Semboyan Bhinneka Tunggal Ika terdapat dalam buku

Semboyan negara Indonesia adalah "Bhineka Tunggal Ika". Kalimat tersebut terdapat dalam kitab Sutasoma karya Mpu Tantular. Kitab Sutasoma diperkirakan ditulis antara tahun 1365 dan 1389, karena usianya lebih muda dari Kitab Negarakertagama yang selesai ditulis pada 1365. Kitab Sutasoma bercerita mengenai Pangeran Sutasoma. Di dalamnya juga mengajarkan toleransi beragama, khususnya antara Hindu dan Buddha. Kitab tersebut ditulis menggunakan aksara Bali dan berbahasa Jawa Kuno. Kutipan frasa Bhinneka Tunggal Ika terdapat dalam Kakawin Sutasoma pada pupuh 139 bait 5, yang berbunyi, "Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wiswa Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen Mangka ng Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa".Bait tersebut bermakna meskipun Buddha dan Siwa berbeda tetapi dapat dikenali. Sebab kebenaran Buddha dan Siwa adalah tunggal. Berbeda tetapi tunggal, sebab tidak ada kebenaran yang mendua.

Dengan demikian, semboyan bangsa Indonesia yang terdapat dalam Kitab Sutasoma berbunyi Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa.

Sutasoma dikarang oleh Mpu Tantular. Kitab ini menceritakan putra raja yang bernama Sutasoma yang rela meninggalkan keduniawian dan mendalami agama Buddha. Dalam kitab ini terdapat kata Bhinneka Tunggal Ika tan hana Darma Mangrwa. Dengan demikian kitab Sutasoma merupakan karangan Mpu Tantular.

Semboyan Bhinneka Tunggal Ika terdapat dalam buku

Semboyan Bhinneka Tunggal Ika terdapat dalam buku
Lihat Foto

Instagram @museum_nasional_indonesia

Kitab Sutasoma yang berada di Museum Nasional Indonesia

KOMPAS.com - Kitab Sutasoma merupakan peninggalan sejarah dalam bentuk karya sastra dikarang oleh Mpu Tantular pada abad ke-14.

Kakawin ini ditulis pada masa keemasan Kerajaan Majapahit, di bawah kekuasaan Prabu Hayam Wuruk.

Diperkirakan Kitab Sutasoma digubah antara tahun 1365 dan 1389, karena usianya lebih muda dari Kitab Negarakertagama yang selesai ditulis pada 1365.

Kitab Sutasoma bercerita mengenai Pangeran Sutasoma. Di dalamnya juga mengajarkan toleransi beragama, khususnya antara Hindu dan Buddha.

Kakawin inilah yang menjadi sumber inspirasi dirumuskannya semboyan negara, Bhinneka Tunggal Ika.

Kakawin Sutasoma ditulis menggunakan aksara Bali dalam bahasa Jawa Kuno, dengan bahan naskah terbuat dari daun lontar.

Kitab berukuran 40,5 x 3,5 cm itu berisi 1.210 bait dalam 148 pupuh.

Baca juga: Kitab Negarakertagama: Sejarah, Isi, dan Maknanya

Rangkuman isi

Kitab Sutasoma berisi kisah upaya Sutasoma sebagai titisan Sang Hyang Buddha untuk menegakkan dharma.

Sutasoma adalah putra Prabu Mahaketu dari Kerajaan Astina yang lebih menyukai memperdalam ajaran Buddha Mahayana daripada harus menggantikan ayahnya menjadi raja.

Maka pada suatu malam, Sutasoma pergi ke hutan untuk melakukan semedi di sebuah candi dan mendapat anugerah.

Asked by wiki @ 26/08/2021 in IPS viewed by 3663 persons

Asked by wiki @ 30/07/2021 in IPS viewed by 3266 persons

Asked by wiki @ 02/08/2021 in IPS viewed by 2680 persons

Asked by wiki @ 12/08/2021 in IPS viewed by 1906 persons

Asked by wiki @ 08/12/2021 in IPS viewed by 1767 persons

Asked by wiki @ 08/12/2021 in IPS viewed by 1703 persons

Asked by wiki @ 05/08/2021 in IPS viewed by 1681 persons

Asked by wiki @ 02/08/2021 in IPS viewed by 1668 persons

Asked by wiki @ 16/08/2021 in IPS viewed by 1554 persons

Asked by wiki @ 29/07/2021 in IPS viewed by 1538 persons

Asked by wiki @ 01/08/2021 in IPS viewed by 1514 persons

Asked by wiki @ 10/08/2021 in IPS viewed by 1489 persons

Asked by wiki @ 03/08/2021 in IPS viewed by 1429 persons

Asked by wiki @ 30/07/2021 in IPS viewed by 1353 persons

Asked by wiki @ 20/08/2021 in IPS viewed by 1294 persons

Jakarta -

Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa. Istilah tersebut diadaptasi dari sebuah kakawin peninggalan Kerajaan Majapahit. Seperti apa sejarahnya?

