Purwacaraka adalah orang yang ahli dalam mengubah lagu lagu purwacaraka dapat disebut sebagai

Article Top Ad

Purwacaraka adalah orang yang ahli dalam mengubah lagu lagu purwacaraka dapat disebut sebagai

“Intermezzo in A Major Op. 118 No. 2” merupakan salah satu komposisi piano dari periode Romantik, yang cukup dikenal dan cukup banyak dimainkan dalam dunia piano klasik masa sekarang. Ini merupakan komposisi yang liris yang digubah oleh Johannes Brahms – seorang komposer dan pianis berkebangsaan Jerman yang hidup di periode Romantik (1833-1897). Keindahan lagu ini dapat tertangkap antara lain dalam permainan Radu Lupu: bernuansa meditatif dan resignation (pengunduran diri). Sementara Julius Katchen menambahkan unsur puitis dalam permainannya.

Intermezzo Op. 118 diciptakan Brahms di 5 tahun terakhir kehidupannya dan merupakan karya Brahms yang paling introspektif dan reflektif dibandingkan karya-karya sebelumnya yang cenderung bersifat sangat virtuosik. Intermezzo in A Major Op. 118 No. 2 merupakan satu dari enam piano pieces yang diciptakan pada tahun 1893, yang sekaligus merupakan salah satu komposisi yang dipublikasikan sebelum Brahms meninggal dunia.

Atmosfir dari karya ini terkesan sangat berbeda, bahkan bertolakbelakang dengan karakter dari Intermezzo pertama. Apabila Intermezzo pertama diwarnai oleh atmosfir seperti badai yang dahsyat – penuh ledakan kemarahan, Intermezzo kedua ini lebih mengekspresikan emosi yang tertahan/terkendali, lebih halus/lembut, dan memiliki atmosfir yang murung dan tenang.

Article Inline Ad

Purwacaraka adalah orang yang ahli dalam mengubah lagu lagu purwacaraka dapat disebut sebagai

Julius August Philipp Spitta, seorang musikolog Jerman, menyatakan sebagai berikut setelah menyimak score tersebut, “Ada begitu banyak variasi dalam seluruh karya piano Anda, namun mungkin nomor ini merupakan karya piano yang memiliki isi paling kaya dan makna yang dalam.” Mungkin karya piano ini merupakan gambaran dunia kehidupan emosional Brahms sendiri.

Disebutkan oleh Anson Young dalam artikelnya yang berjudul “ Brahms and His Late Piano Works Klavierstuck Op. 118”, Intermezzo in A Major (Andante teneramente) didedikasikan untuk Clara Schumann, sahabat Brahms. Karya ini diduga merupakan surat cinta rahasia Brahms kepada Clara Schumann; nuansa karya ini tergolong sangat sentimental dalam repertoire piano klasik.

Temanya diwarnai oleh perpaduan nuansa cinta, kenangan masa lalu, dan kerinduan kepada Clara Schumann beserta relasi yang didambakan. Clara Schumann sangat menghargai persembahan Brahms ini dan menyatakan,“The treasure you have given me in your new pieces constitute my only musical joy . . . And then there is the A major (No. 2), and its middle movement in F sharp minor with its lovely medley of melodies . . . how full of profound feeling and how dreamy it all is.”

Merujuk pada pendapat Anson Yeung dalam artikelnya yang berjudul Brahms and His Late Piano Works, Klavierstuck Op. 118, komposisi ini merupakan ABA form. Frase 3 nada di awal komposisi merupakan dasar bangunan dari seluruh karya, yang selanjutnya selalu diulang dalam berbagai bentuk tersamar, baik sebagai melodi atau contrapuntal line.

Bagian pertama dari komposisi ini merupakan rangkaian melodi yang liris, yang menggambarkan keindahan transendental. Selanjutnya beralih ke bagian kedua, dimana F sharp minor yang diwarnai oleh canonic style, mengandung nuansa melankolis dan kerinduan. Kemudian, memasuki bagian dimana terdapat nuansa akord yang lembut dan menenangkan, seperti paduan suara yang mengekspresikan ketenangan dan penuh hormat. Bagian ketiga sebagai penutup mengungkapkan keabadian atau kekekalan, disertai rasa pedih yang indah.

