INDAHNYA SEBUAH KEBERAGAMAN Agama adalah pedoman hidup, dan sistem yang mengatur kepercayaan manusia dengan tatanan kehidupan yang sesuai kaidah-kaidah ajaran islam. Maksud dari pedoman yaitu pedoman bagaimana seseorang bersikap, bertutur, dan bertindak serta bagaimana kita beretika terhadap tuhan, lingkungan, dan sesama umatnya. Apabila agama sebagai pegangan hilang, maka jatuhlah kita ke jalan yang sesat. Agama mengajarkan tentang adanya kehidupan setelah di dunia yaitu akhirat. Akan tetapi, agama yang dijadikan sebagai panutan dan tuntunan adalah agama yang sesuai dengan keyakinan masing-masing individu. Apabila yang diajarkan adalah hal-hal yang positif dan bermanfaat, maka manusia akan terdorong pada kebaikan, begitupun sebaliknya. Bangsa Indonesia juga merupakan bangsa yang terkenal akan keragaman ras, suku, agama dan budaya. Sehingga hal tersebut menjadikan Indonesia menjadi Negara yang sangat special yang berbeda dari Negara lain karena perbedaan tidak menjadikan jarak untuk saling hidup berdampingan serta indahnya kebersamaan di Negara ini mendapat pujian dari Negara lain. Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa sebuah keberagaman dapat menjadi suatu keindahan bagi Negara, juga dapat menjadi boomerang bagi suatu Negara. Oleh karena itu, kita sebagai warga Negara Indonesia wajib untuk mensyukuri atas nikmat keberagaman yang ada di Indonesia, sebab dengan adanya keberagaman menjadikan kita dapat belajar hidup bertoleransi dalam kehidupan bermasyarakat sehingga kita bisa hidup saling berdampingan, rukun, adil dan damai. Di Indonesia memiliki jumlah populasi penduduk yang sangat padat, masing-masing dari mereka mempunyai sebuah, keyakinan, kepercayaan dan adat istiadat sesuai dengan agama yang mereka anut. Ada enam agama yang telah diakui oleh Negara Indonesia diantaranya Agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Kong Hu Cu. Keenam agama tersebut mempunyai peran yang sangat besar dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sehingga keberagaman beragama yang ada di Indonesia tercantum dalam dasar Negara Indonesia yaitu Pancasila, yang tertuang dalam sila pertama, yang berbunyi ” Ketuhanan yang Maha Esa ” artinya bahwa setiap orang mempunyai kebebasan untuk memilih agamanya masing-masing sesuai dengan keyakinannya serta menjalankan kegiatan keagamaan sesuai agama yang mereka anut. Kata agama berasal dari bahasa Sansekerta, yang terdiri dari “a ” yang berarti tidak dan “gama” yang berarti kacau. Jadi agama berarti tidak kacau (teratur). Dengan demikian agama merupakan peraturan yang mengatur keadaan manusia, mengenai budi pekerti, pergaulan hidup bersama maupun mengenai sesuatu yang tidak bisa di lihat oleh kasat mata (ghaib). Sedangkan menurut Hadikusuma, agama merupakan suatu ajaran yang diturunkan oleh Tuhan untuk petunjuk bagi umat dalam menjalani kehidupannya. Tentunya agama mempunyai peran yang sangat penting dalam menjaga dan menciptakan stabilitas keindahan didalam keberagaman beragama. Dan agamalah yang dapat merubah, menyatukan serta mendamaikan kedalam sebuah kebaikkan menuju keindahan dalam satu kesatuan. Seseorang yang tulus dalam beragama akan saling menghormati, menghargai, dan bahkan mengasihi serta merahmati sesamanya. Kita tidak bisa mengatakan bahwa agama yang berbeda dengan kita itu salah, karena setiap ajaran agama berpegang pada kebenaran dan berakhir pada keselamatan. Manusia tidak dapat merumuskan agama yang benar, manusia hanya bisa merumuskan kebajikan atau kebijakan, bukan