Semboyan Bhinneka Tunggal Ika pertama kali diungkapkan oleh Mpu Tantular dalam kitabnya, kakawin Sutasoma. Dalam bahasa Jawa Kuno kakawin artinya syair. Kakawin Sutasoma ditulis pada tahun 1851 dengan menggunakan aksara Bali, namun berbahasa Jawa Kuno.

Bahan naskah yang digunakan untuk menulis kakawin Sutasoma terbuat dari daun lontar. Kitab tersebut berukuran 40,5 x 3,5 cm. Sutasoma menjadi sebuah karya sastra peninggalan Kerajaan Majapahit.

Dilansir laman Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), kakawin Sutasoma merupakan kitab yang dikutip oleh para pendiri bangsa Indonesia dalam merumuskan semboyan NKRI.

Kutipan frasa 'Bhinneka Tunggal Ika' terdapat pada pupuh 139 bait 5. Berikut bunyi petikan pupuh tersebut:

"Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wiswa Bhinneki rakwa ring apan kena parwanosen, Mangka ng Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal, Bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrwa".

Kalimat di atas artinya "Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda. Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali? Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal. Terpecahbelahlah itu, tetapi satu jugalah itu. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran.

Mpu Tantular mengajarkan makna toleransi antar umat beragama dan dianut oleh pemeluk agama Hindu dan Buddha. Semboyan "Bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrwa" sendiri digunakan untuk menciptakan kerukunan di antara rakyat Majapahit dalam kehidupan beragama.

Dikutip dari situs resmi Portal Informasi Indonesia, frasa Jawa Kuno tersebut secara harfiah mengandung arti berbeda-beda namun tetap satu jua. Bhinneka artinya beragam, tunggal artinya satu, ika artinya itu, yakni beragam satu itu.

Konon, pendiri bangsa yang pertama kali menyebut frasa Bhinneka Tunggal Ika adalah Moh Yamin. Dia mengucapkannya di sela-sela sidang BPUPKI. Sontak, I Gusti Bagus Sugriwa, tokoh yang berasal dari Bali, menyahut dengan ucapan "tan hana dharma mangrwa".

Dalam pendapat lain, Bung Hatta mengatakan bahwa frasa Bhinneka Tunggal Ika adalah usulan Bung Karno. Gagasan tersebut secara historis diusulkan setelah Indonesia merdeka, saat momen munculnya kebutuhan untuk merancang lambang negara dalam bentuk Garuda Pancasila.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 1951 tentang Lambang Negara, Bhinneka Tunggal Ika ditulis dengan huruf latin dalam bahasa Jawa Kuno tepat di bawah lambang negara. Sebagaimana bunyi Pasal 5 sebagai berikut:

"Di bawah lambang tertulis dengan huruf latin sebuah semboyan dalam bahasa Jawa-Kuno, yang berbunyi: BHINNEKA TUNGGAL IKA."

Jadi, semboyan Bhinneka Tunggal Ika pertama kali diungkapkan oleh Mpu Tantular dalam sebuah buku berjudul kakawin Sutasoma.

Simak Video "Kekuasaan Kerajaan Majapahit, Kejayaan Nusantara"



(kri/pay)

Semboyan Bhinneka Tunggal Ika terdapat dalam buku

Kakawin Sutasoma Replika

Kitab Sutasoma ditulis dalam Bahasa Jawa kuno oleh Mpu Tantular pada akhir abad ke-14 pada masa kejayaan Kerajaan Majapahit. Kitab ini menggambarkan toleransi beragama yang sudah lama terjalin di Kerajaan Majapahit. Semangat toleransi ini kemudian dijadikan semboyan bangsa Indonesia. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika merupakan pernyataan sikap untuk hidup berdampingan dalam perbedaan dan menjadikan perbedaan sebagai nada-nada untuk menghasilkan harmonisasi dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kakawin Sutasoma merupakan kitab yang dikutip oleh pendiri bangsa Indonesia dalam merumuskan semboyan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu “Bhinneka Tunggal Ika”. Kutipan frase “Bhinneka Tunggal Ika” terdapat pada pupuh 139 bait 5, yang petikannya sebagai berikut: “Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wiswa Bhinneki rakwa ring apan kena parwanosen, Mangka ng Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal, Bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrwa”. Artinya adalah “Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda. Mereka memang berbeda, tetapi bagaimanakah bisa dikenali? Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal. Terpecahbelahlah itu, tetapi satu jugalah itu. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran.