Jika tidak memiliki lahan yang cukup budidaya tanaman obat dapat dilakukan dengan menggunakan wardah

BUDIDAYA TANAMAN OBAT DAN REMPAH Hapsoh Yaya Hasanah 2011

USU Press Art Design, Publishing & Printing Gedung F Jl. Universitas No. 9 Kampus USU Medan, Indonesia Telp.061-8213737, Fax 061-8213737 Kunjungi kami di : http://usupress.usu.ac.id Terbitan pertama 2011 USU Press Publishing & Printing 2011 Hak cipta dilindungi oleh undang-undang; dilarang memperbanyak, menyalin, merekam seluruh bagian buku ini dalam bahasa atau bentuk apapun tanpa izin tertulis dari penerbit. ISBN 979 458 571 8 Perpustakaan Nasional Katalog Dalam Terbitan (KDT) Hapsoh Budidaya Tanaman Obat dan Rempah/ Hapsoh [dan] Yaya Hasanah Medan: USU Press, 2011. iv, 231 p.: ilus.; 29 cm Bibliografi, Indeks ISBN: 979-458-571-8 I. Tanaman I. Hapsoh II. Hasanah, Yaya 635.04 ddc22 vii, 298 p. ; ilus.: 24.5 cm Bibliografi, IndeN: 979-458-568-8 Dicetak di Medan, Indonesia ii

PRAKATA Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT karena hanya dengan izin-nya penulis dapat menyelesaikan buku BUDIDAYA TANAMAN OBAT DAN REMPAH. Buku ini merupakan bahan bacaan mata kuliah Budidaya Tanaman Obat dan Rempah bagi mahasiswa Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (USU) Medan semester VII dan program studi lainnya di lingkungan Fakultas Pertanian USU yang memilih mata kuliah ini. Selain itu mengingat bahasan tentang budidaya dan manfaat tanaman obat dan rempah yang dipaparkan maka khalayak pengguna buku ini juga berasal daro kalangan dosen pertanian dengan tujuan untuk memperkaya wawasan ilmiah dalam mata kuliah Tanaman Obat dan Tanaman Rempah serta Pangan Fungsional, kalangan mahasiswa pertanian dengan tujuan memperkaya sarana belajar dan pemahaman ilmu dalam mata kuliah Tanaman Rempah dan Obat serta Pangan Fungsional, petani, para praktisi, ibu rumah tangga maupun khalayak pembaca umum yang memiliki ketertarikan dalam dunia pertanian khususnya budidaya tanaman obat dan rempah. Struktur buku ini terdiri atas bab-bab yang mengupas pendahuluan, simplisia tanaman obat dan rempah, tanaman obat unggulan: sambiloto (Andrographis paniculata Ness), jambu biji (Psidium guajava), jati belanda (Guazuma ulmifolia), cabe jawa (Piper retrofractum Vahl.), temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb), Jahe merah (zingiber officinale Rosc), kunyit (Curcuma domestica Val), mengkudu (morinda citrifolia L.), salam (eugenia polyantha Wight/Syzygium polyanthum Wight), tanaman obat keluarga (toga): sirih (Piper betle L.), kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.),tanaman rempah perkebunan utama/unggulan: lada (Piper nigrum L.), cengkeh (Syzygium aromaticum), pala (Myristica fragrans), vanili (Vanilla flanifolia), kayu manis (Cinnamomum burmanii),tanaman rempah bahan pangan keluarga: ketumbar (Coriandrum sativum linn), bawang putih (Allium sativum l.), bawang merah (Allium cepa), efek farmakologis tanaman obat dan rempah, peluang agribisinis tanaman obat dan rempah. Setiap bab dilengkapi dengan tujuan intruksional yang akan memandu pembaca mengenai arah tujuan pada setiap bab. Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi para pengguna dan memperkaya khazanah ilmu pengetahuan mengenai budidaya tanaman obat dan rempah Indonesia sehingga pada gilirannya dapat meningkatkan ekspor komoditas tersebut yang akhir-akhir ini semakin menurun. Medan, September 2011 Penulis iii

DAFTAR ISI PRAKATA... iii i DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii I. PENDAHULUAN... 1 II. SIMPLISIA TANAMAN OBAT DAN REMPAH... 6 III. TANAMAN OBAT UNGGULAN... 9 1. Sambiloto (Andrographis paniculata Ness)... 9 2. Jambu Biji (Psidium guajava)... 17 3. Jati Belanda (Guazuma ulmifolia)... 26 4. Cabe Jawa (Piper retrofractum Vahl.)... 31 5. Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb)... 37 6. Jahe (Zingiber officinale Roxb.)... 45 7. Kunyit (Curcuma domestica Val)... 52 8. Mengkudu (Morinda citrifolia L.)... 58 9. Salam (Eugenia polyantha Wight/Syzygium polyanthum Wight)... 63 IV. TANAMAN OBAT KELUARGA (TOGA)... 66 1. Sirih (Piper betle L.)... 66 2. Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.)... 70 V. TANAMAN REMPAH UNGGULAN... 75 1. Lada (Piper nigrum Linn.)... 75 2. Cengkeh (Syzygium aromaticum)... 89 3. Pala (Myristica fragrans Houtt)... 96 4. Vanili (Vanilla flanifolia)... 107 5. Kayu Manis (Cinnamomum burmanii)... 124 VI. TANAMAN REMPAH KELUARGA... 128 1. Ketumbar (Coriandrum sativum Linn)... 128 2. Bawang Putih (Allium sativum L.)... 131 3. Bawang Merah (Allium cepa)... 134 iv

VII. EFEK FARMAKOLOGIS TANAMAN OBAT DAN REMPAH... 143 VIII. PELUANG AGRIBISNIS TANAMAN OBAT DAN REMPAH... 199 DAFTAR PUSTAKA... 209 GLOSARIUM... 225 INDEKS... 228 v

DAFTAR TABEL No. Judul Halaman 1. Nama latin dari bagian tanaman yang digunakan dalam tata nama simplisia... 7 2. Bagian tanaman, cara pengumpulan dan kadar air simplisia... 7 3. Karakter Agroekologi di Berbagai Ketinggian Tempat... 10 4. Sifat Fisik dan Kimia Tanah di Berbagai Habitat Sambiloto... 11 5. Karakterisasi tiga aksesi sambiloto dari pertanaman lokasi KP Cimanggu (Tanah Latosol, Tipe Iklim A dan 300 m dpl)... 12 6. Pengaruh pola tanam dan dosis pupuk organik dan pupuk alam terhadap jumlah cabang sambiloto pada umur 3 bulan setelah tanam (BST)... 14 7. Pengaruh pola tanam dan dosis pupuk organik dan pupuk alam terhadap mutu simplisia sambiloto pada pemangkasan kedua... 15 8. Interaksi Perlakuan Pemberian Air terhadap Produksi Segar dan Kering Sambiloto pada Umur 4 BST... 16 9. Bobot basah dan bobot kering akar, batang, dan daun bibit jati Belanda pada 10 MSP... 29 10. Analisis Kadar Tannin pada Beberapa Perlakuan Kalus In Vitro... 30 11. Respon produksi temulawak hasil rimpang kultur jaringan generasi kedua terhadap pemupukan, empat bulan setelah tanam... 41 12. Pengaruh pemberian pupuk bio terhadap hasil bobot segar rimpang temulawak pada kondisi agroekologi yang berbeda... 42 13. Analisa mutu temulawak hasil rimpang in vitro generasi kedua, umur sembilan bulan setelah pemupukan... 42 14. Pengaruh umur panen dan cekaman kekeringan terhadap bobot basah dan bobot kering rimpang temulawak... 45 15. Bobot rimpang kering (g/15 kg tanah) tanaman jahe merah dengan perlakuan kompos gambut Plus dan NPK... 50 16. Pengaruh pupuk organik terhadap bobot rimpang basah per rumpun (g), bobot rimpang kering per rumpun (g), dan indeks panen (%)... 50 17. Pengaruh media terhadap pertumbuhan Piper miniatum Bl. hasil perundukan pada minggu ke 14... 68 18. Kesesuaian iklim dan tanah tanaman pala... 98 19. Tingkat kesesuaian iklim tanaman vanili... 110 20. Tingkat kesesuaian tanah untuk vanili... 111 21. Penurunan kadar kolesterol total dan trigliserida ekstrak air daun Jati Belanda dengan metode pengobatan hiperlipidemia... 150 22. Daya antibakteri minyak atsiri cengkeh, pala dan kayu manis terhadap Ralstonia solanacearum... 181 23. Komposisi zat gizi per 100 gram biji dan daun ketumbar... 190 24. Biaya usahatani pola tanam sambiloto per 1.000m2 di IP. Cimanggu- Bogor... 199 vi

DAFTAR GAMBAR No. Judul Halaman 1. Sambiloto (Andrographis paniculata Ness)... 74 2. Jambu Biji (Psidium guajava)... 74 3. Jati Belanda (Guazuma ulmifolia)... 74 4. Cabe Jawa (Piper retrofractum Vahl.)... 74 5. Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.)... 74 6. Jahe (Zingiber officinale Rosc.)... 74 7. Kunyit (Curcuma domestica Val)... 74 8. Mengkudu (Morinda citrifolia L.)... 74 9. Salam (Eugenia polyantha Wight/Syzygium polyanthum Wight)... 74 10. Sirih (Piper betle L.)... 74 11. Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.)... 142 12. Lada (Piper nigrum L.)... 142 13. Cengkeh (Syzygium aromaticum)... 142 14. Pala (Myristica fragrans)... 142 15. Vanili (Vanilla planifolia)... 142 16. Kayu Manis (Cinnamomum burmanii)... 142 17. Ketumbar (Coriandrum sativum Linn)... 142 18. Bawang Putih (Allium sativum L.)... 142 19. Bawang Merah (Allium cepa)... 142 vii

I PENDAHULUAN Tujuan Instruksional : menjelaskan penggunaan tanaman obat dan rempah, pengertian tanaman obat dan pengertian tanaman rempah P enggunaan tanaman obat dan rempah telah berlangsung sangat lama seumur peradaban manusia. Bahkan di kancah dunia internasional, Indonesia terkenal dengan julukan Spices Island Country karena telah menghasilkan rempah untuk kebutuhan dunia sejak berabad-abad silam. Pemanfaatan bahan alam sebagai obat dan rempah cenderung mengalami peningkatan sejalan dengan trend masyarakat dunia untuk back to nature dan krisis berkepanjangan yang mengakibatkan turunnya daya beli masyarakat terhadap obat-obat modern yang relatif lebih mahal harganya. Obat bahan alam juga dianggap hampir tidak memiliki efek samping yang membahayakan, walaupun pendapat ini belum terbukti kebenarannya. Komoditas obat dan rempah memiliki peranan strategis dalam meningkatkan perekonomian nasional, karena berfungsi sebagai sumber pendapatan petani, penyerapan tenaga kerja, sumber devisa negara, mendukung industri dan pengembangan wilayah. Peluang pengembangan budidaya tanaman obat-obatan masih sangat terbuka luas sejalan dengan semakin berkembangnya industri jamu, obat herbal, fitofarmaka dan kosmetika tradisional. Selama ini upaya penyediaan bahan baku untuk industri obat tradisional sebagian besar berasal dari tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di alam liar atau dibudidayakan dalam skala kecil di lingkungan sekitar rumah dengan kuantitas dan kualitas yang kurang memadai. Oleh karena itu, maka perlu dikembangkan aspek budidaya yang sesuai dengan standar bahan baku obat tradisional. Sumber daya tumbuhan di hutan tropis Indonesia yang sangat kaya juga mendukung peluang pengembangan tanaman obat. Hal tersebut karena Indonesia memiliki 30.000 spesies tumbuhan, dari jumlah tersebut sekitar 9.600 spesies diketahui berkhasiat obat, dan baru 200 spesies yang telah dimanfaatkan sebagai bahan baku pada industri obat tradisional. Kondisi ini membuka peluang pengembangan selebar-lebarnya bagi tanaman obat dan penggalian potensi spesies-spesies tumbuhan berkhasiat obat yang belum termanfaatkan. 1

Komoditas rempah perkebunan meliputi 11 komoditas dengan 5 komoditas utama (unggulan) yaitu lada, cengkeh, pala, vanili, dan kayu manis. Rempah sangat bermanfaat untuk bumbu makanan, bahan baku industri farmasi, jamu, kosmetika, rokok, makanan dan minuman serta fermentasi. Indonesia terkenal sebagai penghasil rempah di dunia, misalnya Maluku terkenal sebagai produsen cengkeh dan pala dunia, Lampung dan Bangka Belitung produsen lada, Sumatera Barat penghasil kayu manis, sedangkan Bali dan Lampung penghasil vanili. Walaupun demikian, rempah Indonesia belum mampu menyaingi rempah negara lain seperti India dan negara yang relatif baru dalam rempah seperti Vietnam (Dirjen Perkebunan, 2007). Pengertian Tanaman Obat Tanaman obat didefinisikan sebagai jenis tanaman yang sebagian, seluruh tanaman dan atau eksudat tanaman tersebut digunakan sebagai obat, bahan, atau ramuan obatobatan. Ahli lain mengelompokkan tanaman berkhasiat obat menjadi tiga kelompok, yaitu: 1. Tumbuhan obat tradisional merupakan spesies tumbuhan yang diketahui atau dipercayai masyarakat memiliki khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional. 2. Tumbuhan obat modern merupakan spesies tumbuhan yang secara ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat obat dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis. 3. Tumbuhan obat potensial merupakan spesies tumbuhan yang diduga mengandung atau memiliki senyawa atau bahan biokatif berkhasiat obat tetapi belum dibuktikan penggunaannya secara ilmiah-medis sebagai bahan obat. Departemen Kesehatan RI mendefinisikan tanaman obat Indonesia seperti yang tercantum dalam SK Menkes No. 149/SK/Menkes/IV/1978, yaitu : 1. Tanaman atau bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan obat tradisional atau jamu. 2. Tanaman atau bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan pemula bahan baku obat (precursor). 3. Tanaman atau bagian tanaman yang diekstraksi dan ekstrak tanaman tersebut digunakan sebagai obat. Obat bahan alam Indonesia dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu jamu yang merupakan ramuan tradisional yang belum teruji secara klinis, obat herbal yaitu obat bahan alam yang sudah melewati tahap uji praklinis, sedangkan fitofarmaka adalah obat 2

bahan alam yang sudah melewati uji praklinis dan klinis (SK Kepala BPOM No. HK.00.05.4.2411 tanggal 17 Mei 2004). Penyebaran informasi mengenai hasil penelitian dan uji yang telah dilakukan terhadap obat bahan alam harus menjadi perhatian bagi semua pihak karena menyangkut faktor keamanan penggunaan obat tersebut. Beberapa hal yang perlu diketahui sebelum menggunakan obat bahan alam adalah mengetahui keunggulan dan kelemahan obat tradisional dan tanaman obat. Keunggulan obat bahan alam antara lain : 1. Efek samping obat tradisional relatif lebih kecil bila digunakan secara benar dan tepat, baik tepat takaran, waktu penggunaan, cara penggunaan, ketepatan pemilihan bahan, dan ketepatan pemilihan obat tradisional atau ramuan tanaman obat untuk indikasi tertentu. 2. Adanya efek komplementer dan atau sinergisme dalam ramuan obat/komponen bioaktif tanaman obat. Dalam suatu ramuan obat tradisional umumnya terdiri dari beberapa jenis tanaman obat yang memiliki efek saling mendukung satu sama lain untuk mencapai efektivitas pengobatan. Formulasi dan komposisi ramuan tersebut dibuat setepat mungkin agar tidak menimbulkan efek kontradiksi, bahkan harus dipilih jenis ramuan yang saling menunjang terhadap suatu efek yang dikehendaki. 3. Pada satu tanaman bisa memiliki lebih dari satu efek farmakologi. Zat aktif pada tanaman obat umumnya dalam bentuk metabolit sekunder, sedangkan satu tanaman bisa menghasilkan beberapa metabolit sekunder, sehingga memungkinkan tanaman tersebut memiliki lebih dari satu efek farmakologi. 4. Obat tradisional lebih sesuai untuk penyakit-penyakit metabolik dan degeneratif. Perubahan pola konsumsi mengakibatkan gangguan metabolisme dan faal tubuh sejalan dengan proses degenerasi. Yang termasuk penyakit metabolik antara lain diabetes (kencing manis), hiperlipidemia (kolesterol tinggi), asam urat, batu ginjal, dan hepatitis. Sedangkan yang termasuk penyakit degeneratif antara lain rematik (radang persendian), asma (sesak nafas), ulser (tukak lambung), haemorrhoid (ambein/wasir) dan pikun (lost of memory). Untuk mengobati penyakit-penyakit tersebut diperlukan waktu lama sehingga penggunaan obat alam lebih tepat karena efek sampingnya relatif lebih kecil. Di samping keunggulannya, obat bahan alam juga memiliki beberapa kelemahan yang juga merupakan kendala dalam pengembangan obat tradisional antara lain : efek 3

farmakologisnya lemah, bahan baku belum terstandar dan bersifat higroskopis serta voluminous, belum dilakukan uji klinik dan mudah tercemar berbagai mikroorganisme. Upaya-upaya pengembangan obat tradisional dapat ditempuh dengan berbagai cara dengan pendekatan-pendekatan tertentu, sehingga ditemukan bentuk obat tradisional yang telah teruji khasiat dan keamanannya, bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah serta memenuhi indikasi medis, yaitu kelompok obat fitoterapi atau fitofarmaka. Untuk mendapatkan produk fitofarmaka harus melalui beberapa tahap (uji farmakologi, toksisitas dan uji klinik) hingga bisa menjawab dan mengatasi kelemahan tersebut. Tanaman obat keluarga (toga) merupakan beberapa jenis tanaman obat pilihan yang ditanam di pekarangan rumah atau lingkungan sekitar rumah. Tanaman obat yang dipilih biasanya merupaka tanaman obat yang dapat digunakan untuk pertolongan pertama/obatobat ringan yang sering ditanam di pekarangan rumah antara lain sirih, kunyit, temulawak, kembang sepatu, sambiloto, dan lain-lain. Tanaman obat keluarga selain digunakan sebagai obat juga memiliki beberapa manfaat antara lain : 1. Dapat dimanfaatkan sebagai penambah gizi keluarga seperti papaya, timun, dan bayam. 2. Dapat dimanfaatkan sebagai bumbu atau rempah-rempah masakan seperti kunyit, kencur, jahe, serai dan daun salam. 3. Dapat menambah keindahan (estetis) karena ditanam di pekarangan rumah seperti mawar, melati, bunga matahari, kembang sepatu, tapak dara dan kumis kucing. Tanaman obat-obatan dapat ditanam pada pot-pot atau lahan pekarangan sekitar rumah. Apabila lahan yang dapat ditanami cukup luas, maka sebagian hasil panen dapat dijual untuk menambah penghasilan keluarga. Pengertian Tanaman Rempah Tanaman rempah adalah jenis tanaman yang menghasilkan zat yang digunakan untuk memberikan bau dan rasa khusus pada makanan, digunakan juga sebagai pengawet/perisa dalam masakan. Defini lainnya rempah atau spices adalah tanaman atau bagian dari tanaman yang ditambahkan pada makanan untuk menambah atau membangkitkan selera makan. Rempah-rempah biasanya dibedakan dengan tanaman lain yang digunakan untuk tujuan yang hampir sama, seperti tanaman obat, sayuran beraroma, dan buah kering. Tanaman rempah sebagian besar tumbuh di daerah tropik dan banyak dimanfaatkan dalam pengolahan makanan untuk memberi rasa pada makanan. Rempah dapat juga dikatakan sebagai bumbu kering. Pada hakikatnya bumbu dan rempah keduanya memberi dan meningkatkan cita rasa dan aroma pada makanan. 4

Tanaman rempah terbagi atas dua jenis yaitu : - Tanaman rempah perkebunan utama/unggulan : lada (Piper nigrum L.) ; cengkeh (Eugenia polyantha Wight/Syzygium polyanthum Wight), pala (Myristica fragrans), vanili (Vanilla flanifolia), kayu manis (Cinnamomum burmannii (Ness.) Bl) - Tanaman rempah bahan pangan keluarga : ketumbar (Coriandrum sativum Linn.), bawang putih (Allium sativum L.), bawang merah (Allium cepa). 5

II SIMPLISIA TANAMAN OBAT DAN REMPAH Tujuan Instruksional : Menjelaskan pengertian simplisia dan jenis-jenisnya, simplisia tanaman obat dan teknologi penyiapan tanaman obat. P engertian simplisia menurut Departemen Kesehatan RI adalah bahan alami yang digunakan untuk obat dan belum mengalami perubahan proses apa pun, dan kecuali dinyatakan lain umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan. Gunawan dan Mulyani (2004) menjelaskan bahwa simplisia merupakan istilah yang dipakai untuk menyebut bahan-bahan obat alam yang berada dalam wujud aslinya atau belum mengalami perubahan bentuk. Simplisia dibagi menjadi tiga golongan, yaitu : 1. Simplisia nabati Simplisia nabati adalah simplisia yang dapat berupa tanaman utuh, bagian tanaman, eksudat tanaman, atau gabungan antara ketiganya, misalnya Datura Folium dan Piperis nigri Fructus. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu sengaja dikeluarkan dari selnya. Eksudat tanaman dapat berupa zat-zat atau bahan-bahan nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan/diisolasi dari tanamannya. 2. Simplisia hewani Simplisia hewani adalah simplisia yang dapat berupa hewan utuh atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan kimia murni, misalnya minyak ikan (Oleum iecoris asselli) dan madu (Mel depuratum). 3. Simplisia pelikan atau mineral Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa bahan kimia murni, contoh serbuk seng dan serbuk tembaga. Simplisia tanaman obat termasuk dalam golongan simplisia nabati. Secara umum pemberian nama atau penyebutan simplisia didasarkan atas gabungan nama spesies diikuti dengan nama bagian tanaman. Contoh : merica dengan nama spesies Piperis albi maka 6

nama simplisianya disebut sebagai Piperis albi Fructus. Fructus menunjukkan bagian tanaman yang artinya buah. Nama latin dan bagian tanaman yang digunakan dalam tata nama simplisia tersaji pada Tabel 1. Tabel 1. Nama latin dari bagian tanaman yang digunakan dalam tata nama simplisia Nama Latin Bagian Tanaman Radix Akar Rhizome Rimpang Tubera Umbi Flos Bunga Fructus Buah Semen Biji Lignum Kayu Cortex Kulit kayu Caulis Batang Folia Daun Herba Seluruh tanaman Sumber : Depkes RI (1985) Tabel 2. Bagian tanaman, cara pengumpulan dan kadar air simplisia No Bagian tanaman Cara pengumpulan Kadar air simplisia 1. Kulit batang Dari batang utama dan cabang, dikelupas dengan ukuran panjang dan lebar tertentu; untuk kulit batang mengandung minyak atsiri atau golongan senyawa fenol digunakan alat pengelupas bukan logam 10% 2. Batang Dari cabang, dipotong dengan panjang tertentu dan 10% diameter cabang tertentu 3. Kayu Dari batang atau cabang, dipotong kecil atau diserut 10% (disugu) setelah dikelupas kulitnya 4. Daun Tua atau muda (daerah pucuk), dipetik dengan 5% tangan satu persatu 5. Bunga Kuncup atau bunga mekar atau mahkota bunga, atau 5% daun bunga, dipetik dengan tangan 6. Pucuk Pucuk berbunga; dipetik dengan tangan 8% 7. Akar Dari bawah permukaan tanah; dipotong-potong 10% dalam ukuran tertentu 8. Rimpang Dicabut, dibersihkan dari akar; dipotong melintang 8% dengan ketebalan tertentu 9. Buah Masak, hampir masak; dipetik dengan tangan 8% 10. Biji Buah dipetik; dikupas kulit buahnya; biji 10% dikumpulkan dan dcuci 11. Kulit buah Seperti biji, kulit buah dikumpulkan dan dicuci 8% 12. Bulbus Tanaman dicabut, bulbus dipisah dari daun dan akar dengan memotongnya, dicuci Sumber : Depkes RI (1985) 7

Teknologi penyiapan simplisia terstandar tanaman obat yaitu : 1. Buah. Buah harus dipanen setelah masak fisiologis dengan cara memetik. Contoh : mengkudu (Morinda citrifolia L.), jambu biji (Psidium guajava L.), rambutan (Nephelium lappaceum L.), cabe Jawa (Piper retrofractum Vahl.), vanili (Vanilla flanifolia) 2. Daun. Pemanenan daun dilakukan pada saat tanaman telah tumbuh maksimal dan sudah memasuki periode matang fisiologis dan dilakukan dengan memangkas tanaman. Contoh : sirih (Piper betle L.), daun dewa (Gynura segetum (Lour.) Merr.), lidah mertua (Sanseviera trifasciata Prain), salam (Eugenia polyantha Wight/Syzygium polyanthum Wight) 3. Rimpang. Untuk jenis rimpang waktu pemanenan bervariasi tergantung penggunaan. Contoh : jahe (Zingiber officinale Roxb.) ), kunyit (Curcuma domestica Val), temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb). 4. Bunga. Bunga digunakan dalam industri farmasi dan kosmetik dalam bentuk segar maupun kering. Contoh : melati (Jasminum sambac (L.) Ait), mawar (Rosa chinensis Jacq.), rosela (Hibiscus sabdariffa Linn), tapak dara (Cantharanthus roseus (L.) G. Don), kembang sepatu (Hibiscus rosasinensis L.), cengkeh (Syzygium aromaticum) 5. Kayu. Pemanenan kayu dilakukan setelah pada kayu terbentuk senyawa metabolit sekunder secara maksimal. Contoh : brotowali (Tinospora crispa (L.) Miers ), kayu manis (Cinnamomum burmannii (Ness.) Bl), kina (Chinchona spp.), kayu putih (Melaleuca leucadendra L.) 6. Herba. Pada beberapa tanaman semusim, waktu panen yang tepat adalah pada saat pertumbuhan vegetatif tanaman sudah maksimal dan akan memasuki fase generatif atau dengan kata lain pemanenan dilakukan sebelum tanaman berbunga. Contoh : meniran (Phyllanthus urinaria Linn), pegagan (Centella asiatica (L) Urban), sambiloto (Andrographis paniculata (Burn.f) Ness), urang-aring (Eclipta alba (L.) Hassk.) (Depkes RI, 1985) 8

III TANAMAN OBAT UNGGULAN Tujuan Instruksional : Menguraikan dan menjelaskan tanaman obat unggulan : sambiloto, jambu biji, jati belanda, cabe jawa, temulawak, jahe, kunyit, mengkudu dan salam meliputi: deskripsi dan syarat tumbuh, penyiapan lahan, penyiapan bibit, penanaman, pemeliharaan (pemupukan, penyiangan, hama penyakit), panen dan pasca panen 1. Sambiloto (Andrographis paniculata Ness) Klasifikasi Tanaman Kingdom : Plantae Divisio : Spermathophyta Sub divisio : Angiospermae Class : Dicotyledonae Ordo : Tubiflorae Famili : Acanthaceae Genus : Andrographis Species : Andrographis paniculata (Burn.f) Ness Nama daerah : Sumatera : sambilata, pepaitan (Melayu), ampadu tanah (Sumatera Barat), Jawa : sambiloto, ki pait, bidara, ambiloto, ki oray, ki peurat, takilo, sadilata, pepaitan (Madura), lan he lian (Cina), cong-cong, xuyen tamlien (Vietnam), kirata, mahatitka (India dan Pakistan), kariyat (Inggris). A. Deskripsi Sambiloto tergolong tumbuhan herba semusim, tumbuh tegak, tinggi 50-90 cm, rasanya sangat pahit. Batang sambiloto berkayu, berpangkal bulat, pada saat muda batang berbentuk segi empat (kwadrangularis) dan bulat setelah tua, percabangan monopodial, berwarna hijau. 9

Daun sambiloto merupakan daun tunggal, bertangkai pendek, tidak memiliki daun penumpu (stipula). Daun tersusun berhadapan, berbentuk lanset, pangkal dan ujung daun tajam atau runcing, tepi daun rata, daun bagian atas dari batang berbentuk seperti braktea, permukaan daun halus. Permukaan atas daun berwarna hijau tua dan bagian bawah berwarna hijau muda. Panjang daun 2-8 cm dan lebar 1-3 cm. Perbungaan rasemosa yang bercabang membentuk malai, keluar dari ujung batang atau ketiak daun. Bunga berukuran kecil, berbentuk tabung, biseksual, zigomorf, sepal (daun kelopak) berjumlah 5 buah, tajuk berjumlah 5 buah, mempunyai bibir yang terbelah dua, berwarna putih dengan setrip ungu, benang sari berjumlah dua buah dengan antena bergabung, tangkai sari digabungkan dengan tabung korola. Ovarium bunga menumpang dengan 2 karpela (daun buah) dan 2 ruang dan bakal biji berjumlah 2 atau lebih (dalam tiap ruang). Buah kapsul berbentuk jorong (memanjang). Panjang buah sekitar 1,5 cm dan lebar 0,5 cm, pangkal dan ujung tajam. Bila masak akan pecah membujur menjadi 4 keping. Biji gepeng, kecil-kecil, berwarna coklat muda. B. Syarat Tumbuh Menurut Pujiasmanto, dkk (2007) sambiloto dapat tumbuh di ketinggian tempat 180 m sampai 861 m di atas permukaan laut suhu (20.32 C-26.93 C), kelembaban udara (78-87 %). Curah hujan berkisar antara 2053.2-3555.6 mm/th. Intensitas cahaya di atas tajuk berkisar 399.74-456.95 lux, sedangkan di bawah tajuk 53.29-93.37 lux. Intersepsi cahaya yang diterima 76.64-88.21 %. (Tabel 3.) Yusron et al. (2004) melaporkan bahwa naungan untuk tumbuhan sambiloto antara lain jati, mahoni, sengon, melinjo, kelapa, lamtoro. Sambiloto dapat tumbuh di dataran Tabel 3. Karakter agroekologi di berbagai ketinggian tempat 10 Dataran rendah Lokasi Dataran Menengah Dataran Tinggi Agroekologi Tinggi tempat (m dpl) 180 450 861 Suhu udara ( o C) 26.93 22.44 20.32 Kelembaban udara (%) 78 82 87 Curah hujan (mm/th) 2053.2 2724.6 3555.6 Intensitas matahari (lux meter) 399.74 (di atas tajuk) 93.37 (di bawah tajuk) 412.78 (di atas tajuk) 69.21 (di bawah tajuk) Intersepsi cahaya (%) 76.64 83.23 88.21 Sumber : Pujiasmanto, dkk (2007) 456.95 (di atas tajuk) 53.89 (di bawah tajuk)

rendah sampai dataran tinggi dengan ketinggian 900 m di atas permukaan laut dengan naungan jati, pinus dan glirisidae. Sambiloto pada umumnya tumbuh di bawah naungan 1. Sambiloto tumbuh baik di ketinggian 180 m-861 m di atas permukaan laut, suhu 20.32 ºC-26.93 C, kelembaban udara 78%-87%, curah hujan berkisar 2053.2 mm/tahun-3555,6 mm/tahun. lntersepsi cahaya yang diterima 76.64%-88.21%. Sambiloto dapat tumbuh pada tanah dengan unsur hara N nilai sedang, P rendah, Mg rendah, Ca sangat rendah sampai rendah, C organik rendah sampai sedang; sedangkan ph agak masam sampai masam. Berdasarkan analisis sifat fisik dan kimia tanah (Tabel 4), sambiloto dapat hidup pada ph agak masam (dataran rendah dan menengah) sampai masam (dataran tinggi); C organik rendah (dataran rendah) sampai sedang (dataran menengah dan tinggi). Unsur hara di habitat sambiloto: N sedang, P rendah, K sedang, Mg rendah, sedangkan Ca rendah sampai sangat rendah. Tabel 4. Sifat fisik dan kimia tanah di berbagai habitat sambiloto Habitat Dataran Rendah Dataran Menengah Dataran Tinggi Fisik dan kimia tanah ph 5.80 agak 5.83 agak 5.47 masam masam masam C Organik (%) 1.36 rendah 2.69 sedang 2.23 sedang Bahan Organik (%) 2.35 sedang 4.63 tinggi 3.84 tinggi N Total (%) 0.25 sedang 0.27 sedang 0.32 sedang P tersedia (ppm) 5.50 rendah 6.51 rendah 6.65 rendah K tertukar (me %) 0.32 sedang 0.33 sedang 0.35 sedang Mg (me %) 0.48 rendah 0.63 rendah 0.43 rendah Ca (me %) 1.55 sangat 1.95 sangat 2.05 rendah rendah rendah Tekstur : Debu (%) 39.45 36.85 38.55 Lempung (%) 43.55 42.25 47.68 Pasir (%) 17.00 17.90 13.77 Titik Layu Permanen 14.34 16.42 16.46 (%) Kapasitas Lapang (%) 34.34 35.38 38.24 Jenis tanah Latosol Latosol Latosol Sumber : Pujiasmanto, dkk (2007) Tumbuhan sambiloto yang tumbuh di habitat dataran menengah relatif lebih tinggi (60-125 cm) dibandingkan di dataran rendah (40-90 cm) dan tinggi (20-60 cm). Daunnya juga lebih panjang (± 8 cm) dan lebar (± 1.80 cm) atau lebih luas dibandingkan dengan di 11

dataran rendah (panjang ± 13 cm dan lebar ± 3.50 cm), dan tinggi (panjang ± 5 cm dan lebar ± 1.50 cm).. Bunga, buah dan akar morfologinya sama baik di dataran rendah, menengah maupun tinggi. Kandungan andrographolid di dataran menengah (2,27%) lebih tinggi daripada di dataran rendah (1,37%) dan tinggi (0,89%). Berdasarkan data empiris sambiloto yang tumbuh di dataran menengah banyak yang tumbuh di bawah naungan yang lebih rindang daripada di dataran rendah dan tinggi Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa terdapat perbedaan pada karakter tiga aksesi sambiloto di lokasi kebun percobaan Cimanggu pada tinggi tanaman, jumlah cabang, diameter batang, panjang daun, lebar daun dan karakter-karakter lainnya. Tabel 5. Karakterisasi tiga aksesi sambiloto dari pertanaman lokasi KP (Cimanggu) (Tanah Latosol, Tipe Iklim A dan 300 m dpl) Karakterisasi Kode aksesi Blali-1 Cmg-1 Cmg-2 Tinggi tanaman (cm) 46,19 43,78 55,83 Jumlah cabang (bh) 18,97 20,42 23,03 Diameter batang (mm) 0,42 0,43 0,54 Panjang daun (cm) 8,45 8,61 8,59 Lebar daun (cm) 2,52 2,53 2,66 Berat buah (g) 0,05 0,06 0,05 Jumlah buah per butir 11,26 1,76 10,52 Berat 100 butir (g) 0,19 0,06 0,19 Panjang buah (cm) 1,70 1,76 1,68 Lebar buah (mm) 0,32 0,30 0,29 Tebal buah ( mm) 0,20 0,19 0,19 Kadar sari larut alkohol (%) 13,77 13,03 19,40 Kadar sari larut air (%) 22,86 25,82 23,77 Kadar andrographolide 1,09 1,24 1,68 Rata-rata produksi terna (kg/ha) 2.682 2.408 3.586 Seed germ (hari) 2,00 1,00 1,00 Warna daun Hijau Hijau Hijau Bentuk daun Lancet Lancet Lancet Bentuk batang Persegi Persegi Persegi Warna buah masak keunguan Keunguan keunguan Sumber : Januwati dan Maslahah (2008). C. Budidaya Penyiapan Lahan Sambiloto dapat dibudidayakan pada lahan bekas persawahan atau tegalan. Lahan yang digunakan sebaiknya memiliki sumber air untuk penyiraman. Bila lahan yang digunakan bekas persawahan maka harus dibuat drainase dengan kedalaman 30-50 cm dan lebar 50 cm. 12

