Unsur pokok teater yang bertugas mengkoordinasikan tiap bagian adalah

Dalam sebuah pementasan drama, perfilman atau lain halnya yang berhubungan dengan suatu pementasan pasti ada yang namanya sutradara. Sutradara mempunyai tugas mengkoordinasikan segala anasir pementasan, sejak latihan dimulai sampai dengan pementasan selesai. Sutradara mempunyai tugas sentral yang berat dalam sebuah pementasan tidak hanya akting para pemain yang diurusnya, tetapi juga kebutuhan yang berhubungan dengan artistik dan teknis. Musik yang bagaimana yang dibutuhkan, pentas seperti apa yang harus diatur, penyinaran, tata rias, kostum, dan sebagainya, semuanya diatur atas persetujuan sutradara. Oleh karena itu sutradara harus menguasai semuanya.

Penyutradaraan berhubungan dengan kerja sejak perencanaan pementasan, sampai pementasan berakhir. Dalam drama tradisional dan wayang sutradara “dalang”. Tugas sutradara drama modern melatih, mengkoordinasikan aktor/aktris, juga memimpin urusan unsur pentas seperti penata lampu, penata pentas, penata musik, penata rias, penata pakaian, dekorator, dan petugas lainnya. Harymawan menyatakan bahwa sutradara adalah karyawan teater yang bertugas mengkoordinasikan segala anasir teater, dengan paham, kecakapan, serta daya imajinasi yang inteligen guna menghasilkan pertunjukan yang berhasil.

3.2    Sejarah Timbulnya Sutradara

Dalam drama tradisional, kurang lebih dua abad yang lalu, belum ada sutradara. Dalam drama tradisional di Indonesia, masing-masing aktor bermain improvisasi. Yang ada hanyalah manajer dan produser. Dalam perkembangan kedudukan sutradara, beberapa kejadian penting dapat dicatat, yaitu sebagai berikut.

a.   

Pada saat Saxe Meiningen mendirikan rombongan teater di Berlin, pada tahun 1874-1890.. Saat itu dipentaskan 2591 drama di wilayah Jerman. Kemudian mengadakan tour ke seluruh Eropa. Dengan peristiwa itu, dirasa kebutuhan akan adanya sutradara yang mengkoordinasikan pementasan-pementasan..

b.    Gurdon Craig (1872), putra Ellen Terry mempelopori penyutradaraan sehingga namanya sangat terkenal. Sampai kini, nam Craig dipuja sebagai sutradara genius. Dia dinyatakan sebagai sutradara yang memaksakan gagasannya kepada aktor/aktris. Melalui dirinya diperkenalkan seniman teater baru yang disebut sutradara.

c.   

Constantin Stanilavsky (1863-1938) merupakan sutradara Rusia yang terbesar. Ia mendirikan “Moscow Art Theater”. Dengan penyutradaraannya, dihilangkan sistem bintang, dan ia merupakan pelopor penyutradaraan yang mementingkan sukma.

Sebelum membahas lebih jauh tentang tugas-tugasnya, maka sutradara harus mengerti hal-hal yang berhubungan dengan pementasannya, misalnya:

1.    Arti pementasann dan mengapa kontruksi pementassan harus disusun rapi.

2.    Mengerti sikap karakter dan juga peranannya di dalam pementasan.

3.    Mengerti bagaimana scene yang dibutuhkan, kostum, dan peralatan lampu yang sesuai.

4.    Mengerti latar belakang pengarang naskah, periode pementasan, gambaran lingkungan dan juga gambarab audience yang akan menyaksikan.

5.    Mampu menyadar kata dan ungkapan yang usang, sehingga dipahami penonton.

6.    Mampu menghadirkan lakon sesuai dengan waktu dan tempat pementasan, sehingga suasana hakiki dapat dihayati.

7.    Mampu menghadirkan image visual atau image kunci dengan dekorasi yang menggambarkan suasana yang sesuai.

Menurut Fran K. Whitting ada tiga macam tugas utama dari seorang sutradara, yaitu: merencanakan produksi pementasan, memimpin latihan aktor, dan aktris, dan mengorganisasi produksi. Dalam hal in, sutradara bertindak sebagai artis, guru dan eksekutif.

3.3.1        Merencanakan Produksi

Sutradara haruslah mampu menangkap pesan dan tema naskah tersebut, nada dan suasana drama secara menyeluruh juga harus dipahami. Untuk menjadi seorang sutradara, seorang harus mempersiapkan diri melalui latihan yang cukup serius, memahami akting dan memahami cara melatih akting dan memahami seluk beluk perwatakan sebagai dimensi dalam diri seorang peran.

