Ruang yang berfungsi sebagai tempat tinggal dan berkumpul keluarga

Tyas Wening Selasa, 27 April 2021 | 13:30 WIB

Ruang yang berfungsi sebagai tempat tinggal dan berkumpul keluarga

Rumah adat Mbaru Niang, rumah adat yang ditinggali oleh Suku Manggarai di Nusa Tenggara Timur (Wikimedia Commons)

Bobo.id - Rumah adat suku bangsa menjadi salah satu kekayaan dan keberagaman budaya yang ada di Indonesia.

Ada berbagai suku yang menempati ribuan pulau di Indonesia.

Salah satu suku asli Indonesia adalah Suku Manggarai, yang tingga di Kabupaten Manggarai, Flores Barat, Nusa Tenggara Timur.

Suku Manggarai memiliki rumah adat yang bentuknya unik, nih, teman-teman, yaitu rumah adat yang berbentuk kerucut.

Baca Juga: Bukan Hanya Honai, Ada Juga Rumah Adat Papua Lainnya! Ketahui 3 Rumah Adat di Papua

Rumah adat ini disebut sebagai rumah adat Gendang yang disebut juga sebaggai Mbaru Niang.

Selain bentuknya yang unik, Mbaru Niang juga memiliki keunikan lainnya.

Yuk, ketahui mengenai rumah adat Mbaru Niang!


Page 2


Page 3

Ruang yang berfungsi sebagai tempat tinggal dan berkumpul keluarga

Wikimedia Commons

Rumah adat Mbaru Niang, rumah adat yang ditinggali oleh Suku Manggarai di Nusa Tenggara Timur

Bobo.id - Rumah adat suku bangsa menjadi salah satu kekayaan dan keberagaman budaya yang ada di Indonesia.

Ada berbagai suku yang menempati ribuan pulau di Indonesia.

Salah satu suku asli Indonesia adalah Suku Manggarai, yang tingga di Kabupaten Manggarai, Flores Barat, Nusa Tenggara Timur.

Suku Manggarai memiliki rumah adat yang bentuknya unik, nih, teman-teman, yaitu rumah adat yang berbentuk kerucut.

Baca Juga: Bukan Hanya Honai, Ada Juga Rumah Adat Papua Lainnya! Ketahui 3 Rumah Adat di Papua

Rumah adat ini disebut sebagai rumah adat Gendang yang disebut juga sebaggai Mbaru Niang.

Selain bentuknya yang unik, Mbaru Niang juga memiliki keunikan lainnya.

Yuk, ketahui mengenai rumah adat Mbaru Niang!

Advertisement

Rumah Adat Mbaru Niang, selalu berjumlah 7. (Foto; Instagram @ankga)

Mbaru Niang adalah rumah adat yang bisa kita temukan di Kampung Wae Rebo. Sebuah kampung adat di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), yang terpencil di atas pegunungan dengan ketinggian 1.117 mdpl.

Wae Rebo dikelilingi pegunungan dan hutan hujan tropis. Masuk wilayah Satar Lenda, Kecamatan Satar Mese Barat, Kabupaten Manggarai, NTT.

Baca juga:
* 7 Inspirasi Liburan di Labuan Bajo ala Ayu Ting Ting

Saat ini, Wae Rebo menjadi satu-satunya desa adat di Manggarai yang masih mempertahankan eksistensi Mbaru Niang.

Sebenarnya di Desa Todo juga terdapat Mbaru Niang. Hanya saja, rumah adat itu tidak lagi ditinggali. Berbeda dengan Mbaru Niang yang ada di Kampung Wae Rebo.

Keunikan Rumah Adat Mbaru Niang

Ruang yang berfungsi sebagai tempat tinggal dan berkumpul keluarga
Rumah Adat Mbaru Niang di Wae Rebo, Satar Lenda, Kecamatan Satar Mese Barat, Kabupaten Manggarai, NTT. (Sumber: kemenpar.go.id)

Kamu bisa sebutkan keunikan dari rumah adat Mbaru Niang? Berikut ini kita eksplorasi yuk, keunikan Desa Wae Rebo ini.