Dalam memahami suatu karya musik, penting bagi kita untuk juga memahami konteks yang melingkupi penciptaan karya tersebut, baik yang menyangkut kepribadian komposer maupun sejarah hidupnya, termasuk peristiwa hidup (life-event) penting yang melatarbelakangi karya musik yang diciptakannya. Karakteristik Intermezzo in A Major Op. 118 No. 2 (yang merupakan ekspresi musikal yang didedikasikan kepada sahabatnya Clara Schumann), kiranya juga tidak dapat dilepaskan dari kepribadian Brahms yang sedikit banyak juga dipengaruhi oleh kehidupan di masa kecil dan masa remajanya.

Kita tidak akan pernah dapat memahami sepenuhnya kedalaman psike dari Brahms, namun kiranya gambaran berikut dapat sedikit membantu memahami karya-karya musik Brahms, khususnya Intermezzo ini. Mari kita simak bersama mengenai riwayat kehidupan singkat dan kepribadian Brahms yang mungkin dapat membantu kita untuk lebih memahami dan menjiwai ketika memainkan Intermezzo in A Major Op. 118 No. 2.

Purwacaraka adalah orang yang ahli dalam mengubah lagu lagu purwacaraka dapat disebut sebagai
Tentang Brahms

Johannes Brahms lahir di Hamburg (Jerman Utara) pada tahun 1833, sebagai anak laki-laki dari Johann Jacob dan Johanna Christiane. Brahms memiliki seorang kakak perempuan dan seorang adik laki-laki. Orangtuanya merupakan pasangan yang sangat tidak pas. Ayahnya adalah seorang pria yang tampan, bertekad menjadi seorang musisi dan mendambakan karir di bidang artistik. Namun ayahnya lebih berjiwa petualang dibandingkan berbakat musik dan dapat dikatakan hampir tidak berhasil dalam menjalani hidup sebagai pemain band.

Ibunya lebih tua 17 tahun dibandingkanya Ayahnya. Ibunya sudah berusia 41 tahun ketika menikah dengan ayahnya, tidak cantik, dan memiliki satu kaki lebih pendek dibandingkan kaki lainnya. Ibunya berasal dari kelas sosial yang lebih baik dibandingkan ayahnya namun sangat ambisius. Meskipun tidak terdidik, ibunya memiliki pikiran yang tajam, menghargai tulisan, dan seorang pekerja keras.

Kedua orangtuanya menyadari talenta luarbiasa pada diri Brahms, mereka memberikan guru musik kepadanya serta pendidikan sebaik mungkin yang dapat diberikan. Sayang, kehidupan mereka miskin dan tinggal di daerah kumuh di Hamburg. Untuk meningkatkan penghasilan keluarga, Brahms terpaksa harus bermain piano di rumah bordil. Brahms yang masih remaja berusia belasan tahun sudah menghabiskan waktunya di malam hari di rumah bordil untuk bermain piano, dimana ia dikelilingi oleh para pelaut yang gemar bermabuk-mabukan serta pelacur yang kerap menggodanya dan bertindak kasar.

Tidak dapat dihindari, pengalaman tersebut (berlangsung selama kurang lebih tiga tahun) mempengaruhi kepribadian Brahms. Pengalaman ini melukainya secara psikologis maupun spiritual. Oleh karena itu, Brahms dikirim ke pedesaan dan hidup disana untuk memulihkan diri. Di daerah pedesaan inilah Brahms menemukan keindahan alam yang mampu mengubur trauma yang dialaminya itu. Namun, luka emosional dan fisik tetap tinggal dalam dirinya. Tidak hilang. Brahms tetap bertubuh kecil dan tidak berkembang hingga usia akhir duapuluhan tahun. Di usia ini Brahms belum memiliki kumis dan menyerupai anak laki-laki kecil yang manis.