Untuk memimpin pementasan drama besar, sebaiknya seorang calon sutradara mulai dengan berlatih memimpin drama yang sederhana, dengan latar belakang waktu masa kini yang tidak membutuhkan berbagai persiapan rumit. Mempersiapkan calon aktor secara seksama dapat dilakukan sebelum casting ditentukan, sutradara harus mempertimbangkan secara masak dan dewasa, dari berbagai segi tentang penunjukkan aktor atau aktris. Di samping menyesuaikan dengan karakternya, baik secara psikologis, sosiologis maupun fisiologis, maka faktor kecerdasan, kemudian latihan dan faktor kepribadian calon pemimpin harus mendapat perhatian.

Untuk suatu naskah tertentu, sutradara dengan kondisi pemain yang dipilih, dapat memperkirakan beberapa kali latihan yang dibutuhkan. Dengan demikian,dapat dibuat time-schedule yang terperinci. Jika waktu pementasan sudah ditentukan, maka time-schedule ini dapat lebih bersifat pasti.

Pemilihan aktor-aktris biasanya disebut casting, yaitu sebagai berikut:

1.        Casting by Ability: pemilihan peran berdasar kecakapan atau kemahiran yang sama atau mendekati peran yang dibawakan. Kecerdasan seseorang memegang peranan penting dalam membawakan peran yang sulit dan dialognya panjang. Tokoh utama suatu lakon di samping persyaratan fisik dan psikologi juga dituntut memiliki kecerdasan yang cukup tinggi, sehingga daya hafal dan daya tanggap yang cukup cepat.

2.        Casting to Type: pemilihan pemeran berdasarkan atas kecocokan fisik sipemaian. Tokoh tua dibawkan oleh orang tua, tokoh pedagang dibawakan oleh orang yang berjiwa dagang, dan sebagainya.

3.        Anty type Casting: pemilihan pemeran bertentangan dengan watak dan ciri fisik yang dibawakan. Sering pula disebut educational casting karena bermaksud mendidik seseiorang memerankan watak dan tokoh yang berlawanan dengan wataknya sendiri dan ciri fisiknya sendiri.

4.        Casting to emotional temperament: pemilihan pemeran berdasarkan observasi kehisupan pribadi calon pemeran. Meraka yang memiliki banyak kecocokan denga peran yang dibawakan dalam hal emosi dan temperamennya, akan terpilih membawakan tokoh itu. Pengalaman masa lalu dalam hal emosi akan memudahkan pemeran tersebut dalam menghayati dan menampilkan dirinya sesuai dengan tuntutan cerita. Temperamen yang cocok akan membantu proses penghayatan diri peran yang dibawakan.

5.        Therapeutic Casting: pemilihan pemeran dengan maksud untuk penyembuhan terhadap ketidakseimbangan psikologis dalam diri seseorang. Biasanya watak dan temperamen pemeran bertentangan dengan tokoh yang dibawakan. Misalnya, orang yang selalu ragu-ragu, harus berperan sebagai orang yang tegas, cepat memutuskan sesuatu. Seorang yang curang, memerankan tokoh yang jujur atau penjahat berperan sebagi polisi. Jika kelaianan jiwa cukup serius, maka bimbingan khusus sutradara akan membantu proses therapeutic itu.

Untuk dapat memilih pemeran dengan tepat, maka hendaknya pelatih drama membuat daftar yang berisi inventarisasi watak pelaku yang harus dibawakan, baik secara psikologis maupun sosiologis. Watak pelaku harus dirumuskan secara jelas. Sebab hanya dengan begitu, dapat dipilih pemeran lakon dengan lebih cepat. Dalam pementasan, aktor-aktris harus ber-Akting.

Periode latihan dapat dibagi menjadi empat periode besar, yaitu:

1.        Latihan pembacaan teks drama

2.        Latihan blocking (pengelompokkan)

3.        Latihan action atau latihan kerja teater.

4.        Pengulangan dan pelancaran terhadap semua yang telah dilatih.

Latihan untuk aktor ini, berhubungan dengan pembinaan akting, blocking, crossing pemain, penyesuaian dengan teknis pentas, pemyesuaian dengan teknis pentas, dengan musik, sound system. Pembinaan aktor juga menyangkut teknik muncul, teknik menekankan isi. Teknik progresi dan teknik membina puncak.

Rendra (dalam Waluyo, 2002) mengemukakan sebelas langkah dalam menciptakan peran, yaitu

1.        Mengumpulkan tindakan-tindakan pokok yang harus dilakukan oleh sang peran dalam drama itu.

2.        Mengumpulkan sifat-sifat watak sang peran, kemudian dicoba dihubungkan dengan tindakan-tindakan pokok yang harus dikerjakannya, kemudian ditinjau, manakah yang harus ditonjolkan sebagai alasan untuk tindakan tersebut.

