Perubahan ejaan van ophuijsen menjadi ejaan republik terdapat pada penulisan

Sejarah perkembangan ejaan bahasa Indonesia telah melalui beberapa tahap perkembangan, dimulai dari zaman penjajahan Belanda sampai sekarang. Berikut ini adalah periode-periode waktu perkembangan ejaan Bahasa Indonesia yang Trigonal Media coba rangkum.

Perubahan ejaan van ophuijsen menjadi ejaan republik terdapat pada penulisan

Ejaan Charles Adrian Van Ophuijsen (1901-19 Maret 1947)

Ejaan ini diterbitkan pada tahun 1901 dalam kitab Logat Melayu dan merupakan ejaan resmi untuk bahasa Melayu. Pemerintah Hindia Belanda memerintahkan Charles A. Van Ophuijsen menyusun ejaan bahasa Melayu dibantu oleh Muhammad Taib Said Sutan Ibrahim dan Engku Nawawi gelar Sutan Makmur. Mereka menghasilkan ejaan yang banyak dipengaruhi oleh ejaan bahasa Belanda sebab pada waktu itu Indonesia masih dijajah Belanda.

Berikut ini adalah contoh penggunaan Ejaan Van Opuijsen:

  • Penggunaan huruf tj untuk menuliskan kata: tjinta, tjoekoer, pantjar

  • Penggunaan huruf dj untuk menuliskan kata: moedjoer, djoedjoer, wadjar

Dari contoh di atas, terlihat pengaruh ejaan Belanda pada huruf tj, oe, dan dj. Dari segi lain dapat disimpulkan bahwa kelemahan Ejaan Van Ophuijsen adalah terlalu banyak menggunakan tanda diakritik, seperti koma ain, koma wasla, dan tanda trema (terutama dalam mengindonesiakan kata-kata Arab)

Ejaan Suwandi/Ejaan Republik (19 Maret 1947-1956)

Pemerintah Indonesia melalui Mr. Suwandi sebagai Menteri P dan K menetapkan Ejaan Baru Bahasa Indonesia pada tanggal 19 Maret 1947, yang kemudian dikenal dengan Ejaan Republik atau Ejaan Suwandi. Dengan demikian ejaan Charles Adrian Van Ophuijsen diubah dan dinyatakan tidak berlaku sejak penetapan ejaan tersebut.

Tujuan mengadakan perubahan ejaan tersebut adalah penyederhanaan guna mencapai kemudahan-kemudahan. Perubahan-perubahan penting Ejaan Suwandi di antaranya:

  1. Huruf oe diganti u. Misalnya: masoek menjadi masuk.

  2. Bunyi hamzah atau bunyi sentak ain diganti dengan huruf k. Misalnya: ra’yat menjadi rakyat.

  3. Kata ulang boleh ditulis dengan angka dua, tetapi harus diperhatikan bagian mana yang diulang. Misalnya: bermain-main ditulis ber-main2.

  4. Tanda trema dihilangkan. Misalnya: taät menjadi taat

  5. Huruf e pada kata sejuk, beras, dan e pada kata bebas, antek disamakan. Jadi e tidak perlu diberi garis lagi di atasnya.

  6. Kata-kata baru yang dalam bahasa asalnya tidak memakai bunyi pepet, maka bunyi antara dalam Bahasa Indonesia tidak perlu diberi e pepet. Misalnya: sastra bukan sastera.

Oleh para ahli bahasa dan para pengamat Bahasa Indonesia, Ejaan Suwandi dinilai tidak dapat menyempurnakan Ejaan Van Ophuijsen, bahkan menimbulkan kesulitan-kesulitan baru.

Berikut ini adalah masalah-masalah pada Ejaan Suwandi di antaranya:

  1. Ketentuan bahwa kata baru yang dalam bahasa asalnya tidak memakai bunyi pepet ternyata sulit diterapkan, terutama dalam menentukan manakah kata yang baru dan mana kata yang lama.

  2. Penggunaan angka dua sebagai tanda bentuk ulang hanya terbatas pada kata dasar dan kata jadian, sedangkan kata majemuk dan ungkapan tidak ditentukan bagaimana cara mengulangnya.

  3. Penulisan kata-kata: ta’, pa’, dan ra’yat yang diganti menjadi tak, pak, dan rakyat, mengakibatkan pengucapan salah karena terlalu jelas sehingga sulit dibedakan bunyi sentak yang terdapat pada kata: takdir, maksud, maksiat, dan sebagainya.

