Pemuka masyarakat mekah yang mula-mula memeluk agama islam adalah

Pemuka masyarakat mekah yang mula-mula memeluk agama islam adalah

Perjuangan adalah berusaha untuk menggapai sesuatu yang di dambakan, sesuatu yang di dambakan berarti merukan hal yang postif, hal yang positif berarti merupakan hal yang baik, hal yang baik insya Allah bernilai pahala. Jadi pada hakekatnya sebuah perjuangan merupakan langkah kita untuk menggapai suatu pahala disisi Allah Swt. Dalam dunia ini tidak mungkin orang yang mengalami sebuah kesuksesan tanpa diawali dengan yang namanya perjuangan. dalam perjuangan tersebut juga terdapat berbagai macam hambatan-hambatan yang malang melintang. Semakin sering mengalami berbagai masalah maka semakin kuat pula kita.Hidup ini memang tidak mungkin lepas dari perjuangan, untuk akherat juga perlu dengan perjuangan. Rasulullah Saw sendiri yag merupakan kekasih Allah Swt juga berjuang untuk mengajarkan agama tauhid. Apabila dibandinngkan perjuangan beliau dengan perjuangan kita. Rasanya tidak ada apa-apanya dengan perjuangan Nabi muhammad Saw. Tiga tahun lamanya, Nabi Muhammad saw. berdakwah secara sembunyi sembunyi. Hasilnya, lebih kurang 40 orang menganut agama Islam. Mereka menjadi pengikut Nabi Muhammad yang setia dan rela mempertaruhkan harta benda, bahkan nyawa mereka untuk menegakkan dan membela agama Allah. Akhirnya, turunlah ayat yang memerintahkan Nabi agar menyampaikan dakwah secara terang-terangan kepada segenap lapisan masyarakat. Mula-mula, yang diserunya kaum kerabatnya dari Bani Hasyim. Disampaikan oleh beliau kepada mereka apa yang diperintahkan Allah Swt. Akan tetapi, mereka membangkang dan marah kepada Nabi. Demikian pula keadaan ketika Nabi menyampaikannya kepada kaum Quraisy lainnya. Mereka menyambut dengan ejekan dan cemoohan. Abu jahal dan paman Nabi Muhammad Saw sendiri, Abu Lahab, adalah pemimpin dan gembong Quraisy yang sekuat daya menentang dan berusaha mematahkan agama Islam. Agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. tidak langsung diterima olehmasyarakat. Oleh karena itu, dalam mendakwahkan ajaran Islam, sangat hati-hati dan yangdiutamakan adalah para sahabat dan keluarga terdekatnya terlebih dahulu. Orang-orang Quraisy menolak agama Islam disebabkan beberapa hal.

Pertama, ajaran-ajarannya bertentangan dengan kepercayaan yang mereka warisi dari nenek moyang mereka turun temurun.

Kedua, dengan diterimanya agama Islam, kedudukan mereka yang tinggi selama ini akan jatuh merosot.

Ketiga, keuntungan yang mereka peroleh dari perdagangan patung dan lainnya akan luput dari tangan mereka. Tidaklah heran kalau mereka itu menentang Islam dan merintanginya secara mati-matian.

Mula-mula, mereka meminta kepada Abu Thalib agar melarang keponakannya menyiarkan agama itu. Karena usaha Abu Thalib tidak berhasil, mereka pun menggunakan kekerasan di luar batas perikemanusiaan, baik terhadap sahabat-sahabat Nabi maupun terhadap diri Nabi Muhammad saw. Berbagai macam siksaan mereka lakukan kepada Nabi.Ia pernah dilempari dengan batu dan najis, dipukul dan diludahi mukanya, bahkan ada yang hendak mencekik lehernya. Sahabat-sahabat Nabi pun tak luput dari siksaan. Sewaktu Umayya ibnu Khalaf mengetahui bahwa budak hitamnya yang bernama Bilal ibnu Rabah masuk Islam, ia sangat marah. Bilal disiksa tanpa diberi makan dan minum. Kemudian, Bilal ditelentangkan di pasir yang panas. Dadanya ditindih dengan batu sehingga dia sukar untuk bergerak. Sebagai muslim yang taat, Bilal tetap tabah dan tidak goyah imannya kepada Allah Swt. Namun, akhirnya Abu Bakar menyelamatkan dan membebaskan Bilal dari siksaan Umayya. Bilal dibeli dan dimerdekakan oleh Abu Bakar Setelah kekerasan yang dilakukan oleh orang-orang Quraisy tidak berhasil, mereka mengatur siasat lain, yaitu mendekati dan membujuk Nabi Muhammad. Mereka mengirim utusan kepada Nabi dan menawarkan apa yang diingininya, seperti harta, pangkat, kedudukan, bahkan wanita-wanita cantik untuk jadi isterinya. Semua ditolak oleh Nabi, bahkan kepada pamannya, Abu Thalib,Nabi mengatakan :

“Demi Allah, wahai Pamanku! Seandainya mereka letakkan bulan di tangan kiriku dan matahari di tangan kananku dengan maksud agar aku menghentikan tugasku, aku tidaklah akan meninggalkannya, sampai usahaku berhasil atau aku binasa karenanya.” 