Pengolahan tanah dimulai dengan pembersihan areal tanam dari gulma dan sisasisa tanaman. Kemudian tanah dicangkul dan digemburkan dengan kedalaman 20-30 cm dengan posisi tanah dibalik untuk menambah pori-pori tanah dan mempermudah perakaran menyusup ke dalam tanah. Selanjutnya, dibuat bedengan dengan ketinggian 20 cm, lebar 100-150 cm, panjang bedengan disesuaikan dengan ukuran lahan. Jarak antar bedengan 30 cm. Penyiapan Bibit Sambiloto dapat diperbanyak secara vegetatif yaitu dengan stek batang atau pucuk dan dengan cara generatif yaitu dengan biji. Perbanyakan tanaman dengan menggunakan biji lebih sering dilakukan karena bibit yang dihasilkan lebih banyak, tekniknya sederhana dan mudah. Kelemahannya perbanyakan melalui biji membutuhkan waktu lebih lama dan pertumbuhan bibit cenderung tidak seragam. Biji dipilih dari tanaman yang sehat, petumbuhannya baik dan bebas dari serangan hama dan penyakit. Biji dikecambahkan dalam kotak pesemaian yang telah diisi media berupa campuran tanah, pasir dan kompos (1 : 1 : 1). Setelah berkecambah dan berdaun 3 4, dapat dipindahkan ke polibeg kecil yang sudah diisi media tanam berupa campuran topsoil dan pupuk kandang dengan perbandingan 1 : 1. Bibit dalam polibeg tersebut dapat disusun pada bedengan pembibitan yang ditempatkan pada areal yang agak terlindung. Penyiraman dilakukan 1 2 kali sehari. Metode persemaian benih sambiloto terdiri atas 2 metode yaitu metode 1 dan metode 2. 1. Metode 1 = tanah dan pupuk kandang sapi disusun berlapis dalam bak persemaian dan memakai naungan paranet 55% 2. Metode 2 = tanah dan pupuk kandang sapi disusun berlapis dalam bak persemaian tanpa naungan paranet 55%. Penyemaian benih sambiloto dengan metode 1 menunjukkan pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan metode 2. Pada metode 1, pertumbuhan kecambah selama 2 minggu sudah > 50% sedangkan pada metode 2 diperlukan waktu 3 minggu untuk mencapai tingkat pertumbuhan yang sama (Sunardi, 2008). Penanaman Sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan agar bibit lebih cepat tumbuh dan lebih mudah beradaptasi. Pada bedengan yang telah disiapkan dibuat lubang tanam dengan 13

ukuran 15 cm x 15 x cm x 15 cm. Jarak tanam yang dianjurkan adalah 25 cm x 25 cm. Pada saat pemindahan bibit dari polibeg ke lubang tanam, diusahakan agar tanah yang melekat pada akar tetap utuh agar proses pertumbuhan tidak terganggu. Kemudian tanah galian dipadatkan dan bibit disiram air secukupnya. Pemeliharaan Pemupukan Dianjurkan untuk memberi pupuk yang berasal dari bahan alami (pupuk organik) yaitu pupuk kandang atau kompos. Pupuk kandang dapat diberikan pada saat pertumbuhan vegetatif yaitu pada umur 1-1,5 bulan setelah penanaman ke lapangan, dosis pupuk kandang 3-4 ton/ha. Agar diperoleh daun dan batang yang pertumbuhannya baik dapat ditambahkan pupuk yang banyak mengandung unsur nitrogen dan kalium. Penyulaman untuk mengganti tanaman yang mati atau pertumbuhannya kurang baik dapat dilakukan setelah tanaman berumur 3-5 minggu. Tanaman pengganti sebaiknya yang seumur dengan tanaman lama. Pola tanam dan dosis pupuk organik dan pupuk alam berpengaruh terhadap jumlah cabang sambiloto (Tabel 6). Pola tanam monokultur memberikan jumlah cabang yang lebih banyak (30.36) dibandingkan tumpang sari (27.90). Tabel 6. Pengaruh pola tanam dan dosis pupuk organik dan pupuk alam terhadap jumlah cabang sambiloto pada umur 3 bulan setelah tanam (BST) Perlakuan Jumlah cabang Polatanam Monokultur Tumpangsari 30,36 a 27,90 b Dosis Pupuk (kg/ha) Kompos P alam Pupuk Bio Zeolit 28,57 bc 10 300 60 0 30,62 ab 10 300 60 300 32,92 a 10 500 60 0 28,40 bc 10 500 60 300 29,50 abc 20 300 60 0 25,89 bc 20 300 60 300 27,28 bc 20 500 60 0 29,20 abc 20 500 60 300 29,85 abc 10 ton p.kandang + 200 kg urea + 200 kg SP 36 + 100 kg KCl Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata pada taraf 5% uji Duncan Sumber : Yusron, dkk. (2007) Berdasarkan Tabel 7 terlihat bahwa pola tanam dan dosis pupuk memberikan mutu simplisia berbeda yang ditunjukan oleh perbedaan kadar air, kadar abu, kadar sari dalam air, kadar sari dalam alkohol dan kadar andrographolid. 14

Tabel 7. Pengaruh pola tanam dan dosis pupuk organik dan pupuk alam terhadap mutu simplisia sambiloto pada pemangkasan kedua Polatanam Monokultur Tumpangsari Perlakuan Dosis pupuk Kadar air Kadar abu Kadar sari dalam air Kadar sari dalam alkohol Kadar andro grapholid Kompos P alam Pupuk bio Zeolit (%) 10 300 60 0 11,67 6,25 25,71 19,92 0,79 10 300 60 300 12,85 6,49 26,22 19,31 0,29 10 500 60 0 11,93 6,61 26,49 19,72 0,46 10 500 60 300 11,35 6,26 26,29 19,45 0,45 20 300 60 0 13,22 5,78 23,28 18,48 0,61 20 300 60 300 12,84 6,35 25,25 19,78 0,28 20 500 60 0 13,54 6,22 25,80 19,81 0,81 20 500 60 300 11,93 6,45 28,30 19,61 0,78 10 ton p.kandang + 200 kg urea + 200 kg SP 12,61 6,49 24,99 19,34 1,23 36 + 100 kg KCl 10 300 60 0 14,69 6,85 28,09 21,86 0,60 10 300 60 300 12,99 7,18 17,17 19,79 0,67 10 500 60 0 12,55 6,82 28,49 20,22 0,64 10 500 60 300 13,44 6,59 26,91 20,98 0,79 20 300 60 0 13,12 6,64 28,91 19,26 1,25 20 300 60 300 15,87 6,33 25,85 19,57 0,56 20 500 60 0 15,33 5,84 26,42 19,54 0,86 20 500 60 300 15,24 5,59 26,82 19,06 0,63 10 ton p.kandang + 200 kg urea + 200 kg SP 36 + 100 kg KCl Sumber : Yusron, dkk. (2007) 15,01 4,95 25,90 18,88 0,79 Standar MMI - 12;maks 18;maks 9,7 min Penyiangan Penyiangan gulma dapat dilakukan bersamaan dengan pembumbunan untuk menggemburkan tanah di sekitar perakaran. Penyiangan dapat dilakukan setelah tanaman berumur 1-1,5 bulan. Penyiangan dan pembumbunan dapat dilakukan dengan menggunakan koret atau cangkul. Penyiraman Kebutuhan air sambiloto setara dengan palawija/sayur-sayuran dan daerah pengembangan sambiloto sama dengan daerah pengembangan palawija/sayur-sayuran. Keadaan ini menunjukkan bahwa untuk pembentukan daun dan tangkai, sambiloto sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air (Januwati dan Maslahah, 2008). Penyiraman sebaiknya dilakukan 1-2 kali sehari pagi dan sore hari, tergantung keadaan cuaca. Penyiraman dapat menggunakan sprinkler, sprayer atau gembor (Tabel 8.) 15

Tabel 8. Interaksi perlakuan pemberian air terhadap produksi segar dan kering sambiloto pada umur 4 BST Aksesi sambiloto Cmg-1 Cmg-2 Blali-1 Tingkat Produksi segar Produksi kering Taksasi pemberian air produksi*).gr/tanaman. mm/cm3/hari kg/ha 3 149,42 ab 54,23 abc 723,07 4 147,75 ab 53,53 abc 713,73 5 153,65 ab 56,63 abc 755,07 6 140,18 ab 53,97 abc 719,60 7 125,78 ab 41,53 d 553,73 3 137,05 ab 51,50 bcd 686,67 4 178,48 a 57,97 abc 772,93 5 139,45 ab 63,50 a 846,67 6 119,22 b 48,20 cd 642,67 7 146,72 ab 55,43 abc 739,07 3 128,85 ab 47,30 cd 630,67 4 126,88 ab 49,77 bcd 642,67 5 140,15 b 54,70 abc 729,33 6 147,55 ab 59,50 ab 793,33 7 118,08 b 48,20 cd 633,60 KK CV (%) 19,21 10,74 Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%. *) Taksasi produksi diperhitungkan pada populasi 80.000 tanaman/ha (jarak tanam 30 cm x 40 cm) dengan kalibrasi 70% untuk lahan efektif Sumber : Januwati dan Maslahah (2008) Hama dan Penyakit Pengendalian hama dan penyakit dapat dilakukan secara mekanis yaitu dengan cara menangkap atau membuang bagian tanaman yang terserang. Sebaiknya dilakukan upaya pencegahan serangan hama dan penyakit yaitu dengan memperbaiki kultur teknis seperti penggunaan bibit yang sehat, pengaturan waktu tanam dan jarak tanam, perbaikan drainase dan penyiangan gulma secara intensif. Tidak disarankan menggunakan pestisida kimia, apabila serangan hama atau penyakit sulit untuk dikendalikan maka dianjurkan menggunakan pestisida dan fungisida nabati. Panen dan Pasca Panen Pemanenan dapat dilakukan bila tanaman telah berumur 3-4 bulan atau sudah mulai berbunga. Bagian yang dipanen adalah batang dan daun, dikumpulkan dalam goni. Kemudian dicuci dengan air mengalir, selanjutnya disortir dengan cara memisahkan dan membuang bagian yang rusak. Sambiloto yang sehat dapat langsung dipotong-potong sepanjang 4-5 cm, kemudian dikeringanginkan selama 2-3 hari untuk mengurangi kadar air sampai 22%. Bila 16

pengeringan dilakukan dengan menggunakan oven sebaiknya suhu diatur antara 50-60 C hingga kadar air 10-15%. Selama proses pengeringan, bahan harus dibolak-balik agar pengeringan merata. Sambiloto yang telah kering dimasukkan dalam wadah yang bersih dan harus dihindarkan dari kontak langsung pada lantai untuk menghindari timbulnya jamur dan proses pelapukan. Herba sambiloto ini dapat juga dihaluskan menjadi tepung atau bubuk. Kegiatan pasca panen terdiri atas penanganan bahan mentah (segar) dan pengolahan menjadi bahan setengah jadi dan bahan jadi. Sambiloto mengandung zat pahit yang disebut dengan zat andrographolid. Tanaman sambiloto memiliki banyak manfaat baik untuk kesehatan manusia maupun ternak. sambiloto dapat digunakan dalam bentuk segar, simplisia, teh, serbuk, kapsul, infuse dan ekstrak. panen sambiloto yang optimal adalah pada umur 3-4 bulan setelah tanaman. Setelah dipanen dikeringkan dengan menjemur di terik matahari yang dikombinasikan dengan alat. Setelah kering simplisia digiling sehingga dihasilkan serbuk ukuran 60 mesh, kemudian untuk pengolahan (ekstraksi), teknologi yang digunakan adalah ukuran bahan 60 mesh, jenis pelarut etanol 70%, perbandingan bahan dengan pelarut 1:10 dan lama ekstraksi 6 jam dan menghasilkan kadar andrographolid sebesar 6,86%. Selain teknik ekstraksi, faktor penyimpanan juga mempengaruhi mutu simplisia, ekstrak maupun produk dari ekstrak (Sembiring, 2005). 2. Jambu Biji (Psidium guajava) Klasifikasi Tanaman Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Sub division : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Myrtales Famili : Myrtaceae Genus : Psidium Species : Psidium guajava L. Sinonim P. aromaticum Blanco, P.pomiferum L., P.pyriferum L. (Dalimarta,2003). 17

Nama daerah Sumatera : glima breueh ( Aceh), glimeu beru (Gayo), galiman (Batak Karo), masiambu (Nias), biawas, jambu biawas, j. biji, j.batu,j. klutuk (Melayu). Jawa : jambu klutuk (Sunda), bayawas, jambu krutuk, jambu krikil, petokal (Jawa), hambu bhender (Madura). Nusa Tenggara : sotong (Bali), guawa (Flores), goihawas (Sika). Sulawesi : gayawas (Manado), boyawat (Mongondow), koyawas (Tonsaw), dambu (Gorontalo), jambu paratugala (Makasar), jambu paratukala (Bugis), jambu (Baree), kujabas (Roti), biabuto (Buol). Maluku : kayawase (Seram Barat), kujawase (Seram Selatan), laine hatu, luhu hatu (Ambon), gayawa (Ternate, Halmahera) (Dalimarta, 2003). A. Deskripsi Jambu biji berasal dari Amerika tropik, tumbuh pada tanah yang gembur maupun liat, pada tempat terbuka dan mengandung air yang cukup banyak. Pohon ini banyak ditanam sebagai pohon buah-buahan. Namun, sering tumbuh liar dan dapat ditemukan pada ketinggian 1-1.200 m dpl. Jambu biji berbunga sepanjang tahun (Dalimartha, 2000). Perdu atau pohon kecil, tinggi 2-10 m, percabangan banyak. Batangnya berkayu, keras, kulit batang licin, mengelupas, berwarna cokelat kehijauan. Daun tunggal, bertangkai pendek, letak berhadapan, daun muda berambut halus, permukaan atas daun tua licin. Helaian daun berbentuk bulat telur agak jorong, ujung tumpul, pangkal membulat, tepi rata agak melekuk ke atas, pertulangan menyirip, panjang 6-14 cm, lebar 3-6 cm, berwarna hijau. Bunga tunggal, bertangkai, keluar dari ketiak daun, berkumpul 1-3 bunga, berwarna putih. Buahnya buah buni, berbentuk bulat sampai bulat telur, berwarna hijau sampai hijau kekuningan. Daging buah tebal, buah yang masak bertekstur lunak, berwarna putih kekuningan atau merah jambu. Biji buah banyak mengumpul di tengah, kecil-kecil, keras, berwarna kuning kecokelatan (Dalimartha, 2000). B. Syarat Tumbuh Tanaman jambu biji mudah beradaptasi dengan lingkungan kering, ph rendah. Di daerah tropik tanaman jambu biji akan tumbuh di dataran rendah hingga ketinggian 1500 m dpl. Meskipun dapat tumbuh pada temperatur antara 15-45 o C, namun hasil terbaik pada suhu antara 23 o C- 28 o C dengan curah hujan 1000-2000 mm/tahun. Rasa buah jambu pada musim hujan kurang manis dibandingkan dengan buah hasil panen pada musim kemarau. Tampaknya hal ini disebabkan pengaruh intensitas sinar matahari. Tanaman jambu sangat toleran terhadap kisaran ph 4,5-8,2 serta terhadap salinitas (Rukmana, 1996). 18

C. Budidaya Penyiapan Lahan Sebagai salah satu syarat dalam mempersiapkan lahan kebun buah-buahan khususnya Jambu biji dipilih tanah yang subur, banyak mengandung unsur nitrogen, meskipun pada daerah perbukitan tetapi tanahnya subur, dilakukan dengan cara membuat sengkedan (teras) pada bagian yang curam, kemudian untuk menggemburkan tanah perlu di bajak atau cukup dicangkul dengan kedalaman sekitar 30 cm secara merata. Selanjutnya diberi pupuk kandang dengan dosis 40 kg/m persegi, kemudian dibuatkan bedengan dengan ukuran 1,20 m yang panjangnya disesuaikan dengan ukuran yang diperlukan (http://www. ristek.go.id, 2005). Pembukaan Lahan Tanah yang akan dipergunakan untuk kebun jambu biji dikerjakan semua secara bersama, tanaman pengganggu seperti semak-semak dan rerumputan dibuang, dan bendabenda keras disingkirkan kemudian tanah dibajak atau dicangkul dalam, dengan mempertimbangkan bibit yang mau ditanam. Bila bibit berasal dari cangkokan pengolahan tanah tidak perlu terlalu dalam (30 cm), tetapi bila hasil okulasi perlu pengolahan yang cukup dalam (50 cm). Kemudian dibuatkan saluran air selebar 1 m dan ke dalam disesuaikan dengan kedalaman air tanah, guna mengatasi sistem pembuangan air yang kurang lancar. Tanah yang kurus dan kurang humus/ tanah cukup liat diberikan pupuk hijau yang dibuat dengan cara mengubur ranting-ranting dan dedaunan dengan kondisi seperti ini dibiarkan selama kurang lebih 1 tahun sebelumnya. Kemudian dilakukan pemupukan sebanyak 2 kaleng minyak tanah (4 kg) per meter persegi. Dilanjutkan pembuatan bedengan sesuai dengan kebutuhan (http://www.ristek.go.id, 2005). Pembentukan Bedengan Tanah yang telah gembur, dibuatkan bedengan dengan ukuran lebar 3 m, dan panjang sesuai dengan kebutuhan, tinggi sekitar 30 cm. Bagian atas tanah diratakan guna menopang bibit yang akan ditanam. Jarak baris yang ideal untuk penanaman benih sekitar 4 m, jarak di dalam baris bedengan sepanjang 2,5 m dengan keadaan membujur dari Utara ke Selatan, supaya mendapatkan banyak sinar matahari pagi, setelah diberi atap pelindung dengan jarak antar bedengan 1 m, untuk sarana lalu-lintas para pekerja dan dapat digunakan sebagai saluran air pembuangan, untuk menambah kesuburan dapat diberi 19

pupuk hijau, kompos/pupuk kandang yang sudah matang. Terkecuali apabila penanaman jenis jambu Bangkok menggunakan jarak tanam antara 3x2 m (http://www.ristek.go.id, 2005). Pengapuran Pengapuran dilakukan apabila dataran yang berasal dari tambak dan juga dataran yang baru terbentuk tidak bisa ditanami, selain tanah masih bersifat asam juga belum terlalu subur. Caranya dengan menggali lobang-lobang dengan ukuran 1 x 1 m, dasar lobang ditaburkan kapur sebanyak 0,5 liter untuk setiap lobang, guna menetralkan ph tanah hingga mencapai 4,5-8,2. Setelah 1 bulan dari penaburan kapur diberi pupuk kandang (http://www.ristek.go.id, 2005). Penyiapan Bibit Jambu dapat diperbanyak dengan biji. Namun demikian, perbanyakan dengan cara ini tidak disukai karena tumbuhannya lama menjadi dewasa dan juga akan berubah sifat dari induknya. Perbanyakan yang sekarang dilakukan adalah secara vegetatif, khususnya dengan cara pencangkokan (Wikipedia, 2011). Penanaman 1. Penentuan Pola Tanam Setelah terjadi proses perkecambahan, bibit yang telah cukup umur ditempatkan pada bedeng-bedeng yang telah disiapkan. Di samping itu, persiapan pohon pangkal sebaiknya melalui proses perkecambahan kemudian ditanam dengan jarak 20 x 30 cm setelah berkecambah dan berumur 1-2 bulan atau telah tumbuh daun sebanyak 2-3 helai maka bibit dapat dipindahkan pada bedeng ke dua yang telah dibentuk selebar 3-4 m dengan jarak tanam 7-10 m dengan kedalaman sekitar 30-40 cm, jarak antara bedeng selebar 1 m, didahului perataan tanah ditengah bedengan guna pembuatan lubang-lubang penanaman. Untuk menghindari sengatan sinar matahari secara langsung dibuat atap yang berbentuk miring lebih tinggi ke timur dengan maksud supaya mendapatkan sinar matahari pagi hari secara penuh (http://www.ristek.go.id, 2005). 2. Pembuatan Lubang Tanam Pembuatan lubang pada bedeng-bedeng yang telah siap untuk tempat penanaman bibit jambu biji yang sudah jadi dilakukan setelah tanah diolah secara matang kemudian 20

dibuat lobang-lobang dengan ukuran 1 x 1 x 0,8 m yang sebaiknya telah dipersiapkan 1 bulan sebelumnya dan pada waktu penggalian tanah yang diatas dan yang dibawah dipisahkan, nantinya akan dipergunakan untuk penutup kembali lubang yang telah diberi tanaman, pemisahan tanah galian tersebut dibiarkan selama 1 minggu dimaksudkan agar jasad renik yang akan mengganggu tanaman musnah; sedangkan jarak antar lubang sekitar 7-10 m (http://www.ristek.go.id, 2005). 3. Cara Penanaman Setelah berlangsung selama 1 pekan lubang ditutup dengan susunan tanah seperti semula dan tanah di bagian atas dikembalikan setelah dicampur dengan 1 blek (1 blek ± 20 liter) pupuk kandang yang sudah matang, dan kira-kira 2 pekan tanah yang berada di lubang bekas galian tersebut sudah mulai menurun baru bibit jambu biji ditanam, penanaman tidak perlu terlalu dalam, secukupnya, maksudnya batas antara akar dan batang jambu biji diusahakan setinggi permukaan tanah yang ada disekelilingnya. Kemudian dilakukan penyiraman secara rutin 2 kali sehari (pagi dan sore), kecuali pada musim hujan tidak perlu dilakukan penyiraman (http://www.ristek.go.id, 2005). Pemeliharaan Pemupukan Untuk menjaga agar kesuburan lahan tanaman jambu biji tetap stabil perlu diberikan pupuk secara berkala dengan aturan : a. Pada tahun 0-1 umur penanaman bibit diberikan pada setiap pohon dengan campuran 40 kg pupuk kandang, 50 kg TSP, 100 gram Urea dan 20 gram ZK dengan cara ditaburkan disekeliling pohon atau dengan jalan menggali di sekeliling pohon sedalam 30 cm dan lebar antara 40-50 cm, kemudian masukkan campuran tersebut dan tutup kembali dengan tanah galian sebelumnya. Tanaman bisa berbuah 2 kali setahun. b. Pemupukan tanaman umur 1-3 tahun, setelah tanaman berbuah 2 kali. Pemupukan dilakukan dengan NPK 250 gram/pohon, dan TSP 250 gram/pohon, dan seterusnya cara seperti ini dilakukan setiap 3 bulan sekali dengan TSP dan NPK dengan takaran sama. c. Pemupukan tanaman umur 3 tahun keatas, Kalau pertumbuhan tanaman kurang sempurna, terutama terlihat pada pertumbuhan tuas hasil pemangkasan raning, berarti selain TSP dan NPK dengan ukuran yang sama tanaman memerlukan pupuk kandang sebanyak 2 kaleng minyak per pohon. 21

Cara pemupukan dilakukan dengan membuat torakan yang mengelilingi tanaman persis di bawah ujung tajuk dengan kedalaman sekitar 30-40 cm dan pupuk segera di tanam dalam torakan tersebut dan ditutup kembali dengan bekas galian terdahulu (http://www.ristek.go.id, 2005). Penyiangan Guna menjaga kemungkinan tumbuhnya penyakit atau hama yang ditimbulkan baik karena kondisi cuaca dan hewan-hewan perusak, maka perlu dilakukan penyemprotan pestisida, umumnya dengan Nogos, antara 15-20 hari sebelum panen dan juga perlu disemprot dengan Sevin atau Furadan terutama untuk menghindarkan adanya ulat jambu, tikus atau jenis semut-semutan, disamping itu penyemprotan dilakukan dengan fungisida jenis Delsene 200 MX guna memberantas cendawan yang akan mengundang hadirnya semut-semut (http://www.ristek.go.id, 2005). Disamping itu juga digunakan insektisida guna memberantas lalat buah dan kutu daun disemprot 2x seminggu dan setelah sebulan sebelum panen penyemprotan dihentikan. Untuk memacu munculnya bunga Jambu biji diperlukan larutan KNO 3 (Kalsium Nitrat) yang akan mempercepat 10 hari lebih awal dari pada tidak diberi KNO 3 dan juga mempunyai keunggulan memperbanyak "dompolan" bunga (tandan) jambu biji pada setiap stadium (tahap perkembangan) dan juga mempercepat pertumbuhan buah jambu biji, cara pemberian KNO 3 dengan jalan menyemprotkan pada pucuk-pucuk cabang dengan dosis antara 2-3 liter larutan KNO 3 untuk setiap 10 pucuk tanaman dengan ukuran larutan KNO 3 adalah 10 gram yang dilarutkan dengan 1 liter pengencer teknis (http://www.ristek.go.id, 2005). Hama dan Penyakit Penelitian Saragih (2005) penggunaan beberapa atraktan terhadap lalat buah Bactrocera dorsalis H. mendapatkan persentase terbesar buah yang terserang adalah pada kontrol (tanpa perlakuan atraktan) 86,12% dan yang terkecil adalah pada perlakuan methyleugenol sebesar 17,26%. Pengendalian hama lalat B. dorsalis dengan pembungkusan sebaiknya dilakukan pada tingkat perkembangan buah jambu biji berdiameter 2-4 cm (Gultom, 2005). Hamahama pada tanaman jambu biji, antara lain: 1. Ulat daun (Trabala pallida) Pengendalian: dengan menggunakan nogos. 22

2. Ulat keket (Ploneta diducta) Pengendalian: sama dengan ulat daun. 3. Semut dan tikus Pengendalian: dengan penyemprotan sevin dan furadan. 4. Kalong dan Bajing Keberadaan serangga ini dipengaruhi faktor lingkungan baik lingkungan biotik maupun abiotik. Yang termasuk faktor biotik seperti persediaan makanan, Pengendalian: dengan menggunakan musuh secara alami. 5. Ulat putih Gejala: buah menjadi berwarna putih hitam, Pengendalian: dilakukan penyemprotan dengan insektisida yang sesuai sebanyak 2 kali seminggu hingga satu bulan sebelum panen penyemprotan dihentikan. 6. Ulat penggerek batang (Indrabela sp) Gejala: membuat kulit kayu dan mampu membuat lobang sepanjang 30 cm; Pengendalian: sama dengan ulat putih. 7. Ulat jengkal (Berta chrysolineate) Ulat pemakan daun muda, berbentuk seperti tangkai daun berwarna cokelat dan beruas-ruas Gejala: pinggiran daun menjadi kering, keriting berwarna cokelat kuning. Pengendalian: sama dengan ulat putih (http://www.ristek.go.id, 2005). Penyakit-penyakit pada tanaman jambu biji, antara lain: 1. Penyakit karena ganggang (Cihephaleusos vieccons) Menyerang daun tua dan muncul pada musim hujan. Gejala: adanya bercak-bercak kecil dibagian atas daun disertai serat-serat halus berwarna jingga yang merupakan kumpulan sporanya. Pengendalian: dengan menyempotakan fungisida seperti Disene 200 MX. 2. Jamur Cercospora psidil, Jamur karat Poccinia psidil, Jamur Allola psidil Gejala: bercak pada daun berwarna hitam. Pengendalian: dengan menyempotakan fungisida seperti Disene 200 MX. 3. Penyakit karena cendawan (jamur) Rigidoporus Lignosus Gejala: rizhome berwarna putih yang menempel pada akar dan apabila akar yang kena dikupas akan nampak warna kecoklatan. Pengendalian: dengan menyempotakan fungisida seperti Disene 200 MX (http://www.ristek.go.id, 2005). 23

Panen dan Pasca Panen 1. Ciri dan Umur Panen Buah jambu biji umumnya pada umur 2-3 tahun akan mulai berbuah, berbeda dengan jambu yang pembibitannya dilakukan dengan cangkok/stek umur akan lebih cepat kurang lebih 6 bulan sudah bisa berbuah, jambu biji yang telah matang dengan ciri-ciri melihat warna yang disesuikan dengan jenis jambu biji yang ditanam dan juga dengan mencium baunya serta yang terakhir dengan merasakan jambu biji yang sudah masak dibandingkan dengan jambu yang masih hijau dan belum masak, dapat dipastikan bahwa pemanenan dilakukan setelah jambu bewarna hijau pekat menjadi muda ke putih-putihan dalam kondisi ini maka jambu telah siap dipanen (http://www.ristek.go.id, 2005). 2. Cara Panen Cara pemanenan yang terbaik adalah dipetik beserta tangkainya, yang sudah matang (hanya yang sudah masak) sekaligus melakukan pemangkasan pohon agar tidak menjadi rusak, waktunya setelah 4 bulan umur buah kemudian dimasukkan ke dalam keranjang yang dibawa oleh pemetik dan setelah penuh diturunkan dengan tali yang telah disiapkan sebelumnya, hingga pemanenan selesai dilakukan. Pemangkasan dilakukan sekaligus panen supaya dapat bertunas kembali dengan baik dengan harapan dapat cepat berbuah kembali (http://www.ristek.go.id, 2005). 3. Periode Panen Periode pemanenan setelah buah jambu biji dilakukan pembatasan buah dalam satu rantingnya kurang lebih 2-3 buah, hal ini dimaksudkan agar buah dapat berkembang besar dan merata. Dengan sistem ini diharapkan pemanenan buah dapat dilakukan dua kali dalam setahun (6 bulan) atau sekitar 2-3 bulan setelah berbuah, dengan dicari buah yang masak, dan yang belum masak supaya ditinggal dan kemudian dipanen kembali, catatan apabila buah sudah masak tetapi tidak dipetik maka akan berakibat datangnya binatang pemakan buah seperti kalong, tupai dll (http://www.ristek.go.id, 2005). 4. Prakiraan Produksi Apabila penanganan dan pemeliharaan semenjak pembibitan hingga panen dilakukan secara baik dan benar serta memenuhi aturan yang ada maka dapat diperkirakan mendapatkan hasil yang diharapkan. Pada penanaman 400 pohon setelah 2-3 bulan dari pohon cangkokan setelah tanam sudah mulai berbunga dan 6 bulan sudah mulai dipanen, 24

pemanenan dilakukan setiap 4 hari sekali dengan hasil setiap panenan seberat 100 kg buah jambu. Di Indonesia per tahunnya dapat mencapai 53.200 ton dengan luas tanaman selebar 17.100 hektar. Harga jual sekarang ke konsumen mencapai Rp. 650,- per ikat atau sampai Rp.750/ kg (http://www.ristek.go.id, 2005). Pasca panen 1. Pengumpulan Setelah dilakukan pemanenan yang benar buah jambu biji harus dikumpulkan secara baik, biasanya dikumpulkan tidak jauh dari lokasi pohon sehingga selesai pemanenan secara keseluruhan. Hasil panen selanjutnya dimasukkan dalam keranjang dengan diberi dedaunan menuju ke tempat penampungan yaitu dalam gudang/gubug (http://www.ristek.go.id, 2005). 2. Penyortiran dan Penggolongan Tujuan penyortiran buah jambu biji dimaksudkan jambu yang bagus mempunyai harga jual tinggi, biasanya dipilih berdasarkan ukuran dan mutu. Buah yang kecil tetapi baik mutunya dapat dicampur dengan buah yang besar dengan mutu sama, yang biasanya dijual dalam bentuk kiloan atau bijian, Perlu diingat bahwa dalam penyortiran diusahakan sama besar dan sama baik mutunya. Dan dilakukan sesuai dengan jenis jambu biji, jangan dicampur adukkan dengan jenis yang lain (http://www.ristek.go.id, 2005). 3. Penyimpanan Penyimpanan jambu biji biasanya tidak terlalu lama mengingat daya tahan jambu biji tidak bisa terlalu lama dan sementara belum dapat dijual ke pasar ditampung dulu dalam gubug-gubug atau gudang dengan menggunakan kantong PE, suhu sekitar 23-25 derajat C dan jambu dapat bertahan hingga 15 hari dalam kantong PE dan ditambah 7 hari setelah dikeluarkan dari kantong PE, sehingga dapat meningkatkan daya simpan 4,40 kali dibandingkan tanpa perlakuan. Tekanan yang baik adalah -1013 mbar dan dapat menghasilkan kondisi PE melengket dengan sempurna pada permukaan buah, konsentrasi C0² sebesar 5,21% dan kerusakan 13,33% setelah penyimpanan dalam kantong PE. Cara terbaik untuk penyimpanan buah jambu dengan pengawetan, biasanya dilakukan dengan dibuat asinan atau manisan dan dimasukkan dalam kaleng atau botol atau dapat juga dengan menggunakan kantong plastik. Hal ini dapat menjaga kesterilan dan ketahanan sehingga dapat disimpan lama. Di samping itu, jambu biji umumnya dibuat minuman atau koktail(http://www.ristek.go.id, 2005). 25

4. Pengemasan dan Pengangkutan Jambu biji dengan hasil jual dapat tinggi tidak tergantung dari rasanya saja, tetapi pada kenampakan dan cara pengikatannya. Jika lokasi penjualan tidak jauh maka cukup dibawa dengan dimasukkan dalam keranjang dengan mengunakan kendaraan sepeda/sepeda motor. Untuk pengiriman dengan jarak yang agak jauh (antar pulau) yang membutuhkan waktu hingga 2-3 hari lamanya perjalanan buah jambu batu dilakukan dengan cara dipak dengan menggunakan peti yang berukuran 60 x 28,5 x 28,5 cm, keempat sudutnya yang panjang dengan jarak 1 cm, sisi yang pendek sebaiknya dibuat dari 1atau 2 lembar papan setebal 1cm, karena sisi ini dalam pengangkutan akan diletakkan di bagian bawah, sebaiknya pembuatan peti dilakukan jarang-jarang guna untuk memberi kebebasan udara untuk keluar masuk dalam peti. Sebelum dimasukkan ke dalam peti, buah jambu dipilih dan di pak. Setelah itu disusun berderet berbentuk sudut terhadap sisi peti, yang sebelumnya dialasi dengan lumut/sabut kelapa, atau bahan halus dan lembut lainnya. Kemudian setelah penuh lapisan atas dilapisi lagi dengan sabut kelapa yang terakhir ditutup dengan papan, sebaiknya kedua sisi panjang dibentuk agak gembung, biasanya penempatan peti bagian yang pendek ditempatkan dibawah didalam perjalanan (http://www.ristek.go.id, 2005). 3. Jati Belanda (Guazuma ulmifolia) Klasifikasi tanaman Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Malvales Famili : Stercuiliaceae Genus : Guazuma Species : Guazuma ulmifolia Lamk, var. tomantosa. K. Schum Nama Daerah : Jawa : jati londo atau jatos landi (JAwa Tengah) ; jati belanda (Banyuwangi) ; Sumatera : jati blanda (Melayu), bastard cedar (Inggis), ibixuma (Brazil), guácimo (Spanyol), bois d'orme (Prancis), guácimo baba (Cuba), hapayillo (Peru), tapaculo (Tamil) 26

A. Deskripsi Tumbuhan ini berasal dari negara Amerika dan tumbuh subur di daerah tropis. Tumbuhan ini juga tumbuh secara liar di daerah tropis lainnya seperti Indonesia, khususnya di pulau Jawa dan Madura. Tumbuhan jenis pohon ini memiliki tinggi batang 10-22 meter. Tekstur batangnya keras, bulat, kasar, banyak alur, berkayu, bercabang, warna hijau keputih-putihan. Jati belanda banyak tumbuh di hutan-hutan. Tumbuhan ini mempunyai daun tunggal berbentuk bulat telur, permukaan kasar, tepi bergerigi, dan berujung runcing. Selain itu, daun jati belanda memiliki pangkal berlekuk, pertulangan menyirip, panjang 10-16 cm, lebar 3-6 cm, dan warnanya hijau. Bunganya tunggal, bulat di ketiak daun, dan berwarna kuning berbintik merah atau hijau muda. Jati belanda memiliki buah berbentuk kotak, bulat, keras dengan permukaan berduri, beruang lima, dan berwarna hitam. Bijinya kecil, keras, berdiameter ± 2 mm, berwarna kuning kecoklatan, berlendir, dan rasanya agak manis. Tumbuhan ini tertutup oleh rambut berbentuk seperti bintang dan mempunyai akar tunggang. Kulit jati belanda mengandung lemak, glukosa, dan lender (Tanaman Herbal Indonesia, 2007). B. Syarat Tumbuh Jati belanda merupakan salah satu jenis tanaman obat famili Sterculiaceae yang tumbuh dengan subur pada ketinggian 1-800 m di atas permukaan laut. Tanaman ini mampu tumbuh dengan baik pada tanah yang gembur maupun liat di tempat-tempat terbuka (Syahid dkk, 2010). C. Budidaya Penyiapan Lahan Lahan untuk penanaman jati belanda sebaiknya diolah terlebih dahulu. Lahan atau tanah diolah sedalam 30-40 cm hingga gembur. Bila rencana penanaman ditujukan hanya sebagai pelengkap taman maka pengolahan tanah hanya dilakukan pada bidang atau tempat yang akan ditanami saja. Waktu pengolahan yang paling baik adalah pada akhir musim hujan. Meskipun demikian, di tempat yang sumber airnya memadai, pengolahan dapat dilakukan setiap waktu atau musim (Sulaksana dan Jayusman, 2005). Setelah lahan diolah maka kegiatan selanjutnya adalah pembuatan lubang tanam. Lubang tanam dibuat dengan ukuran 40 cm x 40 cm x 40 cm. Untuk tanaman jati belanda 5 m x 4 m. Setiap lubang tanam diisi pupuk organik (kotoran ternak, kompos) sebanyak 1-27