  4. Tidak dibicarakan huruf-huruf: f, v, y, dan z untuk menulis kata asing. Padahal merupakan hal yang sangat penting dalam Bahasa Indonesia.

Ejaan Pembaharuan (1956-1961)

Dengan Surat Keputusan Menteri P dan K Nomor 48 tahun 1956 maka dibentuk Panitia Pembaharuan Ejaan Bahasa Indonesia. Akan tetapi hasilnya tidak pernah diumumkan secara resmi. Beberapa hal yang penting adalah mereka mencoba mengganti huruf rangkap: dj, tj, ng, nj dengan j, c, ng, nj yang dipakai aw, ay, oy.

Ejaan Melindo/Melayu Indonesia (1961-Agustus 1967)

Persahabatan Persekutuan Tanah Melayu dengan Indonesia mencoba menyusun sebuah ejaan yang dituangkan dalam sidang di Jakarta tahun 1959. Kemudian hasil sidang diumumkan pada tahun 1961 dan diterbitkan oleh Departemen P dan K, menurut rencana akan diresmikan pada bulan Januari 1962. Karena adanya konfrontasi politik dengan Malaysia, ejaan ini tidak sempat menjadi kenyataan. Sebagai catatan bahwa ejaan Melindo sebagian besar sama dengan Ejaan Pembaharuan, hanya saja fonem e ditetapkan dengan diberi garis di atasnya jika dibuat e pepet.

Ejaan LBK/Lembaga Bahasa dan Kesusastraan

Ejaan ini disusun oleh Panitia Ejaan Bahasa Indonesia Departemen P dan K pada bulan September 1967. Panitia ini dibentuk oleh Kepala Lembaga Bahasa dan Kesusastraan, dengan hasilnya antara lain:

  1. Huruf tj diganti c, j diganti y, nj diganti ny, sj menjadi sy, dan ch menjadi kh.

  2. Huruf asing: z, y, dan f disahkan menjadi ejaan Bahasa Indonesia. Hal ini disebabkan pemakaian yang sangat produktif.

  3. Huruf e tidak dibedakan pepet atau bukan, alasannya tidak banyak kata yang berpasangan variasi e yang menimbulkan salah pengertian.

Sayang, ejaan ini tidak sempat diresmikan karena banyak menimbulkan reaksi dari pemakai, antara lain karena meniru ejaan Malaysia dan keperluan mengganti ejaan belum benar-benar mendesak.

Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan/EYD (16 Agustus 1972-sekarang)

Pada tanggal 16 Agustus 1972, pemerintah Indonesia menetapkan ejaan baru yaitu ejaan LBK yang telah diperbaiki dan disempurnakan, kemudian dikenal dengan nama Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan. Hal ini disertai dengan penertiban buku saku berwarna merah putih pada tahun 1972 dengan judul Ejaan Yang Disempurnakan. Untuk melengkapi EYD, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia Departemen P dan K menyusun buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan, berlaku sejak 27 Agustus 1975 dengan SK menteri P dan K Nomor 0196/U/1975.

Beberapa perubahan penting pada Ejaan Yang Disempurnakan yang dilakukan:

  1. Abjad dibaca: a, be, ce, de, dan seterusnya, sebelumnya dibaca: a, ba, ca, da, dan seterusnya.

  2. Kata majemuk ditulis terpisah, seperti: kereta api dan kamar tidur, kecuali hubungan unsur-unsurnya erat seperti: matahari, peribahasa, dan sebagainya. Sebelum ini kata majemuk selalu ditulis serangkai.

  3. Akronim yang memiliki lebih dari dua huruf awal tidak memakai tanda titik, misalnya: SMA dan FKIP sebelumnya ditulis S.M.A DAN F.K.I.P.

  4. Penulisan ejaan:tj menjadi c

    nj menjadi ny

  5. Huruf asing yang diresmikan pemakaiannya:z pada kata zamanf pada kata pasif

    v pada kata konvoi

  6. Bunyi antara w dihilangkan diganti menjadi ua. Misalnya: kwalitas menjadi kualitas.

  7. Jika di tengah kata ada dua konsonan, maka konsonan pertama (termasuk ng), maka pemenggalannya seperti:April menjadi Ap-ril

    Bangkrut menjadi bang-krut

  8. Huruf q dan x yang biasa digunakan dalam ilmu eksakta tetap dipakai. Contoh: foto Nixon, musabaqah

  9. Penulisan nama diri: sungai, orang, gunung, jalan, dan sebagainya, haruslah disesuaikan dengan Ejaan Yang Disempurnakan, kecuali jika ada pertimbangan khusus dari segi tradisi, hukum, dan sejarah.