Setelah bujukan-bujukan gagal, orang-orang Quraisy kembali melakukan kekerasan kepada kaum Muslimin. Itulah sebabnya, Nabi menyuruh mereka hijrah ke Habsyi (Ethiopia) sampai dua kali untuk menyelamatkan diri. Nabi sendiri bersama sahabat-sahabatnya yang lain tetap menjalankan tugas di Mekah sekalipun mengalami berbagai kesulitan. Usaha orang-orang Quraisy selalu kandas. Bahkan sebaliknnya, agama Islam semakin berkembang. Mereka pun semakin marah dan mengambil tindakan yang lebih kejam. Mereka membuat perjanjian sepihak bahwa seluruh kaum kerabat Nabi dari Bani Hasyim dan Bani Muthallib, baik yang telah menganut Islam maupun yang belum, kecuali Abu Lahab, diboikot dan diasingkan. Tidak seorang pun dibolehkan mengadakan hubungan dengan mereka, baik untuk berjual beli, memberi bantuan maupun melakukan perkawinan. Perjanjian itu mereka tulis di atas sahifah atau plakat, lalu mereka gantungkan di Kakbah. Mereka bersumpah tidak akan mencabut sebelum Nabi Muhammad Saw diserahkan ke tangan mereka. Akan tetapi, Muhammad Saw tidak juga diserahkan. Akibatnya, mereka terpaksa disingkirkan ke lembah-lembah dan hidup dari pucuk-pucuk dan urat-urat kayu.

Tiga tahun lamanya kaum Muslimin menderita akibat perjanjian sahifah itu. Akhirnya, datanglah pertolongan Allah Swt. Pemuka-pemuka Quraisy merasa kasihan dan tidak sampai hati melihat penderitaan kaum Muslimin hingga pengasingan itu mereka batalkan.

Februari 17, 2015 by MUHAMMAD ANSYARI  - dibaca 1243 kali

NABI MUHAMMAD SEBAGAI PEMIMPIN AGAMA

Ketika Nabi Muhammad saw. Lahir (571 M) di kota  Mekah adalah sebuah kota yang sangat terkenal diantara kota-kota Arab baik karena tradisi maupun letak geografisnya. Kota Mekah dilalui oleh jalur perdagangan yang ramai dan makmur dimana agama dam masyarakat Arab ketika itu mencerminkan realita kesukuan masyarakat Jazirah Arab.[1] Kondisi masyarakat Arab pada saat itu sampai  kehadiran Nabi Muhammad saw. Sangat jauh dari ajaran Islam yang diistilahkan dengan masa Jahiliyah.

           Mekah merupakan kota suci yang telah dibangun sejak kedatangan Nabi Ibrahim bersama isteri  dan anaknya (Ismail) dalam membentuk tatanan masyarakat yang beradab atau suku Quraisy.Dibangun di atas fondasi iman dan takwa kepada Allah swt. (agama tauhid) sebagai agama yang hanif. Perjalanan waktu lambat laun menyebabkan generasi sesudahnya kurang memperhatikan dan mengamalkan ajaran yang pernah dibawah oleh Nabi Ibrahim dan Ismail   yang berdampak pada terkikisnya akidah dan moral bahkan lenyap dari diri mereka  atau mayoritas anggota masyarakat.

           Pada masa itu bangsa Quraisy tidak lagi mengerti dengan agama yang pernah diajarkan oleh Nabi Ibrahim dan Ismail, mereka menyembah berhala, kemusyrikan dan ketahayulan yang menyesatkan mereka hingga lahirnya Nabi Muhammad saw. Sebagai pembawa risalah dan seorang Nabi diantara mereka. Nabi Muhammad saw. Mulai menyebarkan agama Islam di Mekah dengan metode sembunyi-sembunyi kepada keluarga, sahabat dan orang-orang terdekay secara bertahap. Mekah merupakan daerah awal dakwah, karena di sanalah Nabi Muhammad dilahirkan. Lain halnya ketika menyiarkan agama Islam di Madinah.[2] Perkembangan Islam telah merambah ke dunia politik dan ekonomi.

