Zat warna alam natural dyes identik dengan zat warna yang diperoleh dari

Oleh: Aruna Bagas Kurniadi

Apa yang pertama kali terbesit di pikiran Anda mengenai warna? Apakah Anda bisa membayangkan warna baru yang belum pernah dieksplorasi? Pewarna, dalam sistem biologi merupakan sintesa dan hasil akumulasi atau ekskresi dari sel hidup. Secara teori, semua pigmen biologis yang stabil dapat digunakan sebagai pewarna, baik untuk kepentingan bioteknologi, pewarna makanan, maupun dalam skala industri. Sintesa warna dari pigmen biologis bisa berasal dari oksidasi, penambahan berbagai reagen tertentu, atau langsung diekstrak dari organ. Sebagai contoh, klorofil hijau merupakan senyawa pewarna alami yang memiliki pigmen hijau-kelabu phaeophytin yang diekstrak dari tanaman hijau. Indigo, atau bisa disebut sebagai tanaman pewarna alami, mampu memberikan warna kebiruan saat dilakukan proses ekstraksi dengan cara hidrolisis dan oksidasi4.

Pernahkah Anda membaca liputan mengenai pemakaian pewarna tekstil dalam bahan makanan? Ya, dewasa ini semakin banyak pewarna kimiawi yang memiliki berbagai fungsi, baik berupa pewarna tekstil, pewarna makanan, bahkan pewarna sel untuk memperjelas pengamatan melalui mikroskop. Semua pewarna itu tentu memiliki bahan yang berbeda-beda. Namun, mengapa kita perlu kembali ke warna alam? Pada kasus ini, kami menitikberatkan pada pewarna makanan, karena tentu saja, Anda sudah makan makanan berwarna hari ini.

Pada tahun 2008, Center for Science in the Public Interest (CSPI) yang berbasis di Washington, DC mengajukan petisi kepada Food and Drug Administration (FDA) untuk melarang penggunaan beberapa pewarna makanan buatan akibat adanya hubungan dengan masalah perilaku pada anak-anak3. Dua tahun kemudian, CSPI menerbitkan laporan Food Dyes: A Rainbow of Risks, untuk menyimpulkan sembilan pewarna buatan yang telah diterima di Amerika Serikat bahwa pewarna tersebut memiliki potensi karsinogenik, menyebabkan reaksi hipersensitivitas dan masalah perilaku, atau perlu berbagai tes tambahan2.

Pewarna buatan turunan dari minyak ditemukan di ribuan makanan. Seperti sereal sarapan, permen, kudapan, minuman, vitamin, dan berbagai produk lain yang menyasar anak-anak. Bahkan, jeruk segar dicelupkan dalam pewarna buatan untuk memberikan warna yang lebih cerah dan seragam, kata Michael Jacobson, direktur eksekutif CSPI1.

Terlepas dari berbagai kemungkinan bahaya yang ditimbulkan dari pewarna buatan, alam sudah menyediakan berbagai keajaiban tersembunyi dan dengan sedikit eksplorasi saja, kita bisa memiliki berbagai manfaat tak terbatas, salah satunya yaitu pewarna. Terdapat berbagai tanaman yang secara alamiah identik dengan warna, seperti kunyit dengan warna kuning, suji dengan warna hijau, dan tentunya Anda bisa menyebutkan lebih banyak lagi. Tidak hanya tanaman, krustasea atau udang-udangan juga mampu memberikan warna soft pastel yang menarik. Warna menjadi sebuah komoditas tersendiri karena memiliki daya pikat dan meningkatkan keterterimaan dari konsumen. Maka dari itu, pemanfaatan tanaman sekitar Anda sebagai sumber pewarna makanan alami sangat potensial. Salah satu cara termudah untuk mendapatkan warna dari bahan alami yaitu dengan cara menghaluskan bagian tanaman kemudian disaring. Warna hijau didapatkan dari merebus bayam dengan sedikit air, dibiakan hingga sedikit lunak. Apabila sudah dingin, bayam dan air rebusan dimasukkan dalam food processor hingga halus. Selanjutnya larutan yang didapatkan disaring dan dimasukkan ke dalam botol kaca. Proses yang lebih sederhana dapat dilakukan untuk mendapatkan warna merah, ubi bit merah dimasukkan ke dalam food processor dan ditambahkan sedikit air. Larutan yang diperoleh kemudian disaring. Selain itu, warna kuning dapat diperoleh dari memasukkan bubuk kunyit ke dalam air di panci, aduk sedikit, kemudian biarkan mendidih. Setelah itu, matikan api dan biarkan dingin. Warna kuning yang diperoleh akan nampak elegan dalam botol kaca setelah larutan disaring. Pewarna alami ini dapat digunakan hingga 4-6 minggu. Untuk mendapatkan warna yang lebih beragam, dapat mencampurkan beberapa porsi dari warna-warna tadi.

