Upacara duka yang diiringi dengan alat musik tradisional suling dari toraja adalah upacara

Upacara duka yang diiringi dengan alat musik tradisional suling dari toraja adalah upacara
Seorang pria Bali menarikan tarian Baris saat menggelar upacara Pelebon Agung (Ngaben) Ida I Dewa Agung Istri Putra di Klungkung, Bali, 29 Juni 2014. (Photo by Agung Parameswara/Getty Images)

TEMPO.CO, Jakarta - Berbagai suku di Indonesia memiliki keyakinan kematian adalah jalan menuju kekekalan. Untuk itu butuh bekal agar statusnya tinggi di alam baka. Bahkan digelar ritual khusus, yang bertujuan memuliakan jenazah agar layak berkumpul dengan para leluhur. Tradisi upacara kematian ini megah dan meriah. Bahkan menjadi atraksi untuk menarik wisatawan. Berikut upacara kematian yang lokasinya berada di destinasi wisata utama di Indonesia.

Rambu Solo

Upacara kematian Rambu Solo digelar oleh warga Tana Toraja – sebuah wilayah sejauh 300-an kilometer dari Makassar, Sulawesi Selatan. Mereka berkeyakinan, orang yang meninggal dunia tidak mati bila belum diupacarakan. Mereka hanya lemah atau sakit, warga Toraja biasanya masih mengajak berbicara, memberi makan dan minum, dan dibaringkan di tempat tidur.

Mereka yang meninggal adalah yang sudah melalui tahap upacara. Usai diupacarakan mereka menuju ke Puya, tempat keabadian para leluhur yang berlokasi di selatan bumi. Prosesi Rambu Solo menentukan status orang yang mati: sebagai arawah gentayangan (bombo), tingkat dewa (to membali puang), arwah yang menjadi dewa pelindung (deata).

Rambu Solo juga merupakan penghormatan bagi yang masih hidup kepada yang meninggal dunia. Anak-anak dari keluarga yang meninggal, menyembelih kerbau bule (tedong bonga) – yang seekornya bisa mencapai Rp50 juta.

Kerbau yang akan disembelih itu, diadu terlebih dahulu dalam tradisi mappasilaga tedong atau tedong silage (adu kerbau). Sementara kerbau yang akan disembelih atau biasa disebut ma’ tinggoro tedong adalah kerbau pilihan. Setelah disemeblih bersama babi-babi yang jadi persembahan, daging itu dimasak dan dikonsumsi oleh warga seluruh kampung.

Salah satu acara di hari terakhir berupa Ma'badong, para penari (Pa'badong) membentuk lingkaran dan saling menautkan kelingking berbentuk lingkaran. Mereka menari sambil membacakan syair mengenai biografi orang yang mati, berkisah masa kecil hingga meninggal, kebaikannya dan cerita mengenai alam.

Upacara duka yang diiringi dengan alat musik tradisional suling dari toraja adalah upacara
Anggota keluarga duka melakukan tari ma'badong saat prosesi ma'pasonglo di Alang-alang, Toraja Utara, Sulawesi Selatan, 26 Desember 2017. Ma'pasonglo merupakan salah satu rangkaian upacara kematian Rambu Solo. ANTARA

Tarian Ma'badong ini digelar berjam-jam, bahkan dalam kasus tertentu dilakukan secara estafet tiga hari tiga malam.

Rante merupakan puncak prosesi Rambu Solo, yang helat di lapangan khusus. Ritual yang terdapat dalam Rante, berupa mabalun ma’tudan (pembungkusan jenazah), ma’roto (memberi ornamen emas dan perak pada peti), ma’popengkalo alang (pemindahan dan penurunan peti jenazah dari tongkonan ke La’ Kian), dan ma’palao (proses membawa peti jenazah ke tempat peristirahatan terakhir).

Ritual mengantar jenazah ke pemakaman menjadi atraksi yang menarik. Para pelayat bersama-sama memegang kain panjang berwarna merah. Bila dilihat dari atas seperti selendang panjang merah. Jenazah lalu dimasukkan ke dalam tebing batu.