           Madinah merupakan tempat yang strategis menyebarkan agama karena dapat diterima baik   kemudian secara perlahan-lahan menjadi p[ermasalahan syariat.Kota Mekah dan Madinah merupakan langkah awal perjuangan Nabi Muhammad saw. Dalam menjalankan tugas kenabian dan kerasulan sehingga jumlah penduduk yang memeluk agama Islam semakin bertambah. Nabi Muhammad saw. Tidak hanya berfungsi sebagai pemimpin agama tetapi juga kepala Negara. Hal ini disebabkan peran dan tugas keduanya berimbang dan sulit dipisahkan dalam kepemimpinan Nabi Muhammad saw. Kemudian untuk membentuk suatu masyarakat yang makmur ditengah-tengah masyarakat yang kompleks, dan Nabi mampu mendamaikan beberapa suku di Madinah.

           Nabi Muhammad saw. Melalui kesepakatan damai telah berada di Madinah untuk  saling kerjasama membantu dan membangun antara umat islam dan penduduk Madinah dengan beberapa perubahan yang Nabi  dilakukan . Mereka mempunyai kedudukan yang baik dan merupakan umat  yang kuat dan berdiri sendiri. Nabi Muhammad saw. Mempunyai fungsi ganda itulah sehingga mampu membentuk masyarakat  yang bobrok menjadi masyarakat yang berperadaban.

           Dari uraian di atas dapat diungkapkan seberapa jauh perjalanan NabiMuhammad Saw. Dalam menjalankantugas kerasulan dan kekhalifaan di awal perjuangan Islam.

B.   Rumusan Masalah

            Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka yang menjadi rumusan masalah sebagai berikut:

  1. Bagaimana kondisi masyarakat Mekah dan Madinah dengan kehadiran Nabi Muhammad saw ?
  2. Bagaimana posisi Nabi Muhammad saw. Sebagai pemimpin agama ?

II.   PEMBAHASAN

  1.  Biografi Singkat Nabi Muhammad saw

              Nabi Muhammad saw. Dilahirkan ditengah keluarga Bani Hasyim di Mekah pada hari senin tanggal 12 Rabiul Awal bertepatan dengan tahun Gajah dan empat puluh tahun setelah kekuasaan  Kisrah Anusyirwan atau bertepatan tanggal 20 April 571 M.[3]

           Nabi Muhammad Lahir dari keturunan Quraisy. Quraisy adalah gelar yang diberikan kepada anak cucu Kinanah yang berhasil mempertahankan Ka’bah dari serbuan keturunan Himyar dari Negeri  Yaman. Beliau mempunyai silsilah sebagaimana keluarga Arab yang terhormat lainnya.  Nabi Muhammad saw. Berasal dari keturunan Ibrahim Dan Ismail yang sampai pada Hasyim. Dari pihak ayah  Muhammad bin Abdullah bun Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushayyi bin Kilab bin Fihr bin Malik bin Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrika bin Ilyas bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan.

           Muhammad dari pihak ibu adalah Muhammad bin Aminah binti Wahbin bin Abdi Manaf bin Zuhra bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luayyi bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan.

           Nabi  Muhammad saw. Lahir dalam keadaan yatim karena ayahnya meninggal sebelum beliau lahir.  Nabi Muhammad saw. Kemudian diserahkan kepada ibu pengasuh yakni Halimah as-Sa’diyah sampai usia empat tahun. Setelah dikembalikan kepada ibu kandungnya Sitti Aminah, dua tahun dalam asuhan ibunya meninggal dunia. Selanjutnya Nabi Muhammad saw. diasuh oleh kakeknya Abdul Muthalib sekitar dua tahun sang kakek juga meninggal dunia. Selanjutnya di yang bertanggung jawab adalah pamannya Abu Thalib. Dalam asuhan pamannya inilah ia belajar memimpin  karena mampu menjadi pengembala kambing  atau mampu mandiri dikarenakan kondisi ekonomi paman yang relatif tidak berkecukupan. Selain itu Nabi Muhammad saw. Sering ikut bersama pamannya untuk berdagang ke Syam  (Sirya).[4]

           Melalui perdagangan inilah awal pertemuan dengan Khadijah yang akhirnya menikah, pada Nabi Muhammad saw. berusia dua puluh lima tahun. Dari perkawinan dengan Khadijah Nabi mempunyai kebahagian selain menjadikan sebagai isteri  terkadang Khadijah memberikan kasih sayang yang layaknya seorang ibu kandung, karena sifat Khadijah yang keibuan. Khadijah juga memberikan motivasi yang tinggi kepada Nabi Muhammad saw. terutama pada saat menerima wahyui sehingga  menjadi pendamping yang sangat memahami kondisi psikologi.