Pewarna alami untuk makanan memiliki berbagai keunggulan, diantaranya: 1. Tidak memberikan rasa maupun aroma tambahan, karena hanya diperlukan sedikit cairan pewarna untuk memberikan kesan yang lembut, 2. Mudah didapatkan, apakah Anda kesulitan mencari sayuran hijau di pasar terdekat Anda?, 3. Kepercayaan konsumen meningkat, penggunaan pewarna alami merupakan sebuah tambahan cerdik dalam proses pemasaran. Konsumen akan dengan mudah memilih produk dengan pewarna alami daripada pewarna sintetis yang sangat mencolok. Jadi, apakah Anda akan kembali ke alam dalam memilih dan menggunakan pewarna makanan? Hanya Anda yang mampu menjawabnya.

Referensi :

1C.Potera.2010. Diet and Nutrition: The Artificial Food Dye Blues. Environ Health Perspect. 118(10). doi: 10.128910.1289/ehp.118-a428.

2CSPI. 2010. Food Dyes: A Rainbow of Risks. Washington, DC: Center for Science in the Public Interest; 2010. Available: http://tinyurl.com/2dsxlvd.

3CSPI. 2008. Petition to Ban the Use of Yellow 5 and Other Food Dyes, in the Interim to Require a Warning on Foods Containing these Dyes, to Correct the Information the Food and Drug Administration Gives to Consumers On the Impact of These Dyes on the Behavior of Some Children, and to Require Neurotoxicity Testing of New Food Additives and Food Colors. Washington, DC: Center for Science in the Public Interest; Available: http://tinyurl.com/yk9ghx8.

4G.A.F. Hendry and J.D. Houghton (ed). 1996. Natural Food Colorants. Blackie Academic and Professional. London,Page 2, 10.

Batik Indonesia memang sudah cukup terkenal di kancah internasional, baik dalam bentuk kain ataupun seni. Batik juga dikenal sebagai pola dan hiasan yang kompleks. Jenis pewarna yang digunakan untuk batik pun sangat beraneka ragam.

Jauh sebelum kemunculan pewarna sintetis, para pengrajin batik menggunakan berbagai jenis tumbuhan sebagai bahan pewarna alami batik. Jika dilihat dari segi variasi, kepraktisan dan ketahanan warna, jenis pewarna sintetis memang lebih unggul. Namun, ketika kita mempertimbangkan kelestarian lingkungan dan efek pewarna buatan dalam jangka panjang, memilih pewarna alami adalah pilihan yang tepat.

Variasi warna dari bahan-bahan alami saat itu pun masih sangat terbatas, diantaranya yaitu hitam, putih, biru dan cokelat. Warna-warna tersebut diperoleh dari ekstraksi bagian tumbuhan seperti daun, bunga, biji, buah, kulit kayu, batang, akar dan getahnya. Agen pewarnaan alami ini sudah digunakan sejak abad 17.

Zat warna alam natural dyes identik dengan zat warna yang diperoleh dari

Warna yang diperoleh dari tumbuh-tumbuhan ini disebut dengan warna batik Jawa Tradisional. Setiap warna menyimpan makna khusus yang dikaitkan dengan budaya spiritual dan nilai-nilai kehidupan masyarakat Jawa. Seperti halnya warna biru-hitam yang melambangkan keabadian, putih sebagai lambang cahaya kehidupan dan merah-soga yang memberikan arti kebahagiaan.

Warna cokelat yang disebut juga dengan istilah ‘soga’ atau ‘soga Jawa’, terbuat dari kombinasi tiga spesies tanaman yaitu kulit kayu tinggi, kulit kayu jambal dan batang tegeran. Ketiga bahan tersebut dicampur dengan komposisi yang pas sehingga menghasilkan warna coklat yang identik. Warna biru atau warna ‘wedel’ yang diperoleh dari daun tanaman Indigofera. Sedangkan warna hitam diperoleh dari campuran warna cokelat dan biru dengan perbandingan tertentu.

Penggunaan jenis pewarna alami ini akan menghasilkan intensitas warna yang berbeda pada setiap jenis kain. Hal ini disebabkan oleh warna dasar dan daya serap material kain yang juga berbeda. Nah, berikut ini jenis-jenis tumbuhan yang sering digunakan untuk pewarna alami batik tradisional:

1.       Tanaman Andong (Cardyline fruticosa) untuk warna coklat alami

Andong merupakan jenis tanaman hias yang sangat mudah untuk kita temukan. Tumbuhan dengan nama latin Cardyline fruticosa dapat digunakan sebagai pewarna coklat alami.

