Tari indang atau biasa disebut dengan tari dindin badindin adalah sebuah seni tari tradisional bagian dari macam macam kesenian daerah di Indonesia yang berasal dari budaya masyarakat minang, pariaman, provinsi sumatera barat. Tarian ini sebetulnya merupakan sebuah permainan alat musik yang dilakukan secara bersama sama. Nama indang sendiri berasal dari nama alat musik yang bernama tepuk, alat musik ini adalah alat musik yang digunakan untuk mengiringi seni tari ini. Indang atau bisa juga disebut ripai, adalah sebuah instrumen yang dimainkan dengan cara ditepuk dan memiliki unsur unsur keindahan seni tari. Bentuknya seperti rebana tapi berukuran agak sedikit lebih kecil dari ukuran rebana. Tari indang sendiri, saat ini kerap kali mewakili Indonesia dalam pagelaran budaya internasional sehingga menjadi budaya Indonesia yang mendunia. Gerakan rancak dan dinamis yang muncul dari para penarinya yang akan membuat tarian indang ini banyak diminati masyarakat manca negara. Nah, bagi anda yang ingin mempelajari seni tari ini yang berasal dari tanah minang ini, ketahuilah dahulu bagaimana informasi seputar sejarah, perkembangan, dan unsur unsur yang membentuknya. Tari Indang Menurut beberapa versi, seni tari indang ini sebetulnya merupakan buah akulturasi budaya melayu dan budaya Islam pada masa penyebaran agama Islam pada abad ke 13 ini. Seni tari ini diperkenalkan oleh salah seorang ulama dari pariaman yang bernama syekh Burhanudin sebagai salah satu media dakwah yang digunakan untuk menyebarkan Agama Islam pada abad ke 13 sebagai fungsi seni pertunjukan dalam kehidupan masyarakat. 1. Tema dan makna filosofi Sebagai media dakwah, teri indang mengundang beberpa elemen pendukung yang bernafaskan budaya agama Islam. Seni tari ini kerap disuguhkan atau dipertunjukkan bersama iringan sholawat Nabi atau syair yang mengajarkan nilai keIslaman. Tak heran bila kemudian pada masa silam tari indang justru lebih sering di tampilkan di surau atau masjid. Adapun hingga saat ini, beberapa nagari di ranah minang masih kerap menyuguhkan seni tari ini dalam upacara tabuik, atau upacara peringatan wafatnya cucu Rasulallah yang di selenggarakn tiap tanggal 10 muharram. 2. Gerakan tari indang Sekilas, semua gerakan tari indang akan tampak seperti gerakan tari saman yang berasal dari aceh. Akan tetapi, jika diperhatikan lebih seksama tari indang akan cenderung lebih dinamis. Gerakan penarinya lebih santai namun tetap rancak, terlebih jika dikolaborasikan dengan musik pengiringnya yang khas nuansa melayu. Gerakan tari indang dindin badindin diawali dengan pertemuan 2 kelompok penari yang kemudian akan menyusun diri berbanjar dari kiri ke kanan. Mereka akan duduk bersila dan memperagakan gerakan simetris yang sangat membutuhkan kerja keras dan latihan yang cukup. Gerakan tari indang akan dapat anda saksikan di youtube jika anda tidak memiliki kesempatan melihat seni tari ini secara langsung. 3. Iringan tari Tari indang dindin badindin diiringi oleh 2 ragam bunyi, yaitu bunyi yang berasal dari tabuhan alat musik tradisional khas melayu seperti rebana dan gambus, serta bunyi yang berasal dari syair yang dinyanyikan oleh seseorang tukang dzikir. Tukang dzikir sendiri adalah bagi seseorang yang memandu tari melalui syair dan lagu yang dinyanyikannya. Pada perkembangannya, alat musik yang mengiringi tari indang kini semakin beragam. Beberapa alat musik modern seperti akordeon, piano dan beberapa alat musik lainnya juga kerap ditemukan. Selain itu, syair lagu yang kerap dinyanyikan kini juga lebih sering hanya 1 jenis saja, yaitu lagu dindin badindin lagu ini merupakan salah satu karya tiar ramon. 