  1.  Kondisi Masyarakat Arab Menjelang datangnya Islam

             Islam lahir di Arab, tepatnya di Mekah merupakan tempat yang tidak ramah lingkungan dan memperlihatkan cara hidup yang keras dan Primitive.Manyarakat yang memiliki karakter  keras dan hobi berperang.  Kondisi geografis  yang tandus dan keras tdak ada penghidupan yang layak, senantiasa masyarakat bingung untuk melakukan aktifitas yang coock di gurun pasir. Inilah saalah satu penyebab sehingga mereka lebih senang angkat pedang dengan suku-suku lain di Arab. Masyarakat Arab pada dasarnya bertauhid yang telah disiarkan oleh Nabi Ibrahim dengan bukti Ka’bah karena beliau yang melanjutkan pembangunan Ka’bah.

           Masyarakat Arab merupakan masyarakat yang pernah mengalami masa kekosongan seorang rasul, sehingga banyak diantara mereka melalaikan ajaran agama akibat dari keadaan masyarakat yang beragam dan fanatisme  kesukuan  menyebabkan mereka menyembah berhala yang lebih dikenal dengan istilah paaganis  atau dengan istilah jahiliyah (kebodohan).[5]  Mereka jahiliyah di bidang akhlak dan tauhid tetapi dibidang ekonomi mereka pintar berdagang ke berbagai Negara. Masyarakat Arab memiliki sistem kesukuan sehingga kepala suku yang berperan penting dalam masyarakat Arab waktu itu. Selain itu derajat kaum wanita sebelum islam datang  sangat dilecehkan yang ditandai dengan banyak wanita yang dibunuh karena dianggap aib bagi keluarga.

  1. Dakwah secara sembunyi-sembunyi.

                 Nabi Muhammad saw. sebagai rasul pertama kali menerima wahyu di Gua Hira pada saat, pada saat itu Dia sangat prihatin terhadap kesukaran-kesukaran  di Mekah yang menyebabkan     Dia berusaaha mencari keheningan dan memisahkan diri dari pergaulan masyarakat dengan berkontempolasi di Gua hira yang letahnya tidak jauh dari sebelah utara kota Mekah. Hal ini menunjukkan bahwa sebelum pengangkatan sebagai nabi yang benar dan lurus, beliau memilih Gua Hira sebagai tempat yang cocok untuk mewujutkan harapannya. Disana  beliau bertafakur sehingga  pada tanggal 17 Ramadhan tahun 611 M, malaikat Jibril mendapat perintah dari Allah swt. Untuk menyampaikan wahyu pertama kepada Nabi Muhammad saw. sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al-Alaq: 96/ 1-5:

Terjemahnya :

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha mulia.Yang mengajar (manusia) dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.[6]

Setelah menrima wahyu pertama tersebut, Nabi Muhammad saw telah terpilih menjadi seorang rasul. Wahyu pertama belum mengisyaratkan sebagai perintah untuk menyampaikan seruan kepada suatu agama. Setelah wahyu kedua turun yang terdapat dalam Firmannya : Q.S al-Mudatsir:74/1-7

Terjemahnya:

Wahai oarng yang berkemul(berselimut)!. Bangunlah lalu berilah peringatan!. Dan agungkanlah Tuhanmu. Dan bersihkanlah pakaianmu. Dan tinggalkanlah segala (perbuatan) yang keji. Dan janganlah engkau (Muhammad) memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan karena Tuhanmu bersabarlah.[7]

            Inti kehidupan Nabi Muhammad saw. setelah turunnya wahyu ke dua di Mekah adalah melaksanakan tugas-tugas kerasulannya. Beliau melakukan interaksi dengan masyarakat Mekah berdasarkan petunjuk-petunjuk wahyu dan tugas tersebut dilaksanakan dengan penuh kesabaran dan keikhlasan. Untuk itulah beliau semakin memperkokoh kedudukannya sewbagai Rasul yang harus berdakwah, mengajak umat manusia untuk menerima agama yang dibawahnya.

            Pada awal Nabi berdakwah secara sembunyi-sembunyi atau rahasia. Hal ini dilakukan berdasarkan pengalaaman dan pengetahuan ajaran wahyu bahwa semua yang dilakukan berdasarkan pada kondisi yang tepat. Orang yang pertama diajak memeluk atau mengikuti agama Nabi Muhammad saw. adalah isteri dan kerabatnya. Tidaklah mengherankan ketika  Khadijah yang pertama memeluk agama Islam disusul Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar, dan Zaid bekas budak dan menjadi anak angkatnya. Umu Aiman yang mengasuh Nabi Muhammad saw. termasuk orang pertama masuk Islam juga. Sebagai pedagang yang berpengaruh Abu Bakar yang terkenal dengan julukan Assabiqunal Awwalun.[8] Mengajak temannya masuk Islam seperti Usman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abd rahman bin auf, Sa’ad bin Abi Waqqas, Thalhah bin Ubaidillah bin Jarrah dan Arqam yang rumahnya dijadikan sebgaai tempat pertemuan rutin bagi orang-orang yang telah memeluk Islam.