Ngaben

Bagi pemeluk Hindu di Bali, jenazah tidak dimakamkan namun dikremasi. Prosesi kremasi itu melalui upacara yang disebut Ngaben. Upacara ini kerap dilakukan dengan begitu megah. Dengan iring-iringan banyak orang dan hiasan yang megah. Ngaben bertujuan sebagai bentuk pelepasan roh atau Sang Atma dari belenggu duniawi. Pada tahap selanjutnya, pelepasan ini menjadi sarana untuk mempermudah roh untuk bersatu dengan Tuhan (Mokshatam Atmanam).

Tujuan berikutnya, adalah dengan mengembalikan segala unsur Panca Maha Bhuta, yakni lima unsur pembentuk manusia seperti unsur padat seperti tulang, daging, kuku. Apah yang merupakan unsur cair, bayu atau unsur udara. Teja, unsur panas, serta Akasa yang merupakan unsur ether yang keberadaannya memunculkan rongga pada tubuh manusia.

Tujuan terakhir dari pelaksanaan upacara ngaben adalah sebagai simbolisasi dari pihak keluarga. Ketika melakukan upacara ngaben, itu tandanya bahwa pihak keluarga yang telah ditinggalkan, telah ikhlas dengan kepergian jenazah.

Terdapat lima ritual Ngaben, pertama Ngaben sawa wedana. Ritual ini jenazah tak dimakamkan, namun dibaringkan selama tiga sampai tujuh hari setelah waktu meninggalnya. Pada waktu khusus, ada pula pelaksanaan ngaben sawa wedana yang dilakukan satu bulan setelah waktu meninggal jenazah. Agar jenazah tak mengalami proses pembusukan, masyarakat Bali menggunakan ramuan khusus. Saat menunggu upacara, mereka diperlakukan sebagaimana orang sedang istirahat.

Dua, Ngaben asti wedana merupakan upacara yang melibatkan jenazah yang pernah dikubur. Sebelum pelaksanaannya, dilakukan terlebih dulu ritual ngagah yang merupakan cara pengambilan tulang belulang sisa dari jenazah. Tiga, Swasta, tradisi Ngaben tanpa melibatkan jenazah di dalamnya. Pelaksanaannya biasanya terjadi karena hal yang tidak memungkinkan, seperti ketika jenazah tak ditemukan karena kecelakaan, meninggal di luar negeri, dan lain-lain.

Upacara duka yang diiringi dengan alat musik tradisional suling dari toraja adalah upacara
Sebuah patung lembu berisi jenazah mulai dibakar saat upacara Pelebon atau Ngaben bagi keluarga Kerajaan Puri Ubud di Ubud, Gianyar, Bali, 8 Mei 2016. Patung lembu yang digunakan dalam proses kremasi dipercaya Umat Hindu sebagai kendaraan almarhum menuju nirwana atau surga. TEMPO/Johannes P. Christo

Sebagai ganti dari jenazah, biasanya digunakanlah kayu cendana yang sebelumnya telah dilukis serta diisi dengan aksara magis. Pelukisan dan pengisian tersebut merupakan representasi dari badan kasar atma jenazah yang bersangkutan. Keempat, Ngelungah, tradisi upacara Ngaben ngelungah dilakukan untuk anak yang belum mencapai waktu tanggal gigi. Kelima, Ngaben warak kruron secara khusus dilaksanakan untuk jenazah bayi yang keguguran.

Saur matua

Kesedihan tak harus ditampakkan dalam masyarakat Batak. Untuk itulah mereka bernyanyi di saat upacara kematian. Upacara kematian masyarakat Batak dibagi dalam usia. Untuk yang meninggal ketika masih dalam kandungan (mate di bortian) biasanya langsung dikubur. Upacara adat ditujukan kepasa bayi yang mati (mate poso-poso), mati saat anak-anak (mate dakdanak), mati saat remaja (mate bulung), dan mati saat sudah dewasa tapi belum menikah (mate ponggol).

Ritual kematian masyarakat Batak dilakukan sama halnya seperti acara pernikahan. Menampilkan alat musik berupa organ atau musik tradisional gondag untuk bernyanyi, menyembelih hewan, minum minuman tradisional seperti tuak.

