Sebutkan dua ayat alquran hubungannya dengan memohon pertolongan

Suara.com - Surat An Nasr termasuk merupakan surat ke-110 dalam Al Quran. Surat An Nasr dibaca dengan fadhillah mendapatkan pertolongan dari Allah Swt.

Surat An Nasr merupakan surat Makiyah yang turun di Mekkah. Surat ini hanya terdiri dari tiga ayat sehingga banyak diketahui masyarakat.Surat An Nasr kerap dibaca sebagai surat pendek saat salat.

Namun tahukah anda isi surat An Nasr? Surat An Nasr menceritakan tentang pertolongan Allah yang datang bersama kemenangan.

Jika pertolongan itu datang, maka masyarakat akan berbondong-bondong memeluk agama Allah.

Baca Juga: Ngaku Bisa Panggil Nabi Muhammad, Mbah Mijan Sering Ubah Ayat Al Quran

Berikut bunyi surat An-Nasr dan artinya.

  1. Iz j`a nashrullhi wal-fat-h (Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan)
  2. Wa ra`aitan-nasa yadkhuluna f dinillahi afwaja (Dan engkau melihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah)
  3. Fa sabbih bihamdi rabbika wastagfir-h, innahu kana tawwaba (Maka bertasbihlah dalam dengan Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima tobat).

Keutamaan Membaca Surat An Nasr

Seperti firman Allah Swt yang lain, surat An Nasr juga memiliki berbagai keutamaan.

Melansir sejumlah semua sumber, membaca Surat An Nasr sama seperti membaca seperempat dari surat yang terkandung dalam Al-Quran.

Hadis Rasul mengenai keutamaan membaca surat An Nasr ini pernah dijelaskan dalam Hadist Rasulullah yang diriwatatkan oleh HR Tarmizi bahwa Surat Idza jaa nashrullahi wal fat-hu sama dengan seperempat Al-Quran.

Baca Juga: Bakar Al Quran di Serang, Pelaku Ngaku Mendengar Bisikan di Kepala

Surat An Nasr juga adalah salah satu surat terakhir yang diturunkan kepada Rasulullah Saw beberapa bulan sebelum beliau wafat. Hikmahnya umat muslim harus terus optimis mendapatkan pertolongan Allah bahkan sampai detik-detik terakhir hidupnya.

KALA manusia terlena dengan kemajuan di segala bidang baik Ekonomi, militer, kedokteran, maupun pendidikan. Baru saja menikmati 3G, kini sudah 4G menuju 5G seolah kemampuan manusia tiada batasnya.

Di tengah keterlenaan itu manusia terhentak kesadarannya bahwa ternyata kemajuan yang telah dicapai seolah tak berdaya dihapan makhluk Tuhan yang sangat kecil tak tampak oleh mata manusia yang disebut Coronavirus desease 2019 atau disingkat Covid-19.

Ketika sadar bahwa kemampuannya terbatas maka manusia khususnya mereka yang beriman, membutuhkan sandaran diri pada zat yang kekuatannya tiada terbatas yakni Kekuatan Tuhan. Ketidakberdayaan membuat manusia membutuhkan pertolongan Allah.

"Maka siapakah gerangan yang dapat menolongmu (selain allah) sesudah itu? karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal" (Q. S. Ali Imran : 160).

"Musa berkata kepada kaumnya mohon pertolonganlah kepada Allah dan bersabarlah". (Q. S. Al-Araf : 128)

"Syu'aib berkata : dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan pertolongan allah. hanya kepada allah aku bertawakal dan hanya kepadanyalah aku kembali" (Q. S. Hud : 88).

"Hai orang yang beriman jadikanlah sabar dan salat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar" (Q. S. Al- baqarah : 153).

" dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan kelaparan kekurangan harta jiwa dan buah-buahan dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar" (Q. S. Al-Baqarah : 155).

" hanya kepada-Mu (Allah) kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan" (Q. S. Al-fatihah : 5).

Bila kita mencermati ayat-ayat Al-Quran diatas serta ayat lain mengenai pertolongan Allah maka akan kita temui cara bagaimana mengundang Pertolongan Allah. Allah akan menolong siapa yang dikehendakiNya. Pertolongan Allah datang kepada orang yang beriman yang sabar sambil memohon pertolongan kepada Allah serta beribadah dan bertawakal hanya kepada-Nya.