1. Atap Terbuat dari Daun Lontar

Rumah adat itu memiliki atap berbentuk kerucut dengan ketinggian mencapai sekitar 15 meter. Atap rumah adat Mbaru Niang terbuat dari daun lontar yang ditutupi ijuk. Bagian bawah dari atap itu menjulur sampai nyaris menyentuh tanah.

2. Atap Kerucut

Mengapa rumah adat disini berbentuk kerucut? Limas istimewa dengan bidang miring yang disebut selimut kerucut dan beralas lingkaran.

Dalam Budaya Wae Rebo, bentuk kerucut dari Mbaru Niang merupakan simbol perlindungan dan persatuan antarrakyat Wae Rebo.

Lantai rumah berbentuk lingkaran, melambangkan harmonisasi dan keadilan antarwarga dan keluarga.

3. Terdiri dari 5 Lantai/Tingkat

Rumah adat Mbaru Niang memiliki 5 lantai (5 tingkat). Terdapat berbagai ruangan dengan fungsi masing-masing, di kelima lantai Mbaru Niang.

✓ Tingkat Pertama

Di lantai pertama Mbaru Niang, ada ruang lutur yang difungsikan sebagai tempat tinggal dan tempat kumpul keluarga.

✓ Tingkat Kedua

Di lantai kedua, adalah loteng atau lobo yang difungsikan sebagai tempat penyimpanan barang-barang sehari-hari dan juga bahan makanan.

✓ Tingkat Ketiga

Selanjutnya, pada rumah mbaru niang tingkat ketiga digunakan untuk menyimpan benih-benih tanaman pangan. Lantai ketiga ini disebut lentar.

✓ Tingkat Keempat

Di lantai keempat ada lempa rae, sebuah ruang untuk menyimpan stok pangan untuk jaga-jaga/mengantisipasi kalau terjadi kekeringan.

✓ Tingkat Kelima

Tingkat kelima pada rumah adat Mbaru Niang disebut hekang kode. Sebuah ruang yang digunakan sebagai tempat sesajian bagi para leluhur.

4. Bangunan Kayu Tanpa Paku

Keunikan rumah adat Wae Rebo selanjutnya adalah, rumah terbuat dari kayu worok dan bambu yang dibangun tanpa paku.

Konstruksi bangunan Mbaru Niang saling terikat dengan menggunakan tali rotan yang sangat kuat.

5. Lantai Rumah Tidak Menyentuh Tanah

Sama seperti kebanyakan rumah adat yang ada di Indonesia, Mbaru Niang juga berbentuk rumah panggung.

Kolong rumah tingginya sekitar 1 meter. Dibuat demikian karena ada aturan dari leluhur: lantai rumah tak boleh menyentuh tanah.

6. Dibangun di Atas Tanah Datar

Semua rumah Mbaru Niang didirikan di atas tanah datar. Seluruh rumah dibangun mengelilingi sebuah altar yang disebut warga setempat sebagai Compang, titik pusat dari ke-7 rumah adat itu. Compang berguna untuk memuji dan menyembah Tuhan, juga para roh leluhur.

7. Rumah Adat Mbaru Niang Berjumlah Tujuh

Bangunan Mbaru Niang, secara turun temurun, selalu dijaga oleh warganya. Warga Wae Rebo, dari generasi ke generasi, sudah menghuni Mbaru Niang sejak sebelum abad ke-18.

Dan sampai saat ini, jumlah rumah tidak pernah bertambah dan berkurang. Tetap terjaga berjumlah 7 Mbaru Niang di Wae Rebo.

Jumlah 7 (tujuh) tersebut bukanlah ditetapkan dengan sembarangan. Namun mengandung arti penghormatan terhadap 7 arah gunung yang ada di sana.

Warga meyakini ketujuh gunung itu berfungsi sebagai pelindung Kampung Wae Rebo.

(Foto: Instagram @ali_olfat)

8. Satu Rumah Dihuni Lima Hingga Enam Keluarga

Begitu masuk ke dalam rumah, terdapat sebuah ruangan terbuka yang luasnya kurang lebih setengah dari luas total Mbaru Niang. Ruangan ini adalah lutur, sebuah ruangan multifungsi.

