Mengapa cairan amnion berfungsi sebagai pendeteksi kelainan keturunan pada janin

Amniosentesis adalah pengambilan sampel air ketuban pada ibu hamil untuk mengetahui kelainan pada janin. Melalui prosedur ini, kelainan genetik pada janin dapat diketahui sejak bayi masih dalam kandungan. Misalnya, sindrom Down. Prosedur ini juga dapat dilakukan guna menentukan apakah paru-paru janin sudah berkembang dengan sempurna. Prosedur ini biasanya dilakukan setelah kehamilan trimester kedua atau ketiga.

Hasil amniosentesis akan membantu pasien dalam membuat keputusan terkait kehamilan dan calon buah hatinya. Namun prosedur ini memiliki beberapa risiko bagi janin, sehingga tidak direkomendasikan untuk semua wanita hamil.

Air ketuban atau cairan amnion merupakan cairan yang mengelilingi janin dan berfungsi untuk melindunginya selama berada dalam kandungan. Cairan ini mengandung sel janin dan berbagai protein lainnya. Sehingga apabila ada gangguan yang terjadi pada janin, susunan sel maupun kandungan lain dalam cairan ketuban juga akan berubah.

Kenapa amniosentesis diperlukan?

Prosedur amniosentesis umumnya dilakukan untuk: 

Sampel air ketuban akan diambil melalui amniosentesis dan diperiksa untuk mendeteksi ada tidaknya kelainan genetik. Contohnya, sindrom Down.

Amniosentesis dapat dilakukan untuk memeriksa kondisi pematangan paru janin. Pemeriksaan ini akan mendeteksi apakah paru-paru janin sudah berkembang dan bisa berfungsi dengan baik saat persalinan. Contohnya pada bayi yang harus dilahirkan secara prematur.

Pada beberapa kasus, amniosentesis bertujuan memeriksa ada tidaknya infeksi atau kondisi medis lain pada janin. Contohnya, anemia pada janin dengan inkompatibilitas rhesus.

Polihidramnion adalah kondisi medis yang ditandai dengan jumlah cairan ketuban yang berlebih. Amniosentesis dilakukan untuk mengeluarkan air ketuban yang berlebihan tersebut dari dalam rahim.

Amniosentesis dapat dilakukan sebagai tes DNA untuk memperoleh DNA dari janin dan membandingkannya dengan DNA calon ayah.

Siapa yang membutuhkan amniosentesis?

Prosedur amniosentesis yang dilakukan untuk memeriksa kondisi genetik janin biasanya dilakukan saat usia kehamilan memasuki 15-20 minggu. Prosedur ini disarankan bagi pasien dengan kondisi-kondisi berikut:

Amniosentesis dilakukan untuk konfirmasi adanya kelainan genetik bagi pasien dengan hasil skrining genetik yang positif.

Pasien yang memiliki riwayat kelainan genetik atau defek tabung saraf (kondisi medis yang ditandai dengan kelainan pada otak dan saraf tulang belakang janin) akan disarankan untuk melakukan pemeriksaan ini.

Bayi yang lahir dari ibu berusia 35 tahun atau lebih memiliki risiko lebih tinggi mengalami kelainan genetik, seperti sindrom Down.

Selain dapat mengidentifikasi sindrom Down dan defek tabung saraf seperti spina bifida, amniosentesis juga dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit genetik lainnya.

Pasien dengan hasil pemeriksaan ultrasonografi yang tidak normal juga dianjurkan melakukan amniosentesis untuk memastikan kelainan yang dimiliki janin.

Pada kondisi tertentu, ibu hamil bisa disarankan untuk melahirkan lebih cepat guna menyelamatkan janin maupun diri sendiri. Saat hal ini terjadi, dokter dapat menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan amniosentesis untuk melihat apabila paru-paru janin sudah memungkinkan untuk berfungsi normal di luar rahim.

Pemeriksaan ini umumnya dilakukan antara minggu ke-32 dan ke-39 guna mencegah komplikasi selama kelahiran.

Apa saja persiapan untuk menjalani amniosentesis?

Pasien yang berencana menjalani amniosentesis pada usia kehamilan di bawah 20 minggu perlu menjaga agar kandung kemihnya penuh selama prosedur. Kondisi ini bertujuan menyokong rahim. Pasien akan disarankan untuk banyak minum air putih sebelum amniosentesis.

Sementara itu, pasien yang akan menjalani amniosentesis pada usia kehamilan di atas 20 minggu perlu mengosongkan kandung kemih. Langkah ini dilakukan untuk meminimalisir kemungkinan tertusuknya kandung kemih selama prosedur.