Bulan suci Ramadan merupakan bulan yang penuh dengan berkah rahmat dan ampunan ini termasuk dalam waktu yang mustajab untuk berdoa, orang beriman diwajibkan berpuasa,  orang berpuasa termasuk yang mustajab doanya.

Maka Ramadan di tengah wabah covid-19 (Waktu mustajab dan doa orang yang mustajab) ini merupakan momentum untuk mengundang pertolongan Allah.

Mari kita undang pertolongan Allah dengan berdoa, bersabar dan bertawakal kepada-Nya semoga senantiasa kita berada dalam perlindungan dan pertolongan-Nya dari segala ujian, musibah, penderitaan dan marabahaya lainnya khususnya dari wabah covid-19 ini.

Dan semoga kita senantiasa bersyukur dalam kebaikan, selamat hidup di dunia dan akhirat dengan Pertolongan Allah. (*)

Jawaban:

إياك نعبد و إياك نستعين

(Hanya kepadamu kami menyembah dan hanya kepadamu kami memohon pertolongan, q.s Alfatihah:5)

و إما ينزغنك من الشيطان نزغ فاستعذ بالله

(Dan apabila setan datang menggodamu, maka mintalah perlindungan kepada Allah, q.s Al-a'raf:200 )

Insyaa Allah begitu,, semoga membantu,,, apabila ada keraguan,,, silakan dicek kembali^

Tafsir Ringkas Kemenag

Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan beribadah dengan penuh ketulusan, kekhusyukan, dan tawakal. Hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan dalam segala urusan dan keadaan kami, sambil kami berusaha keras. Kami memohon, tunjukilah kami jalan yang lurus, dan teguhkanlah kami di jalan itu, yaitu jalan hidup yang benar, yang dapat membuat kami bahagia di dunia dan di akhirat, serta dapat mengantarkan kami menuju keridaan-Mu.

Tafsir Kemenag

Di dalam ayat-ayat sebelumnya disebutkan empat macam dari sifat-sifat Allah, yaitu: Pendidik seluruh alam, Maha Pengasih, Maha Penyayang, dan Yang menguasai hari pembalasan. Sifat-sifat yang disebutkan itu adalah sifat-sifat kesempurnaan yang hanya Allah saja yang mempunyainya. Sebab itu pada ayat ini Allah mengajarkan kepada hamba-Nya bahwa Allah sajalah yang patut disembah, dan kepada-Nya sajalah seharusnya manusia memohon pertolongan, dan bahwa hamba-Nya haruslah mengikrarkan yang demikian itu.

Iyyaka (hanya kepada Engkau). Iyyaka adalah dhamir untuk orang kedua dalam kedudukan mansub karena menjadi maf'ul bih (obyek). Dalam tata bahasa Arab, maf'ul bih harus sesudah fi'il dan fa'il. Jika mendahulukan yang seharusnya diucapkan kemudian, dalam Balagah menunjukkan qasr, yaitu pembatasan yang bisa diartikan "hanya". Jadi arti ayat ini "Hanya kepada Engkau saja kami menyembah, dan hanya kepada Engkau saja kami mohon pertolongan".

Iyyaka dalam ayat ini diulang dua kali, gunanya untuk menegaskan bahwa ibadah dan isti'anah (meminta pertolongan) itu masing-masing khusus dihadapkan kepada Allah serta untuk dapat mencapai kelezatan munajat (berbicara) dengan Allah. Karena bagi seorang hamba Allah yang menyembah dengan segenap jiwa dan raganya tak ada yang lebih nikmat dan lezat perasaannya daripada bermunajat dengan Allah.

Baik juga diketahui bahwa dengan memakai iyyaka itu berarti menghadapkan pembicaraan kepada Allah, dengan maksud mengingat Allah swt, seakan-akan kita berada di hadapan-Nya, dan kepada-Nya diarahkan pembicaraan dengan khusyuk dan tawaduk. Seakan-akan kita berkata: 

"Ya Allah, dzat yang wajibul wujud, Yang bersifat dengan segala sifat kesempurnaan, Yang menjaga dan memelihara seluruh alam, Yang melimpahkan rahmat dan karunia-Nya dengan berlipat ganda, Yang berkuasa di hari pembalasan, Engkau sajalah yang kami sembah, dan kepada Engkau sajalah kami minta pertolongan, karena hanya Engkau yang berhak disembah, dan hanya Engkau yang dapat menolong kami".