4. Setting panggung Tari indang hanya boleh ditarikan oleh penari pria saja. Hal ini sesuai dengan ajaran agama Islam yang tidak memperkenankan wanita mempertontonkan dirinya di khalayak umum. Namun, aturan ini kian lama semakin ditinggalkan. Buktinya dari beberapa pementasan tari indang kini kerap di temukan dengan penari wanita. Jumlah penarinya sediri cukup beragam, tapi yang sering ditemukan tarian ini ditampilkan oleh penari bejumlah ganjil, sperti 7 orang penari, 9 orang, 11 orang atau bahkan 13 orang dengan satu atau dua orang bertindak sebagai tukang dzikir. Para penari tari indang dalam budaya minang disebut dengan istilah anak indang. 5. Tata rias dan busana Dalam perkara tat rias dan busana, tari indang tidak memiliki banyak aturan. Yang jelas, khusus untuk para penarinya wajib mengenakan pakaian adat melayu sebagai simbol dan identitas asal tarian tersebut. Ementara untuk tukang dzikir bebas untuk engenakan pakaian apapun asal sopan. 6. Properti tari Pada awal masa kemunculannya, tari indang wajib dilengkapi dengan indang atau rebana kecil sebagai propertinya. Namun, kini properti tersebut sering ditingglkan dan digantikan fungsinya oleh lantai punggung yang dapat menghasilkan suara ketka ditepuk. Nah, itulah sedikit yang dapat saya sampaikan tentang informasi seputar tari indang dindin badindin yang berasal dari pariaman sumatera barat. Tertarik untuk mempelajarinya? Semoga bermanfaat.
Tari Indang adalah kreasi tarian dari kesenian tradisional asal Pariaman, Sumatera Barat. Masyarakat luas lebih mengenalnya sebagai tari “Dindin Badindin” sesuai judul lagu pengiringnya. Lagu ini diciptakan oleh Tiar Ramon yang dipopulerkan penyanyi Minang terkenal Elly Kasim. Sejak kemunculannya lagu ini memang “booming” hingga keluar wilayah Minang, terlebih stasiun televisi pemerintah masa itu benar-benar mengangkat budaya nasional dalam setiap acara hiburannya. Tari Indang yang sekarang banyak dipertunjukkan telah mengalami pergeseran fungsi, dari seni pertunjukan sastra lisan bersifat sakral yang mengutamakan permainan rebana dan dendangan syair bernafaskan Islam, menjadi tarian profan yang lebih mengedepankan unsur hiburan meski tetap penuh kesantunan diiringi lagu berisi petuah-petuah. Kesenian Indang sendiri merupakan akulturasi budaya Minangkabau dengan budaya Islam yang dibawa oleh para pedagang Arab. Mereka sebenarnya bertujuan mengunjungi Aceh tetapi masuk melalui pesisir barat Pulau Sumatera dan kemudian menyebar ke Ulakan-Pariaman sekitar abad XIII-XIV Masehi. Indang sebagai media dakwah diperkenalkan oleh Rapa’i, pengikut setia Syekh Burhanuddin, seorang tokoh terpandang yang selalu memperingati tabuik di Minangkabau. Bisa jadi inilah yang menjadikan tari Indang selalu memeriahkan perayaan tabuik di Pariaman. Rapa’i menggunakan alat musik tepuk sejenis rebana yang berukuran lebih kecil, diameternya 18-25 cm, tinggi 4,5 cm, dan permukaannya ditutup memakai kulit kambing. Alat musik ini bernama “indang”, yang sekaligus menjadi nama tariannya, tetapi orang kerap menyebutnya sebagai “gedang rapa’i”, merujuk pada tokoh yang menciptakan seni Indang. Pada awalnya seni Indang ‘wajib’ menggunakan indang sebagai properti dan alat musik pengatur tempo, tetapi saat ini peran indang banyak diganti dengan tepukan pada lantai panggung yang juga dapat menghasilkan suara ketika beradu dengan telapak tangan penari. Gerakan tari Indang mirip tari Saman dari Aceh, hanya saja gerakannya lebih variatif, cenderung dinamis tetapi santai