3 kg, tergantung kesuburan tanahnya. Selain pupuk kandang dapat digunakan pupuk fosfat sebanyak 100 gram/lubang tanam, dolomite 100 gram/lubang tanam, dan Furadan sebanyak 10 gram/lubang tanam (Sulaksana dan Jayusman, 2005). Penggunaan komposisi media tanam berpnegaruh terhadap pertumbuhan vegetative jati belanda. Komposisi media tanah ditambah pupuk kandang sapi 1:1 (v/v) secara umum memberikan pertumbuhan vegetatif yang lebih baik. Hal ini ditunjukkan dengan tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, jumlah cabang, luas daun, bobot basah dan bobot kering tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan media tanah saja (Muriati, 2005). Penyiapan Bibit Pada dasarnya biji jati belanda dapat diperoleh langsung dari alam dengan cara memanen yang sudah matang. Namun, untuk memudahkan petani dalam membibitkan tanaman, biji dapat diperoleh langsung di balai penelitian atau instansi kehutanan terkait atau pekebun bibit swasta. Umumnya biji yang diperoleh melalui instansi atau pembibit sudah melalui proses seleksi dan perlakuan khusus sehingga bisa langsung disemai. Penyemaian di bedengan umumnya diperuntukkan biji jati belanda. Bedeng persemaian diharapkan memberi lingkungan yang baik bagi bibit atau anakan jati belanda. Bedengan dibuat berbentuk persegi empat dengan ukuran 1 m x 3 m. Biji ditanam dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm. Untuk persemaian skala besar, bisa dibuat bedengan dengan ukuran yang lebih panjang dan lebih dari satu bedengan. Selama di persemaian bibit sebaiknya di pupuk dengan NPK 12 : 24 : 12. Pupuk untuk tanaman muda umumnya diberikan dalam bentuk cair dengan cara disemprot sebanyak 2 kali selama masa penyemaian. Penyiraman dilakukan sedikitnya 2 kali sehari. Untuk jati belanda, bijinya dapat langsung ditebar (disemai) di lapangan. Pada dasarnya, perlakuan seperti ini meniadakan tahap penyemaian. Namun demikian, perlu dipahami bahwa penebaran benih langsung di lapangan memiliki tingkat keberhasilan tumbuh lebih kecil dibandingkan dengan penyemaian di polibeg atau bak semai (Sulaksana dan Jayusman, 2005). Penanaman Untuk bibit semai di bedengan maka perlu dilakukan pemindahan bibit atau anakan dari bedeng persemaian ke lahan penanaman dengan hati-hati. Caranya, bisa dengan mendongkel tanaman beserta tanah dan akarnya. Alat bantu yang digunakan adalah kored 28

atau pisau. Tanah didongkel pada jarak kurang lebih 10 cm dari tanaman atau jarak yang kira-kira tidak akan merusak tanaman. Setelah didongkel, bibit dicabut dengan hati-hati, lalu dipindahkan ke lahan atau ke lubang tanam yang telah disiapkan. Setelah ditimbuni, di sekitar pangkal batang bibit disiram air secukupnya. Pemberian mulsa jerami atau serasah daun di sekeliling batang tanaman jati belanda yang baru dipindahtanamkan sangat dianjurkan. Keuntungan pemberian mulsa tersebut antara lain menekan pertumbuhan rumput liar, menjaga kelembapan tanah agar tetap stabil, mengurangi penguapan air dalam tanah, dan menjadi bahan organik penyubur tanah. Cara pemberian mulsa dengan menghamparkan jerami padi secara merata pada permukaan tanah di bawah tajuk tanaman setebal 3-5 cm. Jika dalam 2-4 minggu ada tanaman yang mati maka segera dilakukan penyulaman dengan cara mencabut dan menggantinya dengan tanaman baru. Teknik penyulaman sama dengan penanaman bibit baru (Sulaksana dan Jayusman, 2005). Pemeliharaan Pemupukan Pemberian pupuk Urea dengan dosis 0.5 g/tanaman secara umum memberikan pertumbuhan vegetatif yang lebih baik (Tabel 9). Hal ini ditunjukkan dengan diameter batang, jumlah daun, luas daun, bobot basah dan bobot kering tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan dosis pupuk yang lain (Muriati, 2005). Tabel 9. Bobot basah dan bobot kering akar, batang, dan daun bibit jati belanda pada 10 MSP Perlakuan Bobot Basah (g) Bobot Kering (g) Media Akar Batang Daun Akar Batang Daun Tanah Tanah+pukan (1:1) 14.3b 19.04a 10.42b 24.59a 17.27b 36.72a 3.94b 5.75a 2.74b 7.17a 4.99b 11.02a Urea (g/tanaman) 0 0.5 1 2 14.50bc 18.86ab 20.09a 13.23c 15.89b 26.42a 17.36b 10.36b 23.88bc 36.39a 29.74ab 17.96c 4.46ab 5.59a 5.74a 3.6b 4.38bc 7.37a 5.35ab 2.73c 7.12a 10.97a 7.18a 6.75a Interaksi tn tn tn tn tn tn Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 1% dan 5%. Sumber : Muriati, (2005) 29

Kalus dapat diinduksi dari eksplan daun jati belanda umur dua tahun yang berasal dari rumah kaca pada semua perlakuan yang diaplikasikan (Tabel 10.). Kalus remah Tabel 10. Analisis kadar tanin pada beberapa perlakuan kalus in vitro Perlakuan (mg/l) Kadar Tanin (%) 2,4-D (0,1 + 0,3 + 0,5) 4,27 2,4-D (0,1 + 0,3 + 0,5) + BA 0,1 4,75 2,4-D (0,1 + 0,3 + 0,5) + BA 0,3 3,72 Daun jati belanda 2,24 Sumber : Syahid, dkk (2010). menghasilkan diameter terbesar, bobot basa terberat dan berpeluang untuk kadar tanin yang tinggi (Syahid dkk,2010). Kombinasi perlakuan 2,4-D 0,3 mg/l + Benzyl Adenin 0,1 mg/l merupakan perlakuan terbaik yang dapat menghasilkan struktur kalus yang lebih remah, warna putih kekuningan dan diameter terbesar yaitu 28,7 mm dengan indikasi kadar tanin lebih tinggi. Perlakuan tersebut juga menghasilkan laju pertumbuhan yang lebih cepat setelah kalus di sub kultur ke media yang sama (Syahid dkk, 2010). Penyiangan Waktu penyiangan dapat dilakukan secara kontinu sesuai dengan keadaan pertumbuhan rumput-rumput liar di lahan kebun jati belanda. Menskipun demikian, untuk menghemat biaya pemeliharaan, sebaiknya penyiangan dilakukan bersamaan dengan kegiatan pemupukan dan penggemburan tanah (Sulaksana dan Jayusman, 2005). Hama dan Penyakit Secara umum hama dan penyakit yang bisa menyerang jati belanda adalah penggerek batang (ulat dari kumbang Zeuzera coffeae menggerek batang dan cabang tanaman), hama ulat (ulat dari kumbang Lecopholis Rorida menyerang bagian akar tanaman), ulat pemakan daun (hama Hyblae puera dan Eutectona machaeralis memakan daun hingga tanaman gundul), mati pucuk (damping off), Layu bakteri (Bakteri Pseudomonas tectonae menyerang melalui akar yang terluka), karat daun (jamur Olivea tectonae dengan cara menyerang daun) dan jamur upas (jamur Corticium salmonicolor Berk.). Memperlancar drainase dengan cara menggemburkan tanah di sekitar tanaman merupakan salah satu teknik mencegah serangan penyakit pada tanaman. Dengan cara 30

tersebut berarti tanaman dapat dicegah dari serangan penyakit busuk akar karena jamur. Pencegahan lain yang bisa dilakukan monitoring pertumbuhan tanaman secara rutin. Dengan demikian, jika terjadi serangan hama dan penyakit segera dapat diketahui dan dapat dilakukan penanggulangan secara cepat (Sulaksana dan Jayusman, 2005). Panen dan Pasca Panen Untuk tanaman jati belanda, pemanenan dapat dilakukan setelah mencapai ketinggian 4 meter. Pemanenan pada usia tersebut juga dimaksudkan agar pertumbuhan tanaman tidak terganggu saat pemanenan salah satu bagiannya. Bagian yang dapat dipanen dari tanaman jati belanda adalah daun, kulit batang dan biji. Perlakuan pasca panen memegang peranan penting jika dilihat dari aspek komersial karena akan memperpanjang daya simpan dan terbebas dari pencemaran. Hasil yang sudah tercemar atau terkontaminasi dengan bahan yang tidak sesuai dengan kandungan bahan aktif yang ada di dalam tanaman dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia. Untuk mencegah terjadinya pencemaran, perlu dilakukan usaha penanganan pascapanen sebagai berikut : Pemanenan dilakukan dalam waktu yang singkat Perlu dilakukan pencucian dan penyortiran setelah panen. Pengeringan harus sampai pada kadar air maksimal 10%. Tempat penyimpanan harus tertutup dan kering. Pengemasan dan pengangkutan harus baik. 4. Cabe Jawa (Piper retrofractum Vahl.) Klasifikasi tanaman Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Divisio : Angiospermae Class : Dicotyledoneae Ordo : Piperales Famili : Piperaceae Genus : Piper Species : Piper retrofractum Vahl. 31

Nama daerah Dalam bahasa Inggris cabe jamu dikenal dengan nama Java long pepper ; Sumatera : lada panjang, cabai jawa, cabai panjang. Jawa : cabean, cabe alas, cabe areuy, cabe jawa, cabe sula. Madura dinamai cabhi jhamo, cabhi ongghu, cabhi solah, sedangkan di Makassar dikenal dengan nama cabai cabe alas, cabe sula, cabe jamu (Jawa), cabe jhamo, cabe ongghu, cabe solah (Madura), cabia, cabian (Sulawesi). A. Deskripsi Tanaman cabe jawa berupa tumbuhan menahun, batang dengan percabangan liar, tumbuh memanjat, melilit dengan akar lekatnya, panjang mencapai 10 meter. Percabangan dimulai dari pangkalnya yang menyerupai kayu. Daun tunggal, berbentuk bulat telur sampai lonjong, pangkal membulat, ujung meruncing, tepi rata, pertulangan menyirip, permukaan atas licin, permukaan bawah berbintik-bintik, panjang 8,5 30 sentimeter, lebar 3-13 sentimeter dan berwarna hijau (http//:www. balittro.litbang.deptan.go.id, 2011). Berbunga majemuk dan berkelamin tunggal, bunga majemuknya tersusun dalam bentuk butir. Benang sari berjumlah 2-3 buah dan berwarna hijau kekuningan. Buahnya bulat panjang silindris, berukuran 4-6 cm. Buah muda berwarna hijau, setelah cukup tua berwarna kuning gading, dan setelah masak akan berwarna merah (http//:www. repository.ipb.ac.id, 2011). Buah majemuk berupa bulir, warna kelabu sampai coklat kelabu atau berwarna hitam kelabu sampai hitam; bentuk bulat panjang sampai slindris, bagian ujung agak mengecil; panjang 2 cm sampai 7 cm, garis tengah 4 mm sampai 8 mm; bergagang panjang atau tanpa gagang. Permukaan luar tidak rata, bertonjolan teratur. Pada irisan melintang bulir tampak buah-buah batu, masing masing dengan daun pelindung yang tersusun dalam spiral pada poros bulir, kadang-kadang bagian tengah 6 bulir berongga. Kulit buah berwarna coklat tua sampai hitam, kadang-kadang berwarna lebih muda. Kulit biji berwarna coklat; hampir seluruh inti biji terdiri dari periperm berwarna putih. Buah batu berbentuk bulat telur, berukuran lebih kurang 2 mm (http//:www. digilib.itb.ac.id, 2011). Pertumbuhan cabe jawa asal tiga sentra produksi dari daerah Madura, Lamongan dan Lampung memiliki adaptasi yang cukup baik jika ditanam di daerah Bogor. Semua peubah komponen pertumbuhan cabe jawa tidak menunjukkan perbedaan meskipun cabe jawa dari daerah Madura memiliki panjang dan lebar daun yang lebih tinggi. Cabe jawa yang berasal dari daerah Lampung lebih rentan terkena serangan penyakit busuk pangkal 32

batang dan nematoda Radhopholus simillis sedangkan cabe jawa yang berasal dari lamongan lebih tahan (Arifyanti, 2010). B. Syarat Tumbuh Cabe jawa menghendaki temperatur 20 0 C-30 C, curah hujan berkisar antara 1.200-3.000 mm/tahun, minimal 80 mm/bulan, merata sepanjang tahun dan tidak menghendaki bulan kering yang panjang. Pada musim kemarau yang panjang seluruh daunnya akan gugur dan tumbuh kembali di musim hujan. Walaupun hal ini tidak mengakibatkan kematian, namun dapat menurunkan produktivitas buah. Kelembaban udara antara 40-80% (http//:www.balittro. litbang.deptan.go.id, 2011). Cabe jawa menghendaki lahan yang subur dan gembur, elevasi 1-600 m dpl dengan temperatur 20-30 C, jenis tanah yang sesuai Andosol, Latosol, Grumosol, Regosol, dan Podsolik, tekstur tanah yang dikehendaki adalah liat yang mengandung pasir, porus, drainase yang baik dengan reaksi tanah (ph) antara 5,5-7,0 (http//:www. iptek.net.id, 2011). C. Budidaya Penyiapan Lahan Persiapan lahan dilakukan pada musim kemarau, gulma dan semak belukar dibersihkan, sisanya bisa dijadikan kompos atau untuk mulsa. Bila dilakukan secara monokultur di buat lubang tanam dengan jarak tanam 2 x 2 m. Bila sebagai tanaman sela, lubang tanam dibuat di sebelah timur pada jarak 20 cm dari tanaman penegak. Ukuran panjang, lebar dan dalam lubang tanam masing-masing 40 x 40 x 40 cm atau 50 x 50 x 50 cm. Pada awal musim penghujan lubang tanam ditutup dengan campuran tanah bagian atas, ditambah 5-10 kg pupuk kandang dan 0,5 kg dolomit per lubang. Lubang tanam ditutup sampai terbentuk guludan setinggi 20 cm. Tiang panjat batang gamal atau dadap sepanjang 1,75 m ditanam pada jarak 10 cm di sebelah barat lubang tanam. Penyiapan Bibit Pengadaan bahan tanaman cabe jamu bisa dilakukan dengan cara vegetatif menggunakan stek maupun cara generatif menggunakan biji. Di tingkat petani umumnya menggunakan stek, karena lebih praktis dan tanaman yang dihasilkan akan sama dengan pohon induknya. Perbanyakan dengan biji tidak biasa digunakan, kecuali untuk 33

kepentingan pemuliaan tanaman. Bahan tanaman yang digunakan petani, umumnya stek panjang yang berasal dari sulur tanah (sulur cacing) sepanjang ± 50 cm atau sulur bertapak sepanjang 50-60 cm. Penanaman Cabe jawa umumnya ditanam sebagai tanaman sela di hutan rakyat atau hutan lindung di bawah pohon tanaman pokok sebagai panjatannya. Bisa juga ditanam secara monokultur. Namun dalam rangka efisiensi dan meningkatkan produktivitas lahan cabe jamu dianjurkan untuk ditanam dengan pola tumpang sari dengan tanaman semusim. Pola Tanam Cabei Jawa Cabe jawa dapat ditanam secara monokultur maupun polikultur. Pola tanam monokultur selain dinilai tidak efisien dalam penggunaan lahan dan radiasi, juga menyebabkan produktivitas lahan rendah, sehingga pendapatan petani juga rendah. Melihat sifat fisiologi, morfologi, dan persyaratan tumbuhnya seperti cabe jamu termasuk tanaman adaptif di bawah naungan, sehingga dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di bawah radiasi surya 50-75%, struktur perakaran yang dangkal dan radius yang pendek, bentuk kanopi yang tidak lebar dan panen buah, cabe jamu setelah umur 1-2 tahun, maka tanaman cabe jamu berpotensi untuk dikembangkan dengan pola tanam polikultur. Pola tanam polikultur dapat memberikan beberapa keuntungan yaitu meningkatkan efektivitas lahan, waktu dan energi surya, tanaman sela dapat berfungsi sebagai sumber pendapatan sebelum tanaman cabe jawa berproduksi, menjaga stabilitas pendapatan petani akibat gejolak harga atau kegagalan panen cabe jawa, menekan biaya pemeliharaan, dan biomas tanaman sela dapat digunakan sebagai bahan organik, pupuk hijau atau mulsa. Atas dasar pertimbangan tersebut di atas maka dianjurkan agar cabe jamu diusahakan dengan pola polikultur. Pola tanam polikultur berbasis tanaman cabe jamu dapat berbentuk : 1. Campuran (mixed cropping) dengan tanaman pepohonan rendah seperti kopi, kakao, pisang, pepaya dan sebagainya, 2. Cabe jamu sebagai tanaman sela (intercrop) di bawah tanaman pepohonan seperti kelapa dan buah-buahan, 3. Tumpang sari (intercropping) dengan tanaman obat lainnya, padi, palawija, atsiri atau tanaman semusim lainnya. 34

Pemeliharaan Pemupukan Meskipun cabe jamu dapat tumbuh dan menghasilkan di tanah-tanah kering atau tandus, namun lama kelamaan tanah tersebut akan mengalami kekurangan unsur hara. Untuk mengembalikan kondisi tanah menjadi subur, perlu dilakukan pemupukan yang menggunakan pupuk organik (pupuk kandang) dan pupuk non organik. Penyiangan Dilakukan dengan cara biasa, yaitu membersihkan semua tumbuhan pengganggu secara mekanis bersamaan dengan pengolahan tanah secara ringan. Di saat penyiangan dilakukan, perlu juga ada beberapa perlakuan khusus, yaitu: Pengikatan sulur panjat pada tiang atau tanaman penyangga. Tunas yang tumbuh dipanjatkan dengan jalan mengikatkan dengan tali pada pohon panjatan. Pembentukan tanaman dengan cara mengarahkan tunas atau sulur yang tumbuh ke atas ke arah samping, sehingga tanaman cabe jawa menjadi rimbun. Cara ini untuk memudahkan saat dilakukan pemetikan buah. Hama dan Penyakit Hama dan penyakit yang menyerang tanaman cabe jamu belum banyak, tetapi ada beberapa hama dan penyakit yang perlu diwaspadai: Tanaman penggerek batang panjatan. Hama ini dikendalikan dengan kultur teknis lewat pemberian pupuk berimbang, pengaturan jarak tanam dan menjaga kebersihan kebun. Penyakit kuning. Pengendalian dilakukan secara kultur teknis dengan menggunakan bibit dari tanaman yang sehat, mengatur jarak tanam serta mengatur pengairan kebun pada satu musim hujan. Secara kimiawi dilakukan dengan menggunakan fungisida, Atracolzonip, Difolatan 4F. Panen dan Pasca Panen Kualitas produksi cabe jamu sangat ditentukan oleh perlakuan waktu panen dan penanganan pasca panen. Kegiatan panen perlu memperhatikan stadium kematangan buah yang tepat, sedangkan penanganan pasca panen harus dilakukan dengan cepat. Penelitianpenelitian yang berkaitan dengan panen dan pasca panen masih sangat kurang sekali. 35

Tanaman cabe jawa mulai berbuah setelah berumur satu tahun dan pembuahan berlangsung terus menerus sepanjang tahun, sehingga panen dapat dilakukan secara berkala dan kontinyu. Panen buah dilakukan dengan cara petik pilih pada buah yang mencapai stadium tua, yaitu buah yang telah berwarna hijau kekuning-kuningan sampai agak kemerah-merahan. Cara memanen cabe jawa dilakukan dengan memetik tangkai buahnya satu persatu secara hati-hati. Dalam satu tahun, cabe jamu dapat dipanen antara 3-5 kali tergantung pada pertumbuhan tanamannya. Produksi tahun pertama rata-rata 0,2 kg buah cabe kering/pohon atau setara 0,6 kg buah segar. Sedangkan untuk tanaman dewasa dapat mencapai 1,2 kg cabe kering atau setara 3,6 kg buah segar. Apabila buah dipanen pada stadium matang (berwarna merah tua dan lunak), buah akan mudah rusak baik dalam bentuk buah maupun kering, sehingga kualitasnya tidak baik. Kegiatan penanganan pasca panen cabe jawa meliputi aktivitas sebagai berikut : 1. Pengumpulan hasil-hasil panen dikumpulkan di suatu tempat yang strategis. 2. Pembersihan : hasil panen yang telah dikumpulkan segera dibersihkan dari daun dan ranting yang tidak berguna. 3. Sortasi dan seleksi: buah cabe jamu yang busuk, memar atau abnormal dipisahkan dari buah yang bagus dan mulus. 4. Pengeringan: buah yang sudah di sortasi/seleksi kemudian dikeringkan dengan cara dijemur di bawah sinar matahari dengan alas tikar anyaman bambu atau tampah. Hindari buah bertumpuk secara berlebihan karena akan memudahkan buah berjamur sehingga kualitas menurun. Lama penjemuran tergantung cuaca bila sinar matahari cukup maka diperlukan 5-7 hari. Buah diangggap kering bila kadar airnya di bawah 10% atau warna buah menjadi coklat kehitaman dan keras. 5. Pengemasan: buah yang telah kering dikemas dengan karung goni atau karung plastik. 6. Penyimpanan : kemasan yang sudah terkumpul disimpan di gudang yang kering dan ventilasinya bagus. Gunakan alas dari balok atau bambu agar kemasan tidak kontak langsung dengan ubin/lantai gudang penyimpanan. 36

5. Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb) Klasifikasi Tanaman Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Zingiberales Famili : Zingiberaceae Genus : Curcuma Spesies : Curcuma xanthorrhiza Roxb. Nama Daerah : Sunda: koneng gede, Jawa: temulawak, Madura: temu lobak, Asing: halud (Bengali), kurkum (Arab), zardcchobacch (Persia), menjal (Tamil), kunong-huyung (Indochina). A. Deskripsi Temulawak merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu. Kawasan Indo-Malaysia merupakan tempat dari mana temulawak ini menyebar ke seluruh dunia. Saat ini tanaman ini selain di Asia Tenggara dapat ditemui pula di Cina, IndoCina, Bardabos, India, Jepang, Korea, di Amerika Serikat dan Beberapa Negara Eropa. Tanaman terna berbatang semu dengan tinggi hingga lebih dari 1 m tetapi kurang dari 2 m, berwarna hijau atau coklat gelap. Akar rimpang terbentuk dengan sempurna dan bercabang kuat, berwarna hijau gelap. Tiap batang mempunyai daun 2-9 helai dengan bentuk bundar memanjang sampai bangun lanset, warna daun hijau atau coklat keunguan terang sampai gelap, panjang daun 31-84 cm dan lebar 10-18 cm, panjang tangkai daun termasuk helaian 43-80 cm. Perbungaan lateral, tangkai ramping dan sisik berbentuk garis, panjang tangkai 9-23cm dan lebar 4-6 cm, berdaun pelindung banyak yang panjangnya melebihi atau sebanding dengan mahkota bunga. Kelopak bunga berwarna putih berbulu, panjang 8-13 mm, mahkota bunga berbentuk tabung dengan panjang keseluruhan 4.5 cm, helaian bunga berbentuk bundar memanjang berwarna putih dengan ujung yang berwarna merah dadu atau merah, panjang 1.25-2 cm dan lebar 1 cm. 37

B. Syarat Tumbuh Secara alami temulawak tumbuh dengan baik di lahan-lahan yang teduh dan terlindung dari teriknya sinar matahari. Di habitat alami rumpun tanaman ini tumbuh subur di bawah naungan pohon bambu atau jati. Namun demikian temulawak juga dapat dengan mudah ditemukan di tempat yang terik seperti tanah tegalan. Secara umum tanaman ini memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap berbagai cuaca di daerah beriklim tropis. Suhu udara yang baik untuk budidaya tanaman ini antara 19-30 o C. Tanaman ini memerlukan curah hujan tahunan antara 1.000-4.000 mm/tahun. Perakaran temulawak dapat beradaptasi dengan baik pada berbagai jenis tanah baik tanah berkapur, berpasir, agak berpasir maupun tanah-tanah berat yang berliat. Namun demikian untuk memproduksi rimpang yang optimal diperlukan tanah yang subur, gembur dan berdrainase baik. Dengan demikian pemupukan anorganik dan organik diperlukan untuk memberi unsur hara yang cukup dan menjaga struktur tanah agar tetap gembur. Tanah yang mengandung bahan organik diperlukan untuk menjaga agar tanah tidak mudah tergenang air. Temulawak dapat tumbuh pada ketinggian tempat 5-1.000 m dpl dengan ketinggian tempat optimum adalah 750 m dpl. Kandungan pati tertinggi di dalam rimpang diperoleh pada tanaman yang ditanam pada ketinggian 240 m dpl. Temulawak yang ditanam di dataran tinggi menghasilkan rimpang yang hanya mengandung sedikit minyak atsiri. Tanaman ini lebih cocok dikembangkan di dataran sedang. Produksi rimpang segar temulawak dipengaruhi oleh kondisi agroekologi. Produktivitas rata-rata di Desa Wonoharjo dan Kaligentong masing-masing adalah 13,99 ton/ha dan 9,65 ton/ha (Yusron, 2009). C. Budidaya Penyiapan Lahan Lokasi penanaman dapat berupa lahan tegalan, perkebunan atau pekarangan. Penyiapan lahan untuk kebun temulawak sebaiknya dilakukan 30 hari sebelum tanam. Lahan dibersihkan dari tanaman-tanaman lain dan gulma yang dapat mengganggu pertumbuhan temulawak. Lahan dicangkul sedalam 30 cm sampai tanah menjadi gembur. Lahan dibuat bedengan selebar 120-200 cm, tinggi 30 cm dan jarak antar bedengan 30-40 cm. Selain dalam bentuk bedengan, lahan dapat juga dibentuk menjadi petakan-petakan agak luas yang dikelilingi parit pemasukkan dan pembuangan air, khususnya jika 38

temulawak akan ditanam di musim hujan. Pupuk kandang matang dimasukkan ke dalam lubang tanam sebanyak 1-2 kg. Keperluan pupuk kandang untuk satu hektar kebun adalah 20-25 ton karena pada satu hektar lahan terdapat 20.000-25.000 tanaman. Penyiapan Bibit Perbanyakan tanaman temulawak dilakukan menggunakan rimpangnya, baik berupa rimpang induk (rimpang utama) maupun rimpang anakan (rimpang cabang). Keperluan rimpang induk adalah 1.500-2.000 kg/ha dan rimpang cabang sebanyak 500-700 kg/ha. Rimpang untuk bibit diambil dari tanaman tua yang sehat berumur 10-12 bulan. Untuk penyiapan bibit, tanaman induk dibongkar dan bersihkan akar dan tanah yang menempel pada rimpang. Pisahkan rimpang induk dari rimpang anak. Rimpang induk dibelah menjadi empat bagian yang mengandung 2-3 mata tunas dan dijemur selama 3-4 jam selama 4-6 hari berturut-turut. Setelah itu rimpang dapat langsung ditanam. Simpan rimpang anak yang baru diambil di tempat lembab dan gelap selama 1-2 bulan sampai keluar tunas baru. Penyiapan bibit dapat pula dilakukan dengan menimbun rimpang di dalam tanah pada tempat teduh, penyiraman dengan air bersih setiap pagi/sore hari sampai keluar tunas. Rimpang yang telah bertunas segera dipotong-potong menjadi potongan yang memiliki 2-3 mata tunas yang siap ditanam. Bibit yang berasal dari rimpang induk lebih baik daripada rimpang anakan. Sebaiknya bibit disiapkan sesaat sebelum tanam agar mutu bibit tidak berkurang akibat penyimpanan. Penanaman Penanaman dilakukan secara monokultur dan lebih baik dilakukan pada awal musim hujan kecuali pada daerah yang memiliki pengairan sepanjang waktu. Fase awal pertumbuhan adalah saat dimana tanaman memerlukan banyak air. Lubang tanam dibuat di atas bedengan/petakan dengan ukuran lubang 30 x 30 cm dengan kedalaman 60 cm. Jarak antara lubang adalah 60 x 60 cm. Untuk penanamannya, satu bibit dimasukkan ke dalam lubang tanam dengan posisi mata tunas menghadap ke atas. Setelah itu bibit ditimbun dengan tanah sedalam 10 cm. Masa tanam temulawak yaitu pada awal musim hujan untuk masa panen musim kemarau mendatang. Penanaman di awal musim hujan ini memungkinkan untuk suplai air yang cukup bagi tanaman muda yang memang sangat membutuhkan air di awal pertumbuhannya. 39

Naungan yang optimal untuk tanaman temulawak adalah sebesar 60% atau intensitas sinar sebesar 40% yang ditunjukkan oleh berat kering total, berat kering rhizome, tinggi tanaman serta luas daun tertinggi (Muhartini dan Kurniasih, 2000). Pemeliharaan Pemupukan, pemupukan dapat menggunakan pupuk organik ataupun pupuk buatan. Pada pertanian organik yang tidak menggunakan bahan kimia termasuk pupuk buatan dan obatobatan, pemupukan dilakukan dengan menggunakan pupuk kompos organik/pupuk kandang yang dilakukan lebih sering dibandingkan kalau kita menggunakan pupuk buatan. Pemberian pupuk kompos organik ini dilakukan pada awal pertanaman pada saat pembuatan guludan sebagai pupuk dasar sebanyak 60 80 ton per hektar yang ditebar dan dicampur tanah olahan. Untuk menghemat pemakaian pupuk kompos dapat juga dilakukan dengan jalan mengisi tiap-tiap lobang tanam di awal pertanaman sebanyak 0.5 1kg per tanaman. Pupuk sisipan selanjutnya dilakukan pada umur 2 3 bulan, 4 6 bulan, dan 8 10 bulan. Adapun dosis pupuk sisipan sebanyak 2 3 kg per tanaman. Pemberian pupuk kompos ini biasanya dilakukan setelah kegiatan penyiangan dan bersamaan dengan kegiatan pembumbunan. Untuk pemupukan secara buatan (konvensional) dapat dilakukan dengan cara memberikan pupuk dasar yang diberikan saat tanam. Pupuk yang digunakan yaitu SP-36 sebanyak 100 kg/ha yang disebar di dalam larikan sedalam 5 cm di antara barisan tanaman atau dimasukkan ke dalam lubang sedalam 5 cm pada jarak 10 cm dari bibit yang baru ditanam. Larikan atau lubang pupuk kemudian ditutup dengan tanah. Sesaat setelah pemupukan tanaman langsung disiram untuk mencegah kekeringan tunas. Pemupukan susulan dilakukan pada waktu tanaman berumur dua bulan. Tanaman dipupuk dengan pupuk kandang sebanyak 0,5 kg/tanaman (10-12,5 ton/ha), 95 kg/ha urea dan 85 kg/ha KCl. Pupuk diberikan kembali pada waktu umur tanaman mencapai empat bulan berupa urea dan KCl dengan dosis masing-masing 40 kg/ha. Pupuk diberikan dengan cara disebarkan merata di dalam larikan pada jarak 20 cm dari pangkal batang tanaman lalu ditutup dengan tanah. Produksi dan mutu temulawak sangat dipengaruhi oleh teknologi budidaya salah satunya adalah pemupukan. Secara umum dosis pupuk anorganik yang harus diberikan untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil panen temulawak adalah: urea, SP-36 dan KCl dengan dosis masing-masing 200 kg, 100 kg dan 100 kg/ha untuk pola monokultur serta 40

200 kg/ha untuk pola tumpang sari. SP-36 dan KCl diberikan pada saat tanam, urea diberikan 3 kali, yaitu pada umur 1,2 dan 3 bulan setelah tanam masing-masing sepertiga bagian (Rahardjo dan Rostiana, 2005). Kebutuhan unsur hara tanaman temu lawak dapat dipenuhi dengan pemberian pupuk an organik dan organik. Dosis pupuk an organik yang diberikan adalah 200 kg urea/ha, 100 kg SP-36/ha dan 100 kg KCl/ha untuk pola monokultur, serta 200 kg/ha untuk pola tumpangsari. Sedangkan pupuk organik yang biasa digunakan adalah pupuk kandang sebanyak 10-20/ha (Rahardjo dan Rostiana, 2005). Aplikasi pemupukan berpengaruh terhadap parameter berat rimpang, panjang dan lebar rimpang serta jumlah rimpang induk, namun tidak berpengaruh terhadap diameter rimpang. Penggunaan pupuk kandang kambing 2 kg/tanaman + pupuk buatan (2 g urea, 1,8 g SP-36 dan 2,7 g KCl per tanaman) menghasilkan berat rimpang paling tinggi namun tidak berbeda dengan perlakuan pupuk kandang 1 kg/tanaman secara tunggal maupun dengan penambahan pupuk buatan (Tabel 11). Kandungan kurkumin tertinggi diperoleh pada perlakuan tanpa pemupukan yaitu 4,1 % (Hadipoentyanti dan Syahid, 2007). Pupuk bio secara nyata mampu meningkatkan produktivitas temulawak, namun peningkatan tersebut dipengaruhi oleh kondisi agroekologi. Produksi rata-rata rimpang temulawak segar dengan paket pemupukan anorganik sesuai rekomendasi adalah 9,56 ton/ha, meningkat menjadi 11,86 ton/ha dan 14,04 ton/ha dengan penambahan pupuk bio sebesar 45 kg/ha dan 90 kg/ha atau meningkat sebesar 24% dan 47% (Tabel 12.). Tabel 11. Respon produksi temulawak hasil rimpang kultur jaringan generasi kedua terhadap pemupukan, empat bulan setelah tanam Perlakuan Panjang Lebar Jumlah Diameter Berat Rimpang rimpang rimpang rimpang rimpang (g) (cm) (cm) utama (mm) Tanpa pupuk (kontrol) 674.75 c 22.9 b 10.0 b 2.0 b 73.6 a Pupuk kandang kambing 1250.25 b 29.3 b 13.2 a 2.3 a 79.8 a 1 kg/tanaman Pupuk kandang kambing 2 kg/tanaman Pupuk kandang kambing 1 kg/tanaman + pupuk buatan Pupuk kandang kambing 2 kg/tanaman + pupuk buatan 1354.25 ab 1387.50 ab 28.3 b 12.3 ab 2.1 ab 79.1 a 38.2 a 10.0 b 2.1 ab 77.3 a 1733.25 a 38.2 a 2.3 a 2.3 a 78.5 a KK (%) 19.6 14.1 13.7 6.7 7.7 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada setiap kolom tidak berbeda nyata pada taraf 5 % DMRT. Sumber : Hadipoentyanti dan Syahid, 2007). 41

Tabel 12. Pengaruh pemberian pupuk bio terhadap hasil bobot segar rimpang temulawak pada kondisi agroekologi yang berbeda Produksi rimpang segar Dosis pupuk bio Bobot rimpang segar (g/rumpun) (ton/ha) (kg/ha) Wonoharjo Kaligentong Wonoharjo Kaligentong 0 604 c 420 a 11,28 c 7,84 a 45 757 e 514 b 14,13 e 9,60 b 90 887 f 617 d 16,56 f 11,52 d Keterangan : Angka diikuti oleh huruf yang sama pada satu kolom tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji Duncan Sumber : Yusron (2009). Berdasarkan hasil analisis temulawak hasil rimpang in vitro generasi kedua 9 bulan setelah pemupukan dapat dilihat bahwa pemberian pupuk kandang kambing 1 kg/tanaman + pupuk buatan memberikan kadar minyak atsiri (9.8 %) yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya (Tabel 13). Hasil penelitian menunjukkan bahwa temu putih (C. zeodaria) dan kunyit merah (C. domestica Val. Var.rubra) memiliki bobot basah rimpang lebih tinggi dibanding spesies lainnya. Bobot kering rimpang tertinggi ditunjukkan oleh kunyit merah (C. domestica Val. Var rubra). Tingkat penaungan 75% adalah maksimum untuk sebagian besar spesies, kecuali kunyit putih (C. zeodaria) dan kunyit merah (C. domestica Val. Var. rubra) yang lebih sesuai ditanam tanpa naungan hingga intensitas pencahayaan 75 %. Temu ireng (C. aeruginosa Roxb), Temu emas (C. emas/gold curcumae), temulawak (C. xanthorriza Roxb), dan temu mangga (C. mangga) merupakan spesies potensial untuk menghasilkan rimpang. (Sukarjo, 2004) Tabel 13. Analisa mutu temulawak hasil rimpang in vitro generasi kedua, umur sembilan bulan setelah pemupukan Perlakuan Kadar Air (%) Kadar minyak atsiri (%) Kadar kurkumin (%) Tanpa pupuk (kontrol) 8.49 7.4 4.10 Pupuk kandang kambing 1 kg/tanaman Pupuk kandang kambing 2 kg/tanaman Pupuk kandang kambing 1 kg/tanaman + pupuk buatan 8.87 7.4 3.74 9.00 7.2 3.03 10.00 9.8 7 Pupuk kandang kambing 2 8.98 6.6 3.92 kg/tanaman + pupuk buatan Sumber : Hadipoentyanti dan Syahid (2007). 42