Bagaimana prosedur amniosentesis dilakukan?

Prosedur amniosentesis biasanya dilakukan di rumah sakit atau klinik. Prosedur ini hanya membutuhkan waktu sekitar 30 menit dengan langkah-langkah di bawah ini:

  • Prosedur USG kehamilan akan dilakukan. Melalui USG, dokter dapat mengetahui lokasi janin.
  • Dokter akan memberikan obat anestesi yang dioleskan atau disuntikkan pada kulit di area perut pasien.
  • Dokter akan membersihkan area perut yang menjadi lokasi pengambilan cairan dengan cairan desinfektan guna mencegah infeksi.
  • Dokter lalu memasukkan jarum tipis dan panjang melalui perut hingga mencapai rahim pasien. Jarum ini digunakan untuk mengambil air ketuban sebanyak kira-kira 20 mililiter atau setara dengan 4 sendok teh.
  • Cairan ketuban akan dibawa ke laboratorium untuk diperiksa.
  • Pada sebagian besar kasus, kondisi janin tetap dipantau dengan USG selama prosedur ini berlangsung.

Setelah amniosentesis, rawat inap lanjutan tidak diperlukan dan pasien bisa pulang ke rumah di hari yang sama.

Apa saja yang perlu diperhatikan setelah amniosentesis?

Sesudah amniosentesis, dokter akan terus memantau denyut jantung janin dengan ultrasonografi. Pasien mungkin akan merasa nyeri atau kram pada perut pascaprosedur.

Pasien dapat kembali melakukan aktivitas normal segera setelah prosedur. Namun olahraga berat dan aktivitas seksual perlu dihindari selama 1-2 hari setelah amniosentesis.

Dokter akan membawa sampe cairan ketuban ke laboratorium dan hasil akan keluar beberapa hari atau minggu setelahnya. Segera hubungi dokter yang memeriksa apabila setelah prosedur Anda mengalami gejala komplikasi seperti:

  • Demam
  • Ada perdarahan dari vagina atau air ketuban merembes dari vagina
  • Nyeri dan kram perut yang tak kunjung hilang setelah beberapa jam
  • Gerakan janin berubah menjadi tidak seperti biasanya atau lebih diam dari biasanya

Tiap tindakan medis tetap memiliki risiko tersendiri, termasuk amniosentesis. Meski jarang terjadi, sederet risiko amniosentesis di bawah ini perlu diwaspadai:

  • Bocornya cairan ketuban dari vagina setelah prosedur dilakukan.
  • Meningkatnya risiko keguguran apabila dilakukan saat usia kandungan di bawah 15 minggu.
  • Menimbulkan luka atau cedera pada janin akibat jarum yang tidak sengaja menusuk saat proses amniosentesis dilakukan
  • Infeksi kandung kemih
  • Ada risiko penularan infeksi dari ibu ke janin apabila ibu mengidap infeksi seperti hepaitits C, toksoplasmosis, ataupun HIV/AIDS. 

Medline Plus. https://medlineplus.gov/ency/article/003921.htm
Diakses pada 29 April 2020

NHS. https://www.nhs.uk/conditions/amniocentesis/
Diakses pada 29 April 2020

Mayo Clinic. https://www.mayoclinic.org/tests-procedures/amniocentesis/about/pac-20392914
Diakses pada 29 April 2020

Healthline. https://www.healthline.com/health/amniocentesis
Diakses pada 29 April 2020

Harvard Health Publishing. https://www.health.harvard.edu/medical-tests-and-procedures/amniocentesis-a-to-z
Diakses pada 29 April 2020

  • 7th-9th grade
  • Ilmu Pengetahuan Alam

Mengapa cairan amnion berfungsi sebagai pendeteksi kelainan keturunan pada janin

Student

Qanda teacher - Farah

1. Cairan ketuban (amnion) dapat membantu proses kelahiran karena cairan ketuban mengakibatkan gaya gesek antara bayi dan saluran reproduksi ibu diperkecil, karena cairan ketubanyang berperan sebagai pelumas atau pelicin ketika bayi lahir. 2. Cairan ketuban berfungsi sebagai pendeteksi kelainan keturunan (genetik) pada janin karena cairan ketuban mengandung sel hidup dari janin, yang dapat diambil dan dianalisa materi genetiknya (DNA) dari sel ini untuk digunakan mendeteksi kondisi genetis seperti Down sindrom.