Mengapa orang tua renta boleh tidak berpuasa Brainly

tirto.id - Kendati ibadah puasa Ramadhan wajib dijalankan semua umat Islam, terdapat beberapa golongan yang dikecualikan boleh tidak melaksanakan ibadah ini. Di antara kelompok tersebut adalah orang tua renta yang uzur dan tidak lagi mampu menahan lapar serta haus di siang hari.

Pada muasalnya, hukum ibadah puasa Ramadhan wajib dilaksanakan karena merupakan bagian dari rukun Islam. Kewajiban melaksanakan puasa termaktub dalam Q.S. Albaqarah ayat 183: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa."

Akan tetapi, salah satu syarat wajib puasa adalah kemampuan menunaikannya. Jumhur ulama bersepakat bahwa orang tua yang tidak kuat lagi berpuasa, boleh tidak berpuasa, dan tidak ada qadha (berpuasa di waktu lain) selepasnya. Namun, sebagai gantinya, orang yang sudah tua itu harus membayar fidyah sesuai dengan jumlah hari yang ia tinggalkan puasanya.

Hal ini dirujuk dari firman Allah Swt dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 184, "Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya [jika mereka tidak berpuasa] membayar fidyah, [yaitu]: memberi makan seorang miskin."

Jika demikian, lantas berapa besaran fidyah yang wajib dibayarkan bagi orang tua renta tidak mampu lagi berpuasa?

Diriwayatkan dari Nafi’, bahwa Ibnu Umar Ra. pernah ditanya tentang wanita hamil yang khawatir terhadap anaknya (jika puasa). Beliau menjawab, "Dia boleh berbuka dan memberi makan orang miskin dengan satu mud gandum halus sebanyak hari yang dia tinggalkan." (H.R Baihaqi).

Hadis di atas menerangkan bahwa takaran fidyah yang dibebankan bagi orang yang tidak mampu berpuasa adalah sebanyak satu mud atau setengah sha'. Pernyataan gandum di atas merupakan bentuk makanan pokok yang lazim dikonsumsi masyarakat saat itu. Sementara di wilayah lain, pembayaran fidyah disesuaikan dengan makanan pokok dan selayaknya ditambahkan dengan lauk pauk yang lazim dikonsumsi masyarakat bersangkutan.

Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA. dalam bukunya Ramadhan Bersama Ali Mustafa Yaqub (2010) menjelaskan bahwa pembayaran fidyah satu mud atau setengah sha' dapat diberikan dalam bentuk satu kilogram beras dan lauk pauk jika disesuaikan dengan masyarakat Indonesia.

Lalu bagaimana jika fidyah ingin dibayarkan dalam bentuk uang tunai? Menurut Madzhab Hanafiyah, fidyah boleh dibayarkan dalam bentuk uang sesuai dengan takaran yang berlaku. Apalagi jika dipandang bahwa uang tunai lebih dibutuhkan dan bermanfaat bagi penerima fidyah.

Adapun jika ingin dibayarkan dalam bentuk uang, Ali Mustafa Yaqub menuliskan bahwa dalam ukuran orang Indonesia, ia dapat dikonversi ke nilai rupiah sebesar Rp15.000.

Jika dikalikan menjadi 30 hari dalam satu bulan, maka orang yang sangat tua wajib membayar sebesar Rp450.000 bagi yang tidak mampu lagi menunaikan puasa.

Akan tetapi, berdasarkan pendapat dari mayoritas ulama, mulai dari Syafiiyah, Malikiyah dan Hanabilah, fidyah tidak boleh dibayarkan dalam bentuk uang. Ia harus diberikan dalam bentuk makanan pokok. Pendapat kedua ini didasari oleh dalil syar’i dari ayat disebutkan di atas, yakni: “Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankanya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin." (Q.S. Al-Baqarah: 184).

Adapun tata cara pembayaran fidyah dirangkum oleh al-Imam Syihabuddin Abu al-‘Abbas Ahmad bin Hamzah al-Ramli al-Anshari (957H) dalam Fatawa al-Ramli fi Furu' al-Fiqh al-Syafi'i (2011) yang menurut Madzhab Syafi'i dapat dilakukan dalam tiga cara.

Pertama, fidyah cukup dibayarkan sekali sesuai dengan jumlah hari puasa yang ditinggalkan.

Kedua, fidyah sebaiknya diberikan setelah terbit fajar. Bagi orang tua yang tak bisa berpuasa sejak hari pertama Ramadan, dimulai dari selepas fajar pertama Ramadan, fidyah dapat dibayarkan.