3.        Mencari dalam naskah, pada bagian mana sifat-sifat pemeran itu harus ditonjolkan.

4.        Mencari dalam naskah, ucapan-ucapan yang hanya memiliki makna tersirat untuk diberi tekanan lebih jelas, hingga maknanya lebih tersembul keluar.

5.        Menciptakan gerakan-gerakan air muka, sikap, dan langkah yang dapat mengekspresikan watak tersebut di atas.

6.        Menciptakan timing atau aturan ketepatan waktu yang sempurna, agar gerakan-gerakan dan air muka sesuai dengan ucapan yang dinyatakan.

7.        Memperhitungkan teknik, yaitu penonjolan terhadap ucapan serta penekanannya, pada watak-watak sanga peran itu.

8.        Merancang garis permainan yang sedemikian rupa, sehingga gambaran tiap perincian watak-watak itu, diasjikan dalam tangga menuju puncak, dan tindakan yang terkuat dihubungkan dengan watak yang terkuat pula.

9.        Mengusahakanagar perencanaan tersebut tidak berbenturan dengan rencana (konsep) penyutradaraan.

10.    Menetapkan bussiness dan blocking yang sudah ditetapkan bagi sang peran dan diusahakan dihapaagar menjadi kebiasaan oleh sang peran.

11.    Menghayati dan menghidupkan peran dengan imajnasi dengan jalan pemusatan perhatian pada pikiran dan perasaan peran yang dibawakan.

Di atas telah dijelaskan tugas pokok dari seorang sutradara teater, yaitu mengkoordinasikan segala anasir pementasan, sejak latihan dimulai hingga pementasan selesai. Tidak hanya akting dari pemain yang harus diperhatikan tetapi juga kebutuhan yang berhubungan dengan artistik, manajemen dan teknis. Untuk itu Waluyo (2002, 36—37) menjelaskan ada beberapa tipe sutradara berdasarkan cara memengaruhi jiwa pemain, cara melatih pemain, dan cara penyutradaraan.

1)        Berdasarkan cara memengaruhi jiwa pemain, ada dua tipe sutradara yakni sebagai berikut.

a.    Sutradara Teknikus yang mementingkan sisi luar yang bergemerlapan.

b.    Sutradara Psikolog Dramataik, yang mementingkan penggambaran watak secara psikologis dan tidak begitu menghiraukan faktor-faktor teknis atau luar. Tipe sutradara inilah yang banyak dianut oleh sutradara saat ini. Pelopor dari teknik penyutradaan ini dipelopori oleh Constantin Stanislavsky dan Ricard Boleslavsky. Konflik-konflik kejiwaan lebih ditonjolkan daripada hal-hal yang menyangkut fisik dan artistik.

2)        Berdasarkan cara melatih pemain, ada tiga tipe sutradara yakni sebagai berikut.

a.    Sutradara Interpretator, tipe sutradara ini hanya berpegang pada interpretasinya terhadap naskah secara kaku.

b.    Sutradara Kreator, tipe sutradara ini lebih kreatif menciptakan variasi baru dalam setiap pengolahan aktor yang dilakukan.

c.    Gabungan dari Interpretator dan Kreator. Tipe sutradara ketiga ini dianggap lebih baik daripada dua tipe sebelumnya karena mampu menggabungkan teknik melatih aktor secara taktis dan penuh pengembangan.

3)        Berdasarkan cara penyutradaraan, ada dua tipe yakni sebagai berikut.

a.    Sutradara Diktator (Gordon Craig), tipe sutradara ini terkesan kaku dan memaksakan semua langkah aktor sesuai ketentuan dari sutradara bersangkutan.

b.    Sutradara Demokratis (Laissez Faire), tipe sutradara ini lebih memberikan kebebasan kepada para pemainnya untuk menciptakan permainan dan peranan sutradara sebagai supervisor yang membiarkan pemain melakukan proses kreatif.

Aktor dan aktris merupakan pelaksana pementasan yang membawakan ide cerita langsung di hadapan publik. Untuk menjadi aktor yang baik dan memiliki kemampuan mumpuni diperlukan proses latihan yang cukup panjang. Keterbukaan jiwa untuk menerima peran yang baru merupakan syarat yang dapat mempermudah seseorang berperan dengan baik. Metode akting yang sesuai dengan masa kini adalah metode yang mementingkan latihan sukma atau latihan psikologis. Pemilihan pemeran yang tetap, tentu akan lebih membantu keberhasilan sebuah pementasan teater.