Sebutkan faktor internal yang mempengaruhi terjadinya interaksi sosial

Dalam Hukum Gerak Newton, pada poin hukum ketiga dikatakan bahwa “Untuk setiap aksi selalu ada reaksi yang sama besar dan berlawanan arah: atau gaya dari dua benda pada satu sama lain selalu sama besar dan berlawanan arah.”

Nah, di dunia sosiologi juga hampir sama. Setiap aksi (perilaku/tindakan) yang kita lakukan akan menghasilkan reaksi dari orang lain. Apa sih hubungan antara tindakan dan interaksi sosial ini? Coba deh kta simak kategori tindakan sosial di bawah ini.

Tindakan sosial instrumental

Tindakan sosial instrumental adalah tindakan yang bersifat rasional atau masuk akal. Tujuan tindakan ini dipertimbangkan secara matang untuk mencapai tujuan yang sudah diperhitungkan. Misalnya, ketika membeli gadget, kita akan mempertimbangkan terlebih dahulu jenis, spesifikasi, hingga harganya.

Tindakan sosial berorientasi nilai

Tindakan sosial berorientasi nilai dilakukan karena tindakan tersebut dianggap baik dan benar di mata masyarakat, namun tujuan dari tindakan tersebut tidak terlalu diperhitungkan. Contohnya, menggunakan tangan kanan ketika memberi atau menerima sesuatu karena masyarakat menganggap penggunaan tangan kanan lebih sopan dibandingkan tangan kiri.

Tindakan sosial tradisional

Tindakan sosial tradisional dilakukan tanpa perhitungan yang matang, namun karena kebiasaan yang sudah ada di lingkungan masyarakat. Selain itu, tidak ada rencana dalam melakukan tindakan ini, karena hanya meniru atau mengulang tindakan yang telah dilakukan sebelumnya. Misalnya, kebiasaan balimau masyarakat Minangkabau yang dilakukan saat menyambut bulan Ramadhan.

Tindakan afektif

Tindakan afektif adalah tindakan irasional yang terjadi secara spontan. Sebagian besar tindakan ini didorong oleh perasaan dan emosi, tanpa perhitungan yang matang. Misalnya, tindakan seorang ibu yang langsung memeluk anaknya yang sedang menangis, karena tindakan tersebut merupakan ungkapan kasih sayang yang dilakukan tanpa perlu pertimbangan sebelumnya.

Nah, tindakan sosial ini menjadi dasar terjadinya interaksi sosial. Interaksi sosial sangat erat kaitannya dengan naluri manusia untuk menjadi satu dengan manusia lain dan keinginan untuk bersatu dengan lingkungannya.

Interaksi sosial tidak terjadi secara spontan, namun didasari oleh faktor-faktor tertentu. Menurut ahli Sosiologi Soerjono Soekanto, terdapat beberapa faktor yang mendasari interaksi sosial, yaitu:

1. Imitasi

Imitasi adalah tindakan meniru orang lain, baik sikap, tingkah laku, maupun penampilan fisiknya. Imitasi ini bisa menjadi hal yang positif kalau hal yang ditiru tersebut merupakan hal yang baik di mata masyarakat. Sebaliknya, apabila hal yang ditiru tersebut merupakan hal negatif, tentunya akan dinilai buruk di mata masyarakat. Misalnya, meniru penampilan penyanyi yang memakai dandanan dan perhiasan yang berlebihan akan menimbulkan reaksi yang negatif di lingkungan sosial.

2. Sugesti

Sugesti adalah pengaruh atau pandangan yang diberikan satu pihak kepada pihak lain, sehingga ada proses saling mempengaruhi dan menerima pandangan tersebut secara ataupun tidak, tanpa berpikir panjang. Misalnya, calon presiden yang melakukan kampanye untuk menyakinkan masyarakat untuk memilihnya pada saat pemilu.

