Organisasi wanita yang muncul pasca Kongres Perempuan I pada Desember 1928 adalah

Cikal bakal Hari Ibu terjadi pada Kongres Perempuan Indonesia I yang diadakan hanya dua bulan setelah Sumpah Pemuda pada tahun 1928. Tujuan diadakannya kongres ini untuk mempersatukan seluruh organisasi perempuan saat itu di dalam suatu badan federasi tanpa memandang latar belakang agama, politik, dan kedudukan sosial dalam masyarakat.

Kongres perempuan ini menjadi puncak dari kesadaran berorganisasi kaum perempuan Indonesia dalam memperjuangkan hak-haknya yang tertindas oleh kolonialisme Belanda. Hal utama yang dibahas dalam kongres adalah tentang pendidikan, perkawinan, dan perlindungan perempuan dan anak-anak.

Politik kebangsaan semakin berani disuarakan setelah Kongres Perempuan Indonesia menjadi organisasi. Pemenuhan hak politik perempuan untuk memilih dan dipilih dalam parlemen Hindia Belanda menjadi langkah selanjutnya dalam perjuangan mereka. Ditetapkannya Hari Ibu pada 22 Desember dalam Kongres Perempuan Indonesia ke-III pada tahun 1938, menjadi momentum peringatan perjuangan kaum perempuan Indonesia pada masa penjajahan Belanda.

 22–25 Desember 1928

Kongres Perempuan Indonesia I diadakan di Pendopo Joyodipuran, Yogyakarta. Pertemuan ini diadakan atas inisiatif dari tujuh organisasi yakni Wanita Taman Siswa, Wanita Utomo, Jong Islamieten Bond Dames Afdeeling, Jong Java bagian Wanita, Wanita Katolik, Aisyiyah dan Putri Indonesia. Alhasil 30 organisasi perempuan Indonesia terlibat aktif dalam kongres ini. Masalah-masalah politik tidak dibahas dalam kongres, melainkan hanya berbicara tentang pendidikan, perkawinan, dan perlindungan bagi perempuan dan anak-anak. Dalam pertemuan ini diambil sebuah keputusan untuk mendirikan Perikatan Perempuan Indonesia (PPI).

Organisasi wanita yang muncul pasca Kongres Perempuan I pada Desember 1928 adalah
Lebih kurang 10.000 kaum ibu Jumat kemarin menghadiri peringatan hari Ibu di Istora. Senayan, Jakarta. Pada kesempatan itu empat ibu yang memelopori Kongres Perempuan I di Yogyakarta 22 Desember 1928 : Ibu Soenarto Mangunpuspito, Ibu Kartowijono. Ibu Dr. Moewardi dan Ibu Soelarso (kiri kekanan) memperoleh tanda penghargaan (23/12/1972). KOMPAS/PAT HENDRANTO

13 Oktober 1929

Seksi perempuan Jong Java, Putri Indonesia, dengan bantuan dari Perhimpunan Persaudaraan Istri, Persatuan Ibu, dan Wanito Sedjati mengadakan pertemuan umum di Bandung. Dari ribuan yang hadir terdapat enam ratus perempuan yang terlibat aktif. Dalam pertemuan tersebut dibicarakan tentang poligami dan pelacuran yang marak terjadi di Hindia Belanda.

28-31 Desember 1929

Kongres pertama PPI diadakan di Jakarta. Tujuan dari pertemuan ini untuk memperkuat Anggaran Dasar dan Anggara Rumah Tangga organisasi. Nama organisasi berubah menjadi Perikatan Perkumpulan Istri Indonesia (PPII). Dibentuknya organisasi ini untuk menggabungkan seluruh organisasi perempuan Indonesia menjadi satu.

13-18 Desember 1930

Kongres kedua PPII diadakan di Surabaya. PPII semakin berkembang menjadi organisasi pergerakan berlandaskan dengan prinsip kebangsaan yang tidak hanya mengacu pada agama dan politik tertentu. Kepengurusan PPII dipusatkan di Jakarta, diketuai oleh Ny. Mustajab.

25-29 Maret 1932

Kongres ketiga PPII di Surakarta semakin mendekatkan kaum perempuan dalam permasalahan politik bangsa. Beberapa anggota turut bergabung dengan organisasi lelaki dalam kegiatan politik. Organisasi Istri Sedar mengajukan ide untuk menuntut dihapuskannya peraturan mengenai poligami. Namun, ide tersebut masih banyak dipertentangkan terutama oleh organisasi perempuan berbasiskan agama Islam.

