Siapa yang meriwayatkan hadits yang menyebutkan tentang Barangsiapa yang menghafal Asmaul Husna maka dia akan masuk surga?

Allah subhanahu wa ta’ala memiliki nama-nama yang indah. Di dalam bahasa Arab disebut dengan Asmaul Husna (الأَسْمَاءُ الْحُسْنَى). Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

{ وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ }

Artinya: “Hanya milik Allah Asmaul Husna. Oleh karena itu, bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asmaul Husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS Al-A’râf : 180)

Untuk mengenal nama-nama tersebut haruslah merujuk kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Al-Qur’an adalah kalamullah (perkataan Allah). Allah lebih tahu tentang diri-Nya daripada seluruh makhluk-Nya. Begitu pula dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau lebih tahu tentang Allah daripada seluruh manusia.

Ada beberapa permasalahan yang sangat menarik untuk dibahas ketika kita berbicara tentang penyimpangan Asmaul Husna ini. Penulis rinci dengan membuat sub-sub judul berikut.

Asmaul Husna

  1. Ar Rahman (الرحمن) : Maha Pengasih
  2. Ar Rahiim (الرحيم) : Maha Penyayang
  3. Al Malik (الملك) : Maha Merajai
  4. Al Quddus (القدوس) : Maha Suci
  5. As Salaam (السلام) : Maha Memberi Kesejahteraan
  6. Al Mu`min (المؤمن) : Maha Memberi Keamanan
  7. Al Muhaimin (المهيمن) : Maha Mengatur
  8. Al Aziz (العزيز) : Maha Perkasa
  9. Al Jabbar (الجبار) : Memiliki Mutlak Kegagahan
  10. Al Mutakabbir (المتكبر) : Maha Megah
  11. Al Khaliq (الخالق) : Maha Pencipta
  12. Al Baari (البارئ) : Maha Melepaskan
  13. Al Mushawwir (المصور) : Maha Membentuk Rupa
  14. Al Ghaffaar (الغفار) : Maha Pengampun
  15. Al Qahhaar (القهار) : Maha Memaksa
  16. Al Wahhaab (الوهاب) : Maha Pemberi Karunia
  17. Ar Razzaaq (الرزاق) : Maha Pemberi Rezeki
  18. Al Fattaah (الفتاح) : Maha Pembuka Rahmat
  19. Al `Aliim (العليم) : Maha Mengetahui
  20. Al Qaabidh (القابض) : Maha Menyempitkan
  21. Al Baasith (الباسط) : Maha Melapangkan
  22. Al Khaafidh (الخافض) : Maha Merendahkan
  23. Ar Raafi (الرافع) : Maha Meninggikan
  24. Al Mu`izz (المعز) : Maha Memuliakan
  25. Al Mudzil (المذل) : Maha Menghinakan
  26. Al Samii (السميع) : Maha Mendengar
  27. Al Bashiir (البصير) : Maha Melihat
  28. Al Hakam (الحكم) : Maha Menetapkan
  29. Al `Adl (العدل) : Maha Adil
  30. Al Lathiif (اللطيف) : Maha Lembut
  31. Al Khabiir (الخبير) : Maha Mengenal
  32. Al Haliim (الحليم) : Maha Penyantun
  33. Al `Azhiim (العظيم) : Maha Agung
  34. Al Ghafuur (الغفور) : Maha Memberi Pengampunan
  35. As Syakuur (الشكور) : Maha Pembalas Budi
  36. Al `Aliy (العلى) : Maha Tinggi
  37. Al Kabiir (الكبير) : Maha Besar
  38. Al Hafizh (الحفيظ) : Maha Memelihara
  39. Al Muqiit (المقيت) : Maha Pemberi Kecukupan
  40. Al Hasiib (الحسيب) : Maha Membuat Perhitungan
  41. Al Jaliil (الجليل) : Maha Luhur
  42. Al Kariim (الكريم) : Maha Pemurah
  43. Ar Raqiib (الرقيب) : Maha Mengawasi
  44. Al Mujiib (المجيب) : Maha Mengabulkan
  45. Al Waasi (الواسع) : Maha Luas
  46. Al Hakiim (الحكيم) : Maha Maka Bijaksana
  47. Al Waduud (الودود) : Maha Mengasihi
  48. Al Majiid (المجيد) : Maha Mulia
  49. Al Baa`its (الباعث) : Maha Membangkitkan
  50. As Syahiid (الشهيد) : Maha Menyaksikan
  51. Al Haqq (الحق) : Maha Benar
  52. Al Wakiil (الوكيل) : Maha Memelihara