3. Identifikasi

Identifikasi yaitu kecenderungan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan orang lain, umumnya orang yang diidolakan. Identifikasi adalah bentuk lanjutan dari proses imitasi dan sugesti yang memiliki pengaruh yang sangat kuat. Contohnya, seorang penggemar K-pop yang sangat mengidolakan Irene Red Velvet, kemudian mulai mengubah penampilannya agar mirip dengan idolanya tersebut, mulai dari cara berpakaian, model rambut, dan make up.

4. Simpati

Simpati adalah suatu proses dimana seseorang merasa tertarik dengan orang lain sehingga ingin mengerti pihak lain untuk semakin memahaminya. Misalnya, ketika mendapatkan broadcast mengenai berita tentang anak hilang melalui aplikasi Whatsapp, sikap simpati yang muncul adalah meneruskan pesan tersebut ke orang lain agar anak tersebut segera ditemukan.

5. Empati

Mirip dengan simpati. Namun, pada empati kita benar-benar merasakan hal yang sama dengan apa yang dirasakan orang lain. Misalnya, seorang ibu yang kehilangannya karena penyakit kanker akan mengikuti komunitas dengan latar belakang anggota yang sama sebagai sarana berbagi informasi dan penggalangan dana sebagai bentuk dukungan materil dan moril untuk orang-orang yang memiliki nasib yang sama.

6. Motivasi

Mirip dengan sugesti namun lebih rasional. Motivasi memberikan pengaruh kepada orang lain namun tetap dapat diterima secara lebih kritis, rasional dan bertanggung jawab. Misalnya, ketika dipuji oleh guru karena mendapatkan nilai yang bagus, kita akan lebih termotivasi untuk giat belajar agar nilai kita tetap bagus.

Selain dipengaruhi oleh faktor-faktor di atas, interaksi sosial harus memenuhi dua syarat, yaitu kontak dan komunikasi.

Kontak sosial terbagi atas tiga jenis, yaitu:

  1. Antar individu, misalnya kontak antara orangtua dan anak
  2. Antar kelompok, seperti dua perusahaan yang melakukan kerjasama bisnis
  3. Antar individu dan kelompok, misalnya seorang guru yang menerangkan materi pelajaran kepada murid di kelas.

Selain itu, kontak sosial juga dapat dilihat dalam dua bentuk, yaitu kontak primer dan kontak sekunder. Kontak primer atau langsung terjadi tanpa bantuan perantara apapun. Sebaliknya, kontak sekunder terjadi melalui perantara seperti telepon atau e-mail.

Komunikasi dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu verbal dan non verbal. Komunikasi verbal dilakukan dengan menggunakan bahasa yang dimengerti oleh kedua belah pihak yang saling berkomunikasi. Sementara komunikasi non verbal dilakukan menggunakan kode tertentu, seperti kode morse atau bahasa isyarat.

Agar komunikasi dapat berjalan dengan lancar, ada beberapa komponen yang harus dipenuhi, yaitu:

  1. Pengirim, yaitu pihak yang mengirimkan pesan kepada pihak lain
  2. Komunikan, yaitu pihak yang menerima pesan
  3. Pesan, isi atau maksud yang disampaikan oleh pengirim kepada komunikan
  4. Umpan balik atau respon yang diberikan komunikan terhadap pesan yang disampaikan

Lalu, apa tujuan dari interaksi sosial? Interaksi sosial memiliki tujuan untuk menciptakan keteraturan sosial. Keteraturan sosial ini tercipta melalui 4 urutan, yaitu:

  1. Tertib, apabila masyarakat bertindak sesuai dengan nilai serta norma yang berlaku
  2. Order, nilai dan norma yang ada dipahami, diakui, dan dipatuhi sepenuhnya oleh masyarakat
  3. Keajegan dan keteraturan yang sifatnya tetap dan terus menerus secara otomatis
  4. Pola, bentuk, dan warna interaksi sosial

Membahas materi sosiologi tentang tindakan dan interaksi sosial ini sebenarnya bisa lebih lama dikarenakan hal ini berhubungan dengan kehidupan dan sudah pasti dekat dengan kita.