Penyulaman dan Penyiangan Tanaman yang rusak/mati diganti dengan bibit yang sehat dari bibit cadangan. Penyiangan rumput liar dilakukan pagi/sore hari yang tumbuh di atas bedengan atau petak bertujuan untuk menghindari persaingan unsur hara dan air. Penyiangan pertama dan kedua dilakukan pada 2 dan 4 bulan setelah tanam (bersamaan dengan pemupukan). Selanjutnya penyiangan dapat dilakukan segera setelah rumput liar tumbuh. Untuk mencegah kerusakan akar, rumput liar disiangi dengan bantuan kored/cangkul dengan hati-hati. Pengairan dilakukan secara rutin pada pagi/sore hari ketika tanaman masih berada pada masa pertumbuhan awal. Pengairan selanjutnya ditentukan oleh kondisi tanah dan iklim. Biasanya penyiraman akan lebih banyak dilakukan pada musim kemarau. Untuk menjaga pertumbuhan tetap baik, tanah tidak boleh berada dalam keadaan kering. Kegiatan pembumbunan perlu dilakukan pada pertanaman rimpang-rimpangan untuk memberikan media tumbuh rimpang yang cukup baik. Pembumbunan dilakukan dengan menimbun kembali area perakaran dengan tanah yang jatuh terbawa air. Pembumbunan dilakukan secara rutin setelah dilakukan penyiangan. Hama dan Penyakit Hama Hama temulawak adalah: Ulat jengkal (Chrysodeixis chalcites Esp), Ulat tanah (Agrotis ypsilon Hufn) dan Lalat rimpang (Mimegrala coerulenfrons Macquart). Cara pengendaliannya dengan penyemprotan insektisida Kiltop 500 EC atau Dimilin 25 WP dengan konsentrasi 0.1-0.2 % (Tim Penulis Martha Tilaar Innovation Center, 2002). Penyakit 1. Jamur Fusarium disebabkan oleh fungus oxysporum Schlecht dan Phytium sp serta bakteri Pseudomonas sp yang berpotensi untuk menyerang perakaran dan rimpang temulawak baik di kebun atau setelah panen. Gejala Fusarium dapat menyebabkan busuk akar rimpang dengan gejala daun menguning, layu, pucuk mengering dan tanaman mati. Akar rimpang menjadi keriput dan berwarna kehitam-hitaman dan bagian tengahnya membusuk. Jamur Phytium menyebabkan daun menguning, pangkal batang dan rimpang busuk, berubah warna menjadi coklat dan akhirnya keseluruhan tanaman menjadi busuk. Cara pengendalian dengan melakukan pergiliran tanaman yaitu setelah panen tidak menanam tanaman yang berasal dari keluarga Zingiberaceae. 43

Fungisida yang dapat digunakan adalah Dimazeb 80 WP atau Dithane M-45 80 WP dengan konsentrasi 0.1-0.2 %. 2. Penyakit layu disebabkan oleh Pseudomonas sp, gejala berupa kelayuan daun bagian bawah yang diawali menguningnya daun, pangkal batang basah dan rimpang yang dipotong mengeluarkan lendir seperti getah. Cara pengendaliannya dengan pergiliran tanaman dan penyemprotan Agrimycin 15/1.5 WP atau grept 20 WP dengan konsentrasi 0.1-0.2% (Tim Penulis Martha Tilaar Innovation Center, 2002). Gulma Gulma potensial pada pertanaman temu lawak adalah gulma kebun antara lain adalah rumput teki, alang-alang, ageratum, dan gulma berdaun lebar lainnya (Tim Penulis Martha Tilaar Innovation Center, 2002). Pengendalian hama/penyakit secara organik Dalam pertanian organik yang tidak menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya melainkan dengan bahan-bahan yang ramah lingkungan biasanya dilakukan secara terpadu sejak awal pertanaman untuk menghindari serangan hama dan penyakit tersebut yang dikenal dengan PHT (Pengendalian Hama Terpadu) yang komponennya adalah : - Mengusahakan pertumbuhan tanaman yang sehat yaitu memilih bibit unggul yang sehat bebas dari hama dan penyakit serta tahan terhadap serangan hama dari sejak awal pertanaman - Memanfaatkan semaksimal mungkin musuh-musuh alami (Tim Penulis Martha Tilaar Innovation Center, 2002). Panen dan Pasca Panen Rimpang dipanen dari tanaman yang telah berumur 9-10 bulan. Tanaman yang siap panen memiliki daun-daun dan bagian tanaman yang telah menguning dan mengering, memiliki rimpang besar dan berwarna kuning kecoklatan. Pemanenan dilakukan dengan cara menggali tanah yang terdapat disekitar rumpun dan rumpun diangkat bersama akar dan rimpangnya. Panen dilakukan pada akhir masa pertumbuhan tanaman yaitu pada musim kemarau. Saat panen biasanya ditandai dengan mengeringnya bagian atas tanah. Namun demikian apabila tidak sempat dipanen pada musim kemarau tahun pertama ini sebaiknya dilakukan pada musim kemarau tahun berikutnya. Pemanenan pada musim hujan menyebabkan rusaknya rimpang dan 44

menurunkan kualitas rimpang sehubungan dengan rendahnya bahan aktif karena lebih banyak kadar airnya. Pascapanen yang dilakukan adalah dengan mencuci rimpang dari kotoran yang melekat sampai bersih. Selanjutnya rimpang ditiriskan. Untuk membuat simplisia, rimpang diiris setebal 7-8 mm lalu dijemur. Proses pengeringan irisan rimpang dapat dilakukan dengan dijemur di bawah sinar matahari atau dengan alat pengering buatan dengan suhu 50 o C. Umur panen berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, bobot basah dan bobot kering rimpang (Tabel 14). Umur panen 7 bulan meningkatkan kandungan xanthorrhizol tanaman temulawak. Interaksi antara umur panen dan cekaman kekeringan tidak berpengaruh nyata terhadap karakter agonomi dan fisiologi tanaman temulawak (Khaerana dkk, 2008). Tabel 14. Pengaruh umur panen dan cekaman kekeringan terhadap bobot basah dan bobot kering rimpang temulawak Perlakuan Bobot Basah Rimpang (g) Bobot Kering Rimpang (g) Umur panen 5 bulan 29.8 b 8.20 b 7 bulan 27.48 a 10.12 a Kekeringan 100% KL 25.08 9.52 50% KL 2 MSP 25.70 9.65 50% KL 4 MSP 23.78 8.98 50% KL 6 MSP 22.34 8.54 Keterangan : Huruf yang sama pada kolom dan sekelompok perlakuan yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji DMRT 0.05. MSP = Minggu Sebelum Panen. Sumber : Khaerana dkk, (2008). 6. Jahe (Zingiber officinale Roxb.) Klasifikasi Tanaman Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Sub divisio : Angiospermae Class : Monocotyledonae Ordo : Zingiberales Famili : Zingiberaceae Genus : Zingiber Species : Zingiber officinale Roxb. 45

Nama Daerah : halia (Aceh); beuing (Gayo); bahing ( Batak karo); pege (Toba); sipode (Mandailing); lahia (Nias); alia, jae (Melayu); sipadeh, sipodeh (Minangkabau); pege (Lubu); jahi (Lampung); jahe (Sunda); jae (Jawa); jhai (Madura); jae (Kangean); lai (Dayak); jae (Bali); reja (Bima); alia (Sumba); lea (Flores); luya (Mongon-dow); moyuman (Ponos); melito (Gorontalo); yuyo (Buol); kuya (Baree); laia (Makasar); pese (Bugis); hairalo (Aimahai); pusu, seeia, sehi (Ambon); sehi (Hila); sehil (Nusa laut); siwei (Buru); geraka (Ternate); gora (Tidore); laian (Aru); leya (Alfuru); lali (Papua-Kalana fat); manman (Papua (Kapaur). Ginger (Inggris); shengjiang(china), gung, sinh khuong, can khuong, co kinh (Thai) A. Deskripsi Ciri umum tanaman jahe adalah tumbuh berumpun. Batang semu, tidak bercabang, berbentuk bulat, tegak, tersusun dari lembaran pelepah daun, berwarna hijau pucat dengan warna pangkal batang kemerahan, tinggi dapat mencapai 1 m. Daun tunggal, terdiri dari upih dan helaian daun, upih daun melekat membungkus batang, helaian daun tumbuh berselang-seling, helaian daun tipis berbentuk lanset, berwarna hijau gelap, tulang daun sangat jelas tersusun sejajar, ujung daun meruncing, dan bagian pangkal membulat. Bunga majemuk, terdiri atas kumpulan bunga yang berbentuk kerucut kecil, warna kelopak putih kekuningan. Buah berbentuk bulat panjang seperti kapsul dengan 3 ruang biji, masing-masing memiliki 7 bakal biji. Biji kecil, warna hitam, berselaput. Rimpang bercabang, kulit berbentuk sisik tersusun melingkar dan berbuku-buku, warna kuning cokelat sampai merah tergantung jenisnya, daging berwarna kuning cerah, berserat, aromatik dan merupakan perubahan bentuk dari batang yang terdapat di dalam tanah. Rimpang jahe mempunyai bau yang sangat spesifik. B. Syarat Tumbuh Jahe terutama dibudidayakan di daerah tropika dengan ketinggian tempat antara 0-1.700 m dpl. Tanaman jahe memerlukan suhu tinggi serta curah hujan yang cukup selama masa pertumbuhannya. Suhu tanah yang diinginkan antara 25-30 0 C. Curah hujan yang dibutuhkan antara 2.500-4.000 mm dalam setahun. Untuk mendapatkan hasil rimpang yang baik, tanah harus dalam keadaan remah dan ringan sehingga memberi kesempatan 46

akar tersebut berkembang dengan normal. Tanaman ini tidak tahan genangan air sehingga drainasenya harus selalu diperhatikan. Cipanas lingkungan tumbuh dengan tinggi tempat + 600 m dpl, lahan sawah tadah hujan, tekstur tanah liat berpasir, kemiringan 0-10% dan Cipicung di lingkungan tumbuh dengan tinggi tempat + 800 m dpl, lahan tegalan, tekstur tanah debu berpasir, kemiringan 10-20% (Sukarman dkk, 2008). Tanaman jahe merah mampu tumbuh di tanah yang masam pada ph 5-6.Tanaman jahe merah jumlah tanaman per rumpun terbanyak terdapat di tanah masam ph 5 yaitu 3-4 batang. Kadar air rimpang terendah dengan perlakuan tanah ph 5 adalah 84,43%, sedangkan pada kontrol lebih rendah kadar airnya yaitu 80,44%.Kandungan minyak atsiri yang tertinggi terdapat pada rimpang yang tumbuh di tanah ph 6 yaitu 3,5% yang berumur 7 bulan, akan tetapi kandungan minyak atsiri rimpang yang tumbuh di tanah ph 5 yang berumur 9 bulan 3,27% (Panggabean, 1993). Pada waktu percobaan dilakukan bulan-bulan terkering selama musim kemarau Juli sampai Oktober. Pada bulan-bulan tersebut curah hujan 18-88 mm. Hari hujannya 1-4 hari dan suhu didalam tanah 36-38 o C. Rimpang jahe ditanam pada bulan Mei dan mulai tumbuh 10 minggu setelah tanam. Hujan mulai turun pada bulan Nopember. Pada saat itu jahe yang mulai tumbuh adalah jahe merah dan selanjutnya jahe emprit. Sedangkan jahe emprit mulai tumbuh 14 minggu setelah tanam. Jumlah tanaman per rumpun yang paling tinggi terdapat pada jahe merah dan selanjutnya jahe emprit. Jumlah tanaman per rumpun yang paling rendah pada jahe gajah. Tanaman dari jenis-jenis jahe ini yang berumur 20 minggu mulai naik jumlah tanamannya per rumpun. Pada tanaman yang berumur 28 minggu jumlah tanamannya per rumpun naik dengan cepat. Jumlah tanaman per rumpun terus bertambah hingga akhirnya panen 9 bulan (Panggabean, 1992). C. Budidaya Penyiapan Lahan Pemberian bahan organik dalam budidaya jahe berperan penting untuk meningkatkan hasil dan memperbaiki mutu rimpang, terutama pada klon jahe besar. Pertumbuhan tanaman dan hasil rimpang yang tinggi dan bernas diperoleh dari tanaman yang dibudidayakan pada tanah mineral berhumus tebal walaupun tanpa pemupukan. Pemberian pupuk kandang dalam jumlah memadai juga memberikan hasil yang sama. Pemberian bahan organik menyebabkan tanah menjadi subur dan gembur sehingga sesuai bagi pertumbuhan tanaman jahe. Pemanfaatan bahan organik tersebut sebagai pengganti 47

sebagian atau keseluruhan pupuk kandang dapat menghemat biaya Rp2-2,5 juta/ha. Penghematan tersebut antara lain berasal dari pengurangan biaya pupuk kandang dan pupuk N, P. dan K, serta biaya penyiangan apabila pupuk hijau diberikan sebagai mulsa. Upaya tersebut sekaligus dapat menghasilkan produk pertanian organik yang secara global permintaannya cenderung meningkat (Sudiarto dan Gusmaini, 2004). Penyiapan Bibit Perbanyakan tanaman jahe masih dilakukan dengan menggunakan rimpangnya. Untuk bahan benih sebaiknya digunakan rimpang yang berasal dari tanaman yang cukup tua, yaitu umurnya antara 9-12 bulan. Bahan yang berasal dari rimpang yang belum cukup umur akan menghasilkan tanaman jahe yang mudah terserang bakteri dan cendawan. Tanaman ini jarang yang mencapai umur panen di atas 6 bulan. Rimpang jahe yang akan dibuat bibit dipotong-potong. Ukuran rimpang untuk bibit antara 50-80 g. Benih direndam dalam larutan agrimisin 0,1 % selama 4 jam lalu dianginanginkan. Untuk menjaga agar bekas potongan tidak busuk maka pada bekas sayatan ditaburi abu gosok. Selanjutnya rimpang ditunaskan selama 1-3 minggu pada media tumpukan jerami padi. Media jerami disiram secara rutin setiap hari dan jangan dibiarkan sampai kering. Benih jahe juga dapat ditunaskan dengan cara ditutup tanah tipis dan diatasnya ditutup dengan jerami, daun kelapa, atau serasah kering. Penanaman Potongan rimpang yang sudah bertunas dimasukkan ke dalam lubang tanam yang telah disiapkan dengan mata tunas dihadapkan ke atas kemudian ditutup dengan tanah halus. Setelah itu permukaan bedengan ditutup dengan mulsa jerami agar pertumbuhan gulma terhambat dan permukaan tanah tetap terjaga kelembabannya. Pada saat ini banyak petani yang menanam jahe dalam keranjang. Penggunaan pot dalam keranjang ini dimaksud untuk membuat media tanah tetap dalam keadaan sarang dan gembur. - Ayak tanah dengan ayakan tanah untuk membuat kondisi butiran tanah dengan besar granula seragam disamping untuk membersihkan tanah dari sisa gulma dan kotoran lainnya. - Campur tanah top soil dengan kompos, dengan perbandingan 2 : 1 (kompos 2 bagian dan 1 bagian top soil). Selain kompos juga dapat menggunakan bahan organik lainnya seperti pupuk kandang sapi dan sebagainya. 48

- Jika tanah mempunyai ph yang terlalu rendah dilakukan terlebih dahulu pengapuran dengan menggunakan kapur pertanian, inkubasi selama 2 minggu baru digunakan untuk media. - Pertama sekali isi keranjang dengan ¼ campuran media, kemudian letakkan bibit jahe dan tutup dengan campuran tanah setinggi 15 cm. - Kemudian letakkan keranjang di tempat terbuka, dengan terlebih dahulu memberi batu bata pada dasar keranjang, sehingga aliran air dalam keranjang lancar. - Keranjang tidak diisi penuh, penambahan media tanam dilakukan setiap 4 minggu. Kondisi ini dipertahankan terus sampai masa panen. Pemeliharaan selanjutnya mengikuti sistem penanaman di lapang. Pada umumnya tanaman jahe merah lebih tahan terhadap musim kemarau daripada jahe emprit dan jahe gajah. Berat kering rimpang yang tertinggi terdapat pada jahe merah. Begitu pula kandungan minyak atsiri yang tertinggi di dalam rimpang yang berumur 5 bulan terdapat pada jahe merah (Panggabean, 1992). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan NAA mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan eksplan. Penambahan NAA cenderung meningkatkan jumlah akar planlet, jumlah daun, dan mempengaruhi panjang tunas (tinggi planlet). Pemberian NAA 2,5 mg/l pada media MS merupakan konsentrasi terbaik untuk mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan eksplan jahe merah secara in vitro (Laurensius, 2010). Pemeliharaan Pemupukan Secara umum dosis pupuk anorganik yang harus diberikan untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil jahe adalah: SP-36 300-400 kg/ha dan KCl 300-400 kg/ha, diberikan pada saat tanam. Pupuk urea diberikan 3 kali pada umur 1, 2 dan 3 bulan setelah tanam sebanyak 400-600 kg/ha, masing-masing 1/3 dosis setiap pemberian. (Rostiana et al., 2005). Hasil penelitian Trisilawati et al. (2003) menunjukkan bahwa pemberian 500 spora jamur mikoriza arbuskula dapat meningkatkan bobot segar dan rimpang kering jahe putih besar sebesar 32,6% dan 54,65%, bobot rimpang segar jahe merah sebesar 41,9% dan jahe putih kecil sebesar 137,56%. Pemberian pupuk bio tersebut dapat meningkatkan serapan hara P rimpang sebesar 68,7%. 49

Pemberian 45 g NPK/15 kg tanah dengan 225 kompos gambut plus/15 kg tanah cenderung dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman jahe merah (Tabel 15). Hal ini dapat dilihat dari bobot kering tanaman jahe merah sebesar 87,20 g. Pemberian 45 g NPK/15 kg tanah cenderung meningkat dibandingkan dengan pemberian dosis pupuk NPK/15 kg tanah lainnya. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan bobot rimpang kering dari Tabel 15. Bobot rimpang kering (g/15 kg tanah) tanaman jahe merah dengan perlakuan kompos gambut Plus dan NPK Dosis Pupuk NPK Kompos Gambut plus (g/15 kg tanah) (g/15 kg tanah) 112,5 225 Pupuk NPK Tanpa NPK 23,85 ab 18,78 a 21,32 a 15 38,91 abc 47,31 bc 43,11 b 30 55,14 cd 48,61 bc 51,87 b 45 74,36 de 87,20 e 80,78 c Kompos Gambut plus 48,06 a 50,48 a Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf kecil yang tidak sama pada baris dan kolom adalah berbeda nyata menurut DNMRT 5 %. Sumber : Julia (2008) 21,32 g sampai 80,78 g. Pemberian kompos gambut plus cenderung meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman jahe merah (Julia, 2008). Pemberian pupuk kandang ayam memberikan hasil terbaik dalam bobot rimpang basah (146.69 g), bobot rimpang kering (48,21 g) dan indeks panen (77.98 %) dibandingkan pemupukan kompos jerami, bokashi dan solid (Tabel 16.) Tabel 16. Pengaruh pupuk organik terhadap bobot rimpang basah per rumpun (g), bobot rimpang kering per rumpun (g), dan indeks panen (%) Perlakuan Bobot Rimpang Basah per Rumpun (g) Bobot Rimpang Kering per Rumpun (g) Indeks panen (%) P1 : Pupuk Kandang Ayam 146,69 a 48,21 a 77,98 P2 : Pupuk Kompos Jerami 100,27 ab 31,51 b 77,09 P3 : Pupuk Bokashi 76,65 b 24,72 b 76,09 P4 : Solid 83,36 b 27,16 b 71,47 Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris dan kolom adalah berbeda tidak nyata menurut DNMRT pada taraf 5 %. Sumber : Patmawati (2007). Penyiangan Penyiangan gulma sebaiknya dilakukan secara manual dengan cara mencabut gulma secara hati-hati sehingga tidak merusak perakaran jahe. Bila tanaman sudah mencapai 6-7 bulan tidak perlu dilakukan penyiangan karena dapat mengganggu tanaman 50

jahe. Bersamaan dengan penyiangan, permukaan tanah disekitar rumpun sebaiknya dibumbun agar rimpang tidak keluar dari permukaan tanah. Pembumbunan dilakukan sebulan sekali. Hama dan Penyakit Lalat rimpang merupakan hama primer yang menyerang tanaman jahe umur 5 bulan. Tanaman yang diserang menunjukkan gejala layu dan kering, sedangkan kulit rimpang rusak. Pencegahan serangan hama ini dilakukan dengan perlakuan bibit yaitu dengan seleksi bibit yang sehat dan perlakuan benih dengan agrimisin. Penyakit yang sering menyerang jahe adalah penyakit layu yang disebabkan bakteri Pseudomonas solanacearum. Penyakit ini menyerang rimpang dan bagian titik tumbuh tanaman. Tanaman yang terkena penyakit ini menunjukkan gejala layu dan daun menguning. Tanaman juga mudah busuk dan berlendir. Penyakit ini mudah menular ke tanaman lain sehingga tanaman yang terkena penyakit ini sebaiknya segera dicabut dan dibakar. Panen dan Pasca Panen Waktu panen jahe ditentukan oleh tujuan penggunaannya. Apabila rimpang akar digunakan untuk bahan manisan, dalam hal ini jahe harus dipanen sebelum rimpangnya berserat. Persentase serat antara 30-45 % biasanya diinginkan untuk tujuan jahe manisan. Panen ini dinamakan panen jahe muda. Panen dilakukan pada tanaman berumur 4-5 bulan. Untuk tujuan lain, tanaman jahe dapat dipanen setelah 9 bulan atau lebih. Lewat waktu panen rimpangnya akan berkurang beratnya disamping mutunya kurang baik. Panen ini disebut panen jahe tua. Panen jahe dilakukan dengan mencabut tanamannya dengan tangan, kemudian bagian atas tanaman dibuang. Sisa tanah yang melekat pada rimpang dibersihkan sebelum hasil rimpang dikumpulkan menjadi satu. Untuk membersihkan, rimpang dapat direndam dalam air atau disemprot dengan tekanan cukup tinggi. Jika harus disikat sebaiknya digunakan sikat yang lunak. Selanjutnya rimpang ditiriskan di wadah dari bambu dan dikeringanginkan. Untuk pembuatan simplisia, rimpang dipotong-potong membujur dengan ketebalan 7 mm lalu dikeringkan. Pengeringan dapat dilakukan dengan dijemur di bawah sinaar matahari atau dengan alat pengering buatan. Bila menggunakan alat pengering buatan maka suhu diatur agar jangan melebihi 50 o C. 51

Kadar air benih/rimpang tidak berbeda antara benih yang diproduksi di Cipanas dan di Cipicung, akan tetapi kadar air benih/rimpang dan penyusutan bobot benih/rimpang menurun dengan perlakuan penyimpanan 3 bulan. Walaupun penyimpanan 3 bulan dapat menurunkan kadar air dan penyusutan bobot rimpang tapi daya berkecambah benih masih tinggi dan memenuhi syarat sebagai benih. Penyusutan bobot benih/rimpang tertinggi terdapat pada JM berkisar 53,32-54,63 %, namun daya berkecambahnya tetap tinggi yakni 86,67%-89,33% (Sukarman dkk, 2008). Perlakuan suhu 50 o C dan lama pengeringan 4 jam memberikan hasil terbaik terhadap kualitas manisan kering jahe yang dihasilkan dimana telah memenuhi SNI 01-04443-1998. Kadar air yang diperoleh pada perlakuan tersebut adalah 37,499%, total padatan 62,501%, kadar abu 2,756% dan kadar sukrosa 36,133%. Pada kombinasi perlakuan suhu 50 o C dan lama pengeringan 4 jam ini secara organoleptik juga disukai oleh panelis, dimana warna manisan kering jahe tersebut coklat kekuningan, aroma khas dari jahe masih tercium, rasanya seimbang antara manis dan pedas dan tekstur yang dihasilkan lunak sedikit keras (Widiastuti, 2008). 7. Kunyit (Curcuma domestica Val) Klasifikasi Tanaman Divisio : Spermatophyta Sub-diviso : Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Zingiberales Famili : Zingiberaceae Genus : Curcuma Species : Curcuma domestica Val. Nama Daerah: kunyit (Indonesia); kunir (Jawa), koneng (Sunda), konyet (Madura). hunik (Batak), kunyir (Lampung), tyemu Kuning, kunir (Jawa), koneng (Sunda), konyet, temu koneng (Madura), kunidi (Sulawesi Utara), kuminu (Ambon), rame (Irian), yin cin, chiang huang (China), indian safron, turmeric (Inggris), curcuma, safran des Indes (Perancis), kurkuma (Italia), acafrao da India (Portugis), saffron (Inggris), kurkuma (Belanda), 52

A. Deskripsi Kunyit termasuk salah satu tanaman rempah dan obat, habitat asli tanaman ini meliputi wilayah Asia khususnya Asia Tenggara. Tanaman ini kemudian mengalami peryebaran ke daerah Indo-Malaysia, Indonesia, Australia bahkan Afrika. Hampir setiap orang Indonesia dan India serta bangsa Asia umumnya pernah mengkonsumsi tanaman rempah ini, baik sebagai pelengkap bumbu masakan, jamu atau untuk menjaga kesehatan dan kecantikan. Tanaman kunyit tumbuh bercabang dengan tinggi 40-100 cm. Batang merupakan batang semu, tegak, bulat, membentuk rimpang dengan warna hijau kekuningan dan tersusun dari pelepah daun (agak lunak). Daun tunggal, bentuk bulat telur (lanset) memanjang hingga 10-40 cm, lebar 8-12,5 cm dan pertulangan menyirip dengan warna hijau pucat. Berbunga majemuk yang berambut dan bersisik dari pucuk batang semu, panjang 10-15 cm dengan mahkota sekitar 3 cm dan lebar 1,5 cm, berwarna putih/kekuningan. Ujung dan pangkal daun runcing, tepi daun yang rata. Kulit luar rimpang berwarna jingga kecoklatan, daging buah merah jingga kekuning-kuningan (Hapsoh dan Rahmawati, 2006) B. Syarat Tumbuh Tanaman kunyit dapat tumbuh baik pada daerah yang memiliki intensitas cahaya penuh atau sedang, sehingga tanaman ini sangat baik hidup pada tempat-tempat terbuka atau sedikit naungan. Pertumbuhan terbaik dicapai pada daerah yang memiliki curah hujan 1000-4000 mm/tahun. Bila ditanam di daerah curah hujan < 1000 mm/tahun, maka sistem pengairan harus diusahakan cukup dan tertata baik. Tanaman ini dapat dibudidayakan sepanjang tahun. Pertumbuhan yang paling baik adalah pada penanaman awal musim hujan. Suhu udara yang optimum bagi tanaman ini antara 19-30 o C. Kunyit tumbuh subur pada tanah gembur, pada tanah yang dicangkul dengan baik akan menghasilkan umbi yang berlimpah. Jenis tanah yang diinginkan adalah tanah ringan dengan bahan organik tinggi, tanah lempung berpasir yang terbebas dari genangan air/sedikit basa. Kunyit tumbuh baik di dataran rendah (mulai < 240 m dpl) sampai dataran tinggi (> 2000 m dpl). Produksi optimal + 12 ton/ha dicapai pada ketinggian 45 m dpl. (Hapsoh dan Rahmawati, 2006) 53

C. Budidaya Penyiapan Lahan Lokasi penanaman dapat berupa lahan tegalan, perkebunan atau pekarangan. Penyiapan lahan untuk kebun kunyit sebaiknya dilakukan 30 hari sebelum tanam. Tanah dicangkul pada kedalaman 20-30 cm kemudian diistirahatkan selama 1-2 minggu agar gasgas beracun yang ada dalam tanah menguap dan bibit penyakit/hama yang ada mati karena terkena sinar matahari. Lahan kemudian dibedeng dengan lebar 60-100 cm dan tinggi 25-45 cm dengan jarak antar bedengan 30-50 cm. Untuk mempertahankan kegemburan tanah, meningkatkan unsur hara dalam tanah, drainase, dan aerasi yang lancar, dilakukan dengan menaburkan pupuk dasar (pupuk kandang). ke dalam lahan/dalam lubang tanam dan dibiarkan 1 minggu. Tiap lubang tanam membutuhkan pupuk kandang 2,5-3 kg. Penyiapan Bibit Bibit kunyit yang baik berasal dari pemecahan rimpang, karena lebih mudah tumbuh. Syarat bibit yang baik : berasal dari tanaman yang tumbuh subur, segar, sehat, berdaun banyak dan hijau, kokoh, terhindar dari serangan penyakit; cukup umur/berasal dari rimpang yang telah berumur > 7-12 bulan; bentuk, ukuran, dan warna seragam; memiliki kadar air cukup; benih telah mengalami masa istirahat (dormansi) cukup; terhindar dari bahan asing (biji tanaman lain, kulit, kerikil). Rimpang bahan bibit dipotong agar diperoleh ukuran dan dengan berat yang seragam serta untuk memperkirakan banyaknya mata tunas/rimpang. Bekas potongan ditutup dengan abu dapur/sekam atau merendam rimpang yang dipotong dengan larutan fungisida (benlate dan agrymicin) guna menghindari tumbuhnya jamur. Tiap potongan rimpang maksimum memiliki 1-3 mata tunas, dengan berat antara 20-30 gram dan panjang 3-7 cm. Pertumbuhan tunas rimpang kunyit dapat dirangsang dengan cara: menganginanginkan rimpang di tempat teduh atau lembab selama 1-1,5 bulan, dengan penyiraman 2 kali sehari (pagi dan sore hari). Bibit tumbuh baik bila disimpan dalam suhu kamar (25-28 o C). Selain itu menempatkan rimpang diantara jerami pada suhu udara sekitar 25-28 o C. dan merendam bibit pada larutan ZPT (zat pengatur tumbuh) selama 3 jam. ZPT yang sering digunakan adalah larutan atonik (1 cc/1,5 liter air) dan larutan G-3 (500-700 ppm). Rimpang yang akan direndam larutan ZPT harus dikeringkan dahulu selama 42 jam pada suhu udara 35 o C. Jumlah anakan atau berat rimpang dapat ditingkatkan dengan jalan direndam pada larutan pakloburazol sebanyak 250 ppm. 54

Bibit yang telah siap lalu ditempatkan pada persemaian, dimana rimpang akan muncul tunas telah tanaman berumur 1-1,5 bulan. Setelah tunas tumbuh 2-3 cm maka rimpang sudah dapat ditanam di lahan. Pemindahan bibit yang telah bertunas harus dilakukan secara hati-hati guna menghindari agar tunas yang telah tumbuh tidak rusak. Bila ada tunas/akar bibit yang saling terkait maka akar tersebut dipisahkan dengan hati-hati lalu letakkan bibit dalam wadah tertentu untuk memudahkan pengangkutan bibit ke lokasi lahan. Jika jarak antara tempat pembibitan dengan lahan jauh maka bibit perlu dilindungi agar tetap lembab dan segar ketika tiba di lokasi. Selama pengangkutan, bibit yang telah bertunas jangan ditumpuk. Penanaman Kebutuhan bibit kunyit/hektar lahan adalah 0,50-0,65 ton. Maka diharapkan akan diperoleh produksi rimpang sebesar 20-30 ton/ha. Bibit kunyit yang telah disiapkan kemudian ditanam ke dalam lubang berukuran 5-10 cm dengan arah mata tunas menghadap ke atas. Tanaman kunyit ditanam dengan dua pola, yaitu penanaman di awal musim hujan dengan pemanenan di awal musim kemarau (7-8 bulan) atau penanaman di awal musim hujan dan pemanenan dilakukan dengan dua kali musim kemarau (12-18 bulan). Kedua pola tersebut dilakukan pada masa tanam yang sama, yaitu pada awal musim penghujan. Perbedaannya hanya terletak pada masa panennya. Lubang tanam dibuat di atas bedengan/petakan dengan ukuran lubang 30 x 30 cm dengan kedalaman 60 cm. Jarak antara lubang adalah 60 x 60 cm. Teknik penanaman dengan perlakuan stek rimpang dalam nitro aromatic sebanyak 1 ml/liter pada media yang diberi mulsa ternyata berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan vegetatif kunyit, sedangkan penggunaan zat pengatur tumbuh IBA (indolebutyricacid) sebanyak 200 mg/liter pada media yang sama berpengaruh nyata terhadap pembentukan rimpang kunyit. Masa tanam kunyit yaitu pada awal musim hujan sama seperti tanaman rimpangrimpangan lainnya. Hal ini dimungkinkan karena tanaman muda akan membutuhkan air cukup banyak untuk pertumbuhannya. Walaupun rimpang tanaman ini nantinya dipanen muda yaitu 7-8 bulan tetapi pertanaman selanjutnya tetap diusahakan awal musim hujan. (Hapsoh dan Rahmawati, 2006) Pemeliharaan Pemupukan 55

Kunyit dapat tumbuh dan menghasilkan rimpang yang baik memerlukan unsur hara. Secara umum jenis dan dosis pupuk anorganik yang telah dianjurkan untuk kunyit adalah pupuk urea, SP-36 dan KCl, dengan dosis masing-masing 100 kg, 200 kg dan 200 kg/ha untuk pola monokultur, serta 200 kg/ha untuk pola tumpang sari. Pupuk SP-36 dan KCl diberikan pada saat tanam dan dosis urea dipecah menjadi 2 bagian yang diberikan pada umur 1 dan 3 bulan setelah tanam (Rahardjo dan Rostiana, 2005). Penggunaan pupuk P buatan dapat juga diganti dengan pemberian pupuk alam seperti fosfat alam dan ziolit serta pupuk bio pelarut P. Supanjani et al.(2006) mengemukakan bahwa penggunaan fosfat alam dan bakteri pelarut P merupakan slah satu alternatif cara untuk mengurangi penggunaan pupuk kimia. Pemberian 350 kg/ha fosfat alam, 140 kg/ha pupuk bio (Azospirillum lipoferum, Azotobacter beijerinckii, Aeromonas punctata dan Aspergilus niger) dan 400 kg/ha zeolit dapat meningkatkan rimpang segar sebesar 11,54% dibandingkan dengan pemberian pupuk SP-36 sebanyak 300 kg/ha (Januwati dan Yusron, 2003). Penggunaan fosfat alam bersama-sama zeolit dan pupuk bio tersebut selain dapat mengganti pupuk P buatan juga dapat menekan biaya produksi sebesar 30,12%. Dosis pupuk an organik anjuran umum untuk tanaman kunyit adalah urea 200 kg, SP-36 200 kg dan KCl 200 kg/ha. Hasil penelitian Rosita dan Nurhayati (2007) pada jenis tanah latosol menunjukkan bahwa apabila dosis pupuk organik tersebut dikombinasikan dengan pupuk organik/kandang 20 ton/ha dapat menghasilkan rimpang segar sebesar 17,15 ton/ha. Sedangkan pemberian pupuk organik dan pupuk alam saja (bokashi 10 ton/ha + pupuk bio 90 kg/ha + zeolit 300 kg/ha + fosfat alam 300 kg/ha) hanya mampu menghasilkan rimpang segar kunyit sebesar 9,73 ton/ha. Pada jenis tanah andosol penggantian sebagian dosis pupuk kandang oleh pupuk bio belum mampu menyamai produksi rimpang segar kunyit yang diberi pupuk kandang dosis tinggi (20 ton/ha). Walaupun pemberian pupuk bio (Azospirillum sp., Azotobacter sp., dan Aspergillus sp.) sebesar 45 dan 90 kg/ha yang dikombinasikan dengan 10 ton pupuk kandang + 200 kg urea + 200 kg SP-36 + 200 kg KCl per ha dapat meningkatkan bobot segar rimpang/ha masing-masing sebesar 27,5% dan 70% dibandingkan dengan tanpa pupuk bio namun produksinya hanya mencapai 6,44 dan 5,85 ton/ha saja (Yusron dan Januwati, 2005). Perlakuan paket B (pupuk kandang sapi 20 ton/ha + Urea 200 kg/ha + SP-36 200 kg/ha + KCl 200 kg/ha) memberikan pertumbuhan dan produksi yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan paket A (Bokashi 10 ton/ha + pupuk bio 90 kg/ha + zeolit 56

300 kg/ha + fosfat alam 300 kg/ha). Produksi rimpang per-ha meningkat sampai 76,5% (Rosita dan Hera, 2009). Penyulaman dan penyiangan Apabila ada rimpang kunyit yang tidak tumbuh atau pertumbuhannya buruk, maka dilakukan penanaman susulan (penyulaman) rimpang lain yang masih segar dan sehat. Tanaman kunyit termasuk tanaman tidak tahan air. Oleh sebab itu drainase dan pengaturan pengairan perlu dilakukan secermat mungkin, agar tanaman terbebas dari genangan air sehingga rimpang tidak membusuk. Perbaikan drainase baik untuk melancarkan dan mengatur aliran air serta sebagai penyimpan air di saat musim kemarau. Penyiangan dan pembumbunan perlu dilakukan untuk menghilangkan rumput liar (gulma) yang mengganggu penyerapan air, unsur hara dan mengganggu perkembangan tanaman. Kegiatan ini dilakukan 3-5 kali bersamaan dengan pemupukan dan penggemburan tanah. Penyiangan pertama dilakukan pada saat tanaman berumur ½ bulan dan bersamaan dengan ini maka dilakukan pembumbunan guna merangsang rimpang agar tumbuh besar dan tanah tetap gembur. Seperti halnya tanaman rimpang lainnya, pada kunyit pekerjaan pembumbunan ini diperlukan untuk menimbun kembali daerah perakaran dengan tanah yang melorot terbawa air. Pembumbunan bermanfaat untuk memberikan kondisi media sekitar perakaran lebih baik sehingga rimpang akan tumbuh subur dan bercabang banyak. Pembumbunan dilakukan setelah kegiatan penyiangan secara rutin setiap 3 4 bulan sekali. Hama dan Penyakit Hama penggerek rimpang merupakan hama yang menyukai tunas-tunas yang baru tumbuh. Gejala serangan menunjukkan pada daun tampak kuninng kemudian luruh. Apabila tanaman dibongkar maka rimpang tampak seperti dikerat. Pengendalian hama tersebut dilakukan dengan menggunakan Furadan sesuai dengan dosis anjuran. Pengendalian dapat juga dilakukan secara organik.dalam pertanian organik yang tidak menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya melainkan dengan bahan-bahan yang ramah lingkungan biasanya dilakukan secara terpadu sejak awal pertanaman untuk menghindari serangan hama dan penyakit tersebut yang dikenal dengan PHT (pengendalian hama terpadu) 57