Ketiga, fidyah dapat dibayarkan sekaligus atau dicicil setiap harinya hingga tuntas sebagaimana jumlah hari-hari puasa yang ia ditinggalkan.

Baca juga:

  • Cara Membayar Fidyah Puasa: Jumlah Uang atau Beras yang Dibebankan
  • Fidyah Puasa: Pengertian, Jumlah, Cara, & Bolehkah Dibayar Uang?

Baca juga artikel terkait PUASA atau tulisan menarik lainnya Abdul Hadi
(tirto.id - hdi/add)


Penulis: Abdul Hadi
Editor: Addi M Idhom
Kontributor: Abdul Hadi

Subscribe for updates Unsubscribe from updates

tirto.id - Puasa di bulan Ramadhan hukumnya wajib bagi setiap orang Islam yang mukallaf serta memenuhi syarat untuk menjalankannya. Namun, ada beberapa golongan yang dibebaskan dari kewajiban ini karena beberapa sebab, seperti ibu hamil atau menyusui, lansia renta, orang sakit, dan lainnya.

Sebagai gantinya, orang yang tidak berpuasa karena sejumlah sebab tertentu itu diharuskan untuk mengganti atau qada puasa di luar Ramadan. Selain dengan qada, puasa pada bulan Ramadan pun bisa diganti dengan fidyah.

Dalil mengenai keharusan qada dan membayar fidyah sebagai ganti puasa Ramadhan ini tertuang dalam Al-Quran surah Al-Baqarah ayat 184:

"Barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan [lalu tidak berpuasa], maka [wajib mengganti] sebanyak hari [yang ditinggalkan] pada hari-hari yang lain [di luar Ramadan]. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin," (QS. Al-Baqarah [2]: 184).

Mengutip laman NU Online, terdapat beberapa ketentuan khusus mengenai qada dan pembayaran fidyah sebagai ganti puasa Ramadhan, dalam fiqih. Ketentuan tersebut mengatur mengenai:

  • Orang-orang yang wajib qadha saja
  • Orang-orang yang wajib membayar fidyah saja
  • Orang-orang yang wajib qada dan fidyah
  • Orang-orang yang tidak wajib qada dan fidyah sekaligus.

Berikut penjelasan mengenai golongan-golongan tersebut.

1. Golongan yang wajib qada puasa saja

Orang-orang yang hanya wajib melakukan qada puasa Ramadan adalah orang yang meninggalkan puasa karena halangan sementara.

Misalnya: Orang sakit dengan harapan sembuh, musafir atau orang yang bepergian dalam jarak 80 km, orang yang batal puasanya, orang yang lupa berniat di malam hari Ramadan, dan perempuan yang mengalami menstruasi pada bulan Ramadhan.

Golongan ini hanya wajib melakukan qada puasa di luar bulan Ramadan, serta tidak dibebankan pembayaran fidyah.

2. Golongan yang Hanya Wajib Fidyah

Orang yang wajib membayar fidyah tanpa keharusan mengqada puasanya adalah orang yang tidak mampu menjalankan ibadah ini secara permanen.

Golongan tersebut seperti orang sakit yang tidak ada harapan sembuh dan orang lansia renta yang lemah fisiknya.

3. Golongan yang wajib qada puasa dan membayar fidyah

Berdasarkan pendapat para ulama mazhab Syafi'i, ada golongan tertentu yang jika meninggalkan puasa, harus menggantinya dengan qada puasa dan membayar fidyah sekaligus. Ada dua kategori dalam golongan ini.

Pertama, orang yang membatalkan puasa karena keselamatan orang lain. Misalnya, ibu hamil atau menyusui yang khawatir pada keselamatan janin atau bayinya, sehingga membatalkan puasanya, kendati sebenarnya ia mampu menahan haus dan lapar seharian penuh.

Kedua, orang yang lalai mengqada puasa Ramadan tahun sebelumnya. Utang puasanya tidak ia bayarkan sampai datang Ramadan tahun berikutnya.

Kedua golongan ini, tidak hanya wajib melakukan qada puasa di luar bulan Ramadan, tetapi juga membayar fidyah.

4. Golongan yang tidak wajib qada puasa maupun membayar fidyah

Terakhir, golongan yang bisa meninggalkan puasa, tapi tidak wajib mengqada maupun membayar fidyah. Golongan tersebut adalah orang gila, anak kecil yang belum balig, dan orang non-muslim.

Baca juga artikel terkait RAMADHAN atau tulisan menarik lainnya Abdul Hadi
(tirto.id - hdi/add)


Penulis: Abdul Hadi
Editor: Addi M Idhom
Kontributor: Abdul Hadi

Subscribe for updates Unsubscribe from updates