan bahwa seorang laki-laki datang kepada Nabi saw. sambil berteriak memanggil beliau dari luar: “Hai Muhammad ! Pujianku sangat baik, tapi cacianku juga sangat tajam.” Rasulullah saw. bersabda: “Celaka engkau, yang bersifat demikian itu adalah Allah.” Ayat ini (al-Hujurat: 4) turun sebagai larangan kepada orang-orang yang suka berteriak-teriak dari luar rumah.

Diriwayatkan oleh Ahmad dengan sanad yang shahih, yang bersumber dari al-Aqra bin Habis bahwa al-Aqra bin Habis memanggil-manggil Rasulullah saw dari luar rumah, akan tetapi beliau tidak menjawabnya. Ia pun berteriak: “Hai Muhammad ! Sesungguhnya pujianku baik, dan cacianku sangat tajam.” Bersabdalah Rasulullah saw: “Yang bersifat demikian itu adalah Allah.” Ayat ini (al-Hujurat: 4-5) turun berkenaan dengan peristiwa tersebut.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dll, yang bersumber dari al-Aqra’ bahwa al-Aqra’ datang kepada Nabi saw. dan berteriak-teriak dari luar rumah :”Hai Muhammad, keluarlah !” Ayat ini (al-Hujurat: 4-5) turun sebagai teguran berkenaan dengan kekurang-sopanan dalam bertamu.

6. Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.
(al-Hujurat: 6)

Diriwayatkan oleh Ahmad dll dengan sanad yang baik, yang bersumber dari al-Harits bin Dlirar al-Kuza’i. Para perawi dalam sanad hadits ini sangat dapat dipercaya. Diriwayatkan pula oleh ath-Thabarani yang bersumber dari Jabir bin ‘Abdillah, ‘Alqamah bin Najlah, dan Ummu Salamah. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir dari al-‘Aufi yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Selain itu Ibnu Jarir juga meriwayatkan dari sumber lain yang mursal. Bahwa al-Harits menghadap Rasulullah saw. Beliau mengajaknya untuk masuk Islam. Iapun berikrar menyatakan diri masuk Islam. Rasulullah mengajaknya untuk mengeluarkan zakat, ia pun menyanggupi kewajiban itu, dan berkata: “Ya Rasulullah, aku akan pulang ke kaumku untuk mengajak mereka masuk Islam dan menunaikan zakat. Orang-orang yang mengikuti ajakanku akan aku kumpulkan zakatnya. Apabila telah tiba waktunya , kirimkan utusan untuk mengambil zakat yang telah kukumpulkan itul” Ketika al-Harits sudah banyak mengumpulkan zakat, dan waktu yang ditetapkan pun tiba, tak seorangpun utusan yang menemuinya. Al-Harits mengira telah terjadi sesuatu yang menyebabkan Rasulullah marah padanya. Iapun memanggil para hartawan kaumnya dan berkata: “Sesungguhnya Rasulullah telah menetapkan waktu untuk mengutus seseorang untuk mengambil zakat yang telah ada padaku, dan beliau tidak pernah menyalahi janjinya. Akan tetapi saya tidak tahu mengapa beliau menangguhkan utusannya itu. Mungkinkah beliau marah ? Mari kita berangkat menghadap Rasulullah saw.” Rasulullah saw., sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan mengutus al-Walid bin ‘Uqbah untuk mengambil dan menerima zakat yang ada pada al-Harits. Ketika al-Walid berangkat, di perjalanan hatinya merasa gentar, lalu ia pun pulang sebelum sampai ke tempat yang dituju. Ia melaporkan (laporan palsu) kepada Rasulullah bahwa al-Harits tidak mau menyerahkan zakat kepadanya, bahkah mengancam akan membunuhnya.” Kemudian Rasulullah mengirim utusan berikutnya kepada al-Harits. Di tengah perjalanan, utusan itu berpapasan dengan al-Harits dan shahabat-shahabat nya yang tengah menuju ke tempat Rasulullah saw.. Setelah berhadap-hadapan, al-Harits menanyai utusan itu: “Kepada siapa engkau diutus ?” Utusan itu menjawab: “Kami diutus kepadamu.” Dia bertanya : “Mengapa ?” Mereka menjawab : “Sesungguhnya Rasulullah saw telah mengutus al-Walid bin ‘Uqbah. Namun ia mengatakan bahwa engkau tidak mau menyerahkan zakat, bahkan bermaksud membunuhnya.” Al-Harits menjawab: “Demi Allah yang telah mengutus Muhammad dengan sebenar-benarnya, aku tidak melihatnya. Tidak ada yang datang kepadaku.”

Ketika mereka sampai di hadapan Rasulullah saw. bertanyalah beliau: “Mengapa engkau menahan zakat dan akan membunuh utusanku ?” Al-Harits menjawab: “Demi Allah yang telah mengutus engkau dengan sebenar-benarnya, aku tidak berbuat demikian.” Maka turunlah ayat ini (al-Hujurat: 6) sebagai peringatan kepada kaum Mukminin agar tidak hanya menerima keterangan dari sebelah pihak saja.

9. Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau dia Telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.
(al-Hujurat: 9)

Diriwayatkan oleh asy-Syaikhaan yang bersumber dari Anas bahwa Nabi saw. naik keledai pergi ke rumah ‘Abdullah bin Ubay (seorang munafik). Berkatalah ‘Abdullah bin Ubay: “Enyahlah engkau dariku ! Demi Allah, aku telah terganggu dengan bau busuk keledaimu ini.” Seorang Anshar berkata: “Demi Allah, keledainya lebih harum baunya daripada engkau.” Marahlah anak buah ‘Abdullah bin Ubay kepadanya, sehingga timbullah kemarahan pada keduabelah pihak, maka terjadilah perkelahian dengan menggunakan pelepah kurma, tangan, dan sandal. Maka turunlah ayat ini (al-Hujurat: 9) berkenaan dengan peristiwa tersebut, yang memerintahkan agar menghentikan peperangan dan menciptakan perdamaian.

Diriwayatkan oleh Sa’id bin Manshur dan Ibnu Jarir, yang bersumber dari abu Malik bahwa ada dua orang dari kaum Muslimin yang bertengkar satu sama lain. Kemudian marahlah para pengikut kedua kaum itu dengan menggunakan tangan dan sendal. Ayat ini (al-Hujurat: 9) turun sebagai perintah untuk menghentikan perkelahian dan menciptakan perdamaian.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim, yang bersumber dari as-Suddi bahwa seorang laki-laki Anshar yang bernama ‘Imran, beristrikan Ummu Zaid. Ummu Zaid bermaksud ziarah ke rumah keluarganya, akan tetapi dilarang oleh suaminya, bahkan dikurung di atas loteng. Ummu Zaid mengirim utusan kepada kelauarganya. Maka datanglah kaumnya menurunkannya dari loteng untuk dibawa ke rumah keluarganya.
Suaminya (‘Imran) meminta tolong kepada keluarganya. Maka datanglah anak-anak pamannya mengambil kembali istrinya dari keluarganya. Dengan demikian terjadilah perkelahian, pukul-memukul dengan menggunakan sendal untuk memperebutkan Ummu Zaid. Maka turunlah ayat ini (al-Hujurat: 9) berkenaan dengan peristiwa tersebut. Rasulullah saw. mengirim utusan kepada mereka untuk mendamaikan perselisihan mereka. Akhirnya merekapun tunduk kepada perintah Allah.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari al-Hasan bahwa perkelahian yang disebut dalam riwayat di atas, terjadi antara dua suku. Mereka dipanggil ke pengadilan, akan tetapi mereka membangkang. Maka Allah menurunkan ayat ini (al-Hujurat: 9) sebagai peringatan kepada orang-orang yang bertengkar agar segera berdamai.

Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Qatadah bahwa ayat ini (al-Hujurat: 9) turun berkenaan dengan dua orang Anshar yang tawar-menawar dalam memperoleh haknya. Salah seorang mereka berkata: “Aku akan mengambilnya dengan kekerasan, karena aku mempunyai banyak kawan. Sedangkan satunya lagi mengajak untuk menyerahkan keputusannya kepada Rasulullah saw. Orang itu menolak, sehingga terjadi pukul-memukul dengan sandal dan tangan, akan tetapi tidak sampai terjadi pertumpahan darah. Ayat ini (al-Hujurat: 9) memerintahkan supaya melawan orang yang menolak perdamaian.

11. Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri*** dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman**** dan barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.
(al-Hujurat: 11)

*** Jangan mencela dirimu sendiri maksudnya ialah mencela antara sesama mukmin karana orang-orang mukmin seperti satu tubuh.
**** panggilan yang buruk ialah gelar yang tidak disukai oleh orang yang digelari, seperti panggilan kepada orang yang sudah beriman, dengan panggilan seperti: Hai fasik, Hai kafir dan sebagainya.

Diriwayatkan di dalam kitab Sunan yang empat (sunanu Abi Dawud, sunanut Tirmidzi, sunanun Nasaa’i, sunanubni Majah) yang bersumber dari Abu Jubair adl-Dlahak. Menurut at-Tirmidzi hadits ini hasan. Bahwa seorang laki-laki mempunyai dua atau tiga nama. Orang itu sering dipanggil dengan nama tertentu yang tidak dia senangi. Ayat ini (al-Hujurat: 11) turun sebagai larangan menggelari orang dengan nama-nama yang tidak menyenangkan.

Diriwayatkan oleh al-Hakim, yang bersumber dari Abu Jubair bin adl-Dlahak bahwa nama-nama gelar di zaman jahiliyah sangat banyak. Ketika Nabi saw. memanggil seseorang degan gelarnya, ada orang yang memberitahukan kepada beliau bahwa gelar itu tidak disukainya. Maka turunlah ayat ini (al-Hujurat: 11) yang melarang memanggil orang dengan gelar yang tidak disukainya.