  10. Kelemahan pepet ini adalah tidak dibedakannya huruf e yang menyatakan pepet maupun tidak, sebab ditulis sama.

Artikel ini dibuat hanya untuk informasi semata. Jika Anda ingin mengetahui lebih jauh tentang pembahasan ini, silakan baca buku atau sumber informasi yang ada di bagian referensi. Terima kasih.

REFERENSI
Artikel:
1. Wikipedia. Ejaan_Yang_Disempurnakan. Diakses pada tanggal: 13/08/2015 2. Berbagai sumber

Gambar:


Dokumen pribadi

Ditulis oleh Aan Setyawan
Dipublikasikan pada May 5th at 10:09pm


Ejaan bahasa Indonesia telah mengalami beberapa kali perubahan. Perubahan-perubahan yang terjadi adalah mempunyai tujuan untuk penyempurnaan. Dalam language planning proses ini dikenal dengan istilah elaborasi, yaitu pembutan aturan-aturan kaidah kebahasaan seperti dalam kaidah penulisan (ortografis)

1. Ejaan van Ophuysen
Ejaan van Ophuhysen atau yang juga dikenal dengan ejaan Balai Pustaka dipergunakan sejak tahun 1901 hingga bulan Maret 1947. Disebut Ejaan van Ophuysen karena ejaan itu merupakan hasil karya dari Ch. A. van Ophuysen yang dibantu oleh Engku Nawawi. Ejaan ini dimuat dalam Kitab Logat Melayu. Disebut dengan Ejaan Balai Pustakan karena pada waktu itu Balai Pustaka merupakan suatu lembaga yang terkait dan berperan aktif serta cukup berjasa dalam sejarah perkembangan bahasa Indonesia.
Beberapa hal yang cukup menonjol dalam ejaan van Ophusyen antara lain :
a. Huruf y ditulis dengan j.
b. Huruf u ditlus dengan oe
c. Huruf k pada akhir kata atau suku kata ditulis dengan tanda koma di atas.
d. Huruf j di tulis dengan dj.
e. Huruf c ditulis dengan tj.
f. Gabungan konsonan kh ditulis dengan ch.


2. Ejaan Republik
Ejaan Republik merupakan hasil penyederhanaan dari pada Ejaan van Ophuysen. Ejaan Republik mulai berlaku pada tanggal 19 Maret 1947. Pada waktu itu yang menjabat Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan Republik Indonesia adalah Mr. Suwandi, maka ejaan tersebut dikenal pula atau dinamakan juga dengan Ejaan Suwandi. Ejaan Repulik ini merupakan suatu usaha perwujudan dari Kongres Bahasa Indonesia yang pertama di Surakarta, Jawa Tengah, tahun 1938 dan yang menghasilkan suatu keputusan penyusunan kamus istilah. Beberapa perbedaan yang tampak dalam Ejaan Republik dengan ejaan Ophusyen dapat diperhatikan dalam uraian di bawah ini:
a. Gabungan huruf oe dalam ejaan van Ophusyen digantikan dengan u dalam Ejaan Republik.
b. Bunyi hamzah (‘) dalam Ejaan van Ophusyen diganti dengan k dalam Ejaan Republik.
c. Kata ulang boleh ditandai dengan angka dua dalam Ejaan Republik.
d. Huruf e taling dan e pepet dalam Ejaan Republik tidak dibedakan.
e. Tanda trema (") dalam Ejaan van Ophusyen dihilangkan dalam Ejaan Republik.

3. Ejaan Pembaharuan
Ejaan pemabahruan merupakan suatu ejaan yang direncanakan untuk memperbaharui Ejaan Republik. Penyusunan itu dilakukan oleh Panitia Pembaharuan Ejaan Bahasa Indonesia. Konsep Ejaan Pembaharuan yang telah berhasil disusun itu dikenal sebuah nama yang diambil dari dua nama tokoh yang pernah mengetuai kepanitiaan ejaan itu. Yaitu Profesor Prijono dan E. Katoppo. Pada tahun 1957 panitia dilanjutkan itu berhasil merumuskan patokan-patokan ejaan baru. Akan tetapi, hasil kerja panitia itu tidak pernah diumumkan secara resmi sehingga ejaan itu pun belum pernah diberlakukan. Salah satu hal yang menarik dalam konsep Ejaan Pembaharuan ialah disederhanakannya huruf-huruf yang berupa gabungan konsonan dengan huruf tunggal. Hal itu, antara lain tampak dalam contoh di bawah ini.
a. Gabungan konsonan dj diubah menjadi j
b. Gabungan konsonan tj diubah menjadi ts
c. Gabungan konsonan ng diubah menjadi ŋ
d. Gabungan konsonan nj diubah menjadi ń
e. Gabungan konsonan sj diubah menjadi š
Kecuali itu, gabungan vokal ai, au, dan oi, atau yang lazim disebut diftong ditulis berdasarkan pelafalannya yaitu menjadi ay, aw, dan oy.