kebenaran. Karena agama yang benar hanya dari yang Maha Mengetahui Segalanya yaitu Tuhan sang Maha Pencipta Alam Semesta Jadi, sebuah keberagaman itu indah jika saling menghormati, memahami, serta saling mengasihi satu sama lain. Menjaga kerukunan, kedamaian, kebersamaan di tengah keberagaman di Indonesia sangat penting kita jaga. Karena keindahan kebersamaan bisa menjadikan setiap rakyat dapat hidup damai meskipun banyak memiliki perbedaan dari berbagai segi ras, suku, budaya, bahasa maupun agama. Seperti semboyan kita yang menjadi salah satu semboyan pemersatu bangsa yang berbunyi “Bhinneka Tunggal Ika (Walaupun Berbeda-beda tetapi tetap satu jua)”. Bunyi semboyan tersebut mengandung banyak makna bagi keanekaragaman yang dimiliki oleh Negara Indonesia. Dengan adanya ribuan suku, budaya di Indonesia menjadikan keindahan dan keunikan dalam sebuah karakter jati diri bangsa Indonesia. Dari keberagaman suku dan budaya tersebut kita bisa saling mempelajari serta dapat menjalin hubungan yang erat antar suku bangsa yang berbeda namun tetap sama sebagai warga Negara Indonesia. Kenyataannya, masyarakat yang tidak beragama di banyak berbagai negara tidak semakin berkurang, justru atheism semakin berkembang pesat di seluruh negara. Negara-negara komunis dan liberal yang identik dengan pertentangan akan terlihat kehidupan yang egois dan menghalalkan hal-hal yang dilarang agama. Namun agama pada dasarnya mengajarkan kebaikan dan perdamaian SEMOGA BEMANFAAT !
Keberagaman merupakan suatu hal yang indah dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Indonesia kaya akan keberagaman seperti agama, ras, golongan, suku bangsa dan budaya. Keanekaragaman tersebut harusnya dijadikan sebagai kekayaan dari sebuah negara di mana kita dapat saling menghargai, menghormati dan saling menguatkan nilai-nilai yang ada di dalamnya. Perbedaan tidak dijadikan sebagai pertentangan, tapi perbedaan seharusnya dijadikan sebagai pendorong, penguat, pemurni apa yang dimiliki serta saling menghargai, menghormati dan saling memahami antara satu sama lain. Namun pada kenyataan yang sering terjadi, perbedaan-perbedaan tersebut malah dijadikan sebagai sumber perselisihan dan pertentangan. Hal tersebut seringkali memunculkan kerusuhan dan konflik di mana-mana yang berpotensi membuat Indonesia terpecah-belah. Sebagai contoh, kasus aksi rasisme oknum ormas terhadap mahasiswa Papua di Surabaya. Mereka diteriaki dengan kalimat paling purba di zaman perkembangan teknologi dan informasi yang begitu pesat. Komunikasi yang memuat hal yang sensitif yang berbau perbedaan seperti agama, suku, ras dan antar golongan, dengan adanya teknologi, bisa dengan mudah tersebar ke lain-lain daerah. Pada sisi lain, Indonesia merupakan salah satu negara dengan suku bangsa terbesar di dunia. Bila ditelusuri ke belakang, kejadian-kejadian seperti contoh di atas punya sejarah panjang dan berpotensi menjadi faktor perpecahan. Keberadaan teknologi tak selamanya membuat manusia sebagai pengguna juga ikut berkembang. Ia bagaikan dua sisi mata pisau yang dapat mempersatukan atau malah menceraikan. Pelakunya hanya sebagian orang yang kerap kita sebut oknum yang antara sadar atau tidak sadar, tindakannya nyaris merusak persatuan mayoritas suku yang proses terbangunnya sudah dari zaman nenek moyang dulu. Sedih rasanya jika kita melirik lagi perjuangan para pendahulu kita dalam menyatukan sebuah negara yang warganya punya latar belakang perbedaan sulit bersatu. Kenanglah begitu banyak pengorbanan nyawa, darah, dan