            Selanjutnya Nabi Muhammad saw. mengajak keluarga dalam arti lebih luas dari yang tersebut di atas karena semua keluarga yang bergabung dalam rumpun Bani Abdul Muthalib diajak untuk masuk Isalm karena kaum kerabat atau keluarga lebih utama diajak untuk lebih dulu masuk Islam sebelum orang lain. Di dalam keluarga ini paman Nabi sendiri yang menentang keras adalah Abu Lahab. Sekalipun banyak yang menentang tetapi ada juga yang memberikan perlindungan kepada Nabi Muhammad saw. sebagaimana kehidupan orang arab yang berkelompok.

  1. Dakwah Secara Terang-terangan.         

                Dakwah secara terang-terangan atau terbuka menyeru kepada masyarakat umum. Nabi Muhammad saw. memperkenalkan Isalm secara terbuka kepada masyarakat umum setelah Allah swt. Menurunkan ayat dalam Firmannya Q.S al-Hijr: 15/9

Terjemahnya:

Maka sampaikanlah (Muhammad) secara terang-terangan segala apa diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.[9]

Namun dakwah yang dilakukan beliau tidak mudah karena mendapat tantangan dari kaum Quraisy. Hal tersebut timbul karena beberapa faktor yaitu:

  1. Mereka tidak dapat membedakan anatara kenabian dan kekuasaan. Mereka mengira bahwa tunduk kepada seruan Nabi Muhammad saw. berarti tunduk kepada kepemimpinan Bani Abdul Muthalib.
  2. Nabi Muhammad saw. menyerukan persamaan hak antara bangsawan dan hamba sahaya.
  3. Para pemimpin Quraisy tidak mau percaya ataupun mengakui serta menerima ajaran tentang kebangkitan kembali dan pembalasan di akhirat.
  4. Taklid kepada nenek moyang adalah kebiasaan yang berurat akar pada bangsa Arab, sehingga sangat berat bagi mereka untuk meninggalkan agama nenek moyang dan mengikuti agama Islam.
  5. Pemahat dan penjual patung memandang Islam sebagai penghalang rezeki.[10]

             Pokok-pokok ajaran Nabi Muhammad saw. dalam kapasitas sebagai Rasul pada semua tahapan yang dilaluinya adalah mengajak umat manusia untuk menyembah Allah swt. dan meninggalkan penyembahan dan pemujaan kepada selain Allah swt. Mengajak kepada manusia apa yang didakwakan untuk diikuti dan dipercaya. Melalui usaha yang gigih akhirnya hasil yang diharapkan mulai terlihat meskipun kebanyakan mereka adalah orang-orang yang lemah namun keimanan sangat kuat.

            Orang-orang Mekah memandang seruan Nabi Muhammad saw. pada masa-masa permulaan tidak melukai dan tidak memancing oposisi. Pada tahap tersebut nabi tidak punya keinginan untuk mendirikan suatu agama baru tetapi semata-mata hanya berusaha membawa wahyu dalam bahasa Arab kepada orang-orang Arab seperti yang pernah dilakukan sebelumnya tanpa ada reaksi pada bangsa lain dalam bangsa mereka sendiri.

            Kekejaman yang dilakukan oleh penduduk Mekah terhadap kaum muslimin, mendorong Nabi Muhammad saw. untuk mengungsikan sahabat keluar dari kota Mekah. Pada tahun kelima kerasulan Nabi Muhammad  saw. menetapkan Hasby sebagai daerah tempat pengungsian, karena Raja Negeri tersebut orang yang adil ditengah aksi kekejaman dan siksaan sampai pemboikotan terhadap Bani Hasyim yang merupakan tempat Nabi Muhammad saw. berlindung. Pemboikotan itu berlangsung selama tiga tahun dan merupakan tindakan yang sangat melemahkan umat Islam.

            Masuknya Islam Hamzah dan Umar bin Khattab memperkuat posisi Islam yang mengakibatkan semakin meningkat reaksi dari kaum Quraisy. Puncak dari kekejaman itu sangat dirasakan oleh Rasulullah tatkala dua pilar penyokong yakni      Abu Thalib dan isteri tercinta beliau Khadijah meninggal dunia. Peristiwa itu terjadi pada tahun ke sepuluh kenabian. Tahun ini merupakan tahun kesedihan bagi Nabi Muhammad saw. sehingga dinamakan Amul Khuzu.[11] Kondisi ini menyebabkan Nabi Muhammad saw. pindah ke Thaif namun kenyataan di sana lebih malah mendapat perlakuan tidak wajar , Nabi Muhammad saw. diejek, dicaci, dilempari hingga terluka di bagian kepala dan badan.