Nah, materi Tindakan dan Interaksi Sosial ini bisa kamu pelajari lebih mendalam di aplikasi Pahamify, loh! Pahamify punya banyak fitur yang dapat membuat proses belajar jadi seru sehingga kamu bisa memahami materi jadi lebih mudah. Download aplikasi Pahamify supaya kamu bisa belajar dengan gratis dan tetap #BelajarSeruDiRumah.

Penulis: Alivia Awin

Abdul Hadis (2013), Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Autistik, Bandung: Alfabeta, hlm 82

Achmad C, Hamidah, Leonardi. (2009). Efektivitas Terapi Bermain Sosial Untuk Meningkatkan Kemampuan dan Keterampilan Sosial Bagi Anak Dengan Gangguan Autism. Jurnal Psikologi X.12.90-110. Fakultas Psikologi UNDIP.

Arikunto, suharsimi (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.

Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Aris S. (2012). Gangguan Komunikasi pada Anak Autistik, Jiwa Indonesian Psychiatric Quarterly, 37 (2), 19-29.

Bimo W & Cangara (2009). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus – Autistik. Bandung: Alfabeta Bandung.

Gillin. (2010). Interaksi Sosial Pada Anak Autis. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Catugno. (2009) Social Skills Training, A. Practical Guide forInterventions.

Springer Publishing Co., New York.

Dawson Castolle. (2007). Autisme dan Retardasi Mental, Jiwa, Indonesian Psychiatric Quarterly, 37 (2), 9-17.

DS Prasetyo. (2015). Deteksi Dini Dan Skrening Autis, http;//www.alergianak.com diakses pada tanggal 20 oktober 2015.

Ekawati & Yustina Yettie Wandansari. (2012). Perkembangan Interaksi Sosial Anak Autis di Sekolah Inklusi: Ditinjau Dari Perspektif Ibu. Surabaya: Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya

Gayatri Pamoedji (2007). Autisme Bagaimana Mengenalnya, Majalah Anakku vol. 1 no.4.

Handojo (2008). Autisme Usia Dini, Bandung: Mitra Grafika.

Mangunsong, F. (2009). Psikologi dan Pendidikan Anak berkebutuhan Khusus. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Miltenberger. (2010). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Cetakan kedua. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.

Mirza Maulana, Mendidik Anak Autis dan Gangguan Mental lain Menuju Anak Cerdas dan Sehatâ€, Yogyakarta: Kata Hati, 2009, hlm 68.

Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Somantri, S. (2006). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT. Refika Aditama. Stone, W. (2010). Pengaruh Pelatihan Keterampilan Sosial Menggunakan Metode

Script Picture Terhadap Penyesuaian Sosial Anak sekola Dasar. Manasa. Juni Volume 2 Nomor 1. Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala, Surabaya.

Sugiarto (2014). Autisme Suatu Gangguan Jiwa Pada Anak-anak. Jakarta: Pustaka Populer Obor.

Wijayakusuma, H. (2014). Psikoterapi untuk Anak Autisma. Teknik Bermain Kreatif Non Verbal dan Verbal. Terapi Khusus untuk Autisma. Jakarta: Pustaka Populer Obor


Page 2

PENINGKATAN KUALITAS TIDUR DENGAN ZUMBA FITNESS

Elrin Anggraeni, Nugraha Sutadipura, Yuktiana Kharisma

40-48

Ike Irmawati Purbo Astuti, Eri Dian Maharsi, Linda Armelia, Dian Widiyanti

55-61

Melok Roro Kinanthi, Zulfa Febriani, Riselligia Caninsti, Ratih Arruum Listiyandini, Titi Sahidah Fitriana

121-126