4. Ejaan Melindo
Ejaan Melindo (Melayu- Indonesia), merupakan suatu hasil perumusan ejaan Melayu dan Indonesia pada tahun 1959. Perumusan Ejaan Melindo ini diawali dengan diselenggarakannya Kongres Bahasa Indonesia yang kedua pada tahun 1945, di Medan, Sumatera Utara. Bentuk rumusan Ejaan Melindo adalah merupakan bentuk penyempurnaan dari ejaan sebelumnya. Tetapi Ejaan Melindo ini belum sempat dipergunakan, karena pada masa-masa itu terjadi konfrontasi antara negara kita Republik Indonesia dengan pihak Malaysia. Hal yang berbeda ialah bahwa di dalam Ejaan Melindo gabungan konsonan tj, seperti pada kata tjinta, diganti dengan c menjadi cinta, juga gabungan konsonan nj seperti njonja, diganti dengan huruf nc, yang sama sekali masih baru. Dalam Ejaan Pembaharuan kedua gabungan konsonan itu diganti dengan ts dan ń.

5. Ejaan Baru (Ejaan LBK)
Ejaan baru pada dasarnya merupakan lanjutan dari usaha yang telah dirintis oleh panitia Ejaan Malindo. Para pelaksananya pun di samping terdiri dari panitia Ejaan LBK, juga dari panitia ejaan dari Malaysia. Panitia itu berhasil merumuskan suatu konsep ejaan yang kemudian diberi nama Ejaan Baru. Panitia itu bekerja atas dasar surat keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan no.062/67,tanggal 19 september 1967.
Perubahan yang terdapat pada Ejaan Baru atau Ejaan LBK, antara lain :
a. Gabungan konsonan dj diubah menjadi j.
b. Gabungan konsonan tj diubah menjadi j
c. Gabungan konsonan nj diubah menjadi ny
d. Gabungan konsonan sj diubah menjadi sy
e. Gabungan konsonan ch diubah menjadi kh

6. Ejaan Yang Disempurnakan
Pada waktu pidato kenegaraan untuk memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdakan Republik Indonesia yang ke XXVII, tanggal 17 Agustus 1972 diresmikanlah pemakaikan ejaan baru untuk bahasa Indonesia oleh Presiden Republik Indonesia. Dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972, ejaan tersebut dikenal dengan nama Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD). Ejaan tersebut merupakan hasil yang dicapai oleh kerja panitia ejaan bahasa Indonesia yang telah dibentuk pada tahun 1966. Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan ini merupakan penyederhanaan serta penyempurnaan dari pada Ejaan Suwandi atau ejaan Republik yang dipakai sejak dipakai sejak bulan Maret 1947.
Beberapa kebijakan baru yang ditetapkan di dalam EYD, antara lain:
a. Perubahan Huruf

Ejaan Lama

EYD

Djika

Tjakap

Njata

Sjarat

Achir

Supaja

Jika

Cakap

Nyata

Syarat

Akhir

Supaya

b. Huruf f, v, dan z yang merupakan unsur serapan dari bahasa asing diresmikan pemakaiannya, misalnya Khilaf,Fisik, valuta, Zakat
c. Huruf q dan x yang lazim digunakan dalam bidang ilmu pengetahuan tetap digunakan, misalnya pada kata Furqan, dan xenon.
d. Penulisan di- sebagai awalan dibedakan dengan di- yang merupakan kata depan. Sebagai awalan, di- ditulis sering kali dengan unsur yang menyertainya, sedangkan di- sebagai kata depan ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Contoh:

Awalan

Kata Depan

Dicuci

Dibelikan

Dicium

Dilatar belakangi

Di kantor

Di sekolah

Di samping

Di tanah

e. Kata ulang ditulis penuh dengan mengulang unsur-unsurnya. Angka dua tidak digunakan sebagai penanda perulangan, misalnya: Anak-anak, bukan anak2, Bermain-main, bukan bermain2, Bersalam-salaman, bukan bersalam2an