            Berbagai cara ditempuh Quraisy untuk menghambat dakwah Nabi Muhammad saw. mulai dari menekan dan mengucilkan, menghina dan menganggap gila, ingin menukar Nabi dengan kepala mereka sampai menawarkan harta, tahta dan wanita kepada Nabi asalkan dakwah dihentikan. Akan tetapi tak satupun dapat menggoyahkan pendirian dan keyakinan Nabi Muhammad saw. Usaha ini sesungguhnya tanpa disadari kaum Quraisy, mereka telah mengakui kedudukan Nabi Muhammad saw. sebagai seorang pemimpin sebuah kelompok (menganut ajaran agama /keyakinan) meskipun dalam jumlah sedikit jika dibandingkan  yang dimilki kaum Quraisy saat itu.

            Pada tahun kesepuluh ke Rasulannya, Allah swt. mengisra dan memi’rajkan Nabi Muhammad saw. Peristiwa Isra Mi’raj merupakan hal yang menjadikan orang-orang kafir semakin tidak percaya apa yang dikatakan Nabi Muhammad saw. dan ujian bagi orang-orang yang beriman. Setelah peristiwa Isra Mi’raj perkembangan besar bagi kemajuan dakwah Nabi. yakni dengan datangnya sejumlah penduduk Yatsrib (Madinah) untuk berhaji ke Mekah. Melalui perjanjian Aqabah pertama yang berisi ikrar kesetian dan  perjanjian Aqabah kedua yang berisi mereka akan membai’at Nabi Muhammad saw. sebagai pemimpin telah memberikan kebesaran jiwa kepada Nabi Muhammad untuk segera memerintahkan sahabat hijrah ke Yastrib, meskipun intimidasi terhadap kaum muslimin semakin meningkat. Nabi Muhammad saw. sebdiri akhirnya hijrah ke Yastrib ditemani Abu Bakar karena kaum kafir Quraisy sedang mempersiapkan rencana pembunuhan kepada Nabi Muhammad saw.

            Begitulah kisah perjalanan Nabi Muhammad saw. dalam menyiarkan agama Islam. Sebagai bagian dari kepemimpinan Rasulullah dalam perjuangan dakwah islam kepada masyarakat Arab. Dalam periode ini Nabi berpikir untuk menyusun suatu masyarakat Islam yang teratur dan usaha untuk penyebaran kepercayaan yang benar.

1) Problematika Dalam Dakwah Rasulullah SAW

Sebenarnya, posisi Nabi Muhammad SAW di tengah-tengah penduduk Makkah begitu mulia. Selain lantaran semasa hidupnya dikenal cerdas, jujur, dan lemah lembut, dia juga memiliki silsilah keturunan yang menempati puncak yang tinggi. Beliau dari keluarga Hasyim, juru kunci ka’bah dan penguasa urusan air penduduk Makkah. Gelar-gelar keagamaan yang tinggi-tinggi ada pada mereka. Walau begitu bukan berarti beliau terbebas dari gangguan dan ancaman selama menjalankan misi dakwah islamiyahnya.

Berbagai ancaman, gangguan dan hinaan yang datang bertubi-tubi dari kaum kuffar dan musyrikin seakan mewarnai perjalanan dakwahnya bersama kaum muslimin. Para bangsawan Quraisy dan hartawan yang gemar bersenang-senang mulai merasakan bahwa ajaran Muhamamad merupakan bahaya besar bagi kedudukan mereka. Jadi yang mula-mula mereka lakukan ialah menyerangnya dengan cara mendeskreditkannya dan mendustakan segala apa yang dinamakannya kenabian itu. Mereka melakukan berbagai propaganda untuk menghentikan kegiatan Nabi Muhammad dan kaum muslimin yang terus bertambah, seperti melakukan penghujatan, caci-maki, pemboikotan, dan sebagainya. Namun karena Muhammad selalu dalam perlindungan Bani Hasyim dan Bani Al Muthallib, ditambah lagi dengan keislaman Hamzah bin Abi Thalib, paman dan saudara sesusu Nabi yang setia melindunginya, membuat pemuka-pemuka Quraisy itu berfikir dua kali untuk membunuh Nabi Muhammad. Apalagi beberapa waktu kemudian, seorang tokoh andalan kafir Quraisy, Umar bin Khattab yang juga masuk Islam, maka semakin bertambah lemahlah pengaruh Quraisy kala itu.