Kepribadian Kontradiksi

Brahms digambarkan sebagai sosok dengan kepribadian yang saling berkontradiksi. Merujuk pada pendapat Pilar Montero dan Arthur Colman, Brahms disebut sebagai kasar namun murah hati, penuh pengendalian, tidak menyenangkan, penuh rahasia, pemalu, tidak sopan, dan tidak matang.

Brahms luarbiasa loyal kepada orang yang dekat dengannya namun juga sering mengasingkan diri dari kawan-kawannya. Banyak diantara kawan-kawannya adalah pemain musik dan kritikus musik hebat di masanya. Brahms tidak suka mengikuti konvensi atau norma-norma sosial yang berlaku di masyarakatnya, sering diejek, dan banyak diam.

Di sisi lain Brahms dapat menjadi seorang yang baik hati, gemar menasehati, murah hati dalam membantu keluarga, kawan-kawan, maupun musisi lain. Ia membiarkan kawan-kawan dekat mengenal dirinya. Tidak dapat dipungkiri bahwa Brahms dicintai dan dikagumi oleh banyak kawan, termasuk oleh Robert Schumann dan isterinya Clara Schumann, serta Joseph Joachim, seorang violis besar di masa itu.

Brahms memilih kehidupan soliter (menyendiri), tidak menikah dan tidak pernah memiliki anak. Brahms sangat mengagumi Clara Schumann dan pernah “tergila-gila” pada seorang penyanyi wanita muda (yang disusul dengan rencana pernikahan namun gagal dan menimbulkan patah-hati). Brahms juga memiliki kebiasaan berhubungan dengan wanita-wanita. Pergolakan emosional yang tidak ringan dalam hidupnya.

Polaritas psikologis dalam kepribadian Brahms serta pengalaman traumatik di masa remajanya mempengaruhi pilihan hidupnya. Brahms tidak dapat mendamaikan rasa tidak nyaman ketika dikekang oleh sistem ataupun relasi manapun yang menganut gaya hidup borjuis, menolak ikatan dengan isteri dan anak, ataupun ikatan pekerjaan yang menuntut stabilitas.

Brahms juga seorang pendebat yang hebat dan menyukai tantangan yang menggairahkan. Ia berusaha melakukan kompensasi terhadap pendidikan formalnya yang tidak tinggi dengan kecintaannya pada pengetahuan. Rumahnya dipenuhi oleh buku-buku, ia gencar membaca dan mengkoleksi musical manuscript dari para great masters.

Lemarinya memang berantakan, namun buku-buku dan berbagai manuskrip tersusun secara metodis, dan Brahms membanggakan dirinya sebagai seorang yang dapat menemukan setiap buku yang dicari, dalam ruang gelap sekalipun. Talenta musiknya membawa Brahms menjadi musisi besar, antara lain sebagai artistic director dari kelompok musik, memimpin orchestra dan paduan suara.

Ambivalen

Pola kepribadian Brahms yang ambivalen juga tampak dalam relasi cintanya: cintanya sangat besar kepada Clara Schumann namun tidak pernah terwujud. Clara tidak hanya cantik namun juga terkenal karena permainan piano dan pengetahuan musiknya. Ketika Brahms berjumpa dengan Clara, usia Brahms masih 20 tahun dan masih pemuda kecil yang peka, halus, dan pemalu.

Clara 14 tahun lebih tua darinya dan sudah menjadi ibu dari enam anak. Robert dan Clara Schumann sangat mengagumi Brahms karena kejeniusannya dan ia menjadi anggota keluarga mereka. Setelah Robert meninggal, Brahms-lah yang menolong Clara melewati kesepian dan kesedihannya. Mereka juga berpergian bersama dan mungkin pernah menjalin cinta meskipun akhirnya status mereka tetap kawan dekat sampai akhir hayat.

Musik Brahms banyak dipengaruhi oleh Schubert, Schumann, dan Beethoven, maupun lagu rakyat Eropa dan musik gipsi. Brahms dapat menggubah musik yang emosional, melodius, romantik dalam classical form, menciptakan batas terhadap emosionalitas komposisinya dalam bentuk dan struktur musik yang baik.