Panen dan Pasca Panen Tanaman kunyit siap dipanen pada umur 8-18 bulan, saat panen yang terbaik adalah pada umur tanaman 11-12 bulan, yaitu pada saat gugurnya daun kedua. Saat itu produksi yang diperoleh lebih besar dan lebih banyak bila dibandingkan dengan masa panen pada umur kunyit 7-8 bulan. Ciri-ciri tanaman kunyit yang siap panen ditandai dengan berakhirnya pertumbuhan vegetatif, seperti terjadi kelayuan/perubahan warna daun dan batang yang semula hijau berubah menjadi kuning (tanaman kelihatan mati). Pemanenan dilakukan dengan cara membongkar rimpang dengan cangkul/garpu. Sebelum dibongkar, batang dan daun dibuang terlebih dahulu. Selanjutnya rimpang yang telah dibongkar dipisahkan dari tanah yang melekat lalu dimasukkan dalam karung agar tidak rusak. Panen kunyit dilakukan dimusim kemarau karena pada saat itu sari/zat yang terkandung didalamnya mengumpul. Pascapanen yang dilakukan adalah dengan mencuci rimpang dari kotoran yang melekat sampai bersih. Selanjutnya rimpang ditiriskan. Untuk membuat simplisia, rimpang diiris setebal 7-8 mm lalu dijemur. Proses pengeringan irisan rimpang dapat dilakukan dengan dijemur di bawah sinar matahari atau dengan alat pengering buatan dengan suhu 50 o C. Pengeringan dengan menggunakan oven lebih baik dibandingkan dengan microwave karena kadar kurkuminnya tidak rusak. Kondisi operasi yang paling optimal pada pengeringan ini adalah pengeringan dengan oven baik pada suhu 65 o C (Saputra & Ningrum, 2008). 8. Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Klasifikasi Tanaman Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Sub-diviso : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Rubiales Famili : Rubiaceae Genus : Morinda Species : Morinda citrifolia L. 58

Nama Daerah : mengkudu (Indonesia), pace, kemudu, kudu (Jawa); cangkudu (Sunda), kodhuk (Madura), wengkudu, tibah (Bali), mangkudu, wangkudu, dan labanan (Kalimantan), noni (bahasa Hawaii), nono (bahasa Tahiti), nonu (bahasa Tonga), ungcoikan (bahasa Myanmar) dan Ach (bahasa Hindi), A. Deskripsi Mengkudu merupakan tumbuhan asli Indonesia, penyebarannya dari Asia tropis sampai ke Polynesia. Tanaman ini mempunyai ketinggian 3-8 m, banyak bercabang dengan ranting bersegi empat. Daun letaknya berhadapan bersilang, memiliki tangkai daun, bentuknya bulat telur sampai berbentuk elips, panjang daun 10-40 cm, lebar 5-17 cm, tebal, mengkilap, tepi rata, ujung runcing, pangkal menyempit, tulang daun menyirip, warnanya hijau tua. Bunga keluar dari ketiak daun, 5-8 dalam karangan berbentuk bonggol, dengan mahkota berbentuk tabung, bentuknya seperti terompet, berwarna putih. Bunga berbau harum. Buah mengkudu bertangkai, berbentuk bulat lonjong, berupa buah buni majemuk yang berkumpul menjadi satu sebagai buah yang besar. Panjang buah 5-10 cm, permukaan tidak rata berbenjol-benjol, warna hijau, jika masak berdaging dan berair, warna kulit pucat atau kuning kotor, berbau busuk, berisi banyak biji berwarna hitam. B. Syarat Tumbuh Mengkudu dapat tumbuh dari daerah dataran rendah sampai ketinggian 1.500 m di atas permukaan laut. Daerah yang dapat digunakan untuk budidaya mengkudu dapat berupa tegalan, lereng gunung, atau lahan bukaan. Sebaiknya mengkudu tidak ditanam di daerah yang terpolusi karena buahnya dapat menyerap polutan dengan kuat. Suhu yang dibutuhkan adalah 25-34 C dengan curah hujan 2.000 3.000 mm/tahun. Kelembaban udara relatif (Rh) 50% - 70%. Mengkudu sebaiknya dibudidayakan pada jenis tanah alluvial, latosol dan podsolik merah kuning. Tanamanan ini akan tumbuh dan berproduksi optimal bila ditanam pada tanah yang subur, banyak mengandung bahan organik, memiliki aerasi dan drainase yang baik, serta mempunyai ph antara 5,5 6,5. 59

C. Budidaya Penyiapan Lahan Lahan yang akan dijadikan areal budidaya mengkudu harus diolah terlebih dahulu, dibersihkan dari sisa-sisa akar, semak dan pepohonan. Setelah bersih, lahan digemburkan dengan menggunakan cangkul atau bajak. Kemiringan lahan hendaknya tidak lebih dari 45. Pada lahan miring sebaiknya dibuat teras untuk menguragi erosi. Setelah lahan tanam disiapkan, lubang tanam dapat dibuat dengan jarak 2,5 m x 2 m, 3 m x 3 m. Lubang tanam dibuat dengan ukuran 30 cm x 30 cm x 30 cm. Lubang tanam dibiarkan terbuka selama 2-4 minggu untuk mematikan hama dan menghilangkan senyawa atau zat beracun. Tanah galian dicampur dengan pupuk kandang sebanyak 20 40 kg per lubang tanam. Media pembibitan yang baik untuk mendapatkan bibit mengkudu dengan persentase tumbuh yang tinggi dan kondisi bibit yang baik adalah campuran tanah, pasir, dan kompos (2:2:1). Campuran tanah dan pupuk kandang ayam (2:1) tidak direkomendasikan sebagai media persemaian mengkudu (Lendri, 2003). Berdasarkan hasil penelitian Murniati dan Suminar (2006), bahwa media perkecambahan yang optimum untuk perkecambahan benih mengkudu adalah media tanah campur kompos dengan perbandingan 1:1 (b/b). Perlakuan pra perkecambahan tidak dibutuhkan selama benih tidak mengalami enforced dormancy. Secara genetik benih mengkudu tidak memiliki sifat dorman, dormansi terjadi karena faktor lingkungan (media perkecambahan). Penyiapan Bibit Mengkudu dapat diperbanyak secara vegetatif yaitu dengan okulasi, cangkok atau kultur jaringan. Salah satu keunggulan perbanyakan secara vegetatif akan diperoleh bahan tanaman yang pertumbuhannya seragam dam potensi produksi relatif sama dengan pohon induk. Selain perbanyakan vegetatif, mengkudu juga dapat diperbanyak dengan biji. Cara ini lebih mudah dan disukai oleh petani. Kelemahan perbanyakan dengan biji yaitu pertumbuhannya sering tidak seragam. Untuk mendapatkan bibit yang sehat, buah harus berasal dari pohon induk yang sehat, pertumbuhan normal, berumur minimal 10 tahun, dan berproduksi tinggi. Buah yang akan diambil bijinya dibiarkan membusuk sampai daging buahnya terlepas, kemudian direndam dalam ember, biji yang tenggelam diambil, dikeringanginkan, lalu disimpan dalam wadah kedap udara. Biji yang yang akan disemaikan harus direndam dalam air 60

hangat kuku (suhu 55 C) selama 15 menit. Biji disemaikan pada polibek berukuran 10 cm x 15 cm yang telah diisi media berupa campuran tanah dan pupuk kandang halus dengan perbandingan 1 : 1, kemudian polibeg diberi sungkup plastik transparan. Bibit yang sudah berdaun 2-4 helai dan memilik ketinggian 10-15 cm sudah dapat dipindahkan ke kebun. Penanaman Bibit yang sudah siap tanam segera diambil dari persemaian. Bibit ditanam di lubang tanam yang sudah disiapkan sebanyak 1 bibit per lubang. Kemudian lubang tanam ditutup dengan tanah galian yang sudah dicampur dengan pupuk kandang. Sebaiknya di sekitar bibit yang baru ditanam diberi mulsa jerami untuk menghindari pertumbuhan gulma dan menjaga kelembaban tanah. Pemeliharaan Pemupukan Pemupukan untuk budidaya mengkudu sebaiknya menggunakan pupuk organik yaitu pupuk kandang atau kompos dengan dosis 10 kg per tanaman pada tahun pertama. Untuk tahun selanjutnya dosis pupuk menjadi 15 20 kg per tanaman. Pemberian pupuk dilakukan dengan cara membenamkannya dalam tanah di bawah lingkaran tajuk tanaman. Apabila menggunakan pupuk anorganik maka dapat diberikan campuran urea, TSP dan KCl sebanyak 100 g 300 g/tanaman atau NPK sebanyak 300 g 500 g/tanaman. Pada fase pembuahan sebaiknya diberi TSP dosis tinggi agar kontinu berbuah. Pupuk anorganik dapat diberikan setiap 1 2 bulan sekali tergantung keadaan pertumbuhan tanaman. Pemupukan sebaiknya dilakukan menjelang dan akhir musim hujan. Pada awal penanaman mengkudu harus dijaga kelembaban tanah. Sebaiknya penyiraman dilakukan pada pagi dan sore hari. Intensitas penyiraman dapat disesuaikan dengan curah hujan dan iklim setempat. Penyiangan Penyiangan gulma sebaiknya dilakukan secara rutin 2 3 bulan sekali sampai tanaman berumur 2 3 tahun. Setelah itu penyiangan disesuaikan dengan kondisi lahan. Untuk mengurangi serangan jamur yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman dan meningkatkan produksi, sebaiknya dilakukan pemangkasan. Cabang yang dipangkas adalah cabang yang lemah, rusak, sakit dan tunas-tunas air. 61

Hama dan Penyakit Hama yang biasa menyerang mengkudu adalah ulat daun yang dapat memakan semua daun tanaman. Hama lain yang juga sangat mengganggu adalah kutu putih yang mengisap cairan di jaringan daun sehingga daun menguning dan mengering. Kedua hama ini tidak hanya menurunkan produksi tetapi juga dapat mematikan tanaman. Pengendalian serangan hama sebaiknya memanfaatkan pestisida nabati atau pengendalian mekanis dengan cara memangkas dan membakar bagian tanaman yang terserang. Penyakit yang biasanya menyerang mengkudu adalah kapang jelaga (Capnodium spp.) yang menutupi permukaan daun bagian atas hingga tampak berwarna kehitaman dan bercak daun (disebabkan jamur Physalospora morindae) yang menyebabkan daun berlubang. (Hapsoh dan Rahmawati, 2006) Panen dan Pasca Panen Panen dapat dilakukan setelah tanaman berumur 4-5 bulan, panen mengkudu dapat berlangsung setiap 2 minggu sekali. Produksi buah berkisar antara 500-1.000kg/ha. Buah yang siap panen ditandai dengan warna kulit merata putih kekuningan, tetapi daging buah cukup keras. Setelah dipanen buah harus segera dikonsumsi atau dikirim ke pabrik pengolahan mengkudu karena buah tidak tahan simpan dan mudah busuk. (Hapsoh dan Rahmawati, 2006). Buah mengkudu setengah masak dirajang tipis, dikeringkan dengan cara dianginanginkan selama dua hari dan kemudian disimpan dalam almari pengering bersuhu 38 o - 40 o C sampai kering. Buah yang telah kering disimpan dalam wadah bertutup. Setiap takar untuk penggunaan satu hari terdiri dari 10 gram buah mengkudu kering ditambah 2,5 gram serbuk herba kumis kucing (Handayani dan Budijanto, 1997). 62

9. Salam (Eugenia polyantha Wight/Syzygium polyanthum Wight) Klasifikasi Tanaman Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Sub kelas : Dialypetalae Bangsa : Myrtales Suku : Myrtaceae Marga : Syzygium Specirs : Sizygium polyanthum Wight (Tjitrosoepomo, 1988; Van Steenis, 2003). Nama daerah Sumatera : maselangan, ubar serai (Melayu). Jawa : salam, gowok (Sunda), salam, manting (Jawa), salam (Madura). Kangean : kastolam ; Sumatera : meselengan. A. Deskripsi Pohon bertajuk rimbun, tinggi mencapai 25 m, berakar tunggang, batang bulat, permukaan licin. Daun tunggal, letak berhadapan, bertangkai yang panjangnya 0,5-1 cm. Helaian daun bentuknya lonjong sampai elips atau bundar telur sungsang, ujung meruncing, pangkal runcing, tepi rata, panjang 5-15 cm, lebar 3-8 cm, pertulangan menyirip, permukaan atas licin berwarna hijau tua, permukaan bawah warnanya hijau muda. Daun bila diremas berbau harum. Bunganya bunga majemuk tersusun dalam malai yang keluar dari ujung ranting, warnanya putih, baunya harum. Buahnya buah buni, bulat, diameter 8-9 mm, warnanya bila muda hijau, setelah masak menjadi merah gelap, rasanya agak sepat. Biji bulat, penampang sekitar 1 cm, warnanya coklat. B. Syarat Tumbuh Salam menyebar di Asia Tenggara, mulai dari Burma, Indocina, Thailand, Semenanjung Malaya, Sumatra, Kalimantan dan Jawa. Pohon ini ditemukan tumbuh liar di hutan-hutan primer dan sekunder, mulai dari tepi pantai hingga ketinggian 1.000 m (di 63

Jawa), 1.200 m (di Sabah) dan 1.300 m dpl (di Thailand); kebanyakan merupakan pohon penyusun tajuk bawah. Di samping itu salam ditanam di kebun-kebun pekarangan dan lahan-lahan wanatani yang lain, terutama untuk diambil daunnya. Daun salam liar hampir tak pernah dipergunakan dalam masakan, selain karena baunya sedikit berbeda dan kurang harum, salam liar juga menimbulkan rasa agak pahit. Tanaman salam tumbuh pada tanah dengan ketinggian 225-450 meter di atas permukaan laut dengan curah hujan 3.000-4.000 mm/tahun pada jenis latosol kehitaman (Sembiring dan Sofiana, 2003). C. Budidaya Penyiapan Lahan Lahan yang akan dijadikan tempat budidaya tanaman salam dicangkul dengan kedalaman lebih dari 20 cm. Lahan yang akan ditanami, dibersihkan dari gulma dan batubatuan, dicangkul dengan kedalaman olah 20 cm. Setelah diolah, dibuat bedengan, kemudian dibuat lubang tanam dengan ukuran 80 cm x 40 cm x 60 cm. Jarak tanam 2 m x 2 m atau 2,5 m x 2,5 m. Satu bulan sebelum tanam, pada setiap lubang tanam diberi pupuk kandang sebanyak 0,5 kg dan diaduk rata. Penyiapan Bibit Tanaman salam dapat diperbanyak dengan biji. Pembibitan dapat dilakukan di bedengan atau menggunakan polibeg. Biji yang disemaikan pada bedengan dapat dipindahkan ke lahan setelah 1-2 bulan atau sudah tumbuh sekitar dua helai daun. Bila menggunakan polibeg, media tanam yang digunakan adalah campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 2 : 1. Penanaman Lubang tanam yang telah disiapkan diberi pupuk kandang sebanyak 1 kg/lubang tanam. Apabila pembibitan dilakukan dengan menggunakan polibeg, bibit dimasukkan ke lubang tanam, polibeg disobek dengan hati-hati agar akar yang membungkus akar tidak ambruk. Kemudian tanah di sekitar bibit dipadatkan agar pertumbuhannya kokoh. Pada saat penanaman diusahakan agar leher akar tidak tertimbun tanah. Waktu tanam dilakukan pada awal musim hujan dan kira-kira sebulan sebelumnya lubang tanam telah disiapkan. 64

Pemeliharaan Pemupukan Selain pupuk kandang yang diberikan pada lubang tanam saat penanaman juga diberikan urea 50 kg/ha, setelah berumur 4 bulan diberikan lagi urea 50 kg/ha. Pupuk TSP atau SP-36 diberikan pada saat tanam dengan dosis 150 kg/ha dan pupuk KCl dengan dosis 200 kg/ha juga diberikan pada saat tanam Penyulaman dilakukan pada tanaman yang mati atau pertumbuhannya tidak normal. Bibit yang digunakan untuk menyulam sebaiknya berumur sama. Penyiangan Pemberantasan gulma dilakukan secara rutin biasanya 2-4 kali setahun. Untuk menjaga kesuburan tanah di sekeliling tanaman dalam lingkaran tajuk, pembumbunan juga harus dilakukan secara rutin. Hama dan Penyakit Hama yang menyerang tanaman salam yaitu Thrips sp dan ulat hijau. Gangguan penyakit hampir tidak ditemui pada tanaman salam. Panen dan Pasca Panen Pemanenan salam dilakukan dengan pemetikan daun yang sudah berwarna hijau tua. Daun tersebut dipangkas secara acak pada ranting-rantingnya. Sesudah daun diperoleh dari rantingnya, daun dilapukan dengan cara dihamparkan di lantai pada suhu ± 27 C dengan pembalikan intensif selama tiga hari. Untuk mendapatkan minyak atsiri selanjutnya simplisia salam disuling dengan alat penyuling air dan uap selama 10 jam. 65

IV TANAMAN OBAT KELUARGA (TOGA) Tujuan Instruksional : Menguraikan dan menjelaskan tanaman obat keluarga (TOGA) : sirih dan kembang sepatu, meliputi deskripsi dan syarat tumbuh, penyiapan lahan, penyiapan bibit, penanaman, pemeliharaan (pemupukan, penyiangan, hama penyakit), panen dan pasca panen 1. Sirih (Piper betle L.) Klasifikasi Tanaman Kingdom : Plantae Divisio : Spermathophyta Sub divisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Urticales Famili : Piperaceae Genus : Piper Species : Piper betle L Nama Daerah : Sumatera : ranub (Aceh), sereh (Gayo), lahina (Nias), cabai (Mentawai), sireh, sirieh, sirih, suruh (Palembang, Minangkabau), canbai (Lampung). Jawa : seureuh (Sunda), sedah, suruh (Jawa), sere (Madura). A. Deskripsi Sirih merupakan satu jenis tanaman semak dan perdu. Jenis tanaman ini dapat dijumpai di kebun dan juga dihalaman rumah. Untuk perbanyakan tanaman seringkali dilakukan dengan menggunakan stek atau pencangkokan. Kebanyakan orang menanam tanaman sirih disamping untuk tanaman pelengkap taman juga dimaksudkan untuk keperluan toga (tanaman obat keluarga). Bagian tanaman yang sering dimanfaatkan adalah bagian daunnya. 66

Sirih merupakan tanaman yang tumbuh merambat dan bersandar pada batang pohon lain, tingginya dapat mencapai 5 15 m. Batang sirih berkayu lunak, berbentuk bulat, beruas-ruas, beralur-alur, berwarna hijau keabu-abuan. Daun sirih merupakan daun tunggal, tumbuh berseling. Pangkal daun berbenatuk jantung atau agak bundar asimetris, ujung daun runcing, tepi dan permukaan daun rata, pertulangan menyirip. Warna daun bervariasi, dari kuning, hijau sampai hijau tua. Daun sirih berbau aromatis. Bunga tersusun dalam bentuk bulir, merunduk, panjang 5 15 cm, sendiri-sendiri di ujung cabang dan di ketiak daun. Buahnya adalah buah buni, bulat, berdaging, berwarna kuning hijau, menyambung manjadi bulat panjang. Biji berbentuk bulat. Tanaman sirih dibedakan atas beberapa jenis berdasarkan bentuk daun, aroma dan rasa. Jenis-jenis tersebut adalah sirih jawa (berdaun hijau tua dan rasanya kurang tajam), sirih banda (berdaun besar, berwarna hijau tua dengan warna kuning di beberapa bagian, dan rasa dan bau lebih kuat), sirih cengke (daun kecil, lebih kuning dan rasanya seperti cengkeh), sirih hitam (rasanya sangat kuat dan digunakan sebagai campuran berbagai obat), sirih kuning dan sirih merah. Jenis sirih yang dikunyah dengan pinang biasanya berwarna hijau muda dan rasanya kurang pedas. B. Syarat Tumbuh Tanaman sirih dapat tumbuh baik di daerah dengan iklim sedang sampai basah. Sirih dapat ditemui mulai dari daerah dataran rendah sampai dataran tinggi dengan ketinggian 1.000 m di atas permukaan laut. Tanaman sirih menyukai tempat-tempat yang mendapat cahaya matahari penuh. Sirih dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah dengan struktur sedang. Sebaiknya sirih ditanam pada tanah yang subur, berhumus, kaya akan hara dan gembur. C. Budidaya Penyiapan Lahan Lahan yang akan ditanami sirih dibersihkan dari gulma dan batu-batuan, dicangkul dengan kedalaman olah 20 cm. Setelah diolah, dibuat bedengan, kemudian dibuat lubang tanam dengan ukuran 80 cm x 40 cm x 60 cm. Jarak tanam 2 m x 2 m atau 2,5 m x 2,5 m. Satu bulan sebelum tanam, pada setiap lubang tanam diberi pupuk kandang sebanyak 0,5 kg dan diaduk rata. Untuk menopang pertumbuhan batang dan sulurnya, tanaman sirih membutuhkan pohon tegakan, baik tegakan mati maupun hidup. Untuk tegakan hidup 67

dapat digunakan tanaman dadap, kelor, kayu kuda atau kapok. Tanaman tegakan sebaiknya ditanam sekitar 15 cm dari tempat tanaman sirih agar perakaran sirih tidak terganggu. Media tanam berpengaruh terhadap pertumbuhan jumlah ruas, jumlah daun dan jumlah akar sirih (Tabel 17). Tabel 17. Pengaruh media terhadap pertumbuhan Piper miniatum Bl. hasil perundukan pada minggu ke 14 Media perundukan Jumlah akar R1 R2 R3 Jumlah ruas R1 R2 R3 Jumlah Daun R1 R2 R3 Kompos (1) 1,5f 11d 14,5c 12d 15c 14c 15c 18b 20b Humus Hutan (2) 2,4f 15c 19a 16c 19a 21a 16b 19b 26a Sekam + (1) (2) 2,0f 17b 19a 14c 16c 19,8c 15c 17b 24a Tanah Kebun 1,0f 5e 6,5e 4e 5,3e 6,7e 5e 7e 8d Keterangan : Huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf-5% Sumber : Priyono dan Jamal, 2008). Penyiapan Bibit Pembibitan sirih dilakukan dengan menggunakan stek sulur. Sebaiknya sulur yang akan dijadikan bibit telah mengeluarkan akar yang banyak dan panjang. Sulur dipotong sepanjang 30-50 cm. Stek sulur ditanam pada polibeg yang telah diisi media tanam berupa campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 2 : 1. Penyiraman dilakukan 1-2 kali sehari. Areal pembibitan diberi naungan. Stek akan berakar dan siap dipindahkan kea real penanaman setelah berumur 3-4 minggu. Teknik perbanyakan tanaman sirih merah dengan cara cangkok yang dilakukan di CV. INDMIRA dikelola untuk menghasilkan terbentuknya akar atau tunas sebelum dipisahkan dari induknya. Usaha untuk melakukan teknik perbanyakan dengan cara cangkok pada tanaman Sirih Merah membutuhkan keterampilan dan penelitian, berbeda dengan mencangkok batang keras yang dilakukan dengan cara melukai batangnya terlebih dahulu untuk Sirih Merah tidak perlu melukai batang kerasnya. Hanya dilakukan secara sederhana saja seperti yang akan dipergunakan untuk mencangkok Sirih Merah berupa tanah, pasir dan kompos dengana perbandingan 3 : 1 : 3. Media ini sebaiknya diberi sedikit air agar mudah menempel (menyatu) ditangkai atau batang Sirih Merah dan cangkok batang dibuku keenam dan ujung batang (Gustiyudha, 2009). Penanaman Penanaman sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan. Bibit dalam polibeg dipilih yang pertumbuhannya baik dan seragam. Bibit dipindahkan ke lubang tanam yang 68

telah disiapkan dengan cara merobek salah satu sisi polibeg. Tanah di sekitar bibit dipadatkan agar pertumbuhannya kokoh. Bibit yang telah ditanam disiram dengan air secukupnya. Pemeliharaan Pemupukan Sebaiknya pemupukan tanaman sirih hanya menggunakan pupuk kandang. Pupuk kandang dari kotoran ayam akan mengakibatkan daun berwarna kekuning-kuningan, sedangkan pupuk kandang kotoran sapi atau kerbau akan menghasilkan daun berwarna hijau segar. Apabila digunakan pupuk kimia, pupuk urea diberikan dengan dosis 50 kg/ha pada saat penanaman dan 50 kg/ha setelah tanaman berumur 4 bulan. Pupuk TSP diberikan pada saat tanam dengan dosis 150 kg/ha. Pupuk KCl juga diberikan pada saat tanam dengan dosis 200 kg/ha. Untuk membantu pertumbuhan cabang dan daun dapat diberikan pupuk daun. Penyiangan Penyiangan gulma sebaiknya dilakukan secara rutin setiap 1,5-2 bulan. Hama dan Penyakit Gangguan pertumbuhan yang disebabkan serangan penyakit dan hama hampir tidak ditemui pada budidaya tanaman sirih. Panen dan Pasca Panen Panen dapat dilakukan setelah tanaman berumur setahun atau disesuaikan dengan kebutuhan. Pemanenan dilakukan dengan cara memetik daun yang telah tua dari cabang samping. Daun sirih umumnya digunakan dalam keadaan segar. Kegiatan pascapanen yang dilakukan hanya pencucian. 69

2. Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) Klasifikasi Tanaman Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Sub divisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Malvales Famili : Malvaceae Genus : Hibiscus Species : Hibiscus rosasinensis L. Nama Daerah : Sumatera : bungong raja, kembang sepatu. Jawa : bunga rebhang, mandhaleka. Nusatenggara : pucuk, waribang. Sulawesi : kuyanga, ulango, bungasepatu ; chaba (Thailand), jasud (India), fu sang (Cina) A. Deskripsi Tanaman Kembang sepatu merupakan tumbuhan asli daerah tropis di dataran Asia. Tanaman ini kemudian menyebar di berbagai negara, mulai dari Timur Jauh sampai ke Eropa. Kembang sepatu termasuk tanaman perdu dengan ketinggian berkisar antara 4 m - 8 m. Batang berstruktur keras, bercabang banyak. Perakaran cukup dalam dan kuat sehingga batang tumbuh tegak dan kokoh. Daunnya merupakan daun tunggal, berbentuk oval atau hati dengan tepi bergerigi, ujung daun meruncing, urat daun menjari dan menyirip, memiliki daun penumpu. Daun berwarna hijau, panjang daun 5-10 cm dan lebar 3-7,5 cm. Kembang sepatu berbunga tunggal yang keluar dari ketiak daun, panjang tangkai bunga 1-4 cm, dan menjurai dengan lima mahkota yang tersusun berbentuk terompet atau lonceng. Helaian mahkota bunga tunggal atau ganda, warna bunga bervariasi, misalnya putih, kuning, merah muda, jingga dan kombinasi warna-warna tersebut. Pembungaan berlangsung sepanjang tahun. Bunga hanya bertahan mekar 1-2 hari. Bunga tersusun atas 5 calyx, 5 mahkota bunga, 15 tangkai sari dan 1 buah bakal buah yang memiliki banyak ruang. Dari proses penyerbukan dihasilkan buah yang mengandung banyak biji. Biji kembang sepatu berukuran kecil, berwarna coklat sampai hitam dan berbulu. 70

B. Syarat Tumbuh Kembang sepatu memiliki daya adaptasi yang luas terhadap lingkungan tumbuh di daerah subtropis dan tropis. Tanaman ini dapat tumbuh dengan baik di daerah dataran rendah sampai dataran tinggi sampai ketinggian 1.300 m dpl. Tanaman ini tumbuh di tempat terbuka dan cukup mendapat sinar matahari. Suhu udara yang dibutuhkan adalah 22-24 C, tetapi masih dapat tumbuh pada daerah dengan suhu 28-32 C. Kelembaban udara antara 50 90%. Curah hujan antara 1.500-2.500 mm/tahun. Kembang sepatu membutuhkan jenis tanah liat berpasir, subur, gembur, banyak mengandung humus, memiliki aerase dan drainase yang baik, ph tanah 6,0-6,5. Tanah yang tergenang dapat menyebabkan pembusukan akar dan terhambatnya pertumbuhan tanaman. C. Budidaya Penyiapan Lahan Kembang sepatu dapat ditanam di dalam pot atau lahan. Bila ditanam di dalam pot maka harus dipilih ukuran pot yang sesuai berdiameter 10-50 cm, pada dasar pot terdapat lubang kecil tempat pembuangan air berlebihan. Dasar pot diisi selapis pecahan batu bata, kemudian dimasukkan media tanam berupa campuran tanah dan pupuk kandang atau kompos (2 : 1) atau campuran tanah, pasir dan pupuk kandang (1: 1 : 1). Untuk meningkatkan kesuburan media dapat ditambahkan pupuk NPK sebanyak 15 25 g/pot. Di tengah media tanam dibuat lubang tanam dengan ukuran 20 cm x 20 cm x 20 cm. Apabila kembang sepatu dibudidayakan pada lahan permanen, maka pada lahan dibuat lubang tanam dengan ukuran 40 cm x 40 cm x 40 cm. Tanah galian dikeringanginkan selama minimal 2 minggu. Jarak lubang tanam tergantung pola penanaman. Pada setiap lubang tanam dimasukkan pupuk organik yaitu pupuk kandang atau kompos sebanyak 1-2 kg/lubang tanam. Penyiapan Bibit Kembang sepatu dapat diperbanyak dengan menggunakan biji (generatif) maupun dengan stek, cangkok, dan okulasi (vegetatif). Perbanyakan secara generatif biasanya dilakukan untuk menghasilkan varietas baru yaitu melalui teknik persilangan. Hibridisasi sebaiknya dilakukan di daerah berketinggian 600 m dpl, karena di daerah bersuhu tinggi, benang sari cepat mengering. 71

Perbanyakan tanaman dengan cara vegetatif lebih umum dilakukan. Bahan tanaman dapat diperoleh dengan stek pucuk atau stek batang yaitu dengan memilih tanaman induk yang sehat dan produktif berbunga, ditentukan cabang yang berwarna coklat berkayu, kemudian dipotong sepanjang 15-30 cm (stek batang) dan 10-15 cm (stek pucuk), sebagian daun dipangkas untuk mengurangi penguapan. Stek direndam dalam larutan hormon seperti IBA dengan konsentrasi 200 ppm selama 15 menit. Kemudian stek ditanam pada kotak pesemaian yang sudah diisi pasir dan ditutup dengan plastik transparan. Semaian dipelihara hingga bibit berdaun 3-5 helai, kemudian dipindahkan ke polibeg yang telah diisi media berupa campuran tanah dan pupuk kandang (2 : 1). Pencangkokan sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan. Dipilih cabang yang tumbuh tegak ke atas, sehat dan produktif berbunga. Kulit batang diiris di dua tempat dengan jarak 2,5 cm, kulit batang diangkat dan lapisan kambium dibersihkan. Lembar plastik pembalut dipasang dan diikat erat pada bagian bawah luka keratan. Media cangkok berupa tanah subur dilekatkan menutup permukaan bidang cangkokan hingga membentuk bulatan, kemudian ditutup dengan plastik pembalut, bagian atas diikat erat. Setelah berumur 1,5 2 bulan cangkokan biasanya sudah berakar, kemudian dipotong dengan menggunakan gergaji tepat di bawah bidang cangkokan. Plastik pembalut dibuka kemudian bibit cangkok ditanam di dalam polibeg atau pot yang sudah diisi media tanam berupa campuran tanah dan pupuk kandang (1 : 1). Penanaman Penanaman sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan. Bibit yang ditanam dalam polibeg diletakkan dekat lubang tanam yang telah disiapkan. Salah satu sisi polibeg disobek dan bibit dimasukkan ke lubang tanam dengan hati-hati. Tanah bekas galian dimasukkan kembali dan dipadatkan. Kemudian dilakukan penyiraman sampai tanah cukup basah. Pemeliharaan Pemupukan Kembang sepatu dapat dipupuk dengan pupuk urea, TSP, dan KCl atau NPK dengan dosis 25-50 g/tanaman sebulan sekali. Penyiraman dilakukan secara kontinu 1-2 kali sehari, terutama pada musim kemarau. 72

Penyiangan Penyiangan gulma dan penggemburan dilakukan sebulan sekali secara manual dengan menggunakan koret. Pemangkasan dapat dilakukan 3-5 bulan sekali untuk membentuk pohon dan mempertahankan ketinggian tanaman. Hama dan Penyakit Hama yang sering menyerang tanaman kembang sepatu adalah ulat daun, belalang, siput, kumbang, kepik, dan kutu putih. Serangan hama-hama tersebut menyebabkan kerusakan pada daun. Pengendalian hama dapat dilakukan dengan cara menangkap, memasang perangkap dan penyemprotan insektisida. Penyakit yang sering menyerang kembang sepatu adalah bercak daun yang disebabkan Ascochyta abelmoschi dan Colletotrichum capsici dan hawar bunga yang disebabkan Choanephora cucurbitarum. Penyakit pada kembang sepatu dapat dikendalikan dengan cara pemangkasan bagian tanaman yang terserang dan penyemprotan dengan fungisida. Panen dan Pasca Panen Tanaman kembang sepatu yang diperbanyak dengan biji mulai berbunga setelah 10-14 bulan tetapi tanaman yang diperbanyak secara vegetatif akan lebih cepat berbunga. Pengambilan bunga disesuaikan dengan kebutuhan. Sebaiknya bunga diambil sebelum berkembang penuh dan langsung dipergunakan karena kembang sepatu hanya bertahan 1-2 hari. 73

Gambar 1. Sambiloto (Andrographis paniculata Ness) Gambar 2. Jambu Biji (Psidium guajava) Gambar 3. Jati Belanda (Guazuma ulmifolia) Gambar 4. Cabe Jawa (Piper retrofractum Vahl.) Gambar 5. Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) Gambar 6. Jahe (Zingiber officinale Rosc.) Gambar 7. Kunyit (Curcuma domestica Val) Gambar 8. Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Gambar 9. Salam (Eugenia polyantha Wight/Syzygium polyanthum Wight) Gambar 10. Sirih (Piper betle L.) Gambar 11. Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) 74