Namun kaum musyrikin Quraisy tak pernah tinggal diam, hari demi hari gangguan itu makin menjadi-jadi, sampai-sampai ada kaum muslimin yang dibunuh, disiksa, dan semacamnya. Maka strategi Muhammad menyelamatkan umatnya adalah dengan menyarankan mereka supaya tinggal berpencar-pencar. Sebagian mereka disuruh hijrah ke Abisinia yang rakyatnya menganut agama Kristen, dan diperintah oleh seorang Raja yang jujur. Dalam sejarah tercatat bahwa kaum muslimin telah melakukan dua kali hijrah ke negeri tersebut. Bahkan sebagiannya malah ada yang bermukim di sana sampai sesudah hijrah Nabi ke Yatsrib.

Ketika pamannya Abu Thalib meninggal, hubungan Nabi Muhammad dengan pihak Quraisy lebih buruk lagi dari yang sudah-sudah. Lalu disusul pula dengan kematian Khadijah yang menjadi sandaran Muhammad, membuat beliau begitu terpukul dan berduka. Pihak Quraisy sepertinya sudah tidak terlalu segan lagi untuk membunuh Nabi Muhammad SAW bila ada kesempatan. Dan dengan alasan ini pulalah beberapa tahun setelah kematian Paman dan Istrinya itu membuat Rasulullah memutuskan untuk melakukan hijrah ke Yastrib, dimana sebelumnya dakwah Nabi SAW telah sampai di sana dan diterima oleh sebagian penduduknya dengan baik. Dan dari tanah Yatsrib ini pulalah kejayaan Islam memasuki babak baru.

2) Rahasia Kesuksesan Dakwah Nabi Muhammad SAW

Kesuksesan dakwah Rasulullah SAW tidak terlepas dari metode dan strategi dakwah  yang beliau terapkan secara sistematis dan terprogram. Adapun di antara strategi sukses dakwah islamiyah beliau di tengah-tengah umat akan penulis rangkumkan sebagai berikut:

  1. Sebagai langkah persiapan, beliau membangun public-image yang positif dari sisi personalitas dan akhlaknya. Dalam hal ini, sejak awal beliau telah mampu menyadang predikat “al-amin”.
  2. Sebagai langkah awal dakwahnya, Rasulullah melakukan dakwah dengan rahasia dan memilih objek dakwah yang paling dekat dengan beliau, seperti istri, keluarga dan para sahabat dekatnya yang dapat dipercaya.
  3. Setelah ada perintah dakwah secara terang-terangan, beliau langsung melakukan dakwah secara terbuka dan mengambil langkah strategis dengan menggunakan media gunung shofa untuk mengumpulkan masyarakat dengan memanfaatkan kesan publik akan kejujurannya untuk memasukkan pesan dakwahnya kepada mereka dan besarnya kasih sayang Abu Tholib kepada beliau sebagai langkah defensive.
  4. Rasulullah juga mengembangkan sikap “Umat Oriented“, artinya lebih mementingkan keselamatan umatnya di atas dirinya.
  5. Setelah hijrah ke Madinah; langkah pertama yang beliau lakukan adalah membangun masjid sebagai tempat ibadah dan media mengumpulkan pengikutnya serta bermusyawarah tentang rencana perjuangan berikutnya. Langkah kedua, dengan ikatan persaudaraan antarumat Islam beliau mantapkan dengan meletakkannya atas satu landasan, yaitu Islam (bukan etnis, stratta sosial dan sebagainya).
  6. Setelah itu, barulah beliau membangun politik kenegaraan yang dimulai dengan terciptanya Perjanjian Madinah dan beliau sendiri sebagai Kepala Negara.

Di samping itu, ada beberapa hal yang menjadi modal kesuksesan utama dalam berdakwah sehingga mudah diterima oleh segala lapisan masyarakat yang mendambakan kebenaran dan ketentraman, di antaranya adalah: (a) meletakkan dasar keimanan yang kokoh; (b) menciptakan keteladanan yang baik seperti yang dilukiskan Al Qur’an; (c) menetapkan persamaan derajat manusia dengan mengangkat harkat dan martabat mereka di atas azaz toleransi; (d) menjadikan ukhuwah islamiyah sebagai tiang kebudayaan; (e) pembinaan sistem akhlakul karimah dan pendidikan dalam menjalani kehidupan; (f) menegakkan secara bersama-sama syari’at Islam menuju muslim kaffah.