  53. Al Qawiyyu (القوى) : Maha Kuat
  54. Al Matiin (المتين) : Maha Kokoh
  55. Al Waliyy (الولى) : Maha Melindungi
  56. Al Hamiid (الحميد) : Maha Terpuji
  57. Al Muhshii (المحصى) : Maha Menghitung
  58. Al Mubdi (المبدئ) : Maha Memulai
  59. Al Mu`iid (المعيد) : Maha Mengembalikan Kehidupan
  60. Al Muhyii (المحيى) : Maha Menghidupkan
  61. Al Mumiitu (المميت) : Maha Mematikan
  62. Al Hayyu (الحي) : Maha Hidup
  63. Al Qayyuum (القيوم) : Maha Mandiri
  64. Al Waajid (الواجد) : Maha Penemu
  65. Al Maajid (الماجد) : Maha Mulia
  66. Al Wahid (الواحد) : Maha Tunggal
  67. Al Ahad (الاحد) : Maha Esa
  68. As Shamad (الصمد) : Maha Dibutuhkan
  69. Al Qaadir (القادر) : Maha Menentukan
  70. Al Muqtadir (المقتدر) : Maha Berkuasa
  71. Al Muqaddim (المقدم) : Maha Mendahulukan
  72. Al Mu`akkhir (المؤخر) : Maha Mengakhirkan
  73. Al Awwal (الأول) : Maha Awal
  74. Al Aakhir (الأخر) : Maha Akhir
  75. Az Zhaahir (الظاهر) : Maha Nyata
  76. Al Baathin (الباطن) : Maha Ghaib
  77. Al Waali (الوالي) : Maha Memerintah
  78. Al Muta`aalii (المتعالي) : Maha Tinggi
  79. Al Barru (البر) : Maha Penderma
  80. At Tawwaab (التواب) : Maha Penerima Tobat
  81. Al Muntaqim (المنتقم) : Maha Pemberi Balasan
  82. Al Afuww (العفو) : Maha Pemaaf
  83. Ar Ra`uuf (الرؤوف) : Maha Pengasuh
  84. Malikul Mulk (مالك الملك) : Maha Penguasa Kerajaan
  85. Dzul Jalaali Wal Ikraam (ذو الجلال و الإكرام) : Maha Pemilik Kebesaran dan Kemuliaan
  86. Al Muqsith (المقسط) : Maha Pemberi Keadilan
  87. Al Jamii` (الجامع) : Maha Mengumpulkan
  88. Al Ghaniyy (الغنى) : Maha Kaya
  89. Al Mughnii (المغنى) : Maha Pemberi Kekayaan
  90. Al Maani (المانع) : Maha Mencegah
  91. Ad Dhaar (الضار) : Maha Penimpa Kemudharatan
  92. An Nafii (النافع) : Maha Memberi Manfaat
  93. An Nuur (النور) : Maha Bercahaya
  94. Al Haadii (الهادئ) : Maha Pemberi Petunjuk
  95. Al Badii’ (البديع) : Maha Pencipta
  96. Al Baaqii (الباقي) : Maha Kekal
  97. Al Waarits (الوارث) : Maha Pewaris
  98. Ar Rasyiid (الرشيد) : Maha Pandai
  99. As Shabuur (الصبور) : Maha Sabar

Asmaul Husna Tidak Hanya Sembilan Puluh Sembilan

Banyak orang yang menyangka bahwa Allah hanya memiliki sembilan puluh sembilan nama, dengan dalil yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

( إِنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمًا مِائَةً إِلَّا وَاحِدًا مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّة )

Artinya: “Sesungguhnya Allah memiliki sembilan puluh sembilan nama/seratus dikurangi satu. Barang siapa yang dapat menghitung atau menghapalnya maka dia akan masuk surga.” (HR Al-Bukhari no. 2736 dan Muslim no. 6/2677)

Padahal, Allah memiliki banyak nama yang tidak kita ketahui dan disembunyikan di sisi-Nya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berdoa, :

( …أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ ، أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ ، أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ …)

Artinya: “… Saya memohon dengan seluruh nama yang Engkau miliki, yang Engkau menamakan diri-Mu dengannya, yang Engkau ajarkan kepada salah seorang dari makhluk-Mu, yang Engkau turunkan di dalam Kitab-Mu atau yang Engkau sembunyikan di ilmu ghaib di sisi-Mu…” (HR Ahmad no. 3712, Al-Hakim no. 1877 dan yang lainnya. Syaikh Al-Albani berkata di Ash-Shahihah no. 199, “Hadist ini shahih.”)