Upacara duka yang diiringi dengan alat musik tradisional suling dari toraja adalah upacara
Saur Matua tradisi upacara kematian warga Batak, yang jauh dari kesedihan karena jenazah telah berhasil mendidik anak-anak mereka. Foto: @franata_damanik

Ternak yang disembelih untuk upacara kematian ini berupa kerbau atau sapi, yang akan disembelih oleh cellarage Batak (terkhusus Batak Toba). Di dalam perayaan Saur Matua melambangkan suka cita bukan duka. Hal ini berkaitan dengan usia orang yang telah meninggal. Orangtua yang meninggal biasanya sudah berhasil mendidik anak-anaknya sampai menikah dan hanya tinggal menunggu kematiannya dengan sukacita.

TODING., BERNA (2017) SULING LEMBANG DALAM UPACARA MANGRARA BANUA DI LEMBANG SANGBUA’ KECAMATAN KESU’ KABUPATEN TORAJA UTARA. Diploma thesis, UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR.

Upacara duka yang diiringi dengan alat musik tradisional suling dari toraja adalah upacara

Upacara duka yang diiringi dengan alat musik tradisional suling dari toraja adalah upacara

Preview

Text
SKRIPSI BERNA TODING.pdf

Download (21MB) | Preview

Abstract

ABSTRAK BERNA TODING. 2017. Suling Lembang Dalam Upacara Mangrara Banua di Lembang Sangbua’ Kecamatan Kesu’ Kabupaten Toraja Utara. Skripsi Fakultas Seni Dan Desain. Universitas Negeri Makassar. Penelitian ini bertujuan; (1) untuk memperoleh data tentang bagaimana fungsi Suling Lembang Dalam Upacara Mangrara Banua di Lembang Sangbua’ Kecamatan Kesu’ Kabupaten Toraja Utara, (2) untuk memperoleh data tentang bagaimana bentuk penyajian Suling Lembang Dalam Upacara Mangrara Banua di Lembang Sangbua’ Kecamatan Kesu’ Kabupaten Toraja Utara Penelitian ini pada dasarnya merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang memaparkan permasalahan sebagaimana adanya. Penelitian ini didesain berdasarkan metode deskriptif, yaitu suatu prosedur pemecahan masalah yang diselediki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan obyek yang sesuai fakta sebagaimana adanya, merupakan suatu usaha menelusuri berbagai data tentang suling lembang dalam acara mangrara banua dalam hal ini Suling Lembang Dalam Upacara Mangrara Banua di Kecamatan Sangbua’ Kabupaten Toraja Utara. Suling lembang adalah alat musik tiup yang terbuat dari bambu yang secara turun temurun alat ini digunakan pada pesta mangrara banua dalam kehidupan masyarakat Toraja. Fungsi suling lembang dalam upacara mangara banua yaitu pelengkap ritual, fungsi sebagai media hiburan, sebagai penjemputan tamu, dan sebagai media hiburan. Masyarakat Toraja percaya bahwa setiap suling lembang dibunyikan dalam upacara mangrara banua akan menjadi persembahan kepada puang matua untuk selalu memberikan berkat dan keselamatan. Bentuk penyajian suling lembang yaitu tidak ada syarat tertentu bagi para pemain suling lembang, baik perempuan maupun laki-laki. Suling lembang dalam penyajiannya akan dimainkan pada saat matahari telah naik atau tengah hari, karna masyarakat Toraja percaya puang matua memancarkan berkatNya pada saat matahari mulai terbit. Posisi pemain suling dalam penyajiannya berada di sebelah timur tongkonan seiring dengan terbitnya matahari. Kostum yang digunakan oleh pemain suling lembang yaitu menggunakan bayu pa’tannun (baju khas Toraja) manik kata, sarong, selendang, dan sepu’. Gerakan pemain suling lembang dalam penyajiannya berdiri/duduk memanjang atau berbaris memanjang serta mengoyangkan badan kekanan kekiri sambil menikmati lantunan bunyi dari suling lembang. Ritme yang biasanya digunakan oleh yaitu menyesuaikan pada not lagu yang dibunyikan. Contoh lagu yang digunakan yaitu marendeng marampa’ dengan ritme 4/4 dengan melodi unisono, harmoni disesuaikan dengan lagu, tempo yang digunakan yaitu kadang lambat kadang cepat sesuaikan dengan lagu yang dibawakan dengan dinamika piano dan forte.

Actions (login required)

Upacara duka yang diiringi dengan alat musik tradisional suling dari toraja adalah upacara
View Item