III . KESIMPULAN

            Berdasarkan uraian pada pembahasan tersebut di atas maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:

  1. Bangsa Arab merupakan daerah yang tandus dan panas sehingga sering terjadi perang antar suku. Bansa Arab dikenal sebagai golongan diantara mereka penyembah berhala dikarenakan meninggalkan nilai-nilai tauhid yang pernah diajarkan Nabi-Nabi terdahulu. Sehingga tidak mengherankan ketika Islam datang mengalami banyak rintangan dan hambatan dari kaum kafir Quraisy.
  2. Nabi Muhammad sebagai pemimpin agama bermula ketika turunnya wahyu pertama di Gua Hira. Dalam perkembangannya Nabi Muhammad saw. Melakukan dakwa secara sembunyi-sembunyi kepada kerabat atau keluarga terdekatnya. Setelah itu dilakukan dakwah secara terang-terangan. Dalam dakwanya itu banyak mengalami rintangan dari berbagai pihak sehingga mengharuskan Nabi Muhammad saw hijrah ke Madinah. Di mekah pada umumnya Nabi Muhammad menyiarkan agama Islam pada tataran tauhid yang beriman kepada Allah swt.
  3. Setelah hijrah ke Madinah; langkah pertama yang beliau lakukan adalah membangun masjid sebagai tempat ibadah dan media mengumpulkan pengikutnya serta bermusyawarah tentang rencana perjuangan berikutnya.  Langkah kedua, dengan ikatan persaudaraan antarumat Islam beliau mantapkan dengan meletakkannya atas satu landasan, yaitu Islam (bukan etnis, strata sosial dan sebagainya).

DAFTAR  PUSTAKA

Amin, Samsul Munir. Sejarah Peradaban Islam, Cet. II; Jakarta: Amzah, 2010.

Chalil, Moenawar.  Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad saw. Cet VI; Jakarta: Bulan Bintang, 1993.

Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemahnya yayasan penyelenggara Penerjemah. Jakarta: Cahaya Qur’an, 2006.

Haikal, Muhammad Husai. Hayatu Muhammad.  Diterj. oleh Ali Audah dengan judul Sejarah Hidup Muhammad, Bogor, Pustaka Lintera Antar Nusa, 1993

Hamka.  Sejarah Umat Islam.  Cet.III; Jakarta: Bulan Bintang, 1998.

Hitti, Philip K. History of the Arabs, From the Earliest Times to the Present. Terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, Cet. I, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2008.

Mufradi, Ali. Islam di Kanfas Kebudayaan Arab.  Jakarta: Logos, 1997.

Majid, Nurcholis.  Ensiklopedi Pemikiran di Kanvas Peradaban.  Cet. I; Jakarta: Mizan, 2006.

Syaikh, Shafiyyur Rahman al-Mubarakfury. Sirah Nabawih. Cet. I; Jakarta: Pustaka al- Kautsar, 1997.

Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Cet. XIV; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.  

[1]Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (cet. XIV; Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2004), h. 9.

[2]Nurcholis Majid, Ensiklopedi Pemikiran di Kanvas Peradaban (cet. I ; Jakarta: Mizan, 2006). H. 1746. 

[3]Moenawar Challi, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad saw. (cet, VI; Jakarta: Bulan Bintang, 1993), h.79.

[4]Quraisy adalah gelar yang diberikan kepada Kinanah yang berhasil mempertahankan Ka’bah dari serbuan keturunan Himyar dari negeri Yaman. Ada dua orang yang disebut ahli sejarah pemilik Quraisy itu. Nadir bin Kinanah dan Firh bin Malik bin Nadir tetapi kebanyakan cenderung kepada yang kedua Firh. Firh selain mengusir bala tentara negeri Yaman yang terkenal sebagai pedagang dengan memanfaatkan kedatangan orang-orang yang menjiarahi Ka’bah. Di samping itu Dia suka pula meladeni kebutuhan peziarah-peziarah menjamu dan memberi air dan makanan atas sifat yang terpuji itu maka Firh terkenal dengan Quraisy.

[5]Badri Yatim. op. Cit ., h. 16-18.

  [6]Departemen Agama. al-Qur’an Terjemahnya Yayasan Penyelenggara Penerjemah (Jakarta: Cahaya Qur’an, 2006), h. 96.

 [7]Departemen Agama , op. Cit, h. 576.

[8]Muhammad Husai Haikal, Hayatu Muhammad diterjemahkan oleh Ali Audah  dengan judul  Sejarah hidup Muhammad (Bogor: Pustaka Lintera Antar Nusa,  1995), h. 45-49.

[9]Departemen Agama, op, cit, 265.

[10]Samsul Munir Amin,  Sejrah Peradaban Islam, (cet. II; Jakarta: Amzah, 2010), h. 66.

[11]Ali Mufrod, op. Cit. 22.