Zat warna alam natural dyes identik dengan zat warna yang diperoleh dari

Sumber: https://www.tokopedia.com/

Di Indonesia, tanaman andong memiliki nama daerah yang berbeda-beda. Mulai dari Hanjuang (Sunda), linjuang (Medan), tumjuang (Palembang), andong (Jawa), penjuang (Dayak), kayu urip (Madura), ending (Bali) dan lain sebagainya.

Kandungan bahan kimia pada tanaman andong juga bermanfaat sebagai antiswelling (menghilangkan bengkak karena memar), pereda nyeri lambung, ulu hati, gangguan menstruasi, batuk berdarah, TBC dan masih banyak lagi.

2.       Pohon Avokad (Persea americana mill) untuk warna coklat muda

Tak hanya terkenal karena daging buahnya yang lembut, pohon alpukat atau avokad terutama bagian daunnya juga dapat digunakan sebagai sumber pewarna alami coklat muda yang lebih pekat dibandingkan pohon andong.

Zat warna alam natural dyes identik dengan zat warna yang diperoleh dari

Sumber: https://borneo24.com/

Dalam ilmu kesehatan, daun alpukat bisa dijadikan obat darah tinggi dan obat diuretic (peluruh kencing). Daun dan kulit ranting Persea americana mill memiliki efek farmakologis diantaranya sebagai obat batuk, pelancar haid, dan anti bakteri.

3.       Pohon cengkeh (Eugenia aromatika O.K.) untuk warna coklat pekat

Cengkeh merupakan salah satu komoditas pertanian Indonesia yang memiliki banyak manfaat. Mulai dari bumbu dapur, penambah aroma untuk nastar, campuran rokok hingga bahan minyak cengkeh yang berwarna merah dan bersifat panas.

Zat warna alam natural dyes identik dengan zat warna yang diperoleh dari

Sumber: https://www.cnnindonesia.com/

Dalam dunia pewarnaan alami batik, biji cengkeh sering digunakan sebagai material untuk mendapatkan warna coklat pekat.

4.       Pohon Jambu biji untuk warna coklat

Pohon jambu biji adalah jenis tanaman perdu yang mampu mencapai tinggi 10-20meter dengan diameter batang 25-30cm. Tumbuhan ini bisa kita temukan hampir di seluruh wilayah Nusantara dengan ketinggian 1500meter diatas permukaan laut. Biasanya batang pohon jambu hanya dimanfaatkan untuk kayu bakar karena bentuknya yang pendek dan bengkok.

Zat warna alam natural dyes identik dengan zat warna yang diperoleh dari

Sumber: https://www.muradmaulana.com/

Namun di daerah Palembang, kulit dari batang pohon ini diolah menjadi zat warna alam penghasil warna coklat untuk mewarnai benang dan kain.

5.       Pohon Jati untuk warna kuning coklat

Berbicara tentang pohon jati, fakta pertama yang muncul adalah salah satu jenis kayu sekaligus bahan furniture yang berkualitas dengan nilai jual tinggi. Batang pohonnya lurus dan dapat mencapai tinggi 50-70meter dengan diameter batang 30-60cm saat dewasa. Nilai ekonomis yang tinggi dari pohon jati tak lepas dari sifat batangnya yang kuat dan tahan terhadap serangan hama.
Kulit pohon jati juga bermanfaat untuk obat radang, sedangkan daunnya dapat digunakan sebagai obat kolera (diare akibat infeksi bakteri).

Zat warna alam natural dyes identik dengan zat warna yang diperoleh dari

Sumber: https://www.lazada.co.id/

Dalam dunia pewarnaan kain, daun jati muda yang lebar dan besar bisa diolah menjadi zat berwarna coklat kemerahan. Di Yogyakarta, daun jati diaplikasikan sebagai pewarna makanan khas daerahnya, yaitu gudeg. Disamping itu, kulit dan akar jati juga berperan sebagai pewarna untuk bahan anyaman yang menghasilkan warna kuning cokelat.

Itulah beberapa jenis tanaman penghasil zat pewarna alami yang sering dipakai dalam pewarnaan batik. Eits, nggak cuma jenis tanaman itu aja lho. Masih banyak sumber pewarna alami yang jumlahnya melimpah ruah dan sangat mudah ditemukan.

Tunggu artikel selanjutnya ya, Sobat!