25-26 Juni 1932

Konferensi antaranggota PPII di Yogyakarta menghasilkan suatu badan fusi bernama “Isteri Indonesia”. Organisasi ini berazaskan kebangsaan, kerakyatan, kenetralan terhadap agama, dan bertujuan untuk kemerdekaan Indonesia. Selain itu juga dibentuk organisasi yang bukan bagian dari suatu partai yakni “Puteri Budi Sejati” yang berpusat di Surabaya.

6-8 Mei 1933

Pertemuan PPII di Jakarta memutuskan untuk tidak mengadakan kongres lagi melainkan mempersiapkan untuk mengadakan Kongres Perempuan Indonesia ke-II.

Organisasi wanita yang muncul pasca Kongres Perempuan I pada Desember 1928 adalah
Peringatan Hari Ibu di Jakarta (22/12/1947) di Pegangsaan Timur 56. IPPHOS

20-24 Juli 1935

Kongres Perempuan Indonesia ke-II diadakan di Jakarta. Kongres ini dipimpin oleh Ny. Sri Mangunsarkoro. Pertemuan ini menghasilkan beberapa keputusan seperti dibentuknya badan perikatan dengan nama Kongres Perempuan Indonesia dan setiap tiga tahun sekali mengadakan kongres secara rutin. Pandangan mengenai masalah politik semakin banyak dibicarakan di dalam kongres, salah satunya pembentukan Badan Penyelidikan Perburuhan Perempuan Indonesia yang bertugas menyelidiki keadaan buruh perempuan di Indonesia.

14-15 September 1935

Konferensi PPII di Yogyakarta memutuskan untuk membubarkan PPII karena telah terbentuk badan Kongres Perempuan Indonesia yang tujuan dan maksud pendiriannya memiliki kesamaan.

23-27 Juli 1938

Kongres Perempuan Indonesia ke-III diadakan di Bandung dengan pimpinan Ny. Emma Puradireja. Kongres ini membicarakan hak perempuan untuk memilih dan dipilih dalam Volksraad (Dewan Rakyat). Selain itu juga diputuskan pendirian Komisi Perkawinan yang bertanggungjawab mengenai peraturan perkawinan di Indonesia tanpa menyerang hukum Islam. Kongres ini menetapkan Hari Ibu diadakan setiap tanggal 22 Desember untuk memperingati Kongres Perempuan Indonesia pertama.

25-28 Juli 1941

Kongres Perempuan Indonesia ke-IV diadakan di Semarang dengan pimpinan Ny. Sunaryo Mangunpuspito dan dihadiri oleh wakil-wakil organisasi perempuan. Kongres menyatakan mendukung penuh Gabungan Aksi Politik Indonesia (GAPI) dalam menuntut agar perwakilan Indonesia banyak di tempatkan dalam parlemen. Pihak Kongres Perempuan Indonesia juga meminta kepada pemerintah Hindia Belanda untuk memberikan hak pilih secara penuh kepada kaum perempuan.

1942

Kongres Perempuan Indonesia ke-V di Surabaya tidak dapat diselenggarakan karena tentara Jepang telah menduduki wilayah Hindia Belanda.

Arsip Kompas

  • “Salah Kaprah Hari Ibu”, KOMPAS, 5 Januari 1994, hal. 4.
  • “Hari Ibu Tidak Sama dengan “Mother’s Day”: Mengembalikan Akar Sejarah Hari Ibu”, KOMPAS, 31 Januari 2005, hal. 42.
  • “Meluruskan Hari Ibu”, KOMPAS, 23 Desember 2014, hal. 5.

Organisasi wanita yang muncul pasca Kongres Perempuan I pada Desember 1928 adalah

Organisasi wanita yang muncul pasca Kongres Perempuan I pada Desember 1928 adalah
Lihat Foto

Istimewa/Dok. KOMPAS

4 Ibu yang memelopori kongres Perempuan I di Yogjakarta 22 Desember 1928; Kiri kekanan Ibu Sunarto Mangunpuspito, Ibu Kartowijono, Ibu Dr. Muwardi dan Ibu Soelarso, memperoleh tanda penghargaan.

KOMPAS.com - Perjuangan untuk untuk mendapatkan kebebasan dan kemerdekaan, tidak hanya dilakukan oleh kaum laki-laki. Para perempuan Indonesia juga turut berjuang untuk memperbaiki nasib.

Dilansir dari Harian Kompas terbit pada 22 Desember 1982, Kongres Perempuan I menjadi permulaan bersatunya perempuan-perempuan di Indonesia.

Kongres Perempuan Indonesia I diadakan pada 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta di sebuah gedung Dalem Joyodipuran milik Raden Tumenggung Joyodipero.

Kongres Perempuan Indonesia I dihadiri sekitar 30 organisasi wanita yang tersebar di kota Jawa dan Sumatera. Perempuan-perempuan tersebut terinpirasi dari perjuangan wanita era abad ke-19 untuk berjuang melawan penjajah.