Diriwayatkan oleh Ahmad yang bersumber dari Abu Jubair bin adl-Dlahak bahwa ayat ini (al-Hujurat: 11) turun berkenaan dengan Bani Salamah. Nabi saw. tiba di Madinah pada saat orang-orang biasanya mempunyai dua atau tida nama. Pada suatu saat Rasulullah saw. memangil seseorang dengan salah satu namanya, tetapi ada yang berkata: “Ya Rasulullah. Sesungguhnya ia marah dengan panggilan itu.” Ayat,…wa laa tanaabazu bil alqoob.. (.. dan janganlah kamu panggil memanggil degan gelar-gelar yang buruk..) (al-Hujurat: 11) turun sebagai larangan memanggil orang dengan sebutan yang tidak disukainya.

12. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), Karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.
(al-Hujurat: 12)

Diriwayatkan oleh Ibnu Mundzir yang bersumber dari Ibnu Juraij bahwa ayat ini (al-Hujurat: 12) turun berkenaan dengan Salman al Farisi yang bila selesai makan, suka terus tidur dan mendengkur. Pada waktu itu ada orang yang menggunjing perbuatannya. Maka turunlah ayat ini (al Hujurat: 12) yang melarang seseorang mengumpat dan menceritakan keaiban orang lain.

13. Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
(al-Hujurat: 13)

Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersuber dari Ibnu Abi Mulaikah bahwa fat-hu Makkah (penaklukan kota Mekah), Bilal naik ke atas Ka’bah untuk mengumandangkan azan. Beberapa orang berkata: “Apakah pantas budak hitam ini azan di atas Ka’bah ?” Maka berkatalah yang lain: “Sekiranya Allah membenci orang ini, pasti Dia akan menggantinya.” Ayat ini (al-Hujurat: 13) turun sebagai penegasan bahwa dalam Islam tidak ada diskriminasi, yang paling mulia adalah yang paling bertakwa.

Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asakir di dalam kitab Mbhamaat-nya (yang ditulis tangan oleh Ibnu Basykuwal), yang bersumber dari Abu Bakr bin Abin Dawud di dalam tafsir-nya bahwa ayat ini (al-Hujurat: 13) turun berkenaan dengan Abu Hind yang akan dikawinkan oleh Rasulullah saw. kepada seorang wanita Bani Bayadlah. Bani Bayadlah berkata: “Wahai Rasulullah, pantaskah kalau kami mengawinkan putri-putri kami kepada bekas budak-budak kami ?” Ayat ini (al-Hujurat: 13) turun sebagai penjelasan bahwa dalam Islam tidak ada perbedaan antara bekas budak dan orang merdeka.

17. Mereka merasa Telah memberi nikmat kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah: “Janganlah kamu merasa Telah memberi nikmat kepadaku dengan keislamanmu, Sebenarnya Allah, dialah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjuki kamu kepada keimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar.”
(al-Hujurat: 17)

Diriwayatkan oleh ath-Thabarani dengan sanad yang hasan, yang bersumber dari ‘Abdullah bin Abi Aufa. Diriwayatkan pula oleh al-Bazzar dari Sa’id bin Jubair yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas. Dan diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari al-Hasan, disebutkan bahwa peristiwa tersebut terjadi pada waktu fat-hu Makkah. Bahwa sebagian bangsa Arab berkata: “Wahai Rasulullah. Kami beriman dan tidak memerangi tuan, akan tetapi suku yang lain memerangi tuan.” Ayat ini (al-Hujurat: 17) turun melukiskan sifat-sifat orang yang merasa berjasa karena masuk Islam.

Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad yang bersumber dari Muhammad bin Ka’b al-Qurazhi bahwa pada tahun ke-9 Hihjriyah sepuluh orang dari Bani Asad menghadap Rasulullah saw. diantaranya terdapat Thulaihah bin Kuwailid. Pada waktu itu Rasulullah saw. sedang berada di masjid bersama para shahabatnya. Berkatalah juru bicara mereka: “Ya Rasulullah, kami percaya bahwa tidak ada tuhan melainkan Allah Yang Maha Tunggal, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan sesungguhnya tuan adalah Hamba dan utusan-Nya. Kami datang menghadap tuan, walaupun tuan belum pernah mengirim utusan kepada kami, dan kami bertanggung jawab atas orang-orang yang ada di belakang kami.”
Ayat ini (al-Hujurat: 17) turun berkenaan dengan peristiwa tersebut, yang melukiskan orang-orang yang merasa berjasa, dan karenanya mereka merasa berhak mendapat balas jasa.

Diriwayatkan oleh Sa’id bin Manshur di dalam Kitab Sunan-nya, yang bersumber dari Sa’id bin Jubair bahwa segolongan orang Arab dari Bani Asad menghadap Nabi saw. sambil berkata: “Kami datang kepada tuan untuk masuk Islam. Kami tidak pernah memerangi tuan.” Allah menurunkan ayat ini (al-Hujurat: 17), yang melukiskan adanya orang-orang yang menuntut balas jasa karena merasa berjasa telah masuk Islam.

Sumber: Asbabun Nuzul, KHQ Shaleh dkk