Di sinilah tempat menerima tamu, tempat para penghuni rumah (khususnya laki-laki) bersosialisasi, sekaligus tempat tidur kaum laki-laki yang sudah dewasa.

✓ Kamar

Bagian rumah lainnya adalah nolang, yang terdiri dari dapur dan ruang tidur. Ada 5 buah ruang tidur di sana, yang masing-masing dimiliki oleh satu keluarga. Ya, dalam satu rumah Wae Rebo bisa ditinggali 5-6 keluarga, dengan total penghuni sekitar 15-20 orang.

✓ Dapur

Kamar-kamar menghadap ke sebuah dapur yang memiliki tungku besar. Dapur mereka memang berada di tengah-tengah.

Uniknya, walaupun ada yang memasak dan banyak asap yang keluar dari tungku, kita tidak akan merasa sesak.

Hal ini karena masih adanya sela-sela kecil di antara struktur atap yang membuat asap bisa menyelinap keluar dari rumah.

Konon katanya, asap dari dapur yang mengepul ke atas sekaligus berfungsi untuk mengawetkan struktur bangunan.

Ruang yang berfungsi sebagai tempat tinggal dan berkumpul keluarga
(Sumber: kemenpar.go.id)

✓ Penyimpanan Barang

Melihat bentuk ruangan yang begitu komunal, bagaimana ya cara mereka menandai “kepemilikan” mereka, karena area adalah milik bersama. Dapur bersama, tempat penyimpanan pun bersama.

Masing-masing punya lemari untuk menyimpan barang-barang keperluan pribadi dan lemari untuk alat masak sendiri. Tapi ada juga alat masak yang digunakan bersama. Begitu juga soal penyimpanan di lobo (loteng). Ada kaplingnya masing-masing.

✓ Budaya Memasak Bersama

Bagaimana budaya memasak warga Wae Rebo? Karena hanya ada satu dapur, mereka selalu memasak bersama-sama.

Semua makanan dimakan bersama, meskipun ada juga masakan yang memang dimasak hanya untuk keluarga sendiri.

Walau masaknya bersama-sama, tak pernah ada rebutan makanan dan barang. Semua sudah tahu mana yang milik orang lain, milik bersama, dan yang milik dia sendiri.

Warisan Budaya

(Sumber: Instagram @vndrlvst)

Banyak keunikan yang dimiliki Rumah Adat Mbaru Niang di Wae Rebo. Karena itulah UNESCO Asia-Pasifik memberikan penghargaan kategori konservasi warisan budaya pada tahun 2012. Juga menjadi salah satu kandidat peraih Penghargaan Aga Khan untuk Arsitektur pada 2013.

Rute Menuju Wae Rebo

Untuk bisa tiba di Wae Rebo, kamu memerlukan usaha yang lumayan menguras tenaga dan keringat. Pertama-tama, dari Labuan Bajo kamu harus sampai dulu di Desa Dintor, dilanjutkan ke Denge, dengan berkendara selama sekitar 6 jam menempuh jarak sekitar 150 kilometer.

Dari Denge ke Wae Rebo, kita harus melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki sejauh 9 kilometer. Menempuh jalur mendaki selama sekitar 3-4 jam.

Lihat lokasinya di Google Map: Wae Rebo Village

Yakin saja. Rasa lelah di perjalanan mendaki akan terbayarkan ketika kamu sampai di Wae Rebo.

Rasa lelahmu akan hilang saat melihat kabut tipis yang selalu mengelilingi perkampungan dengan suhu sekitar 15 derajat celcius di pagi hari ini.

Keindahan panorama dan keunikan rumah Mbaru Niang, yang semakin lengkap dengan keramahan khas penduduknya, akan membuat kita betah berlama-lama berada di Wae Rebo.

Baca juga:
* 10 Foto Eksotis Pantai Liman NTT

Kesimpulan

Tidak mengherankan kalau Wae Rebo menjadi salah satu tempat wisata yang wajib dikunjungi kalau kita berkunjung ke Flores, NTT.

Kita bisa melihat secara langsung kehidupan sehari-hari masyarakat Wae Rebo yang masih tradisional. Selain tentu saja melihat keunikan rumah adat Mbaru Niang.

Ayo liburan ke Wae Rebo!

Advertisement