Brahms tidak sejalan dengan gaya musik Liszt dan Wagner, yang dianggap terlalu flamboyan. Brahms memilih untuk kembali pada gaya Bach, Handel, Palestrina, serta medieval church. Berbagai komposisinya digarap dan digarap ulang dengan disiplin tinggi yang mendekati obsesi. Konon dikatakan bahwa sementara Brahms mengabaikan nasehat yang diterima, ia juga sangat kritis terhadap karya-karyanya sendiri, dan bahkan hampir menghancurkan seluruh karya yang tidak memuaskan dirinya.

Meskipun akhirnya secara finansial kaya, Brahms tetap memilih gaya hidup hemat dan sederhana. Ia tinggal di rumah yang sederhana, makan di restauran yang murah, dan berpakaian seperti gelandangan dengan peniti besar untuk menutup mantel yang dikenakannya. Melalui musiknya, Brahms menemukan keseimbangan terhadap kepribadiannya yang saling berkonflik.

Resolusi Musikal

Intermezzo in A Major Op. 118 No. 2 sebagai Resolusi Musikal Brahms Atas Cinta dan Kerinduannya yang Mendalam Kepada Clara Schumann. Pilar Montero dan Arthur Colman dalam tulisannya yang berjudul: “Johannes Brahms: The Musical Resolution of a Conflicted Personality” yang dimuat di website San Francisco Choral Society, mengatakan, “Brahms can be said to have truly given his life to his art. Through his genius, his utter devotion to his work, and much personal sacrifice, he turned his own suffering and psychological trauma into a sublime if agonizing world for himself and a thrilling experience for his audiences. We can only be grateful.”

Dengan kata lain, Brahms adalah seorang yang telah mendedikasikan hidupnya untuk seni musiknya. Sebagai seorang yang berdevosi secara penuh pada musik dan mengalami banyak pergolakan dan penderitaan hidup, Brahms berhasil mensublimasi penderitaan dan trauma psikologis yang dialaminya ke dalam musiknya.

Dalam ilmu psikologi, yang dimaksud dengan sublimasi adalah suatu bentuk mekanisme pertahanan psikologis dimana impuls atau hasrat dan idealisasi yang tidak dapat diterima secara sosial diubah menjadi tindakan atau perilaku yang dapat diterima secara sosial. Dalam sublimasi seseorang mengubah hasrat naluriah menjadi kegiatan artistik, ilmiah, ideologi, dan sebagainya yang sifatnya lebih tinggi.

Produk seni, budaya, ilmu pengetahuan, termasuk karya musik klasik, merupakan hasil dari proses sublimasi. Menurut Pilar Montero dan Arthur Colman, karya musik Brahms merupkan hasil dari proses sublimasi dari penderitaan dan trauma psikologis yang dialaminya. Secara lebih khusus, tidak tertutup kemungkinan Intermezzo in A Major Op. 118 No. 2 juga merupakan hasil sublimasi dari cinta dan kerinduan Brahms yang mendalam namun tidak terpenuhi kepada Clara Schumann beserta pergolakan psikis yang dirasakan terkait relasi tersebut.

Brahms mengubah atau mentransformasikan pengalaman psikisnya ke dalam sebuah karya musikal yang tenang – hening (serene), melampaui segala gejolak dalam diri yang ada kalanya masih timbul juga – suatu hal yang manusiawi tentunya (sangat human). Melalui Intermezzo in A Major Op. 118 No. 2, Brahms menemukan resolusi terhadap kerinduannya terhadap Clara Schuman. Dibutuhkan kematangan dan kedewasaan psikologis spiritual untuk dapat membawakan karya ini dengan baik. Kita harus angkat topi kepada Brahms yang berhasil melalui proses yang tidak mudah. (*)

Penulis:

Purwacaraka adalah orang yang ahli dalam mengubah lagu lagu purwacaraka dapat disebut sebagai
Benedictine Widyasinta, M.Si, Psi

(Guru piano, Magister Psikologi Klinis/Sains dari Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Pernah belajar di Yayasan Musik Jakarta)

Article Bottom Ad

Purwacaraka adalah orang yang ahli dalam mengubah lagu lagu purwacaraka dapat disebut sebagai