Hadits di atas sangat jelas menyatakan bahwa nama Allah subhanahu wa ta’ala tidak hanya sembilan puluh sembilan, karena ada nama-nama yang disembunyikan di sisi-Nya.

Seandainya ada seseorang mengatakan, “Saya punya uang Rp 10.000,00” Apakah kabar ini menunjukkan dia hanya punya uang Rp 10.000,00 saja? Tentu tidak. Bisa saja dia memiliki uang lebih dari itu. Begitu pula dengan penyebutan sembilan puluh sembilan pada hadits di atas.

Al-Qurthubi berkata, “Telah kami sebutkan bahwa nama-nama Allah ada yang telah disepakati oleh para ulama dan ada yang masih diperselisihkan. Yang kami dapatkan di buku-buku para imam kami, (nama-nama tersebut) mencapai lebih dari dua ratus nama.” (Tafsir Al-Qurthubi (VII/325))

Ibnu Katsir berkata, “Al-Faqih Al-Imam Abu Bakr bin Al-‘Arabi –salah satu imam madzhab Maliki menyebutkan di dalam kitabnya ‘Al-Ahwadzi fî Syarhi At-Tirmidzi’ Bahwasanya sebagian ulama mengumpulkan nama-nama Allah dari Al-Qur’an dan As-Sunnah sebanyak seribu nama. Allahu a’lam.” (Tafsir Ibni Katsir (III/515))

Baca juga: Berapakah Jumlah Asmaul Husna?

Arti ‘Barangsiapa Yang Menghitung/Menghafalnya, Maka Dia Akan Masuk Surga’

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah memiliki sembilan puluh sembilan nama/seratus dikurangi satu. Barang siapa yang dapat menghitung atau menghapalnya maka dia akan masuk surga.” (HR Al-Bukhari no. 2736 dan Muslim no. 6/2677)

Ihsha’ (menghitung/menghapal) Asmaul Husna di dalam hadits tersebut memiliki empat tingkatan, yaitu:

  1. Menghitung dan menghapal nama-nama tersebut
  2. Memahami makna yang terkandung di dalamnya
  3. Berdoa dengan menggunakan nama-nama tersebut, seperti: Ya Razzaq (Yang Maha Memberi Rezeki)! Berilah aku rezeki, Ya Ghafur (Yang Maha Pengampun)! Ampunilah dosa-dosaku.
  4. Menyembah Allah dengan seluruh kandungan nama-nama tersebut. Jika kita tahu bahwa Allah Ar-Rahim (Maha Pemberi Rahmat), maka kita selalu mengharapkan rahmat atau kasih sayang-Nya. Jika kita tahu bahwa Allah Al-Ghafur (Maha Pemberi Ampun), maka kita selalu memohon ampun kepadanya. Jika kita tahu bahwa Allah As-Sami’ (Maha Mendengar), maka kita selalu menjaga perkataan kita, jangan sampai membuat Dia marah. Jika kita tahu bahwa Allah Al-Bashir (Yang Maha Melihat), maka kita selalu menjaga perbuatan kita agar tidak mengerjakan sesuatu yang tidak diridhainya. (Lihat Taisir Al-‘Aziz Al-Hamid hal. 555 dan Al-Qaul Al-Mufid (II/314-316))

Sembilan Puluh Sembilan Asmaul Husna Di Dalam Satu Hadits?

Tidak ditemukan hadits yang shahih yang menyebutkan dan mengumpulkan sembilan puluh sembilan Asmaul Husna dalam satu hadits. Adapun hadits yang diriwayatkan di dalam Sunan At-Tirmidzi, Mustadrak Al-Hakim dan yang lainnya, para ulama mendhaifkannya.

At-Tirmidzi setelah menyebutkan hadits yang terdapat di dalamnya Asmaul Husna tersebut, beliau mengatakan, “Hadits ini gharib…hadits ini diriwayatkan dengan jalan lain dari Abu Hurairah dan kami tidak mengetahui pada sebagian besar riwayat-riwayat tersebut yang menyebutkan nama-nama ini kecuali di hadits ini…” (Sunan At-Tirmidzi no. 3507)

Ibnu katsir mengatakan, “Yang menjadi pegangan Jama’ah Al-Huffadzh (para muhadditsin) adalah hadits tersebut mudraj (Yaitu hadits yang di dalamnya terdapat tambahan dari orang yang meriwayatkan hadits yang tidak termasuk bagian hadits tersebut. Hadits mudraj adalah salah satu jenis hadits dha’if).” (Tafsir Ibni Katsir (III/515))

Bolehkah Seseorang Diberi Nama Dengan Salah Satu Nama Allah?

Nama-nama Allah subhanahu wa ta’ala terbagi menjadi dua jenis, yaitu:

Pertama

Nama-nama yang mengandung sifat yang hanya khusus dimiliki oleh Allah subhanahu wa ta’ala, seperti: Ar-Rahman, Al-Khaliq, Al-Bari, Al-Qayyam, Al-Ilah, Ar-Razzaq, Ash-Shamad, dll. Nama-nama Allah yang seperti itu hanyalah milik Allah dan tidak boleh digunakan oleh makhluknya.

Oleh karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seseorang diberi nama dengan Malikul-Amlak (Raja semua raja), dengan sabdanya:

( إِنَّ أَخْنَعَ اسْمٍ عِنْدَ اللَّهِ رَجُلٌ تَسَمَّى مَلِكَ الْأَمْلَاكِ… لَا مَالِكَ إِلَّا اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ )

Artinya: “Sesungguhnya nama yang paling hina di sisi Allah adalah seseorang yang bernama Malikul-Amlak (Raja semua raja)…Tidak ada raja kecuali Allah ‘azza wa jalla.” (HR Muslim 20/2143)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang menggunakan nama tersebut, karena di dalamnya terdapat suatu penyerupaan dengan Allah pada nama dan sifat-Nya. Ini semua untuk menjaga tauhid, menjaga hak Allah dan menutup pintu-pintu menuju kesyirikan pada ucapan-ucapan manusia. Karena bisa saja, dengan nama-nama yang sebenarnya hanya dikhususkan untuk Allah, seseorang menyangka bahwa selain Allah yang menggunakan nama tersebut juga memiliki sifat-sifat yang terkandung pada nama tersebut. Ini termasuk syirik.

Malikul-Amlak (Raja semua raja) adalah Allah. Tidak ada yang berhak memiliki gelar itu kecuali Allah. Oleh karena itu, para ulama sepakat akan terlarangnya menggunakan nama-nama jenis ini untuk makhluk-Nya. (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah (XI/335-336))

Di negara kita banyak orang yang menggunakan nama-nama yang seperti ini atau dipanggil dengan nama-nama tersebut, seperti: Rahman, Shamad, Khaliq, Razzaq, dll. Hal ini tentu tidak diperbolehkan.

Kedua

Nama-nama yang mengandung sifat yang tidak dikhususkan untuk Allah subhanahu wa ta’ala, seperti: Al-Halim, Ar-Rahim, Ar-Ra-uf, Al-‘Aziz, Al-Karim, Al-Hakim, Al-Hakam, Al-‘Aliy, dll. Nama-nama Allah yang seperti itu boleh digunakan oleh makhluknya. Karena Allah subhanahu wa ta’ala di dalam Al-Qur’an menamakan makhluknya dengan nama-nama tersebut, seperti pada ayat-ayat berikut:

فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلَامٍ حَلِيمٍ

“Kemudian kami berikan kabar gembira kepadanya (yaitu Ibrahim) dengan seorang anak yang (sabar/tenang).” (QS Ash-Shaffat : 101)

Allah menamai Nabi Muhammad dengan Ra-uf dan Rahîm,

بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

“(Dia) amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS At-Taubah : 128)

Di dalam kisah Nabi Yusuf ‘alaihis-salam, Allah menyebut penguasa pada saat itu dengan Al-Aziz.