Dengan cara seperti itu orang akan lebih khusyuk dalam menyembah Allah dan lebih tergambar kepadanya kebesaran yang disembahnya itu. Inilah yang dimaksud oleh Rasulullah dengan sabdanya: "Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari 'Umar bin al-Khatthab).

Karena surah al-Fatihah mengandung ayat munajat (berbicara) dengan Allah menurut cara yang telah diterangkan, maka hal itu merupakan rahasia diwajibkan membacanya pada tiap-tiap rakaat dalam salat, karena jiwanya ialah munajat, dengan menghadapkan diri dan memusatkan ingatan kepada Allah.

Na'budu pada ayat ini didahulukan menyebutkannya daripada nasta'inu, karena menyembah Allah adalah suatu kewajiban manusia terhadap Tuhan-nya. Tetapi pertolongan dari Allah kepada hamba-Nya adalah hak hamba itu. Maka Allah mengajar hamba-Nya agar menunaikan kewajibannya lebih dahulu, sebelum ia menuntut haknya.

Melihat kata-kata na'budu dan nasta'inu (kami menyembah, kami minta tolong), bukan a'budu dan asta'inu (saya menyembah dan saya minta tolong) adalah untuk memperlihatkan kelemahan manusia, tidak selayaknya manusia mengemukakan dirinya seorang saja dalam menyembah dan memohon pertolongan kepada Allah. Seakan-akan penunaian kewajiban beribadah dan permohonan pertolongan kepada Allah itu belum lagi sempurna, kecuali kalau dikerjakan bersama-sama.

Kedudukan Tauhid di dalam Ibadah dan Sebaliknya 

Ibadah secara istilah ialah semua perkataan, perbuatan dan pikiran yang bertujuan untuk mencari rida Allah. Arti "ibadah" sebagai disebutkan di atas ialah tunduk dan berserah diri kepada Allah, yang disebabkan oleh kesadaran bahwa Allah yang menciptakan alam ini, Yang menumbuhkan, Yang mengembangkan, Yang menjaga dan memelihara serta Yang membawanya dari suatu keadaan kepada keadaan yang lain, hingga tercapai kesempurnaannya.

Tegasnya, ibadah itu timbulnya dari perasaan tauhid. Oleh karenanya, orang yang suka memikirkan keadaan alam ini, yang memperhatikan perjalanan bintang-bintang, kehidupan tumbuh-tumbuhan, binatang dan manusia, bahkan yang mau memperhatikan dirinya sendiri, yakinlah dia bahwa di balik alam yang zahir ada Zat yang gaib yang mengendalikan alam ini, yang bersifat dengan segala sifat kesempurnaan, yakni Dialah Yang Mahakuasa, Maha Pengasih, Maha Mengetahui dan sebagainya. Maka tumbuhlah dalam sanubarinya perasaan bersyukur dan berutang budi kepada Zat Yang Mahakuasa, Maha Pengasih dan Maha Mengetahui itu.

Perasaan inilah yang menggerakkan bibirnya untuk menuturkan puji-pujian, dan yang mendorong jiwa dan raganya untuk menyembah dan merendahkan diri kepada Allah Yang Mahakuasa itu sebagai pernyataan bersyukur dan membalas budi kepada-Nya. Tetapi ada juga manusia yang tidak mau berpikir, dan selanjutnya tidak sadar akan kebesaran dan kekuasaan Allah, sering melupakan-Nya. Sebab itulah, setiap agama mensyariatkan bermacam-macam ibadah, gunanya untuk mengingatkan manusia kepada kebesaran dan kekuasaan Allah. Dengan keterangan ini terlihat bahwa tauhid dan ibadah itu saling mempengaruhi, dengan arti bahwa tauhid menumbuhkan ibadah, dan ibadah memupuk tauhid.