Hadir pula wakil-wakil dari Boedi Oetomo, PNI, PSI, Jong Java, Muhammadiyah, dan organisasi pergerakan lainnya.

Baca juga: Pengertian Emansipasi Wanita

Dalam buku Sejarah Nasional Indonesia V: Zaman Kebangkitan Nasional dan Masa Akhir Hindia Belanda (2009) oleh Marwati Djoened dan Nugroho, Kongres Perempuan Indonesia diprakarsai oleh tujuh organisasi wanita, yaitu:

  1. Wanita Taman Siswa
  2. Wanita Utomo
  3. Jong Islamieten Bond Dames Afdeeling
  4. Jong Java Dames Afdeeling
  5. Wanita Katholik
  6. Aisyiyah
  7. Putri Indonesia

Hasil Kongres Perempuan Indonesia I

Tujuan Kongres Perempuan Indonesia Pertama adalah untuk mempersatukan cita-cita dan usaha memajukan wanita Indonesia. Selain itu menjadi pertalian antara perkumpulan-perkumpulan wanita Indonesia.

Kongres ini berhasil merumuskan tujuan mempersatukan cita-cita dan usaha memajukan wanita Indonesia.

Baca juga: Organisasi Pergerakan Perempuan di Indonesia

Selain itu juga, memutuskan untuk mendirikan gabungan atau federasi perkumpulan wanita bernama Perserikatan Perempuan Indonesia (PPI).

Pada tanggal 28-31 Desember 1929, PPI mengubah nama menjadi Perserikatan Perhimpunan Isteri Indonesia (PPII).

Perkembangan Kongres Perempuan Indonesia tidak hanya berhenti pada kongres pertama saja. Berikut perkembangannya:

  • Kongres Perempuan Indonesia II

Anggota PPII sepakat mengadakan Kongres Perempuan Indoensia II yang dilaksanakan pada 20-24 Juli 1935 di Jakarta. Kongres tersebut dipimpin oleh Sri Mangoensarkoro.

Berdasarkan buku Pergerakan Nasional Mencapai dan Mempertahankan Kemerdekaan (2002) karya Sudiyo, berikut beberapa hasil Kongres Perempuan II, yaitu:

  1. Dibentuk badan perserikatan dengan nama Kongres Perempuan Indonesia
  2. Tiap-tiap tiga tahun sekali diadakan Kongres Perempuan
  3. Pencanangan tentang kewajiban semua wanita Indonesia ialah menjadi Ibu bangsa yang artinya berusaha menumbuhkan generasi baru yang sadar akan kebangsaannya.

Dalam kongres tersebut juga dibahas mengenai masalah perburuhan perempuan dan anak-anak, perkawinan, dan pemberantasan buta huruf.

Baca juga: Pertama Kali Perempuan Punya Hak Pilih

  • Kongres Perempuan Indoensia III

Kongres Perempuan Indonesia III diadakan di Bandung pada 23-27 Juli 1938.

Asas-asa yang dibawa pada kongres tersebut adalah menuntut persamaan hak dan harga antara laki-laki dan wanita, persamaan harus didasarkan pada kodrat dan kewajiban masing-masing.

Dalam kongres ini juga disetujui RUU tentang perkawinan modern yang disusun oleh Ny Maria Ulfah. Kongres Perempuan Indonesia menetapkan tanggal lahir PPI pada 22 Desember sebagai Hari Ibu.

  • Kongres Perempuan Indoensia IV

Menurut Buku Peringatakan 30 Tahun Kesatuan Pergerakan Wanita Indonesia (1958), Kongres Perempuan Indonesia IV berlangsung di Semarang pada 25-28 Juli 1941.

Baca juga: Siti Walidah: Tokoh Penggerak Pendidikan Perempuan

Kongres ini menjadi kongres terakhir sebelum Jepang menjajah Indonesia. Keputusan-keputusan pada Kongres Perempuan Indonesia IV, sebagai berikut:

  1. Menganjurkan kepada anggota-anggota Dewan Rakyat supaya mengusulkan bahasa Indonesia dimasukkan sebagai mata pelajaran sekolah menengah atas.
  2. Mendesak kepada Fraksi Nasional dalam Dewan Rakyaqt dan Gubernur Jenderal Hindia Belanda agar hak memilih anggota Dewan Kota dari golongan Indonesia juga diberikan untuk kaum wanita.
  3. Kongres setuju dan akan membantu aksi GAPI ke arah Indoensia Berparlemen.
  4. Kongres setuju dengan penolakan GAPI dan organisasi lainnya terhadap ordonansi wajib militer terbatas bagi bangsa Indonesia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.