قَالَتِ امْرَأَتُ الْعَزِيزِ

“Istri Al-‘Aziz pun berkata.” (QS Yusuf : 51)

Para sahabat banyak yang menggunakan nama-nama seperti ini dan tidak diingkari oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, seperti: ‘Ali, Karim bin Al-Harits bin ‘Amr As-suhami, setidaknya ada 10 orang bernama Hakim dan setidaknya ada 30 orang yang bernama Al-Hakam. (Lihat Al-Ishabah fi Tamyizish-shahabah. Ibnu Hajar Al-‘Asqalani pada nama-nama tersebut)

Akan tetapi, kita harus paham bahwa kesamaan nama dan sifat Allah dengan makhlukNya tidak berarti Allah sama dengan makhluknya. Seseorang bisa saja dijuluki Halim (yang sabar dan tenang), tetapi hilm (kesabaran/ketenangan) yang dimilikinya tidak akan sama dengan hilm yang dimiliki oleh Allah. Allah memiliki sifat yang sempurna, tidak ada kekurangan dan tidak ada yang bisa menandinginya. (At-Tadmuriyyah hal. 21-24)

Meskipun menggunakan nama-nama jenis kedua diperbolehkan, tetapi tetap disunnahkan untuk menambahkan nama penghambaan di depannya, yaitu dengan menggunakan kata ‘Abd (عبد) untuk laki-laki, seperti: ‘Abdul-Halim, ‘Abdul-Hakim, dll. (Sebagian ulama mengharamkan menggunakan nama-nama Allah untuk nama seseorang secara mutlak, walaupun nama-nama tersebut termasuk jenis yang kedua. Pendapat ini lemah, tetapi sebaiknya kita tetap berhati-hati untuk tidak menggunakannya untuk menghormati nama-nama Allah, sebagaimana Rasulullah pernah mengganti orang yang berkun-yah Abul-Hakam dengan Abu Syuraih).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengganti nama seseorang yang bernama ‘Aziz menjadi ‘Abdurrahman sebagaimana disebutkan di dalam riwayat Khaitsamah bin ‘Abdirrahman bin Abi Sabrah, dia menceritakan bahwa dulu bapaknya – yaitu ‘Abdurrahman- pernah pergi bersama kakeknya menuju ke Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bertanya, “Siapa nama anakmu ini?” Kakekku pun menjawab, “’Aziz.” Nabi pun mengatakan, “Jangan kau namai dia dengan nama ‘Aziz. Tetapi, Namailah dia dengan ‘Abdurrahman.” Kemudian Nabi pun berkata, “Sesungguhnya nama-nama yang paling bagus adalah ‘Abdullah, ‘Abdurrahman dan Al-Harits. (HR Ahmad no. 17606 dan yang lainnya. Syaikh Syu’aib berkata, “Hadits ini shahih.”)

Pada hadits ini tidak terdapat larangan menggunakan nama ‘Aziz, tetapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggantikannya dengan yang lebih baik, yaitu ‘Abdurrahman.

Baca juga: Keindahan Asmaul Husna

Bentuk-Bentuk Penyimpangan Terhadap Asmaul Husna

Penyimpangan terhadap Asmaul Husna ada lima macam, yaitu:

  1. Menamakan patung-patung yang diambil dari nama-nama Allah, seperti: Patung yang bernama Al-Lat (اللات) diambil dari nama Allah Al-Ilah (الإله), Al-‘Uzza (العزى) dari nama Allah Al-‘Azaz (العزيز), Al-Manat (مناة) dari nama Allah Al-Mannan (المنان).
  2. Menamakan Allah dengan sesuatu yang tidak layak bagi Allah, seperti: para filosof menamakan Allah dengan Prime Cause (Sebab Utama) dan kaum Nashrani (Kristen) menamakan Allah dengan Al-Abu (الأب) atau Tuhan Bapa.
  3. Menamakan Allah dengan sifat-sifat kekurangan, seperti yang dikatakan oleh orang-orang Yahudi bahwa Allah Faqir (Miskin) atau tangan Allah terbelenggu.
  4. Mentiadakan/menolak nama-nama Allah (ta’thil), seperti yang dilakukan oleh kaum Jahmiyah mereka mengatakan bahwa Asmaul Husna hanya sekedar nama yang tidak memiliki makna dan arti. Mereka mengatakan, “Ar-Rahim (Yang Maha Penyayang), tetapi Allah tidak disifati dengan Rahmah (memberi kasih sayang), Al-Hayyu (Yang Maha Hidup), tetapi Allah tidak disifati dengan hidup, As-Sami’ (Yang Maha Mendengar) dan Al-Bashir (Yang Maha Melihat), tetapi Allah tidak disifati dengan memiliki pendengaran dan penglihatan.

    Ada juga orang-orang yang hanya menetapkan beberapa sifat yang terkandung pada nama-nama tersebut tetapi menolak sifat yang lainnya. Mereka menetapkan sifat berilmu pada Allah, karena Allah memiliki nama Al-‘Alim (Yang Maha Berilmu), tetapi mereka tidak menetapkan sifat memberi kasih sayang (rahmah) pada Allah, padahal Allah memiliki nama Ar-Rahman dan Ar-Rahim.