Pengaruh Ibadah terhadap Jiwa Manusia 

Tiap-tiap ibadah yang dikerjakan karena didorong oleh perasaan yang disebutkan itu, niscaya berpengaruh kepada tabiat dan budi pekerti orang yang melakukannya. Umpamanya, orang yang melaksanakan salat karena sadar akan kebesaran dan kekuasaan Allah, dan didorong oleh perasaan bersyukur dan berutang budi kepada-Nya, akan terjauhlah dia dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik. Dengan demikian salatnya itu akan mencegahnya dari mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak baik itu, sesuai dengan firman Allah swt:

"Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar." (al-'Ankabut/29: 45)

Begitu juga ibadah puasa. Ibadah ini akan menimbulkan perasaan cinta dan kasih sayang terhadap orang-orang miskin. Demikian pula seterusnya dengan ibadah-ibadah yang lain. Ibadah yang sebenarnya adalah ibadah yang ditimbulkan oleh keyakinan kepada kebesaran dan kekuasaan Allah, serta didorong oleh perasaan bersyukur kepada Allah. Ibadah yang hanya karena ikut-ikutan, atau karena memelihara tradisi yang sudah turun-temurun, bukanlah ibadah yang sebenarnya. Kendatipun seakan-akan berupa ibadah, tetapi tidak mempunyai jiwa ibadah. Tidak ubahnya seperti patung, bagaimanapun miripnya dengan manusia, tidaklah dinamai manusia. Ibadah yang semacam itu tidak ada pengaruhnya kepada tabiat dan akhlak.

Berusaha, Berdoa dan Bertawakal

Isti'anah (memohon pertolongan) seperti disebutkan di atas khusus dihadapkan kepada Allah, dengan arti bahwa tidak ada yang berhak dimohonkan pertolongan kecuali Allah. Pada ayat yang lain Allah menyuruh manusia untuk tolong-menolong dalam mengerjakan kebaikan.

Allah berfirman: "Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa". (al-Ma'idah/5: 2)

Adakah Pertentangan antara Dua Ayat itu? 

Tercapainya suatu maksud, atau terlaksananya suatu pekerjaan dengan baik, tergantung kepada terpenuhinya syarat-syarat yang dibutuhkan dalam melaksanakan pekerjaan itu, dan tidak adanya rintangan-rintangan yang menghalanginya. Manusia telah diberi potensi oleh Allah, baik berupa pikiran maupun kekuatan tubuh, agar bisa mencukupkan syarat-syarat atau menolak rintangan-rintangan dalam menuju suatu maksud, atau mengerjakan suatu pekerjaan. Tetapi, ada di antara syarat-syarat itu yang manusia tidak kuasa mencukupkannya. Di samping itu, ada juga rintangan yang tidak mampu ditolaknya. Begitu pula ada di antara syarat-syarat itu atau di antara halangan-halangan itu yang tidak dapat diketahui. 

Kendatipun menurut pikiran semua syarat yang diperlukan telah cukup, dan semua rintangan yang menghalangi telah berhasil diatasi, tetapi kadang-kadang hasil pekerjaan tidak seperti yang diharapkan. Ada hal-hal yang berada di luar batas kekuasaan dan kemampuan manusia. Itulah yang dimintakan pertolongan khusus kepada Allah. Sebaiknya, sesuatu yang masih dalam batas kekuasaan dan kemampuan, manusia disuruh tolong menolong, agar timbul pada masing-masing individu sifat saling mencintai, menghargai, dan gotong-royong.

Dengan perkataan lain, manusia disuruh Allah berusaha dengan sekuat tenaga, dan disuruh saling menolong, dan membantu. Di samping menjalankan ikhtiar dan usaha, dia harus pula berdoa, memohon taufik, hidayah dan ma'unah. Ini hendaknya dimohonkan khusus kepada Allah, karena hanya Dia yang kuasa memberinya. Sesudah itu semua, barulah dia bertawakal kepada-Nya.

Ibadah itu sendiri pun suatu pekerjaan yang berat, sebab itu haruslah dimintakan ma'unah dari Allah agar semua ibadah terlaksana sesuai dengan yang dimaksud oleh agama. Oleh karena itu, seseorang hendaknya menuturkan bahwa hanya kepada Allah sajalah kita beribadah, diikuti lagi dengan pernyataan bahwa kepada-Nya saja minta pertolongan, terutama pertolongan agar amal ibadah terlaksana sebagaimana mestinya. Ayat di atas, sebagaimana telah disebutkan, mengandung tauhid, karena beribadah semata-mata kepada Allah dan meminta ma'unah khusus kepada-Nya, adalah intisari agama, dan kesempurnaan tauhid.