air mata yang harus dibayar untuk sebuah persatuan yang mereka cita-citakan untuk Indonesia. Sekarang banyak sekali tumbuh subur perpecahan dan konflik horizontal karena menyentuh hal paling private identitas daerah tertentu. Konflik di Indonesia selain politik, kebanyakan dari konflik mengenai Sara. Sentimen konflik agama dan suku di Indonesia paling cepat berkobar dan merembes ke mana-mana. Bahkan korbannya kebanyakan adalah orang yang tak tahu menahu permasalahan. Konflik ini mengakibatkan kerusakan paling parah dan menambah disintegrasi antar suku dan agama. Seringkali orang melihat suku lain sebagai sangat inferior dan terbelakang. Apabila cara pandang seperti ini dirawat secara terus menerus tanpa menyadari bahwa kita adalah sama, tunggulah perpecahan akan datang. Bisa kita lihat warga Papua yang tersulut emosi dan marah, membakar gedung DPRD Provinsi, pasar diobrak-abrik, jalan raya diblokade hingga aktivitas kendaraan lumpuh total. Itulah buah dari tindakan rasisme. Tak ada yang bisa membenarkan tindakan rasisme terhadap suku-suku di Indonesia, atau paling banter suku pedalamaan yang ada di pelosok yang masih tinggal di atas gunung dan rawa-rawa. Mereka tetap harus dihargai identitasnya, sama seperti kita menghargai budaya sendiri. Jadi berhentilah mengejek suku lain bila masih ingin hidup rukun di bawah naungan Bhineka Tunggal Ika. Pada kasus mahasiswa Papua, kita perlu memahami satu hal ini. Baik daerah Papua, Malang dan daerah lainnya merupakan satu kesatuan wilayah Indonesia. Siapa saja punya hak datang belajar, mencari pekerjaan atau tinggal di situ selama yang dia inginkan. Tidak boleh ada orang yang merasa terusik apabila pendatang menyerbu kotanya sebagai pelajar dan pekerja. Toh juga sebagian besar masyarakat Jawa mencari penghidupan di wilayah Papua yang kaya akan kandungan alamnya atau pulau-pulau lain. Saya merasa khawatir, isu rasisme ini bisa menjadi pintu masuk warga Papua menyuarakan kembali untuk berpisah dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Karena selama ini, isu pemisahan diri sudah berlangsung sejak lama diperjuangkan oleh kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Bumi Cenderawasih.
Bila mengingat masih terus muncul konflik antar suku, agama, ras dan antar golongan, kita bisa melihat beberapa permasalahan mendasarnya. Tingkat toleransi dan sikap saling mengargai antar sesama masih rendah. Seharusnya kita sebagai warga negara Indonesia wajib menanamkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti, “berbeda-beda tapi satu”. Walapun kita beda agama, ras, gender, suku, dan wilayah. Perbedaan semestinya sebagai ciri khas dan kekayaan Indonesia yang harus kita rawat serta jaga sebagai warga negara. Presiden RI, Bapak Joko Widodo pernah berkata, "Perbedaan latar belakang suku, agama budaya, bukanlah penghalang bagi bangsa Indonesia untuk bersatu. Keragaman yang dimiliki harus diikat dengan tali persaudaraan agar tercipta kehidupan bangsa yang damai dan harmonis," Dengan pernyataan tersebut selayaknya kita mengedepankan arti toleransi bukan mengedepankan kekerasan yang bisa menyebabkan tumbuhnya api-api kebencian di dalam tubuh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sudah selayaknya kita kembali berkaca kepada sejarah di mana dulu saat masa Nabi Muhammad SAW mengajarkan toleransi antar umat beragama yang menyentuh ranah sosial. Toleransi sering dicontohkan Nabi Muhammad SAW di antaranya adalah pada saat rombongan jenazah Yahudi melewati depan Nabi Muhammad. Ketika itu