dan terlihat “rancak” (indah) serta bersemangat ditingkahi teriakan para penari. Tarian dapat dibawakan oleh laki-laki atau perempuan seluruhnya, dan bisa juga berpasangan. Jumlah penari biasanya ganjil (7, 9, 11, 13, bahkan sampai 25), dengan ketentuan satu orang bertindak sebagai “tukang dzikir”, dan satu lagi sebagai “tukang alih”. Tukang dzikir berada di luar barisan penari, biasanya di belakang, bertugas melantunkan dzikir atau syair yang akan diulang oleh semua penari. Posisi tukang dzikir dalam tari Indang Dindin Badindin diganti oleh orang yang bertugas menyanyikan lagu pengiringnya. Tukang alih berada di dalam barisan penari, bertindak sebagai pemimpin gerakan tari yang mengatur tempo dan dinamika tarian, serta memberikan kode saat pergantian gerakan. Gerakan dasar tari Indang sama dengan pertunjukan Indang yang terbagi menjadi gerak pasambahan, gerak inti (nago baranang, antak siku, alang tabang), dan gerak penutup. Gerakan pasambahan dimaksudkan untuk mengingat dan menghormati orang-orang yang telah berjasa dalam penyebaran agama Islam melalui pertunjukan Indang. Juga untuk meminta maaf kepada ninik mamak dan pemuka adat yang hadir dalam pertunjukan, serta kelompok Indang lain yang ikut tampil. Gerakan inti nago baranang merepresentasikan usaha yang harus dilakukan untuk mencapai sebuah tujuan, hal ini dikaitkan dengan perjuangan yang dilakukan oleh para pendakwah Islam di masa lalu. Sedangkan gerak alang tabang menggambarkan kegembiraan dan kebahagiaan. Gerakan penutup mengajarkan adab permohonan maaf, dimana semua tindakan dan ucapan tidak pernah luput dari kesalahan, oleh sebab itu kita harus memohon maaf kepada orang lain sebelum berpisah. Gerakan tari Indang diawali dengan masuknya dua kelompok penari yang kemudian menyusun diri berbanjar dari kiri ke kanan. Setelah posisi ini gerakan tarian bervariasi, ada yang langsung duduk tetapi ada juga yang melakukan gerakan-gerakan sambil berdiri sebelum duduk bersila. Sesaat setelah duduk bersila para penari meletakkan indang di hadapannya kemudian bersikap memberi hormat dengan menyatukan kedua telapak tangan di depan dada. Tidak lama setelah bunyi tetabuhan gerakan dinamis mulai diperagakan oleh para penari. Sesekali para penari memegang, memukul, atau menjentikkan indang untuk menghasilkan bunyi-bunyian serta mengatur tempo musik dan tarian. Gerakan tari kadang meliuk ke depan dan ke belakang secara bergantian, atau ke samping kanan dan kiri. Tari Indang yang bersifat profan atau hiburan, memiliki banyak variasi gerakan baik di bagian awal, tengah, maupun akhir. Hal ini menjadikan tari Indang leluasa dibawakan oleh berbagai usia, dari mulai anak-anak hingga dewasa, sehingga ada variasi gerakan sederhana untuk anak-anak tetapi ada juga yang atraktif dengan memasukkan gerakan pencak silat di dalam tarian. Namun demikian ada kesamaan dari keseluruhan tarian, yaitu menari dalam posisi duduk mengandalkan gerakan kepala, tangan, dan badan. Busana yang dikenakan penari adalah pakaian adat Melayu atau Minang, sedangkan untuk tukang dzikir bebas asalkan masih dalam batas adab kesopanan. Musik pengiring selain indang atau gendang rapa’i, di antaranya adalah marwas, perkusi, kecrek, dan biola. Ada juga yang ditambahkan akordeon, piano, dan alat musik modern lainnya, terutama pada tari Indang Dindin Badindin. Tari Indang, baik dengan iringan lagu Dindin Badindin, ataupun syair-syair dipadu permainan bunyi indang, saat ini kerap ditampilkan dalam acara penyambutan tamu agung, pengangkatan penghulu di suatu desa, atau acara budaya lainnya. |