    Orang yang mentiadakan/menolak nama-nama Allah ada bermacam-macam. Di antara mereka ada yang keluar dari agama Islam dan ada juga yang belum keluar dari agama Islam, tergantung kepada seberapa besar tingkat kesesatannya.

  5. Menyerupakan Allah dengan makhluknya (tamtsil), seperti mengatakan bahwa penglihatan dan pendengaran Allah seperti penglihatan dan pendengaran manusia, hidup Allah seperti hidup makhluknya, dll. Ini tidak diperbolehkan. Allah telah menyatakan di dalam Al-Qur’an bahwa Allah tidak serupa dengan segala apapun. Allah berfirman:

    { لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ }

    Artinya: “Tidak ada yang sesuatu apapun yang semisal dengan-Nya dan Dia adalah Yang Maha Mendengar dan Maha Melihat.” (QS Asy-Syura : 11)

(At-Tadmuriyah hal. 31-42, Tafsir Al-Qurthubi (VII/328-329), Taisir Al-‘Aziz Al-Hamid hal. 560-561 dan Al-Qaul Al-Mufid (II/317-318))

Nasihat

Mengenal Allah subhanahu wa ta’ala adalah suatu kewajiban. Salah satu cara mengenal Allah adalah dengan mempelajari Asmaul Husna dan Sifat-Sifat Allah yang tercantum di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Seseorang tidak mungkin memahami dengan benar arti dari setiap nama dan sifat Allah kecuali dengan memahami bahasa Arab.

Contohnya: Ar-Rahman diterjemahkan dengan Yang Maha Pengasih dan Ar-Rahim diterjemahkan dengan Yang Maha Penyayang, padahal kedua terjemahan tersebut kurang tepat dan memang tidak kita temukan kata yang sepadan untuk menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia.

Begitulah halnya dengan sebagian besar Asmaul Husna dan sifat-sifat Allah. Oleh karena itu, sempatkanlah diri untuk benar-benar mempelajari bahasa Arab.

Demikian, mudahan bermanfaat.

Baca juga: Perbedaan antara Nama Allah “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahiim”

Daftar Pustaka

  1. Aisarut-Tafasir li kalam ‘Aliyil-Kabir. Jabir bin Musa Al-Jazairi.
  2. Al-Jami’ li ahkamil-Qur’an. Muhammad bin Ahmad Al-Qurthubi. 1423 H/2003 M. Riyadh: Dar ‘Alam Al-Kutub.
  3. Al-Qaul Al-Mufid ‘Ala Kitabit-Tauhid. Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin. 1424 H. KSA: Dar Ibnil-Jauzi.
  4. At-Tadmuriyyah. Ahmad bin ‘Abdil-Halim bin ‘Abdissalam bin Taimiyah. 1424 H/2003. Ar-Riyadh: Maktabah Al-‘Ubaikan.
  5. Jami’ul-bayan fi ta’wilil-Qur’an. Muhammad bin Jarir Ath-Thabari. Beirut: Muassasah Ar-Risalah.
  6. Ma’alimut-tanzil. Abu Muhammad Al-Husain bin Mas’ud Al-Baghawi. 1417 H/1997 M. Riyadh: Dar Ath-Thaibah.
  7. Tafsir Al-Qur’an Al-‘Adzhim. Isma’il bin ‘Umar bin Katsir. 1420 H/1999 M. Riyadh: Dar Ath-Thaibah.
  8. Taisir Al-‘Aziz Al-Hamid fi Syarhi Kitabit-Tauhid. Sulaiman bin ‘Abdillah. 1423 H/2002. Beirut: Al-Maktab Al-Islami.
  9. Taisir Al-Karim Ar-Rahman. Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Beirut: Muassasah Ar-Risalah.
  10. Tasmiyatul-Maulud. Bakr bin ‘Abdillah Abu Zaid. 1416 H/1995. Ar-Riyadh: Darul-‘Ashimah.
  11. Dan sumber-sumber lain yang sebagian besar telah dicantumkan di footnotes.

Penulis: Ustadz Sa’id Yai Ardiansyah, Lc.
Artikel: Muslim.or.id

🔍 Pengertian Adab Dan Akhlak, Lempar Jumrah Adalah, Wanita Salafi Bercadar, Manusia Rakus