beliau berdiri. Selepas itu para sahabat bertanya tentang maksud yang dilakukan beliau. Pada saat itu beliau mengajarkan arti toleransi dalam umat beragama. Dengan artian tersebut kita bisa membangun konsep hubungan antar manusia untuk saling menghargai, menghormati dan saling memahami antara satu sama lain. Bila saja di dunia ini tidak ada lagi kata “kami” dan “mereka”, yang ada hanya kata manusia, maka akan menarik. Dengan kata itu maka hilanglah pembeda di antara sekat yang ada di antaranya dari segi agama, budaya, sosial dan sebagainya. Sudah saatnya kita mulai introspeksi diri, apakah kita mau hidup berdampingan dengan selain agama yang kita percayai atau tidak? Jawaban atas pertanyaan tersebut ada pada diri kita masing-masing. Sebenarnya kita tahu persis yang diajarkan dan maunya agama kita masing- masing. Merujuk pada UUD 1945 Pasal 29 ayat 2, di sana disebutkan bahwa, ”Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaanya itu.” Dengan paparan tersebut kekerasan dan kebencian dalam beragama harus diakhiri dan tidak ada lagi yang merasa takut dan tertekan karena beragama dan beriman kepada Tuhan. Jika hal tersebut masih terjadi di negeri ini, berarti amanat UUD 1945, seperti dalam pasal di atas secara tidak langsung telah dikhianati oleh anak-anak bangsa. Gambaran sekilas yang saya lihat mengenai toleransi di negeri ini memang jauh dari yang kita harapkan. Persoalan-persoalan yang sebenarnya hanya biasa saja, bisa gempar ketika diperpadukan dengan keyakinan. Selayaknya kita harus mengubah arah pikir kita. Di negeri ini kaya dengan berbagai budaya, etnis, agama dan lain-lain. Maka tentunya sikap toleransi ini wajib ditanamakan baik-baik di dalam diri kita dan perlu kita ketahui juga bahwa toleransi antar umat beragama itu sangat penting karena setiap manusia membutuhkan manusia lain untuk hidup dan setiap manusia pasti memerlukan manusia lain untuk segala hal yang tidak dapat dia lakukan sendirian. Manusia pada dasarnya adalah makhluk yang sempurna namun dengan kesempurnaan itu kita juga butuh orang lain. Perbedaan-perbedaan yang ada di Indonesia harus mendorong kita untuk lebih saling mengisi, untuk melakukan hal-hal yang baik, bukannya saling iri yang mengakibatkan perselihan dan perpecahan dimana-mana. Apalagi dalam aspek agama semua orang berhak untuk memilih agamanya sendiri maka dari itu kita harus saling menghargai antar sesama demi terciptanya kedamaian. Toleransi antar umat beragama bukan berarti kita harus menjatuhkan agama yang lain. Diperlukan keseriusan dalam mewujudkan spirit kesatuan dalam kebhinekaan atau kesepakatan dalam perbedaan dengan didukung penuh terutama oleh para tokoh agama, cendekiawan, dan Negara. Perdamaian tidak mungkin bisa dicapai tanpa adanya sikap toleransi dari semua pihak. Mari kita mulai dari diri kita sendiri, dan didik generasi cinta damai untuk memimpin di masa depan nanti. Dari benih-benih yang kita tanamkan, suatu saat akan menumbuhkan para pemuda teladan calon pemimpin yang toleran pembawa perdamaian. Oleh karena itu, budaya saling mengerti dan menghormati dalam toleransi yang mulai redup harus kita hidupkan kembali. Jangan ada diskriminasi antar agama dan etnis yang akan berujung konflik dan tragedi yang terulang kembali di negeri pertiwi. *Penulis adalah Ahmad Rahmatillah (Universitas Lambung Mangkurat), yang merupakan peringkat 1 Lomba Menulis Artikel Ilmiah Populer dalam Rangka Training Jurnalistik Tingkat Nasional Bersertifikat yang digelar oleh Kafapet Unsoed pada Sabtu (29/8). |