V TANAMAN REMPAH UNGGULAN Tujuan Instruksional : Menguraikan dan menjelaskan tanaman rempah unggulan : lada, cengkeh, pala, vanili dan kayu manis, meliputi : deskripsi dan syarat tumbuh, penyiapan lahan, penyiapan bibit, penanaman, pemeliharaan (pemupukan, penyiangan, hama penyakit), panen dan pasca panen 1. Lada (Piper nigrum Linn.) Klasifikasi Kingdom Divisi Sub divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledoneae : Piperales : Piperaceae : Piper : Piper nigrum Linn Nama daerah Lada (Aceh, Batak, Lampung, Buru dan Nias), ngguru (Flores), malita lo dawa (Gorontalo), mboko saah (Ende), saga (Bima), raro (Mentawai), serta di daerah Sunda dinamakan merica dan pedes (Suwarto dan Octavianty, 2010). Menurut Jaramillo dan Manos (2001) Piper merupakan salah satu genus yang besar yang mencakup lebih dari 1.000 spesies. Hingga sekarang, telah ditemukan 700 Piper spp. di Amerika Tengah dan Selatan dan 300 Piper spp. dipercaya terdapat di Asia Selatan. A. Deskripsi Bagian-bagian tanaman lada terdiri atas akar, batang pokok serta cabang daun dan bunga serta buah. Sistem perakaran tanaman lada adalah akar tunggang, akan tetapi akar tunggang jarang ditemukan pada tanaman lada karena tanaman lada dibudidayakan secara 75

stek, sehingga hanya ada akar lateral. Akar lada akan terbentuk pada buku-buku di ruas batang pokok dan cabang. Akar lada berdasarkan fungsinya terbagi dua yaitu akar yang tumbuh dari buku di dalam tanah yang berfungsi sebagai penyerap unsure hara, dan akar yang tumbuh dari buku di atas tanah yang berfungsi sebagai pelekat pada tiang panjat. Tanaman lada memiliki satu batang pokok dengan dua macam cabang yaitu cabang orthotropis (vertikal) dan cabang plagiotropis (horizontal). Cabang orthtropis tumbuh dan membentuk kerangka dasar pohon lada, mengayu dan beruas dengan panjang rata-rata 5-12 cm. Cabang plagiotropis dengan akar pelekat terbentuk pada buku antar ruas yang pertumbuhannya agak membengkak. Dari buku tersebut, tumbuh sehelai daun dan kuntum yang selanjutnya tumbuh sebagai cabang. Berbeda dengan orthotropis, cabang plagiotropis dapat berbunga dan berbuah. Buku-buku cabang plagiotropis lateral tidak berakar sehingga perbanyakannya menggunakan cabang orthotropis untuk lada panjat dan menggunakan cabang buah untuk lada perdu. Daun lada berbentuk bulat telur dengan ujung meruncing, tunggal serta bertangkai daun 2-5 cm, dan membentuk aluran di bagian atasnya. Daun berwarna hijau tua, bagian atas daun mengkilap, sedangkan bagian bawah daun berwarna pucat dengan titik kelenjar. Bunga tanaman lada berbentuk malai, agak menggelantung, panjangnya 5-25 cm, tidak bercabang, berporos tunggal, dan terdapat sekitar 150 bunga kecil. Tumbuhnya berhadapan dengan cabang atau ranting plagiotropis. Bunga tanaman lada ada yang berumah satu (monoecious) dan berubah dua (dioecous). Bunga lada tumbuh dalam ketiak, kelopak berdaging, tidak bermahkota, berbenang sari sebanyak 2-4 helai, berukuran panjang 1 mm dan terletak di kiri serta kanan bakal buah. Bakal buah berbentuk bulat, bersel tunggal, dan bertelur tunggal. Kepala putik mampu menerima tepung sari selama 10 hari pada masa reseptif mulai tampak. Bunga mulai membuka dari malai bagian bawah hingga bagian atas. Pembukaan bunga akan selesai setelah 7-8 hari. Buah lada tidak bertangkai, berbiji tunggal, berbentuk bulat dan berdaging. Diameter buah sekitar 4-6 mm, kulit buah lada berwarna hijau saat masih muda dan berwarna merah saat telah masak. Panjang malai buah dapat mencapai panjang 15 cm dan minimal 5 cm. Buah lada terdiri atas biji dan kulit. Biji lada berdiameter rata-rata 3-4 mm, embrionya sangat kecil. Biji lada ditutupi selapis daging buah yang berlendir. Daging buah memiliki rasa manis. Benih lada tidak umum dijadikan bahan tanam karena perlu waktu lama untuk berbuah, rata-rata setelah 7 76

tahun ditanam baru berbuah, sehingga perbanyakan umumnya dengan stek (Suwarto dan Octavianty, 2010). Asal Usul Lada Pusat asal lada adalah Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Hal ini diindikasikan dengan banyaknya jenis lada liar di wilayah tersebut. Tanaman lada kemudian menyebar ke Ghat Barat (India) yang terjadi jutaan tahun yang lalu (Ravindran et al. 2000). Tanaman lada yang saat ini dibudidayakan di Indonesia juga diprediksi berasal dari India karena pada tahun 10 0-600 SM banyak koloni Hindu yang datang ke Pulau Jawa dengan membawa bibit lada. Pada awal hingga abad ke-16 perdagangan lada dikuasai Portugis, setelah mereka berhasil berlayar ke Indonesia untuk mendapatkan rempah-rempahnya khususnya lada secara langsung. Keberhasilan tersebut berdampak Lisabon (Portugal) menjadi pusat perdagangan lada dan hasil-hasil pertanian lainnya yang berasal dari Asia. Saat itu, bangsa Belanda membeli lada dari Lisabon, tetapi kemudian pedagang Belanda mendapatkan jalan menuju Indonesia dan mendirikan monopoli dagang VOC. Lada merupakan salah satu produk rempah-rempah tertua dan terpenting yang diperdagangkan di dunia. Theophratus (372-287 SM) menyatakan bahwa terdapat dua jenis lada yang telah digunakan oleh bangsa Mesir, Yunani dan Romawi pada waktu itu yaitu lada hitam (Black pepper) dan lada panjang/cabe (Pepper longum). Pada abad pertengahan, lada merupakan raja perdagangan dan rempah-rempah terpenting serta sangat berharga. Bagi kerajaan Genua dan Venesia, lada merupakan sumber kekayaan sebagaimana minyak bumi bagi Indonesia. Pada abad ke-14 dan 15, lada di Jerman digunakan sebagai nilai tukar seperti membayar upah/gaji pegawai, pajak dan lain-lain. Daerah penghasil lada di Indonesia adalah Lampung dan Bangka, dimana Lampung daerah penghasil lada hitam, sedangkan Bangka penghasil lada putih. Produksi lada pada kedua daerah tersebut mencapai 90% dari seluruh produksi lada Indonesia. B. Syarat tumbuh Lada dapat tumbuh pada ketinggian 0-1.450 m di atas permukaan laut. Daerah yang cocok ditanami lada adalah daerah tropis antara 20 o LU 20 o LS. Berdasarkan penelitian multi lokasi, lada dapat tumbuh pada 0 1.000 m di atas permukaan laut (dpl), 77

tetapi idealnya 0-600 m dpl. Kelembaban udara 50-100% dan kelembaban udara relatif optimal antara 80-90%, curah hujan tahunan yang optimal antara 2.000 3.000 mm/tahun, dengan rata-rata 2.300 mm/tahun, penyinaran matahari 10 jam/hari, suhu udara 20 34 0 C, kisaran suhu terbaik bagi pertumbuhan lada yaitu 21 27 0 C, suhu yang cocok bagi pertanaman lada pada siang hari 26-32 o C sedangkan pada sore hari 24-30 o C, serta terlindung dari tiupan angin yang terlalu kencang. Tanaman lada tumbuh baik pada jenis tanah podsolik, andosol, latosol, dan granosol dengan tingkat kesuburan dan drainase yang baik. Media tanam untuk lahan budidaya lada harus memiliki struktur tanah gembur, subur, kaya bahan organik, tekstur tanah : lempung gembur, lempung berpasir, lempung liat berdebu dengan ketebalan solum mencapai kedalaman 50 cm, kesuburan tanah tinggi (subur) seperti lahan-lahan vulkanik dan alluvial, kisaran ph tanah 5.5 7, serta drainase dan kelembaban tanah harus dijaga dengan baik. C. Budidaya Tanaman lada dikenal sebagai tanaman yang dapat menghangatkan tubuh dan dapat digunakan sebagai bumbu masak. Tanaman lada merupakan tanaman tahunan, dengan bentuk pohon semak yang memanjat tetapi saat ini telah ada lada perdu yang dapat tumbuh tanpa tiang panjat. Berdasarkan teknik budidayanya dikenal lada tiang panjat (tegakan) dan lada perdu. Budidaya lada tiang panjat (tegakan) memerlukan tegakan bagi tempat tanaman lada merambat. Tegakan dalam budidaya lada dapat berupa tegakan hidup maupun tegakan mati. Masing-masing jenis tegakan memiliki karakteristik yang berbeda. a. Teknik Budidaya Lada dengan Tegakan Hidup Umumnya dilakukan pada budidaya lada secara ekstensif dan semi intensif. Menurut Syakir (2001) penggunaan tegakan hidup pada budidaya lada yang intensif saat ini belum dilakukan dan masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Fungsi tegakan hidup pada budidaya lada adalah untuk tiang panjat, mengatur kelembaban dan kelestarian lingkungan serta kesinambungan hidup tanaman lada sepanjang siklus hidupnya (Irawati et al, 2001). Tiang panjat lada juga berguna untuk mengurangi stres yang menyebabkan tanaman menjadi lemah terutama pada musim kemarau, karena lada hanya membutuhkan intensitas cahaya matahari 50-75% (Manohara et al., 2005), menjadi tempat melekatnya akar adventif dalam memanjat yang memungkinkan sulur tumbuh tegak. Bila sulur terlepas 78

dari panjatan, pertumbuhan akan terganggu dan daun-daun akan mengecil (Dhalimi dan Syakir, 2008). Wahid dan Yufdi (1989) menyatakan bahwa syarat karakteristik tegakan hidup yang digunakan dalam budidaya lada adalah berumur panjang, memungkinkan akar lada melekat dengan baik, efek negatif terhadap tanaman lada tidak begitu besar, seperti adanya kompetisi akan hara, air dan CO 2 dan efek alelopati, mudah dan cepat tumbuh, tahan pangkas serta murah dan mudah diperoleh. Selanjutnya, Zaubin (1992) menambahkan bahwa lingkar batang jangan terlalu besar, relatif tahan terhadap hama dan penyakit, tidak menjadi inang hama dan penyakit lada, dari famili leguminoseae dan mempunyai perakaran yang dalam. Budidaya lada dengan tegakan hidup bersifat sangat kompleks dan perlu pertimbangan cermat karena tegakan hidup memberikan naungan sehingga berpengaruh terhadap kondisi iklim mikro dan aspek agronomis tanaman dibawahnya. Oleh karena itu, pemahaman sifat, karakteristik dan kebutuhan tanaman lada merupakan hal yang sangat penting sebagai acuan dalam memanipulasi tegakan hidup. Namun demikian, tegakan hidup memiliki keunggulan karena dengan menggunakan tegakan hidup umur produksi bias mencapai 15-20 tahun sedangkan dengan tegakan mati umur produksi hanya 10 tahun (Sitanggang, 2008) Pada umumnya tegakan hidup yang digunakan adalah glirisidia/gamal (Gliricidia maculata) dan dadap cangkring (Erythrina fusca). Kedua jenis tanaman tersebut tergolong famili leguminosae yang toleran terhadap hama dan penyakit yang menyerang tanaman lada. Kelemahannya adalah kedua tegakan hidup tersebut memiliki perakaran dangkal karena diperbanyak dengan stek sehingga menimbulkan kompetisi unsur hara dan air dengan tanaman lada. Keunggulan tegakan hidup dadap cangkring yaitu disukai oleh jasad renik tanah yang bermanfaat, seperti rhizobium, mikoriza (Almeida, et al., 1984; Hasanah et al., 1990) serta perakaran dadap mengeluarkan senyawa-senyawa yang mempunyai efek nematisida (Koshy et al., 1977). b. Budidaya Lada dengan Tegakan Mati Budidaya lada dengan tegakan mati memungkinkan tidak adanya persaingan unsur hara, air dan CO 2, serta tanaman lada mendapat intensitas sinar matahari yang tinggi sehingga laju fotosintesisnya dipacu. Oleh karena itu, terdapat banyak orang berpendapat bahwa budidaya lada dengan tegakan mati lebih baik dibandingkan tegakan hidup. 79

Syarat tegakan mati dalam budidaya lada panjat adalah tahan lama, permukaannya agak kasar, diameter tegakan tidak terlalu besar, relatif tahan terhadap hama dan penyakit, tidak menyerap panas matahari terlalu banyak dan relatif murah serta mudah diperoleh. Namun demikian, penggunaan tegakan mati memiliki sejumlah masalah diantaranya harga tegakan mati seperti kayu besi, mendaru dan melangir yang mahal tetapi dapat bertahan lama hingga 15 tahun dan cukup tahan serangan hama (rayap dan ngengat). Tegakan yang relatif murah, seperti kayu pelawan, gelam, seru, hanya bertahan 2-4 tahun. Selain itu, larangan penebangan pohon-pohon di hutan untuk mempertahankan kelestarian lingkungan hidup makin membatasi ketersediaan kayu untuk tegakan mati. Keterbatasan tegakan mati diatasi dengan penggunaan bahan pengawet pada kayu yang relatif murah, pipa paralon atau beton. Penggunaan bahan pengawet harus memperhatikan pengaruhnya terhadap daya tahan kayu dan efek negatifnya terhadap tanaman lada, sedangkan pipa paralon dan beton harus memperhatikan kekasaran permukaan dan daya serapnya terhadap suhu yang dapat mempersulit sulur tanaman lada untuk memanjat (Syakir, 2001). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tegakan mati sama baiknya dengan tegakan hidup. Zaubin et al (1990) menyatakan bahwa tegakan kayu tidak berbeda nyata dengan tegakan pohon dadap, tegakan pohon kapok dan tegakan beton. Menurut Wahid dan Yufdi (1989) penggunaan tegakan kayu dapat dilakukan kombinasi 58% tegakan kayu (mendaru) dengan 42 % tegakan hidup (glirisidia). Penggunaan pipa paralon PVC sebagai tegakan tanaman lada pernah dicoba di PTP XXIII, tetapi karena permukaannya yang licin akar tidak dapat melekat dengan baik (Wahid dan Yufdi, 1989). Pengunaan tegakan beton di perkebunan lada yang dikelola oleh Missie-Bangka sudah dimulai sejak 1949, namun perkembangannya kurang baik karena membutuhkan waktu dan tenaga relatif banyak. Di Lampung Selatan penggunaan tegakan beton menunjukkan hasil yang cukup baik apabila disekitar tegakan ditanami tanaman yang dapat memberi naungan kepada tegakan beton. Dengan pola tanam campur lada dengan pepaya (Carica papaya), pisang (Musa. sp) dan tanaman hortikultura lainnya tegakan beton tampaknya memberi harapan baik (Syakir, 2001) c. Budidaya Lada Perdu Budidaya lada perdu mampu menekan biaya produksi sehingga meningkatkan efisiensi usaha tani lada. Beberapa keunggulan komparatif budidaya lada perdu terhadap budidaya lada dengan tiang panjat antara lain lebih efisien dalam penggunaan bahan 80

tanaman untuk perbanyakan, tidak memerlukan tiang panjat, populasi tanaman per satuan luas (4.000 4.500 tanaman/ha) lebih banyak, sehingga penggunaan lahan lebih efisien, pemeliharaan dan panen lebih mudah, produktivitas per hektar tidak jauh berbeda dengan lada biasa, dapat berproduksi lebih awal (umur 2 tahun), dan dapat ditanam dengan pola tanam campuran atau tumpang sari dengan tanaman tahunan lainnya (Syakir dan Zaubin, 1994; Dhalimi et al., 1998). Tingkat keuntungan usaha tani lada perdu di Kabupaten Bangka lebih tinggi dibandingkan lada tiang panjat mati (Rosmeilisa et al., 1999). Biaya produksi lada perdu lebih murah dibandingkan lada dengan tiang panjat mati. Secara teknis perbedaan antara budidaya lada perdu dengan lada tiang panjat terletak pada aspek agronomi yang meliputi : penyiapan dan perbanyakan bahan tanaman, pendederan dan pembibitan, pemeliharaan, dan panen. Sedangkan untuk aspek pengendalian dan penyakit serta pasca panen lada perdu, pada dasarnya sama dengan yang diterapkan pada lada tiang panjat (Syakir, 2001). Pengembangan lada perdu di bawah tegakan tanaman tahunan juga dapat menekan tingkat kematian tanaman akibat cekaman lingkungan. Hasil penelitian Wahid et al. (1995) menunjukkan bahwa akibat cekaman air tingkat kematian lada perdu yang ditanam di bawah tegakan kelapa mencapai 28,9 %, sedangkan secara monokultur 34,1 %. Tanaman kelapa merupakan salah satu tanaman yang potensial untuk dikembangkan pada tanaman lada. Struktur tajuk dan kanopi tanaman kelapa memungkinkan masih dapat melewatkan energi radiasi surya ke permukaan tanah (Syakir, 2001) Penyiapan lahan Penyiapan lahan merupakan tahap awal sebelum penanaman. Jika lahan yang akan ditanam bekas alang-alang maka dilakukan pembersihan secara manual dan kimia menggunakan herbisida sistemik. Pengolahan tanah dilakukan dua kali dalam sebulan. Lahan bekas hutan sekunder perlu dibongkar tunggulnya, dicacah dan ditumpuk diantara calon barisan tanaman. Pengolahan lahan bekas hutan sekunder dilakukan tiga kali dalam sebulan, diberakan (dibiarkan) selama dua minggu kemudian digaru. Setelah tanah selesai diolah dilakukan pembuatan petakan untuk mempermudah pengelolaan tanaman dan menghemat biaya produksi (Suwarto dan Octavianty, 2010). Penyediaan Bibit Pembibitan lada dapat dilakukan secara vegetatif maupun generatif. Namun, pembibitan vegetatif lebih disukai karena efisien, praktis serta bibit yang dihasilkan sama 81

dengan induknya. Persyaratan bibit lada yang baik yaitu kemurnian jenis terjamin, diperoleh dari pohon induk yang sehat, ukuran optimum. Bibit diambil dari pohon yang telah berumur 2 tahun dan telah mengalami pemangkasan pertama pada umur 8-10 bulan dan pemangkasan kedua pada umur 18-20 bulan (Suwarto dan Octavianty, 2010). Untuk memacu pertumbuhan dan memperkecil tingkat kematian stek lada di pembibitan, perlu dilakukan perlakuan pendahuluan. Bagian basal stek (± 5 cm) diberi 3-4 keratan melingkar dan bagian pangkal stek dipotong tepat diatas buku atau bagian interkalari. Selanjutnya bagian stek yang dikerat dicelupkan ke dalam larut-an H2SO4 2 % selama 30 60 detik, kemudian stek direndam dalam larut-an IBA 2 % - sukrosa 2 % selama 4 jam (Zaubin et al., 1992). Perlakuan pendahuluan dapat pula dilakukan dengan cara merendam stek dalam larutan air kelapa 25 % selama 12 jam (Syakir et al., 1993). a. Pembibitan lada panjat Pembibitan lada tegakan memiliki dua ukuran stek yaitu stek dengan ukuran tujuh ruas dan satu ruas (stek berdaun satu). Stek tujuh ruas diambil dari pohon induk sebanyak 7 ruas dan harus diambil menjelang waktu tanam. Cara pengambilannya yaitu dipilih cabang orthotropis yang kuat, berumur 2 tahun, telah dipangkas pertama dan memiliki ruas minimum 7 ruas. Cabang tanaman dipotong hingga membentuk stek, setelah 7-10 hari stek dipotong dari ruas pertama. Setelah dipotong, stek dilepaskan dari tiang panjat. Stek lada satu ruas dinamakan juga stek daun. Cara pengambilan stek ruas yaitu pengambilan bahan stek, pencelupan ke dalam hormon Rootone F, penyemaian bahan stek, pemberian naungan, penanaman dengan cara ditanam agak miring pada bedengan selebar 1 m, pemindahan bibit stek ke polibeg. Media tanam yang digunakan umumnya adalah campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 7 : 3 (Suwarto dan Octavianty, 2010). b. Pembibitan Lada perdu Lada perdu diperoleh dari perbanyakan secara vegetatif (stek) cabang buah tanaman lada. Pengambilan stek pada kondisi yang cocok untuk akumulasi fotosintat akan menghasilkan stek dengan perakaran yang baik. Hasil penelitian Syakir et al. (1994) menunjukkan bahwa pengambilan stek antara pukul 11.00 12.00 merupakan waktu yang paling baik untuk pertumbuhan akar dan tunas stek lada perdu mengingat pada saat kandungan karbohidrat tanaman paling tinggi. 82

Stek bibit lada perlu dapat dibuat dengan dua cara yaitu stek cabang bertapak dan stek cabang buah. Stek cabang bertapak merupakan stek berdaun 3-4 helai yang disertai satu buku sulur panjat dan dibuat dari cabang primer dengan 3-4 daun dengan menyertakan satu buku sulur panjat haus dibuang agar tidak terbentuk kembali sulur panjat. Sementara itu stek cabang buah berasal dari cabang buah primer, sekunder, dan tersier. Namun demikian untuk stek cabang buah sebaiknya berasal dari cabang buah sekunder 2-3 buku dengan 2 4 tahun karena menghasilkan persentase tumbuh yang lebih baik (Suparman dan Sopandi, 1988 ; Syakir, 2001). Menurut Mansur (2008) lama penyungkupan benih lada perdu bertapak berpengaruh terhadap perkembangan pertumbuhan tanaman dalam sungkup, jumlah tunas, panjang tunas, jumlah daun, jumlah akar skunder dan panjang akar. Masa sungkup 7 minggu lebih baik dibandingkan dengan 5 dan 6 minggu. Pengembangan lada perdu dalam bentuk pola tanam, khususnya di bawah tegakan tanaman tahunan memiliki beberapa keuntungan, diantaranya dapat meningkatkan efisiensi penggunaan lahan, mampu memberikan nilai tambah yang cukup signifikan, risiko kematian tanaman akibat cekaman lingkungan relatif kecil dibandingkan dengan penanaman secara monokultur (tanpa naungan). Berdasarkan kebutuhan intensitas radiasi surya, lada perdu sebaiknya dikembangkan di bawah tegakan tanaman tahunan yang dapat meloloskan radiasi surya 50-75 %. Di antara tanaman tahunan tersebut, kelapa merupakan tanaman yang sangat berpotensi dan sering ditanam dengan lada perdu. Pengembangan lada perdu di bawah tegakan tanaman tahunan juga dapat menekan tingkat kematian tanaman akibat cekaman lingkungan. Hasil penelitian Wahid et al. (1995) menunjukkan bahwa akibat cekaman air tingkat kematian lada perdu yang ditanam di bawah tegakan kelapa mencapai 28,9 %, sedangkan secara monokultur 34,1 %. Tanaman kelapa merupakan salah satu tanaman yang potensial untuk dikembangkan pada tanaman lada. Struktur tajuk dan kanopi tanaman kelapa memungkinkan masih dapat meloloskan energi radiasi surya ke permukaan tanah. Penggunaan tanaman penutup tanah Hasil penelitian menunjukkan bahwa Arachis pentoii merupakan jenis tanaman penutup tanah yang paling menguntungkan. Hal ini karena dapat mencegah erosi, serasahnya dapat menjadi media tumbuh agensia hayati Trichoderma sp. yang menekan perkembangan penyakit, menjadi habitat Spathius piperis yang merupakan musuh alami 83

penggerek batang lada, menjaga kelembaban tanah, menekan gulma dan menjadi pakan ternak/kambing. Persiapan tiang panjatan Tiang panjatan hidup ditanam beberapa bulan sebelum penanaman lada atau bersamaan dengan penanaman. Umumnya panjatan hidup yang ditanam sebelum penanaman dilakukan pada bulan Juli-Agustus atau sebelum pengolahan tanah. Tiang panjatan diletakkan di tengah-tengah bedengan dekat lubang tanam (Suwarto dan Octavianty, 2010). Beberapa tanaman yang digunakan sebagai tiang panjat lada adalah gamal/glirisidia, dadap cangkring, lamtoro gung, kapok dan kalkiria. Tetapi yang paling umum digunakan adalah glirisidia dan dadap cangkring. Tiang panjatan mati dapat menggunakan semua jenis kayu, kecuali bambu. Selain itu, dapat juga digunakan tiang panjatan berupa beton yang kasar permukaannya sehingga memudahkan akar adventif melekat. Penanaman Sistem penanaman lada adalah monokultur (jarak tanam 2m x 2m atau 2 m x 3 m tergantung tiang panjat yang digunakan). Lada bisa juga ditanam secara tumpang sari dengan tanaman lain. Lubang tanam dibuat limas ukuran atas 40 cm x 35 cm, bawah 40 cm x 15 cm dan kedalaman 50 cm. Biarkan lubang tanam 10-15 hari sebelum bibit ditanam. Waktu penanaman sebaiknya dilakukan pada musim penghujan atau peralihan dari musim kemarau kemusim hujan, pukul 6.30 pagi atau 16.30-18.00 sore. Cara penanaman lada dilakukan dengan menghadapkan bagian yang ditumbuhi akar lekat ke bawah, sedangkan bagian belakang (yang tidak ditumbuhi akar lekat) menghadap ke atas. Pemupukan Pupuk yang digunakan yaitu pupuk kandang 0,75-100 gram/tanaman. Tutup lubang tanam dengan tanah galian bagian atas yang sudah dicampur pupuk dasar NPK 20 gram/tanaman. Untuk tanah kurang subur ditambahkan 10 gram urea, 7 gram SP 36 dan 5 gram KCl per tanaman. Penyulaman Dilakukan dengan mengganti bibit yang mati, sebaiknya menggunakan bibit tandas (stolon) yang sudah dijambang sebelumnya. Bibit stolon akan cepat tumbuh dan cepat 84

bercabang sehingga dalam waktu singkat dapat menyamai tanaman yang berasal dari bibit lanak yang sudah ada. Hama dan penyakit Hama dan penyakit yang umum menyerang lada adalah : 1. Penyakit busuk kaki/leher akar (Phytophtora palmivora) Gejalanya jika kulit batang disayat, di bawahnya berwarna coklat hingga coklat tua. Daun bercak-bercak sawo matang, di tengahnya berwarna abu-abu, akhirnya daun menjadi kuning, terkulai dan dari ujungnya berwarna hitam. Gugur daun dimulai dari tangkai bagian bawah dan menjalar ke atas. Infeksi berjalan cepat, tanaman terserang dalam 10 hari semua mati. Pengendalian dengan fungisida, sulfat tembaga. 2. Penyakit busuk tunggul (Stump root) Penyebabnya cendawan Rosilinea bunodes. Gejalanya daun menguning dan rontok, kemudian seluruh tanaman mengering. Pengendalian dengan fungisida dan sulfat tembaga. 3. Penyakit busuk akar (Root rot) Disebabkan oleh cendawan Ganoderma lucidium. Gejalanya akar membusuk karena serangan cendawan, tanaman bagian atas menguning dan layu. 4. Penyakit kuning (Yellow disease) Disebabkan oleh nematode Anguilulina similis. Gejala serangan : cacing-cacing betina merusak akar rambut sehingga menjadi hitam dan mati. Tanaman yang terserang masih tampak hijau, gejala serangan baru Nampak setelah 1 tahun. 5. Penyakit fisiologis yaitu lada mati awal karena lada sangat peka terhadap pemeliharaan. Serangan penyakit menjadi nyata jika daun ada yang rontok, cabang menguning dan mati awal. 6. Hama Lophabaris piperis Marsh (=kumbang lada kecil) Pengendalian secara preventif yaitu menggunakan varietas tahan seperti Lampung dan Bangka. Pembongkaran kebun-kebun tua yang tidak dipakai lagi dibongkar dan dibakar, pembakaran sulur-sulur yang tertular hama. 7. Hama Lophabaris seratipes Marsh (=kumbang lada besar) 8. Hama Dasynus piperis China (sebangsa kepik) Pengendalian secara preventif yaitu pengaturan pemetikan bunga dan buah di kebun muda sehingga musim buah serempak, menghindari penanaman jenis lada yang 85

berbunga sepanjang tahun, pembersihan sisa-sisa buah setelah panen dan penggunaan insektisida dan akar tuba. Panen Pada umur 3 tahun, tanaman lada sudah dapat dipanen dan pertumbuhannya mencapai ujung tiang penegak dengan ketinggian 3,5 cm. Selanjutnya hasilnya mulai bertambah sampai tanaman berumur 8 tahun, kemudian mulai menurun. Kalau tanaman dipelihara baik, tanaman masih dapat berproduksi sampai 15 tahun atau lebih. Sejak bunga keluar sampai buah masak, memakan waktu 7-9 bulan. Buah lada yang masih muda berwarna hijau muda, kemudian berubah menjadi hijau tua dan apabila sudah masak menjadi kuning kemerah-merahan. Pada tahap pembungaan dan pembuahan ini perlu diamati kemungkinan adanya serangan kepik penghisap bunga (Diplogompus hewetii) dan kepik penghisap buah Dasynus piperis. Kedua jenis hama ini sama-sama menimbulkan kehilangan langsung pada produksi lada (buah keriput, rontok, dsb). Pemberantasan kedua jenis hama ini dapat dilaksanakan dengan penyemprotan insektisida yang telah disetujui oleh Komisi Pestisida dengan frekuensi 2-5 kali per tahun tergantung pada berat ringannya serangan. Berdasarkan tujuannya, ada dua macam pemanenan buah lada : Pemanenan hasil untuk lada hitam Kriteria petik buah sudah tua diketahui dengan memecahkan atau memencet/memijit buah lada, bila keluar cairan putih maka buah lada tersebut belum bisa dipetik. Biasanya dalam satu dompolan, terdiri atas buah lada merah (2%), kuning (23%) dan hijau (75%). Waktu petik sesuai dengan musim panen daerah masing-masing, biasanya berkisar Mei s/d September. Cara petik yaitu alat yang digunakan untuk panen atau pemetikan pohon lada tinggi umumnya menggunakan tangga, lada dipetik dengan tangan, hasilnya ditampung dalam suatu wadah atau karung goni, panen atau pemetikan dilakukan 5-10 kali petik. Pemanenan hasil untuk lada putih Kriteria petik buah sudah masak biasanya dalam satu dompolan terdiri atas buah lada merah (18%), kuning (22%) dan hijau (60%). Waktu dan cara pemetikan sama seperti lada hitam. 86

Pengolahan Hasil Lada 1. Lada Hitam Tahap-tahap pengolahan lada hitam adalah sebagai berikut : Perontokan - Untuk mempercepat perontokan atau pelepasan gagang buah lada atau dompolan, maka buah lada yang baru dipetik ditumpuk pada lantai beralas tikar dengan ketebalan tumpukan antara 30 cm sampai + 1 meter selama 2-3 hari. Tumpukan tersebut biasanya ditutup dengan karung. - Setelah itu lada dipisahkan dari dompolan atau gagang dengan menggunakan saringan yang terbuat dari anyaman bambu dan ditempatkan agak tinggi serta dibawahnya ditaruh suatu wadah atau tampah sebagai penampung buah lada. - Tangkai atau gagang dari buah yang tertinggal pada saringan bambu dipisahkan dan ditampung pada wadah khusus. Pengeringan Buah lada yang sudah terpisah dari gagangnya, kemudian dijemur dibawah sinar matahari selama 3-7 hari tergantung dari keadaan cuaca. Pengeringan buah lada dilakukan dengan mempergunakan tikar, tampah atau plastik. Untuk meningkatkan efisiensi pengeringan dan mencegah pengotoran lada, pengeringan dapat diperbaiki dengan mempergunakan lantai pengeringan yang dibuat lebih tinggi dari tanah. Pada waktu proses pengeringan, tumpukan lada dibolak-balik atau ditipiskan dengan ketebalan tumpukan 10 cm menggunakan garuk dari kayu agar pengeringan lebih cepat dan merata. Penentuan akhir dari pengeringan lada dapat dilakukan secara organoleptik yaitu dengan diraba atau dipijat dengan jari tangan dimana lada dianggap kering bila dipijat memberikan suara menggeretak dan pecah. Di samping itu dapat juga dilakukan dengan alat pengukur kadar air, sesuai dengan kadar air yang diinginkan. Pembersihan dan Sortasi Lada kering kemudian ditampi dengan tampah, yaitu untuk membuang bahan-bahan yang ringan serta benda asing lainnya seperti tanah, pasir, daun kering, gagang, seratserat dan juga sebagian lada enteng. 87

Pengemasan dan Penyimpanan Lada kering yang telah bersih kemudian dimasukkan dalam karung atau wadah penyimpanan lain yang kuat dan bersih. Karung atau wadah tersebut kemudian disimpan diruangan penyimpanan yang kering dan tidak lembab (± 70 %), dengan diberi alas dari bambu atau kayu setinggi ± 15 cm dari permukaan lantai sehingga bagian bawah karung tidak berhubungan langsung dengan lantai. Untuk pengolahan hasil lada hitam, dari 100 kg lada basah yang masih bergagang diperoleh lada basah tanpa gagang antara 70-80 kg atau rata-rata 80 kg serta selanjutnya akan diperoleh lada hitam kering sebanyak antara 25-33 kg atau ratarata 31 kg. 2. Lada Putih. Tahap-tahap pengolahan hasil lada putih adalah sebagai berikut: Perendaman Buah lada masak yang baru dipetik dimasukkan dalam karung goni direndam dalam bak yang airnya mengalir selama 7-10 hari atau rata-rata 8 hari untuk melunakkan kulit buah supaya mudah terlepas dari biji. Pada tahap ini perlu diperhatikan, bahwa air rendaman harus bersih dan mengalir, agar dihasilkan lada yang baik (putih bersih). Penggunaan air rendaman yang kotor dan tidak mengalir akan menghasilkan lada putih yang kurang baik (kotor, warna abu-abu atau kecoklatan). Pembersihan atau Pencucian Lada hasil rendaman, dikeluarkan dari karung dan dimasukkan dalam tampah atau ember, lalu kulitnya dipisahkan dari biji dengan menggunakan tangan. Kemudian lada tersebut dimasukkan dalam karung atau bakul pada air mengalir sambil digoyang-goyang supaya kulit hanyut atau terbuang ke luar. Setelah biji bersih dari kulit dan tangkai buah, kemudian lada ditiriskan sampai airnya tidak menetes lagi. 88

Pengeringan. Buah lada bersih kemudian dijemur dibawah sinar matahari selama 3-7 hari, sampai cukup kering. Pengeringan buah lada dilakukan dengan mempergunakan tikar atau tampah/plastik atau mempergunakan lantai penjemuran yang dibuat lebih tinggi agar lebih efektif. Pada waktu proses pengeringan, tumpukan lada dibolak-balik/ditipiskan dengan mempergunakan garuk dari kayu agar pengeringan lebih cepat dan merata. Lada dianggap kering, bila dipijit memberikan suara menggeretak dan pecah. Pembersihan dan sortasi. Setelah lada cukup kering, kemudian lada ditampi dengan tampah, yaitu untuk membuang bahan-bahan yang ringan serta benda asing lainnya seperti tanah, pasir, daun kering, gagang, serat-serat dan juga sebagian lada enteng. Pengemasan dan Penyimpanan Lada yang telah kering dan bersih ini dimasukkan dalam karung atau wadah penyimpanan lain yang kuat dan bersih. Hasil kemasan kemudian disimpan diruangan simpan yang kering dan tidak lembab (Rh 70%), dengan diberi alas dari bambu atau kayu setinggi 15 cm dari permukaan lantai sehingga bagian bawah karung tidak berhubungan langsung dengan lantai. 3. Cengkeh (Syzygium aromaticum) Klasifikasi Kingdom Divisio Sub-Divisio Klas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledoneae : Myrtales : Myrtaceae : Eugenia : Eugenia aromatic ; Syzigium aromaticum 89

Nama daerah : clove (Inggris), cengkeh (Indonesia, Jawa, Sunda), ; wunga Lawang (Bali), cangkih (Lampung), sake (Nias); bungeu lawang (Gayo), cengke (Bugis), sinke (Flores); canke (Ujung Pandang), gomode (Halmahera, Tidore). A. Deskripsi Cengkeh (Syzygium aromaticum) termasuk jenis tumbuhan perdu yang dapat memiliki batang pohon besar dan berkayu keras, cengkeh mampu bertahan hidup puluhan bahkan sampai ratusan tahun, tingginya dapat mencapai 20-30 meter dan cabangcabangnya cukup lebat. Cabang-cabang dari tumbuhan cengkeh tersebut pada umumnya panjang dan dipenuhi oleh ranting-ranting kecil yang mudah patah. Mahkota atau juga lazim disebut tajuk pohon cengkeh berbentuk kerucut. Daun cengkeh berwarna hijau berbentuk bulat telur memanjang dengan bagian ujung dan panggkalnya menyudut, ratarata mempunyai ukuran lebar berkisar 2-3 cm dan panjang daun tanpa tangkai berkisar 7.5-12.5 cm. Bunga dan buah cengkeh akan muncul pada ujung ranting daun dengan tangkai pendek serta bertandan. Tangkai buah pada awalnya berwarna hijau, dan berwarna merah jika bunga sudah mekar. Cengkeh akan dipanen jika sudah mencapai panjang 1,5-2 cm. Pada saat masih muda bunga cengkeh berwarna keungu- unguan, kemudian berubah menjadi kuning kehijau-hijauan dan berubah lagi menjadi merah muda apabila sudah tua. Bunga cengkeh kering akan berwarna coklat kehitaman dan berasa pedas sebab mengandung minyak atsiri. Umumnya cengkeh pertama kali berbuah pada umur 4-7 tahun. Asal Usul Cengkeh Cengkeh dalam bahasa Inggris disebut cloves, adalah tangkai bunga kering beraroma dari keluarga pohon Myrtaceae. Cengkeh adalah tanaman asli Indonesia, banyak digunakan sebagai bumbu masakan pedas di negara-negara Eropa, dan sebagai bahan utama rokok kretek khas Indonesia. Cengkeh ditanam terutama di Indonesia (Kepulauan Banda) dan Madagaskar, juga tumbuh subur di Zanzibar, India, dan Sri Lanka. Ada beberapa daerah yang diyakini sebagai daerah asal cengkeh., yaitu Filipina dan Pulau Makian (di Maluku Utara), tetapi ada juga yang berpendapat bahwa cengkeh berasal dari Papua. Cengkeh adalah tanaman asli Indonesia, banyak digunakan sebagai bumbu masakan pedas di negara-negara Eropa, dan sebagai bahan utama rokok kretek khas Indonesia. Cengkeh ditanam terutama di Indonesia (Kepulauan Banda) dan Madagaskar, 90

juga tumbuh subur di Zanzibar, India, dan Sri Lanka. Maluku merupakan satu-satunya daerah penghasil cengkeh hingga abad ke 18. Pada abad yang keempat, pemimpin Dinasti Han dari Tiongkok memerintahkan setiap orang yang mendekatinya untuk sebelumnya mengunyah cengkeh, agar harum napasnya. Cengkeh, pala dan merica sangat mahal di zaman Romawi. Cengkeh menjadi bahan tukar menukar oleh bangsa Arab di abad pertengahan. Pada akhir abad ke-15, orang Portugis mengambil alih jalan tukar menukar di Laut India. Bersama itu diambil alih juga perdagangan cengkeh dengan perjanjian Tordesillas dengan Spanyol, selain itu juga dengan perjanjian dengan Sultan dari Ternate. Orang Portugis membawa banyak cengkeh yang mereka peroleh dari kepulauan Maluku ke Eropa. Pada saat itu harga 1 kg cengkeh sama dengan harga 7 gram emas. Perdagangan cengkeh akhirnya didominasi oleh orang Belanda pada abad ke-17. Dengan susah payah orang Prancis berhasil membudayakan pohon cengkeh di Mauritius pada tahun 1770. Akhirnya cengkeh dibudayakan di Guyana, Brasilia dan Zanzibar. Pada abad ke-17 dan ke-18 di Inggris harga cengkeh sama dengan harga emas karena tingginya biaya impor. B. Syarat tumbuh Tanaman cengkeh tumbuh baik pada daerah antara 20 o LU - 20 o LS. Suhu udara yang cocok untuk tanaman cengkeh adalah 21 35 o C dengan ketinggian ideal 200-300 m dpl. Tanaman cengkeh tumbuh dan berproduksi pada dataran rendah, sedangkan pada dataran tinggi tanaman cengkeh lambat bahkan tidak berproduksi sama sekali. Tumbuhan cengkeh akan tumbuh dengan baik apabila cukup air dan mendapat sinar matahari langsung. Di Indonesia, cengkeh cocok ditanam baik di daerah daratan rendah dekat pantai maupun di pegunungan pada ketinggian 900 meter di atas permukaan laut. Curah hujan yang disukai tanaman cengkeh adalah curah hujan yang merata sepanjang tahun berkisar antara 2.000-3.500 mm/tahun, dengan 9 bulan basah dan 3 bulan kering. Pada bulan kering, tanaman cengkeh menghendaki curah hujan sekitar 60-80 mm/bulan. Tanaman cengkeh menghendaki kesuburan tanah yang sedang dengan struktur tanah gembur dan solum tanah dalam serta berdrainase baik, dengan ph 5.5-6.5. Lahan yang dipilih sebaiknya bertopografi miring, agar air tidak tergenang. 91

C. Budidaya Penyediaan Bibit Tanaman cengkeh umumnya diperbanyak dengan biji yang harus disemaikan terlebih dahulu. Persemaian bibit dimulai dengan persiapan tempat pembibitan yang meliputi pengolahan lahan dan pembuatan bedengan. Tempat pembibitan berupa bedengan umumnya berukuran lebar 1.5 2 m, panjang disesuaikan dengan kondisi lahan dan tinggi bedengan sekitar 30-50 cm. Persemaian perlu diberi naungan untuk melindungi dari terik matahari dan air hujan secara langsung. Benih cengkeh ditanam pada bedengan dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm jika akan dpindahkan setelah 1 tahun, tetapi jika akan dipindahkan setelah 2 tahun maka jarak tanam 30 cm x 30 cm. Media tanam persemaian harus gembur, bebas hama penyakit tetapi tetap lembab. Pemindahan bibit umur 1 tahun dilakukan jika tanaman telah mencapai tinggi 60 cm sedangkan bibit berumur 2 tahun dipindahkan jika tanaman telah mencapai tinggi 125-150 cm. Pembibitan biasa juga dilakukan di polibag setelah bibit berumur 3-4 bulan di bedengan. Pembibitan di polibag dipelihara hingga umur 1-2 tahun. Jarak antar polobag 60 cm x 60 cm hingga 80 cm 80 cm. Hasil penelitian Suherman (2008) menunjukkan bahwa dosis fungi mikoriza arbuskula (FMA) 12,5 g tan -1 dan dosis pupuk majemuk NPK 1,0 g tan -1 memberikan hasil tertinggi terhadap jumlah daun bibit cengkeh kultivar Zanzibar. Dosis FMA 7,5 g tanaman -1 memberikan pengaruh terbaik terhadap tinggi batang bibit cengkeh kultivar Zanzibar pada 12 MST. Sedangkan dosis pupuk majemuk terbaik adalah pada dosis 2,0 g tan -1. Pada diameter batang hasil terbaik terdapat pada aplikasi FMA dosis 17,5 g tan -1 Penelitian Sutardjo (2006) menyimpulkan kombinasi pupuk organik Biotriba dan NPK (15:15:15) dengan takaran yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda terhadap pertumbuhan bibit cengkeh. Aplikasi kombinasi dosis pupuk organik Biotriba dan top soil (1:3) + NPK 2,5 g/tanaman memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun, luas daun, bobot kering tanaman, bobot kering akar, dan panjang akar pada bibit cengkeh serta dapat mengefisiensikan penggunaan pupuk anorganik (NPK), dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Perlakuan pupuk organik Biotriba dan top soil (1:3) + NPK 2,5 g/tanaman terhadap tinggi tanaman umur 4 MST dan luas daun. 92

Persiapan lahan Persiapan lahan dilakukan dengan pembersihan lahan (land clearing) dari semak belukar dan pohon-pohonan. Untuk penanaman cengkeh, tanah tidak perlu diolah semuanya hanya perlu dibuat lubang tanam saja. Umumnya lubang tanam dibuat 3-6 bulan sebelum tanam.lubang tanam berukuran 0.8 x 0.8 x 0.8 m, diantara lubang tanam dibuat parit-parit untuk mencegah air tergenang. Penanaman tanaman cengkeh dapat diberi pohon pelindung seperti Flemingia sp. dan Moghania macrophyla. Tujuannya untuk mengurangi erosi. Tanaman pelindung ditanam 4-5 bulan sebelum tanam dan dipertahankan sampai cengkeh berumur 2-3 tahun. Untuk barisan tanaman pelindung yang berhadapan dengan tanaman cengkeh perlu dibuat parit. Penanaman Jarak tanam cengkeh adalah 8 m x 8 m agar cengkeh tahan hingga 20 tahun. Bibit yang disiapkan dimasukkan ke dalam lubang tanam dengan hati-hati, dan diusahakan agar tanah di dalam polibeg tidak pecah ketika dimasukkan ke dalam lubang tanam. Setelah penanaman, tanah sekitar media tanam dipadatkan agar bibit cengkeh tumbuh tegak. Pemeliharaan Cengkeh perlu dipelihara intensif hingga 4 tahun. Umur tersebut merupakan masa kritis bagi tanaman cengkeh. Pemeliharaan tanaman cengkeh meliputi penyulaman dan penyiraman, penyiangan, pemupukan serta penggemburan tanah. a. Penyulaman dan penyiraman Dilakukan hingga tanaman berumur 2 tahun. Jika ada yang mati, tanaman harus segera diganti dengan bibit baru yang baik. Penyiraman dilakukan pada sore hari tiap 2-3 hari sekali, terutama pada musim kemarau. b. Penyiangan Penyiangan dilakukan pada awal dan akhir musim hujan bersamaan dengan penggemburan tanah, terutama pada tanah yang padat dan berat. c. Pemupukan Umumnya digunakan pupuk kandang dengan dosis 30-60 kg/pohon/tahun, dengan cara membuat alur melingkar sejauh bentuk kanopi tanaman cengkeh. Selain itu, dilakukan juga pemupukan dengan pupuk NPK sebanyak 2 kali dalam setahun yaitu awal musim hujan dan awal musim kemarau. 93

d. Penggemburan tanah Dilakukan dengan pencangkulan dan pembalikkan tanah. Drainase dan pembalikan tanah diperlukan untuk mencegah pembusukan akar oleh mikroba terutama cendawan akar. Pembalikkan tanah juga berfungsi untuk mengganti dan memperbaiki siklus pemakaian unsur hara oleh tanaman. Pengendalian Hama Penyakit Hama utama yang menyerang cengkeh adalah pengisap daun cengkeh (Helopeltis sp.) dan rayap. Gejala serangan hama pengisap daun cengkeh berupa bintik-bintik coklat pada permukaan daun. Pengendalian dilakukan dengan menyemprotkan insektisida kontak atau mengolesi pangkal batang dengan insektisida sistemik serta memotong ujung-ujung ranting yang mati agar tumbuh tunas yang lebih baik. Serangan hama rayap terjadi pada tanaman muda yang baru ditanam. Pengendalian dilakukan dengan menyemprotkan racun anti rayap, atau afval tembakau dari pabrik rokok yang telah dicampur cengkeh. Penyakit utama yang menyerang cengkeh adalah cacar daun, busuk akar dan mati bujang/gadis. Penyakit cacar disebabkan cendawan Phylosticta sp. dengan gejala bercakbercak menggelembung seperti cacar. Bercak tampak jelas pada daun yang masih muda. Pada daun tua bercak terlihat transparan. Serangan berat menyebabkan daun mengeriting dan berkerut. Penyakit ini menyerang tangkai daun, bunga dan buah. Pengendalian penyakit cacar dilakukan dengan penyemprotan fungisida berbahan aktif Maneb dan penambahan dosis pemupukan untuk memulihkan kondisi tanaman sakit. Penyakit busuk akar diindikasikan dengan gejala pohon tidak sehat, daun jarang dan ranting kering. Penyakit ini dikendalikan dengan pembuatan drainase yang dalam atau digali tanah sekeliling tanaman. Penyakit mati bujang/gadis disebabkan oleh bakteri Xlb (Xylem limited bacterium). Gejala yang ditimbulkan adalah ranting-ranting tanaman gundul dan mengering, mulai dari ujung mahkota sampai ke pangkal pohon. Waktu yang diperlukan sejak gejala awal sampai kematian 3-5 tahun, tergantung kondisi tanaman. Matinya ranting oleh penyakit ini karena tersumbatnya pembuluh xylem pada akar sehingga unsur hara yang diserap tidak dapat didistribusikan ke bagian tajuk tanaman. Cara pengendalian yaitu dengan drainase yang baik, penggemburan dan perawatan tanaman yang memadai, serta pada tanaman terserang tidak diberikan pupuk buatan untuk sementara tetapi diganti dengan pupuk organik. 94

Panen Pemanenan bunga cengkeh harus dilakukan pada saat yang tepat yaitu saat bunga berwarna pucat (hijau kekuningan), bunga masih kuncup, kepala bunga bundar dan mengkilap. Pemetikan dilakukan saat bunga telah berumur 6 bulan sejak keluar dari bakal bunga. Pemetikan yang terlalu cepat mengakibatkan rendemen rendah dan kadar minyak sedikit, sedangkan pemetikan yang terlambat, bunga telah mekar atau membengkak mempunyai rasa, aroma dan kualitas menurun. Masaknya bunga dalam satu pohon tidak sama sehingga pemanenan perlu dilakukan 3-4 kali dalam rentang waktu 10-14 hari. Satu bulan sebelum penanaman dilakukan pemanenan, sebaiknya tanaman diberi pupuk Urea. Pasca panen Bunga cengkeh yang telah dipanen sebaiknya langsung diolah agar kesegaran tetap terjaga. Bunga cengkeh yang telah dipetik dipisahkan dari gagangnya. Jika persentase gagang melebihi 5%, cengkeh masuk kualitas II. Bunga jangan tercampur gagang karena harga gagang sangat rendah yaitu 1/8-1/10 harga bunga cengkeh. Pemisahan bunga dan gagang cengkeh dilakukan dengan pemeraman 1 malam dengan menggunakan karung, agar bunga cengkeh tampak berwarna coklat. Bunga cengkeh yang diperam memiliki warna lebih hitam dibandingkan yang tanpa diperam. Setelah diperam, bunga cengkeh dijemur selama 5-7 hari hingga kadar air 12% (Suwarto dan Octavianty, 2010). Kadar eugenol pada daun cengkeh ditentukan oleh posisi daun pada ranting. Berdasarkan hasil penelitian Irawan (2006) diperoleh kesimpulan bahwa semakin ke pangkal kedudukan daun pada ranting akan menghasilkan rendemen, kadar eugenol dan indeks bias yang semakin tinggi, begitu juga dengan kelarutan dalam alkohol dan warna minyak yang dihasilkan akan semakin bagus. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedudukan daun yang paling bagus adalah kedudukan daun pada pangkal ranting. 95

4. Pala (Myristica fragrans Houtt) Klasifikasi tanaman Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Sub division : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Magnoliales Famili : Myristicaceae Genus : Myristica Spesies : Myristica fragrans Houtt., Myristica argentea Ware, Myristica fattua Houtt, Myristica specioga Ware, Myristica sucedona BL, Myristica malabarica Lam. Nama daerah : Jawa : pala (Sunda, Jawa), pala bibinek (Madura) ; Maluku : pahala (Ambon), gosora (Ternate, Halmahera, Tidore), palang (Sangir), kuhipun (Buru) ; Nusa Tenggara : kapala (Bima), bubula (Roti), pal (Timor) ; Sumatera : pala (Melayu), falo (Nias), pala (Aceh), palo (Minangkabau) ; Sulawesi : pala (Makasar), pala (Bugis), parang (Minahasa), nutmeg (Inggris) A. Deskripsi Tanaman pala berbentuk pohon, tinggi lebih kurang 10 meter, batang tegak, berkayu, warna putih kotor, daun tunggal, bentuk lonjong, ujung dan pangkal runcing, warna hijau mengkilat. Perbungaan bentuk malai, keluar dari ketiak daun. Bunga jantan berbentuk bola, warna kuning. Biji kecil, bulat telur, selubung biji merah, biji berwarna hitam kecokelatan. Daging buah pala di Sulawesi Utara dibuang sebagai limbah setelah diambil biji dan fulinya. Daging buah pala diharapkan dapat menarik pasaran di dalam dan luar negeri, melalui peningkatan mutu teknologi pengolahan pangan melalui peningkatan mutu teknologi pengolahan pangan sehingga dapat meningkatkan nilai tambah (Suhirman et. al, 2006). 96

Asal Usul Tanaman pala (Myristica fragrans Houtt) merupakan tanaman asli Indonesia, berasal dari Banda, Kepulauan Maluku, dan Irian Jaya. Kemasyhuran pala sebagai tanaman rempah sudah dikenal sejak abad ke 16. Dalam perdagangan internasional, pala Indonesia dikenal dengan nama Banda nutmeg. Hingga saat ini Indonesia merupakan produsen pala terbesar di dunia karena sekitar 74% dari kebutuhan pala dunia dipasok dari Indonesia. Namun demikian, penghasil pala dengan mutu unggul di dunia berasal dari Grenada. (Puslitbangtri, 1990). Daging buah pala merupakan bagian terbesar dari buah pala segar (83,30%), namun baru sebagian kecil saja yang dimanfaatkan. B. Syarat tumbuh Tanaman pala memerlukan iklim tropis yang panas dengan curah hujan yang tinggi tanpa adanya periode kering yang nyata. Rata-rata curah hujan di daerah asalnya (Banda) sekitar 2.656 mm/th dengan jumlah hari hujan 167 hari merata sepanjang tahun. Meskipun terdapat bulan-bulan kering, tetapi selama bulan kering tersebut masih terdapat 10 hari hujan dengan sekurang-kurangnya ± 100 mm/th, ketinggian 0-700 m di atas permukaan laut. Suhu berkisar antara 18 C-34 C, suhu yang terbaik untuk pertumbuhan tanaman pala antara 25 C-30 C. Tanaman pala sangat peka terhadap angin kencang. Oleh karena itu penanaman pala membutuhkan tanaman pelindung atau penahan angin. Angin yang bertiup terlalu kencang, bukan saja menyebabkan penyerbukan bunga terganggu, tetapi juga menyebabkan buah, bunga dan pucuk tanaman akan berguguran. Akan tetapi tanaman pelindung yang terlalu rapat dapat menghambat pertumbuhan pala, dan menjadi saingan dalam mendapatkan unsur hara. Tanaman pala menghendaki naungan yang rendah sekitar 25-30%. Pohon pelindung yang banyak ditanam di Maluku, Maluku Utara dan Sulawesi Utara adalah kenari dan kelapa sedangkan di Papua umumnya bercampur dengan berbagai pohon hutan (Direktorat Tanaman Rempah dan Penyegar, 2011). Tanaman pala memerlukan tanah subur dan gembur, terutama tanah-tanah vulkanis, miring atau memiliki pembuangan air atau drainase yang baik. Tanaman pala akan tumbuh baik pada tanah berstruktur pasir bercampur lempung (loam). Makin rendah kandungan liat semakin baik untuk pertumbuhan tanaman pala. Keadaan ph tanah dengan kemasaman sedang sampai netral (ph 5,5-7,0) sangat cocok untuk pertumbuhan tanaman pala, karena 97

kimia maupun biologi tanah berada pada titik optimum. Kesesuaian lahan untuk tanaman pala sebagaimana hasil studi lingkungan dapat dilihat pada Tabel 18. C. Budidaya Tanaman pala dapat diperbanyak secara generatif dan vegetatif. Perbanyakan biji secara generatif dimulai dari pemilihan dan pengecambahan biji. Biji dapat berupa biji sapuan yang belum jelas asal usul induknya, tetapi dapat juga berupa biji terpilih, terdiri atas biji legitiem (biji yang jelas pohon induknya/asal putik diketahui), biji illegitiem, yaitu biji yang berasal dari tumpang sari tidak diketahui, tetapi asal putiknya jelas diketahui, serta biji propellegitiem, yaitu biji yang terjadi hasil persilangan dalam satu kebun yang terdiri dua klon atau lebih. Tabel 18. Kesesuaian iklim dan tanah tanaman pala Variabel Kriteria lokasi Amat sesuai Sesuai Sangat sesuai Ketinggian (m dpl) 0-700 700-900 900 Curah hujan (mm/th) 2000-3500 1500-2000 1500-4500 Hari hujan (hari/th) 100-160 80-100 atau 80 atau 180 160-180 Temperatur ( o C) 25-28 20-25 25 atau 31 Kelembaban nisbi (%) 60-80 55-60 55 atau 85 Drainase Baik Agak baik s/d baik Agak baik Tekstur tanah Berpasir Liat (lempung) Liat berpasir ph netral Agak masam/ netral Sumber : Direktorat Tanaman Rempah dan Penyegar (2011) Biji-biji yang akan digunakan sebagai benih harus berasal dari buah pala yang benarbenar masak. Sifat pohon yang biji palanya digunakan sebagai benih yaitu pohon dewasa yang tumbuhnya sehat, mampu berproduksi tinggi dan kualitasnya baik. Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Perkebunan Nomor: KB.010/42/SK/ DJ. BUN/9/1984, telah ditetapkan dan dipilih pohon induk yang dapat dipergunakan sebagai sumber benih yang tersebar di 4 provinsi, yaitu Sumatera Barat, Jawa Barat, Sulawesi Utara dan Maluku. Biji-biji dari pohon induk terpilih yang akan digunakan sebagai benih harus diseleksi, yaitu dipilih biji-biji yang ukurannya besar dengan bobot minimum 50 gram/biji, berbentuk agak bulat dan simetris, kulit biji berwarna coklat kehitam-hitaman dan mengkilat, tidak terserang oleh hama dan penyakit. Buah pala yang 98

dipetik dari pohon dan akan dijadikan benih harus segera diambil bijinya, paling lambat dalam waktu 24 jam biji-biji tersebut harus sudah disemaikan. Hal ini disebabkan oleh sifat biji pala yang daya berkecambahnya dapat cepat menurun. Penyemaian Tanah tempat penyemaian harus dekat sumber air agar mempermudah penyiraman. Tanah persemaian subur dan gembur, arah bedengan Utara-Selatan. Pengolahan tanah dilakukan dengan mencangkul dengan kedalaman olahan sekitar 20 cm, kemudian dibuat bedengan dengan ukuran lebar 1,5 cm dan panjang 5-10 cm, tergantung biji pala yang akan disemaikan. Tanah yang sudah diolah dicampur dengan pupuk kandang supaya gembur. Selokan kecil dibuat sekeliling bedengan untuk saluran drainase. Bedengan diberi peneduh dari anyaman daun kelapa/jerami agar pesemaian hanya terkena sinar matahari pada pagi sampai menjelang siang hari dan pada siang hari yang panas terik itu persemaian itu terlindungi oleh peneduh. Sebelum biji disemaikan, tanah bedengan disiram air sedikit demi sedikit sehingga kebasahannya merata dan tidak sampai terjadi genangan air pada bedengan. Persemaian biji pala dilakukan dengan membenamkan biji 1 cm di bawah permukaan tanah bedengan. Jarak persemaian adalah 15 cm x 15 cm. Posisi dalam membenamkan biji/benih harus rapat, yakni garis putih pada kulit biji terletak di bawah. Pemeliharaan pesemaian terutama adalah menjaga tanah bedengan tetap dalam keadaan basah (disiram dengan air) dan menjaga agar tanah bedengan tetap bersih dari gulma). Setelah biji berkecambah yaitu sudah tumbuh bakal batangnya. Maka bibit pada pesemaian tersebut dapat dipindahkan ke kantong polibeg yang berisi media tumbuh berupa tanah gembur yang subur dicampur dengan pupuk kandang. Polibeg tersebut diletakkan pada tempat teduh dan diberi atap pelindung anyaman daun kelapa/jerami. Bagian bawah polibeg harus diberi lubang agar air siraman tidak tergenang. Pemupukan tanaman berupa pupuk TSP dan Urea 1 gram tiap pemupukan. Pupuk ditaruh di atas permukaan media tumbuh kemudian langsung disiram. Pemupukan dilakukan 2 kali dalam setahun, yakni pada awal musim hujan dan pada akhir musim hujan. Setelah bibit tanaman mempunyai 3 5 batang cabang, maka bibit ini dapat dipindahkan/ditanam di lapangan. 99

Perbanyakan Cara Cangkok Perbanyakan tanaman pala dengan cara mencangkok bertujuan untuk mendapatkan tanaman yang mempunyai sifat asli induknya (pohon yang dicangkok). Hal yang diperhatikan dalam memilih batang/cabangyang akan dicangkok adalah dari pohon yang tumbuhnya sehat dan mampu memproduksi buah cukup banyak, pohon yang sudah berumur 12 15 tahun. Batang/cabang yang sudah berkayu, tetapi tidak terlalu tua/terlalu muda. Cara mencangkok (marcotern) : Batang/cabang dikelupas kulitnya dengan pisau tajam secara melingkar sepanjang 3 4 cm. Posisi cangkokan sekitar 25 cm dari pangkal batang/cabang. Lendir/kambium yang melapisi kayu dihilangkan dengan cara disisrik kambiumnya, batang yang akan dicangkok tersebut dibiarkan selama beberapa jam sampai kayunya yang tampak itu kering benar. Ambillah tanah yang gembur dan sudah dicampuri dengan pupuk kandang dalam keadaan basah dan menggumpal. Kemudian tanah tersebut ditempelkan/dibalutkan pada bagian batang yang telah dikuliti berbentuk gundukan tanah. Gundukan tanah tersebut kemudian dibalut dengan sabut kelapa/plastik. Agar tanah dapat melekat erat pada batang yang sudah dikuliti, maka sabut kelapa/plastik pembalut itu diikat dengan tali secara kuat pada bagian bawa, bagian tengah dan bagian atas. Bila penggunakan pembalut dari plastik, maka bagian atas dan bagian bawah harus diberi lubang kecil untuk memasukkan air siraman (lubang bagian atas) dan sebagai saluran drainase (lubang bagian bawah). Bila pencangkokkan ini berhasil dengan baik, maka setelah 2 bulan akan tumbuh perakarannya. Jika perakaran cangkokkan itu sudah siap untuk dipotong dan dipindahkan keranjang atau ditanam langsung di lapangan. Perbanyakan Cara Peyambungan (Enten dan Okulasi) Sistem penyambungan ini adalah menempatkan bagian tanaman yang dipilih pada bagian tanaman lain sebagai induknya sehingga membentuk satu tanaman bersama. Sistem penyambungan ini ada dua cara, yakni : Penyambungan Pucuk (entern, grafting) a. Penyambungan pucuk ini ada tiga macam yaitu : 1. Enten celah (batang atas dan batang bawah sama besar) 2. Enten pangkas atau kopulasi 3. Enten sisi (segi tiga) 100

b. Penyambungan mata (okulasi) Penyambungan mata ada tiga macam yaitu : 1. Okulasi biasa (segi empat) 2. Okulasi T 3. Forkert Setelah 3-4 bulan sejak penyambungan dengan sistem enten atau okulasi itu dilakukan dan jika telah menunjukkan adanya pertumbuhan batang atas (pada penyambungan enten) dan mata tunas (pada penyambungan okulasi), tanaman sudah dapat ditanam di lapangan. Perbanyakan Cara Penyusuan (Inarching Atau Approach Grafting) Dalam sistem penyusuan ini, ukuran batang bawah dan batang atas harus sama besar (kurang lebih besar jari tangan orang dewasa). Cara melakukannya sebagai berikut: a. Pilihlah calon bawah dan batang atas yang mempunyai ukuran sama. b. Lakukanlah penyayatan pada batang atas dan batang bawah dengan bentuk dan ukuran sampai terkena bagian dari kayu. c. Tempelkan batang bawah tersebut pada batang atas tepat pada bekas sayatan tadi dan ikatlah pada batang atas tepat pada bekas sayatan dan ikat dengan kuat tali rafia. Setelah beberapa waktu, kedua batang tersebut akan tumbuh bersama-sama seolaholah batang bawah menyusu pada batang atas sebagai induknya. Dalam waktu 4 6 minggu, penyusuan ini sudah dapat dilihat hasilnya. Jika batang atas daun-daunnya tidak layu, maka penyusuan itu dapat dipastikan berhasil. Setelah 4 bulan, batang bagian bawah dan bagian atas sudah tidak diperlukan lagi dan boleh dipotong serta dibiarkan tumbuh secara sempurna. Jika telah tumbuh sempurna, maka bibit dari hasil penyusuan tersebut sudah dapat ditanam di lapangan. Perbanyakan Cara Stek Tanaman pala dapat diperbanyak dengan stek tua dan muda yang dengan 0,5% larutan hormaon IBA. Penyetekan menggunakan hormon IBA 0,5%, biasanya pada umur 4 bulan setelah dilakukan penyetekan sudah keluar akar-akarnya. Kemudian tiga bulan berikutnya sudah tumbuh perakaran yang cukup banyak. Percobaan lain adalah dengan menggunakan IBA 0,6% dalam bentuk kapur. Penyetekan dengan menggunakan IBA 0,6%, biasanya setelah 8 minggu sudah terbentuk kalus di bagian bawah stek. Kemudian jika diperlukan untuk kedua kalinya dengan larutan IBA 0,5%, maka setelah 9 bulan kemudian sudah tampak perakaran. 101

Pengolahan Media Tanam Kebun untuk tanaman pala perlu disiapkan sebaik-baiknya, di atas lahan masih terdapat semak belukar harus dihilangkan. Kemudian tanah diolah agar menjadi gembur sehingga aerasi (peredaran udara dalam tanah) berjalan dengan baik. Pengolahan tanah sebaiknya dilakukan pada musim kemarau supaya proses penggemburan tanah itu dapat lebih efektif. Pengolahan tanah pada kondisi lahan yang miring harus dilakukan menurut arah melintang lereng. Pengolahan tanah dengan cara ini akan membentuk alur yang dapat mencegah aliran permukaan tanah/menghindari erosi. Pada tanah yang kemiringan 20% perlu dibuat teras-teras dengan ukuran lebar sekitar 2 m, dapat pula dibuat teras tersusun dengan penanaman sistem kountur, yaitu dapat membentuk teras guludan, teras kredit/teras bangku. Teknik Penanaman Penanaman bibit dilakukan pada awal musim hujan. Hal ini untuk mencegah agar bibit tanaman tidak mati karena kekeringan, bibit tanaman yang berasal dari biji dan sudah mempunyai 3 5 batang cabang biasanya sudah mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan sehingga pertumbuhannya dapat baik. Penanaman yang berasal dari biji dilakukan dengan cara sebagai berikut: polibeg (kantong pelastik) di lepaskan terlebih dahulu, bibit dimasukkan kedalam lubang tanam dan permukaan tanah pada lubang tanam tersebut dibuat sedikit dibawah permukaan lahan kebun. Setelah bibit-bibit tersebut ditanam, kemudian lubang tanam tersebut disiram dengan air supaya media tumbuh dalam lubang menjadi basah. Bila bibit pala yang berasal dari cangkok, maka sebelum ditanam daun-daunnya harus dikurangi terlebih dahulu untuk mencegah penguapan yang cepat. Lubang tanam untuk bibit pala yang berasal dari cangkang perlu dibuat lebih dalam. Hal ini dimaksudkan agar setelah dewasa tanaman tersebut tidak roboh karena system perakaran dari bibit cangkokan tidak memiliki akar tunggang. Setelah bibit di tanam, lubang tanam harus segera disiram supaya media tumbuhan menjadi basah. Penanaman bibit pala yang berasal dari enten dan okulasi dapat dilakukan seperti menanam bibit-bibit pala yang berasal dari biji. Lubang tanaman perlu dipersiapkan satu bulan sebelum bibit ditanam. Hal ini bertujuan agar tanah dalam lubangan menjadi dayung (tidak asam), terutama jika pembuatannya pada musim hujan, lubang tanam dibuat dengan ukuran 60 x 60 x 60 cm untuk jenis tanah ringan dan ukuran 80 x 80 x 80 cm untuk jenis tanah liat. 102

Dalam menggali lubang tanam, lapisan tanah bagian atas harus dipisahkan dengan lapisan tanah bagian bawah, sebab kedua lapisan tanah ini mengandung unsur yang berbeda. Setelah beberapa waktu, tanah galian bagian bawah di masukkan lebih dahulu, kemudian menyusul tanah galian bagian atas yang telah dicampur dengan pupuk kandang secukupnya. Jarak tanam yang baik untuk tanaman pala adalah: pada lahan datar adalah 9x10 m. Sedangkan pada lahan bergelombang adalah 9x9 m. Pemeliharaan Tanaman Untuk mencegah kerusakan atau bahkan kematian tanaman, maka perlu di usahakan tanaman pelindung yang pertumbuhannya cepat, misalnya tanaman jenis Glirisidia atau jauh sebelumnya bibit pala di tanam, lahan terlebih dahulu ditanami jenis tanaman buahbuahan/tanaman kelapa. Penyulaman Harus dilakukan jika bibit tanaman pala itu mati/pertumbuhannya kurang baik. Pemupukan Pada akhir musim hujan, setelah pemupukan sebaiknya segera dilakukan penyiraman agar pupuk dapat segera larut dan diserap akar. Pada waktu tanaman masih muda, pemupukan dapat dilakukan dengan pupuk organik (pupuk kandang) dan pupuk anorganik (pupuk kimia) yaitu berupa TSP, Urea dan KCl. Jika tanaman sudah dewasa/sudah tua, pemupukan yang dan lebih efektif adalah pupuk anorganik. Pemupukan dilakukan dua kali dalam setahun, yaitu pada awal musim hujan dan pada akhir musim hujan. Sebelum pemupukan dilakukan, hendaknya dibuat parit sedalam 10 cm dan lebar 20 cm secara melingkar di sekitar batang pokok tanaman selebar kanopi (tajuk pohon), kemudian pupuk TSP, Urea dan KCl ditabur dalam parit tersebut secara merata dan segera ditimbun tanah dengan rapat. Jika pemupukan di lakukan pada awal musim hujan, setelah dilakuakan pada akhir musim hujan, maka untuk membantu pelarutan pupuk dapat dilakukan penyiraman, tetapi jika kondisinya masih banyak turun hujan tidak perlu dilakukan penyiraman. 103

Hama dan penyakit Hama 1. Penggerek batang (Batocera sp) Tanaman pala yang terserang oleh hama ini dalam waktu tertentu dapat mengalami kematian. Gejala: terdapat lubang gerekan pada batang diameter 0,5 1 cm, di mana didapat serbuk kayu. Pengendalian : menutup lubang gerekan dengan kayu/membuat lekukan pada lubang gerekan dan membunuh hamanya, memasukkan/menginjeksikan (menginfuskan) racun serangga seperti Dimicron 199 EC dan Tamaran 50 EC sistemik ke dalam batang pohon pala menggunakan alat bor, dosis yang dimasukkan sebanyak 15 20 cc dan lubang tersebut segera ditutup kembali. 2. Anai-Anai / Raya Hama anai-anai mulai menyerang dari akar tanaman, masuk ke pangkal batang dan akhirnya sampai ke dalam batang. Gejala: terjadinya bercak hitam pada permukaan batang, jika bercak hitam itu dikupas, maka sarang dan saluran yang dibuat oleh anai-anai (rayap) akan kelihatan. Pengendalian: menyemprotkan larutan insektisida pada tanah di sekitar batang tanaman yang diserang, insektisida disemprotkan pada bercak hitam supaya dapat merembes ke dalam sarang dan saluransaluran yang dibuat oleh anai-anai tersebut. 3. Kumbang Aeroceum fariculatus Hama kumbang berukuran kecil dan sering menyerang biji pala. Imagonya menggerek biji dan meletakkan telur di dalamnya. Di dalam biji tersebut, telur akan menetas dan menjadi larva yang dapat menggerek biji pala secara keseluruhan. Pengendalian: mengeringkan secepatnya biji pala setelah diambil dari buahnya. Penyakit 1. Kanker batang Gejala: terjadinya pembengkakan batang, cabang atau ranting tanaman yang diserang. Pengendalian: membersihkan kebun dari semak belukar, memangkas bagian yang terserang dan dibakar. 2. Belah putih Penyebab: cendawan Coreneum sp. yang dapat menyebabkan buah terbelah dan gugur sebelum tua. Gejala: terdapat bercak-bercak kecil berwarna ungu kecoklat-coklatan pada bagian kuliat buah. Bercak-bercak tersebut membesar dan berwarna hitam. Pengendalian: membuat saluran pembuangan air (drainase) yang baik ; pengasapan dengan belerang di bawah pohon dengan dosis 100 gram/tanaman. 104

3. Rumah Laba-Laba Menyerang cabang, ranting dan daun. Gejala: daun mengering dan kemudian diikuti mengeringnya ranting dan cabang. Pengendalian: memangkas cabang, ranting dan daun yang terserang, kemudian dibakar. 4. Busuk buah kering Penyebab: jamur Stignina myristicae. Gejala: berupa bercak berwarna coklat, bentuk bulat dan cekung dengan ukuran bercak bervariasi, yakni dari yang berukuran sangat kecil sampai sekitar 3 cm; pada kulit buah tampak gugusan gugusan jamur berwarna hijau kehitam-hitaman dan akhirnya bercak-bercak tersebut terjadi kering dan keras. Pengendalian: mengurangi kondisi kelembaban di sekitar pohon pala, misalnya dengan mengurang kerimbunan pohon-pohon lain di sekitar pala dengan memangkas sebagian cabang-cabangnya yang berdaun rimbun, kemudian tanah di sekitar pohon dibersihkan, tidak terdapat gulma atau tanaman-tanaman perdu lainnya, pemetikan buah pala dan daun yang terserang penyakit ini dan dipendam dalam tanah, penyeprotan fungisida secara yang rutin, yakni 2 4 minggu sekali, baik pada saat ada serangan maupun tidak ada serangan dari penyakit ini, fungsida yang dapat digunakan adalah yang mengandung bahan aktif mancozeb, karbendazim dan benomi. 4. Busuk buah basah Penyebab: jamur Collectotrichum gloeosporiodes, yang menyerang/menginfeksi buah yang luka. Gejala: buah pala tampak busuk warna coklat yang sifatnya lunak dan basah; gejala ini timbul pada sekitar tangkai buah yang melekat pada buah sehingga buah mudah gugur. Pengendalian: dengan busuk buah kering. 5. Gugur buah muda Gejala: adanya buah muda yang gugur. Penyebab: penyakit ini belum diketahui dengan jelas. Pengendalian: dengan mengkombinasikan antara pemupukan dan pemberian fungisida. Panen Umumnya pohon pala mulai berbuah pada umur 7 tahun dan pada umur 10 tahun telah berproduksi secara menguntungkan. Produksi pada akan terus meningkat dan pada umur 25 tahun mencapai produksi tertinggi. Pohon pala terus berproduksi sampai umur 60 70 tahun. Buah pala dapat dipetik (dipanen) setelah cukup masak (tua), yakni yaitu sekitar 6 7 bulan sejak mulai bunga dengan tanda-tanda buah pala yang sudah masak adalah jika sebagian dari buah tersebut tersebut murai merekah (membelah) melalui alur 105

belahnya dan terlihat bijinya yang diselaputi fuli warna merah. Jika buah yang sudah mulai merekah dibiarkan tetap dipohon selama 2-3 hari,maka pembelahan buah menjadi sempurna (buah berbelah dua) dan bijinya akan jatuh di tanah. Waktu panen pala setiap tahun di Banda ada 3 macam yaitu panen raya/besar (pertengahan musim hujan); panen lebih sedikit (awal musim hujan) dan panen kecil (akhir musim hujan). Panen buah pala pada permulaan musim hujan menghasilkan pala berkulaitas tinggi dan bunga pala (fuli) yang paling tebal. Cara pemetikan buah pala dapat dilakukan dengan galah bambu yang ujungnya diberi keranjang. Di samping itu, panen pala dapat juga dilakukan dengan memanjat, memilih serta memetik buah-buah pala yang telah benar-benar masak.. Pasca panen Pemisahan Bagian Buah Buah pala masak dikumpulkan, dibelah dan antara daging buah, fuli dan bijinya dipisahkan. Setiap bagian buah pala tersebut ditaruh pada wadah bersih dan kering. Bijibiji yang terkumpul perlu disortir dan dipilah-pilahkan menjadi 3 macam yaitu biji gemuk dan utuh, biji kurus atau keriput dan biji cacat. Pengeringan Biji Biji pala yang diperoleh dari proses pemisahan bagian buah segera dijemur untuk menghindari serangan hama dan penyakit. Biji dijemur di bawah terik matahari pada lantai jemur. Pengeringan terlalu cepat dengan panas lebih tinggi akan mengakibatkan biji pala pecah. Biji pala yang telah kering ditandai dengan terlepas bagian kulit biji (cangkang) dan kadar airnya sebesar 8 10 %. Biji-biji pala yang sudah kering, kemudian dipukul dengan kayu supaya kulit bijinya pecah dan terpisah dengan isi biji kemudian disortir berdasarkan ukuran besar kecil isi biji yaitu besar (120 butir isi biji/kg), sedang (150 butir isi biji/kg) dan kecil (200 butir isi biji/kg). Isi biji yang sudah kering, kemudian dilakukan pengapuran. Pengapuran biji pala yang banyak dilakukan adalah pengapuran secara basah, yaitu kapur yang sudah disaring sampai lembut dibuat larutan kapur dalam bak besar/bejana (seperti yang digunakan untuk mengapur atau melabur dinding/tembok) dan isi biji pala ditaruh dalam keranjang kecil dan dicelupkan dalam larutan kapur sampai 2 3 kali dengan digoyang-goyangkan demikian rupa sehingga air kapur menyentuh semua isi biji. Selanjutnya isi biji itu diletakkan menjadi tumpukan dalam gudang untuk diangin-anginkan sampai kering. Setelah proses 106

pengapuran perlu diadakan pemeriksaaan terakhir untuk mencegah kemungkinan biji-biji pala tersebut cacat, misalnya pecah yang sebelumnya tidak diketahui. Pengawetan biji pala juga dapat dilakukan dengan teknologi baru, yakni dengan fumigasi dengan menggunakan zat metil bromida atau karbon bisulfida. Pengeringan Bunga Pala (Fuli) Fuli dijemur pada panas matahari secara perlahan-lahan selama beberapa jam, kemudian diangin-anginkan. Hal ini dilakukan berulang-ulang sampai fuli itu kering. Warna fuli yang semula merah cerah, setelah dikeringkan menjadi merah tua dan akhirnya menjadi jingga. Dengan pengeringan seperti ini dapat menghasilkan fuli yang kenyal (tidak rapuh) dan berkualitas tinggi sehingga nilai ekonomisnya pun tinggi pula. Pemecahan Tempurung Biji Pemecahan tempurung biji pala dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu: a. Dengan tenaga manusia : cara memecah tempurung dari biji pala dilakukan dengan cara memukulnya dengan kayu sampai tempurung tersebut pecah. Cara memecah tempurung biji pala memerlukan keterampilan khusus, sebab kalau tidak isi biji akan banyak yang rusak (pecah) sehingga kulitasnya turun. b. Dengan mesin : Cara ini banyak digunakan petani pala. Secara sederhana mekanisme kerja dan alat ini sama dengan yang dilakukan oleh manusia, yakni bagian tertentu dari mesin menghancurkan kulit buah pala sehingga yang tinggal adalah isi bijinya. Keuntungan dari penggunaan mesin adalah tenaga, waktu dan biaya operasionalnya dapat ditekan. Disamping itu kerusakan mekanis dari isi biji juga lebih kecil. 5. Vanili (Vanilla flanifolia) Klasifikasi Kingdom Divisio Sub divisio Klas Ordo Famili Genus Species : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledoneae : Orchidales : Orchidaceae : Vanilla : Vanilla spp. 107

A. Deskripsi Tanaman vanili dikelompokkan ke dalam familia Orchidacae merupakan kelompok besar bunga-bungaan tropis yang mampu hidup ephipit, sapropit dan biasanya tumbuh menjalar (Purseglove et al, 1981). Familia vanili diperkirakan terdiri dari 20000 species, namun demikian genus vanilla diketahui mempunyai nilai ekonomis penting. Dewasa ini diketahui ada 3 species tanaman vanili yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, yaitu Vanilla planifolia, Andrews (Vanilla fragsen), Vanilla tahetensis, J. W Moore dan Vanilla pompano, Schiede. Species yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia adalah Vanilla planifolia Andrews (Rismunandar, 2002). 1. Vanilla planifolia Andrews Produksi tinggi sehingga tergolong tanaman vanili unggul Kadar vanilin tinggi. Nama lain Vanilla fragrans Salisba Mens. Rentan penyakit busuk batang Paling banyak dijumpai di Indonesia Berasal dari Meksiko 2. Vanilla pompano Schiede Kadar vanilin lebih rendah Produksi rendah Tahan penyakit busuk batang Nama lain : vanili hutan, panilen Berasal dari Meksiko 3. Vanilla tahitensis J.W. Moore Aroma tinggi Tahan penyakit busuk batang Kekurangan : dalam pembuatan es krim tidak dapat membeku sempurna Tidak ditemukan di Indonesia, tetapi mulai masuk lewat kawasan timur (Papua) Terdapat di Tahiti Vanili tergolong tanaman tahunan, merambat, semi-epifit, tidak berakar tunggang, akar keluar dari tiap buku. Akar dalam tanah bercabang-cabang, berbulu halus dan tersebar sekitar permukaan tanah. Fungsi akar dalam tanah yaitu menyerap unsur hara dan air. Pada buku tanaman terdapat dua buah akar yaitu akar lekat yang berfungsi 108

sebagai alat pelekat pada pohon pelindung/ pohon panjatan, dan akar gantung yang merupakan akar yang menggantung, jika mencapai tanah maka dapat membantu menyerap unsur hara dari dalam tanah. Batang vanili berbuku-buku, berbentuk silndris dengan permukaan licin, berdiameter 1-2 cm. Batang masih muda berwarna hijau muda sedangkan batang sudah tua berwarna hijau tua. Batang berstomata dapat berfotosintesis. Panjang ruas batang vanili 5-15 cm sedangkan Panjang batang jika dibiarkan 50 cm. Batang bergetah/lendir yang bening, jika terkena kulit gatal. Batang tidak bercabang karena vanili tumbuh lurus. Percabangan terjadi jika pucuk batang dipotong, dilengkungkan ke bawah/ke atas maupun terluka. Tanaman umur 2-2,5 tahun dan dipotong/patah pada pucuknya akan mengeluarkan calon bunga (sulur produksi). Daun tumbuh dari setiap buku tumbuh daun secara berselang-seling. Bentuk daun seperti jorong memanjang lancet, dengan panjang daun 8-25 cm, lebar 2-8 cm & tebal 0,05-0,15 cm. Ujung daun runcing, pangkal daun membulat, tepi daun rata. Permukaan daun licin, hijau mengkilat dan tangkai daun tebal, pendek, beralur menghadap ke atas. Warna daun menjadi indikator kesehatan tanaman vanili. Daun kusam, tidak mengkilat, agak layu, kekuningan merupakan indikasi tanaman sakit. Bunga vanili merupakan bunga biseksual (hermaprodit), bunga keluar dari ketiak daun dalam bentuk rangkaian bunga panjangnya 5-8 cm. Jumlah bunga/tandan bisa mencapai 30 cm dengan warna bunga hijau kekuningan, ada yang beraroma dan tidak. Diameter bunga 10 cm, tangkai sangat pendek. Bunga vanili tidak bisa menyerbuk sendiri karena kepala putik seluruhnya tertutup lidah bunga. Penyerbukan dibantu manusia atau serangga genus Melipona. Lidah bunga (lamella) terdiri atas lidah bunga luar (lamella superior) dan lidah bunga dalam (lamella interior/cup). Bunga mekar hanya dalam 1 hari, bunga memiliki 1-2 stamen, 1 anther dengan 2 stigma fertil dan polen seperti tepung berlilin dan mengumpul. Vanili berbunga setahun sekali, bunga muncul jika mengalami rangsangan (pemotongan pucuk dan cekaman lingkungan (kemarau panjang). Buah berbentuk kapsul (polong), bersudut tiga, bertangkai pendek dengan panjang buah 10-25 cm, diameter 5-15 mm, dan permukaan licin. Buah vanili kering beraroma karena mengandung vanilin. Buah matang 8-9 bulan setelah penyerbukan. Buah matang berisi biji yang sangat kecil (diameter 0,3 mm) sehingga dalam satu polong akan terdapat ribuan biji. Biji tidak memiliki lembaga, tetapi memiliki protocorm (berupa jaringan, tetapi dapat tumbuh bila ditanam pada media cocok). 109

Asal Usul Vanili merupakan tanaman perkebunan andalan Indonesia, karena berperan dalam penerimaan devisa negara, penyerapan tenaga kerja dan peningkatan pendapatan petani. Vanili pertama kali ditemukan oleh bangsa Aztec (di hutan Meksiko) pada tahun 1530. Buah vanili kering umumnya digunakan bangsa Meksiko untuk penyegar minuman coklat. Vanili mulai masuk ke Eropa pada tahun 1721, kemudian tahun 1819 vanili dibawa Belanda ke Indonesia oleh Morchal dari Kebun Botani Antwerpen (ditanam di Kebun Raya Bogor), vanili tersebut berasal dari Meksiko. Tahun 1864 vanili ditanam di Temanggung (Jawa Tengah), kemudian menyebar ke Kaligesing (Purworejo), Samigaluh, Kulonprogo, Grabag (Magelang), Wonosobo, Ampelgading (Malang), Bali, Lampung dan Minahasa. B. Syarat tumbuh Iklim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Curah hujan yang dikehendaki oleh tanaman vanili adalah 1000 2000 mm/tahun yang terbagi rata selama 8 9 bulan basah diikuti dengan bulan kering (curah hujan 60 90 mm/bulan) selama 3 4 bulan. Hari hujan yang diinginkan adalah 150 180 hari/tahun, suhu udara 20 30 o C dan kelembaban udara 65 75%. Intensitas radiasi matahari yang dibutuhkan 30 50%. Tanaman vanili dapat tumbuh dan berproduksi pada ketinggian tempat 0 1200 m dpl.; namun untuk tujuan komersil sebaiknya diusahakan pada ketinggian tempat 100 800 m dpl. Semakin tinggi tempat maka suhu dan kelembaban makin tinggi, hal ini selain akan menguntungkan pertumbuhan jamur patogen tanaman juga akan menurunkan mutu polong (Hadypoetianti et al., 2007). Tingkat kesesuaian iklim untuk tanaman vanili secara rinci dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Tingkat kesesuaian iklim tanaman vanili Faktor iklim Amat Sesuai Kurang sesuai Tidak sesuai sesuai 1. Curah hujan 1500-2000 2000-3000 >3000 >3000 (mm/tahun) 1000-1500 850 1000 < 850 2. Jumlah hari hujan 80-178 178-210 < 80 >178 < 80 >178 3. Bulan basah (curah 7-9 5-6 3 4 < 3 hujan > 100 mm/tahun) 10-11 >11 4. Bulan kering (curah hujan < 100 mm/tahun) 2-3 3 4 3 4 10-11 < 3 >11 5. Temperatur rata-rata 24-26 23-24 20 22 < 2 harian ( o C) 27-28 <28 5. Kelembaban (%) 60-75 50 60 78-80 < 50 > 80 < 50 >80 6. Radiasi matahari (%) 30-50 51 55 >55 >55 Sumber : Hadypoetianti et al. (2007) 110

Tanah Tanaman vanili dapat diusahakan pada berbagai jenis tanah seperti andosol, latosol, podsolik, regosol dan jenis tanah lainnya, dengan syarat memiliki sifat fisik tanah yang baik. Tingkat kesuburan tanah merupakan faktor kedua yang mempengaruhi pertumbuhan vanili. Tanah yang rendah dengan solum yang relatif dalam dan mengandung bahan organik tinggi, sangat baik untuk pertumbuhan tanaman vanili. ph yang dikehendaki berkisar antara 5,5 7,0. Tingkat kesesuaian tanah untuk vanili dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Tingkat kesesuaian tanah untuk vanili Faktor iklim Amat sesuai Sesuai Kurang sesuai Tidak sesuai 1. Drainase Baik Agak baik Agak terhambat terhambat 2. Tekstur Lempung Lempung Tekstur pasir Lainnya berpasir berhumus lainnya 3. ph 6-7 5-6 7-8 4.5-5.0 >8 <4.5 4. Kedalaman air tanah (cm) >100 60-100 40-60 <40 5. Kapasitas tukar kation >16 5-16 2-4 <5 (me/100 g) 6. Salinitas (mmhos/cm) <1 1-2 2-4 >4 7. Kedalaman sulfidik (cm) >100 60-100 50-60 <50 8. N total (%) 0.51-0.75 0.21-0.50 0.1-0.2 <0.1 9. P 2 O 5 (me/100 g) >16 10-15 <10 <0.3 10. K 2 O (me/100g) >1 0.3-1.0 <0.3 <0.3 11. Ca (me/100) 6-10 2-5 11-20 <2 >20 >2 >20 12. Mg (me/100 g) 1.1-2.0 0.4-1.0 >2.1 >8 2.1-8.0 13. Kejenuhan basa (%) 36-50 20-35 >20 >70 >36 14. Lereng (%) 3-15 0-3 15-45 - Sumber : Hadypoetianti et al. (2007) C. Budidaya Perbanyakan tanaman vanili Vanili dapat diperbanyak secara generatif dan vegetatif. Pembiakan generatif hanya terbatas untuk tujuan penelitian dan relatif sulit dilakukan. Hal tersebut karena ukuran biji sangat kecil, cadangan makanan dalam biji sedikit dan kulit biji keras. Pembiakan vegetatif mudah dilakukan dan umumnya dengan cara penyetekan sulur dan pembiakan secara in vitro (kultur jaringan). Hasil penelitian Kurniawan (2007) tentang Pengaruh Konsentrasi Kinetin dan IAA terhadap Pertumbuhan Eksplan Vanili (Vanili planifolia Andrews) Secara in vitro menunjukkan bahwa penggunaan Kinetin dengan konsentrasi 0,2 ppm dan 0,4 ppm dapat 111

menginduksi tunas eksplan vanili, yang dikombinasikan dengan IAA konsentrasi 1 ppm, 2 ppm, dan 3 ppm. Kecepatan munculnya akar vanili dapat dirangsang dengan Kinetin konsentrasi 0,2 ppm, 0,4 ppm, dan 0,6 ppm yang dikombinasikan dengan IAA pada kosentrasi 1 ppm. Pertambahan jumlah ruas batang vanili dapat ditingkatkan dengan menggunakan Kinetin 0,4 ppm dicampur dengan 2 ppm IAA. Perlakuan Pra tanam Pemilihan lahan disesuaikan dengan syarat tumbuh vanili dan kesehatan tanah yaitu ada tidaknya infeksi Fusarium karena Fusarium dapat bertahan 4 tahun dalam tanah. Sebelum tanam sebaiknya dilakukan uji infeksi Fusarium dengan cara pengambilan sampel tanah top soil 0,5-1 kg dari lahan yang akan ditanami vanili, sampel tanah tersebut dimasukkan dalam kantong kertas kemudian dikeringanginkan 2x24 jam dan dianalisis dengan metode buah umpan (apel, terong, pepaya, alpukat). Jika sudah tercemar dengan Fusarium maka harus dilakukan penekanan populasi Fusarium dengan cara lahan diberi pupuk kandang/ kompos 6-12 ton/ha dan ditaburi Trichoderma harzianum 25-50 kg/ha. Penaburan dilakukan pada sore hari (> pukul 16.00) kemudian ditutup T. harzianum dengan lapisan tipis 0,5-1 cm. Penyetekan sulur Sulur harus berasal dari pohon induk terpilih dengan syarat produksi tinggi dan bebas hama penyakit tanaman. Sulur belum pernah berbunga dari pohon yang pernah berbuah. Panjang sulur 7 buku (1 meter), makin panjang sulur yang digunakan maka tanaman makin cepat berbuah. Penyetekan sulur biasanya dilakukan pada pertengahan musim hujan (saat pertumbuhan pohon induk aktif) dan 6 minggu sebelum sulur diambil untuk benih. Sebelum pengambilan sulur, akar-akar yang melekat di pohon panjat dilepaskan. Bagian pucuk sulur dipotong 20 cm untuk mengaktifkan tunas tidur. Kira-kira 4-6 minggu setelah pemotongan pucuk sulur, tunas tidur mulai aktif dan menonjol di ketiak daun. Pemotongan stek dilakukan 5 cm di atas dan di bawah buku. Sulur dipotong-potong menjadi 2 buku dengan menyisakan satu daun pada buku teratas, dan akar-akar lekat dibuang. Stek dicuci dengan air yang mengalir dengan tujuan untuk menghilangkan lendir yang terdapat pada ujung-ujung stek dan kotoran-kotoran yang menempel. Akar yang melekat harus dibuang dengan tujuan untuk merangsang keluarnya akar baru. 112

Stek yang telah diambil kemudian dicuci bersih dan direndam dalam air kelapa hijau konsentrasi 50% selama 4 jam atau urine sapi 5% selama 10 menit. Kemudian dicelupkan ke dalam larutan Fungisida selama 20-30 menit. Umumnya fungisida yang digunakan adalah Dithane M-45 (2-3 gram/liter) atau Benlate 50 WP (1 gram/l) atau Topsin (2 gram/l). Stek dihamparkan di tempat teduh dan lembab ; atau dibungkus koran basah 2-3 hari. Sebelum ditanam dilakukan penyortiran stek dengan cara membuang stek busuk, kuning atau kecoklatan. Persiapan lahan Lahan yang akan digunakan harus dipastikan bebas infeksi penyakit busuk batang. Pembukaan lahan dilakukan 2 bulan sebelum tanam dan pada awal musim hujan dengan cara pencangkulan tanah sampai dengan kedalaman 20-30 cm dan dibiarkan terkena sinar matahari 2 minggu untuk menekan pertumbuhan jamur patogen. Kemudian dibuat saluran drainase selebar 40 cm dan dalam 40 cm untuk menghindari genangan air. Selanjutnya dilakukan pembersihan gulma tetapi Pteris vittata jangan dimusnahkan. Penanaman pohon panjat (pohon pelindung) Penanaman pohon pelindung berguna untuk tempat melekat, memanjat, pelindung tanaman vanili dari sengatan sengatan matahari karena vanili hanya perlu intensitas penyinaran 30-50%. Syarat pohon panjat yaitu diambil dari pohon induk yang sehat dan cukup umur (batang mengeras) dengan diameter 5-7 cm ; panjang 1,75 2 m, pertumbuhan cepat dan rimbun, perakaran dalam, tidak bersaing dengan vanili, dapat bersimbiosis dengan mikroba tanah (mikoriza, azotobacter, rhizobium dsb) karena itu sebaiknya pohon panjat tergolong famili Leguminoceae, produksi daun banyak sehingga dapat digunakan sebagai pupuk organik dan mulsa, daun tidak mudah gugur pada musim kemarau, tidak bersifat allelopati, mudah dipangkas dan daya regenerasi cepat, tahan hama penyakit tanaman serta bukan tanaman inang hama penyakit tanaman vanili. Penanaman pohon panjat dilakukan 2 minggu setelah pengolahan lahan selesai. Pohon panjat ditanam dengan jarak tanam 1x2 m, 1,5x1,5 m, 1.5 x 1.25 m atau 1 x 2,5 m, ditanam 6-9 bulan sebelum penanaman vanili. Di antara pohon panjat ditanam tanaman penutup tanah Arachis pentoi. Jenis pohon panjat yang biasa digunakan adalah : 1. Gamal (Glyricidia maculata) memiliki daun cukup rapat dan dapat digunakan untuk pakan ternak tetapi kekurangannya pada musim kemarau daun gugur. 113

2. Dadap cangkring (Erythrina fulusca) memiliki daun rimbun pada musim hujan tetapi pada musim kemarau daun banyak yang gugur. Jika ditanam dengan gamal memiliki efek allelopati 3. Lamtoro (Leucaena leucocephala), daun sangat rimbun tetapi mudah terserang kutu loncat 4. Kaliandra (Caliandra sp.), tahan kutu loncat dan pada musim hujan sangat rimbun sehingga perlu pemangkasan 5. Kelor (Moringa oleifera), daun cukup rimbun, dapat digunakan untuk sayur dan hanya dapat tumbuh di daerah tertentu. Pembuatan lubang tanam Pembuatan lubang tanam dilakukan 2 bulan sebelum tanam dan setelah pohon panjat berumur 6-9 bulan. Ukuran lubang tanam yaitu 60 cm x 40 cm x 40 cm. Lubang tanam terletak 15 cm sebelah timur pohon pelindung. Lubang tanam diberi pupuk kandang dosis 4 kg pupuk organik atau 20 kg pupuk kandang sapi. Untuk lahan kurus digunkan dosis pupuk organik 8 g/lubang tanam atau 24 ton/ha. Untuk penutupan lubang tanam maka masukkan campuran tanah steril (bebas Fusarium) dan pupuk kandang masak 1:1 lalu berikan Trichoderma harzianum 30-50 gram/lubang tanam. Selanjutnya dibuat guludan-guludan individu melingkari pohon panjat setinggi 20 cm. Kemudian secara bertahap dibuat guludan-guludan memanjang arah Utara Selatan atau mengikuti kontur (lereng) yang menghubungkan guludan-guludan individu dalam barisan. Stek vanili ditanam pada lubang tanam yang telah dipersiapkan. Sebelum ditanam polibegnya disobek dengan hati-hati agar akar tidak terputus dan tanahnya tetap menempel pada perakaran. Selanjutnya guludan ditutup dengan daun-daun pohon panjat. Saat penanaman umumnya dilakukan pada awal musim hujan yaitu awal Oktober- November untuk di Indonesia bagian Barat dan Juli-Agustus untuk di Indonesia bagian Timur. Penyiapan kembali lubang tanam dilakukan dengan cara pembersihan gulma sekitar lubang tanam, penggemburan tanah pada lubang tanam, penggalian lubang seukuran polibag dan dilakukan 2-3 hari sebelum tanam. 114

Penyiapan bibit Bibit yang digunakan harus tahan penyakit busuk batang yang disebabkan Fusarium oxysporum. Saat ini telah tersedia klon unggul vanili yang didukung dengan teknologi pengendalian penyakit secara hayati, yaitu menggunakan F. oxysporum nonpatogenik (FONP) (Tombe dan Sitepu, 1987). Ciri bibit yang baik yaitu bibit memiliki 3-5 ruas (3-5 daun), daun cerah/tidak kusam/tidak kekuning-kuningan, batang segar, tidak keriput, tidak ada gejala pembusukan, bibit dikeluarkan dari polibeg dengan hati-hati untuk mencegah kerusakan akar dan media tanam. Bibit dan media tanam dimasukkan ke lubang tanam. Bibit diikat pada pohon pelindung dgn tali/kabel tanaman. Sekitar pangkal bibit ditimbun campuran tanah dan pupuk kandang = 1:1. Inokulasi mikoriza pada saat penanaman bibit vanili berpengaruh baik terhadap pertumbuhan vanili. Hasil penelitian Firman (2008) menunjukkan bahwa inokulasi 50 g MA-p/tanaman dan 50 g mycofer/tanaman memberikan pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan bibit dua klon vanili, yang ditunjukkan oleh pengaruhnya yang nyata terhadap parameter pertumbuhan bibit pada umur 18 MST. Mikoriza mycofer yang merupakan mikoriza campuran jenis Glomus etanicatum, Glomus sp., Gigaspora margarita dan Acaulospora sp. Yang diinokulasikan pada bibit tanaman vanili klon Anggrek dan Gisting pada umumnya menunjukkan pengaruh yang lebih baik dibandingkan dengan mikoriza MA-p dalam meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, indeks luas daun, dan bobot kering biomassa. Untuk mendapatkan bibit vanili yang berkualitas baik, seragam, dan sehat, penggunaan MA perlu dipertimbangkan karena hasil percobaan menunjukkan inokulasi mikoriza dapat meningkatkan pertumbuhan bibit vanili. Tirta (2006) juga melaporkan bahwa perlakuan mikoriza berpengaruh nyata terhadap jumlah daun dan bobot segar bibit dengan perlakuan dan nilai tertinggi masingmasing sebagai berikut dosis 20 g mikoriza/tanaman (M 1 ) yaitu 6,22 helai dan 86,74 g. Tiga variabel berpengaruh sangat nyata terhadap berat segar akar, panjang akar dan berat segar tunas dengan perlakuan dan nilai tertinggi masing-masing sebagai berikut 2,48 g, 24,67 cm dan 24,83 g pada dosis 20 g mikoriza/tanaman (M 1 ). Perlakuan Kalium (K) tidak berpengaruh nyata terhadap semua variabel yang diamati kecuali terhadap persentase kadar K bibit. Pertumbuhan bibit vanili dosis 20 g mikoriza/tanaman merupakan dosis terbaik untuk pertumbuhan bibit vanili. Kompsosisi media tanam di pembibitan sangat berpengaruh terhadap jumlah sulur dan jumlah daun vanili. Hasil penelitian Maftuh dan Setiawan (2006) menunjukkan bibit 115

vanili klon harapan 1 yang ditanam pada media tanam campuran tanah + pasir + serasah daun bambu mempunyai sulur lebih panjang dan jumlah daun lebih banyak dibandingkan dengan yang ditanam pada media lainnya. Pertumbuhan bibit paling kecil terdapat pada media campuran tanah + pasir + daun glirisidia kering. Pertumbuhan bibit vanili klon harapan 2 hampir sama dengan klon harapan 1. Bibit yang ditanam pada media campuran tanah + pasir + serasah daun bambu memiliki pertumbuhan yang lebih baik dibanding pada media lainnya. Hal ini diduga media tanah + pasir + serasah daun bambu mempunyai aerasi yang lebih baik untuk pertumbuhan bibit vanili dibandingkan dengan media tanah + pasir + pupuk kandang dan tanah + pasir + daun glirisidia kering. Pemeliharaan Pengikatan, pemangkasan, menaikan dan menurunkan sulur. Sulur bibit vanili yang baru ditanam harus diikat pada pohon panjat agar akar lekatnya cepat melekat. Pemangkasan pucuk dilakukan agar sulur cepat membesar, yaitu setelah mencapai 80 cm atau telah mempunyai 10 daun dewasa sulur dipangkas bagian pucuknya. Sulur yang telah mencapai ketinggian 2 2,5 m pada ketinggian 1,60 1,75 m dilepas dari batang pohon panjatnya dan dibiarkan menggantung pada cabang pohon panjat. JIka pucuk sulur telah mencapai 20 30 cm dari permukaan tanah, ujung sulur diarahkan lagi ke atas dan diikat pada batang pohon panjat. Penyiangan Penyiangan gulma yang tumbuh di sekitar perakaran tanaman vanili dilakukan secara manual. Tujuannya adalah agar tidak mengganggu akar, karena perakaran vanili tersebut di permukaan tanah. Pemupukan Tanaman vanili mempunyai perakaran yang dangkal, sehingga untuk dapat tumbuh dan berproduksi optimal diperlukan bahan organik dan unsur hara yang cukup (Yufdi, 1995). Tanaman vanili sebaiknya dibudidayakan secara organik dengan memberikan pupuk kandang sapi atau kambing sebanyak 5-10 kg/pohon pada saat awal dan akhir musim hujan. Apabila tidak dibudidayakan secara organik, pemupukan dapat ditambah dengan pupuk anorganik berupa pupuk daun maupun pupuk yang diberikan melalui tanah. 116

Pupuk daun diberikan setiap 1-2 minggu sekali selama musim hujan yang diberikan pada pagi hari (pukul 07.00-09.00) atau sore hari (pukul 16.00-15.00) pada saat udara cerah. Hasil penelitian di rumah kaca menunjukkan bahwa tanaman vanili cukup responsif terhadap pemupukan N, P dan K (Ruhnayat dan Rosman, 1993). Sedangkan hasil penelitian di lapangan, seperti yang pernah dilakukan oleh Sunardi dan Rakhmadiono (1985) pengaruh pemupukan masih linier terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman vanili. Kebutuhan pokok unsur hara N dan P untuk pertumbuhan tanaman vanili masingmasing terletak pada kisaran pemberian hara 90,7 453,9 mg NO3/l dan 16,8 83,7 mg PO4/l. Pada kisaran tersebut makin tinggi pemberian unsur hara pertumbuhan makin baik. Kebutuhan pokok unsur hara K belum bisa diketahui karena kurva responnya masih linier. Pada kondisi pertumbuhan tanaman vanili yang baik (kecukupan hara) kandungan hara N dan P pada daun masing-masing adalah 1,23 1,90 % dan 0,08 0,12 %. Pada kondisi pertumbuhan yang kritis kandungan hara N dan P pada daun masing- masing adalah 1,23 % dan 0,08 % (Ruhnayat, 2007) Hadypoentianti (2007) melaporkan bahwa dosis pupuk daun yang diberikan adalah 8-10 g/liter air, tergantung kepada kondisi tanaman. Pemupukan melalui tanah dilakukan pada awal dan akhir musim hujan. Diberikan secara disebar secara merata di daerah perakaran vanili kemudian ditutup dengan tanah. Dosis pupuk untuk tanaman berumur < 2 tahun adalah 20 40 g Urea, 35 70 g TSP dan 40 80 g KCl per tahun dan untuk tanaman berumur > 2 tahun adalah 40 80 g Urea, 70 140 g TSP, 80 160 g KCl per tahun. Penyiraman Penyiraman tanaman vanili hanya dilakukan pada musim kemarau dengan frekuensi 1-2 kali sehari. Guna penyiraman pada musim kemarau merangsang pertumbuhan tanaman & perkembangan bunga, buah sehingga mutu buah lebih baik. Untuk memudahkan penyiraman maka dibangun bak penampung. Pemangkasan vanili dan pohon pelindung Pohon panjat perlu dipangkas setiap awal dan akhir musim penghujan dengan tujuan agar intensitas sinar matahari yang diterima tanaman vanili dapat dipertahankan antara 30 50%. Daun-daun hasil pangkasan pohon panjat setelah kering dapat digunakan sebagai mulsa dan kompos. 117

Hasil penelitian Mansur (2009) menunjukkan bahwa tingkat naungan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan pembuahan tanaman vanili. Tingkat naungan rapat (65-75%) kurang baik untuk semua parameter pertumbuhan vegetatif maupun generatif. Tingkat naungan terbaik berkisar antara 35-55%, baik untuk klon 1 maupun klon 2. Untuk memperoleh pertumbuhan dan produksi buah yang optimal, disarankan untuk menggunakan paranet dengan tingkat naungan 34-45% dengan tiang panjat mati (dari beton). Jika menggunakan tiang panjat hidup, hendaknya dipilih jenis tanaman yang daunnya tidak rontok pada bulan kering sehingga masih dapat berfungsi sebagai naungan. Salah satu jenis tanaman panjat yang digunakan adalah gamal dengan pemangkasan dua kali setahun pada awal dan akhir musim hujan. Tanaman vanili umumnya mulai berbunga pada umur 24 36 bulan setelah tanam, namun keluarnya bunga ini perlu dirangsang terlebih dahulu antara lain dengan cara pemangkasan 2 3 ruas pucuk 2 4 bulan sebelumnya. Pemangkasan sulur juga dilakukan sehabis panen pada sulur-sulur yang pernah berbuah. Tujuan pemangkasan tersebut adalah untuk merangsang pembentukan sulur-sulur baru yang nantinya berfungsi sebagai sulur produksi tempat keluarnya bunga pada musim bunga berikutnya. Pengendalian hama penyakit Serangan penyakit merupakan salah satu masalah dalam budidaya tanaman vanili di Indonesia. Beberapa penyakit yang menyerang tanaman vanili adalah busuk batang vanili (Fusarium oxysporum f.sp. vanillae), busuk pucuk (Phytophthora parasitica), busuk sklerotium (Sclerotium rolfsii), dan antraknosa (Colletrotrichum gloeosporioides). Busuk batang vanili merupakan penyakit utama pada tanaman vanili dan telah banyak menimbulkan kerugian yang sangat besar dan menggagalkan panen hingga 85% (Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, 1994). Sampai saat ini penyakit BBV telah ditemukan di semua provinsi penghasil utama vanili antara lain Jawa Tengah, Bali, Sumatera Utara, Sulawesi Utara, Lampung dan NTT dengan intensitas serangan 50-80%. Fusarium oxysporum merupakan spesies jamur yang bersifat soil borne dan air borne. Jamur ini dapat diisolasi dari tanah, akar batang, pucuk dan buah vanili serta dapat ditangkap dari udara dengan menggunakan sopratrap. Jamur ini dapat membentuk klamidospora sehingga memungkinkan dapat bertahan lama dalam tanah walaupun tanpa inang (Hadypoentiati, 2007) Gejala layu fusarium dapat ditemukan pada semua bagian tanaman vanili seperti akar, batang, buah, pucuk dan kadang-kadang pada daun. Secara umum, sering ditemukan 118

pada batang dengan gejala khas yaitu jaringan batang busuk berwarna kecoklatan. Pada musim hujan banyak dijumpai gejala serangan pada pucuk, sedangkan pada buah umumnya pada waktu menjelang panen. Penyakit busuk batang vanili (BBV) dapat menular melalui media air, udara, tanah, alat-alat pertanian dan hewan. Terlebih lagi didukung tipe spora patogen yang berlendir sehingga memudahkan untuk menempel, melekat dan terbawa pada benda-benda lain. Bahan tanaman vanili yang terinfeksi merupakan media ideal penularan penyakit dan sumber inokulum patogen, sehingga jika telah tertular patogen BBV maka harus segera dimusnahkan. Pencegahan penyakit BBV dilakukan dengan pengamatan lahan yang akan ditanami vanili melalui analisis metode umpan buah dan penggunaan bibit sehat. Sebelum tanam bibit vanili dicelupkan ke dalam larutan Bio-FOB cair selama 30-60 menit dan diolesi Bio-FOB powder. Bio-FOB merupakan produk hayati yang dibuat dengan menggunakan Fusarium oxysporum non patogenik (Fo.NP) yang dapat menginduksi ketahanan vanili terhadap serangan patogen. Pengendalian penyakit BBV dilakukan dengan penggunaan agensia antagonis hayati F. oxysporum f. sp vanillae yaitu Bacillus pantotkenticus dan Trichoderma lactae serta fungisida nabati yang mengandung bahan aktif eugenol dan sitral yang diekstrak masing-masing dari tanaman cengkeh dan sereh wangi. Penggunaan bioteknologi juga dapat meningkatkan ketahanan vanili terhadap BBV. Hasil penelitian Lestari et. al (2008) melaporkan bahwa penggunaan teknik bioteknologi seperti induksi mutasi menggunakan sinar gamma dikombinasikan dengan kultur in vitro, seleksi in vitro menggunakan media seleksi asam fusarat dan filtrat, dan persilangan antara vanili budidaya dan vanili liar dapat menghasilkan tanaman yang tahan penyakit layu berdasarkan uji resistensi menggunakan konidia F. oxysporum dan penanaman di lahan endemis. Penggunaan tanaman yang tahan secara ekonomi akan menguntungkan karena dapat menekan tingkat serangan penyakit. Penyerbukan tanaman vanili Tanaman vanili tidak dapat menyerbuk sendiri karena kepala putik dan serbuk sari terhalang oleh suatu organ berbentuk katup. Oleh karena itu vanili merupakan tanaman padat karya karena diperlukan banyak tenaga kerja pada saat menyerbukan bunga vanili. Selain dibantu manusia, penyerbukan vanili juga dapat dibantu serangga dari genus Melipona. 119

Tandan bunga vanili merupakan rangkaian bunga yang terdiri atas 15-20 bunga, keluar dari ketiak daun bagian pucuk dari batang. Vanili hanya berbunga satu kali dalam setahun yaitu pada masa peralihan musim kemarau ke musim hujan. Setiap hari ada 1-3 kuntum bunga yang mekar dari setiap tandan, sehingga penyerbukan dalam satu tandan perlu waktu 7-10 hari. Bunga vanili mekar antara jam 06.00-15.00. Waktu terbaik untuk melakukan penyerbukan adalah jam 09.00-12.00. Penyerbukan sebaiknya dilakukan pada bunga terbawah yang lebih dahulu mekar. Pada tiap tandan hanya dipelihara 9 12 bunga saja, namun apabila tanahnya cukup subur jumlah buah tersebut dapat ditingkatkan sampai 15 buah/tandan. Asnawi (1994) melaporkan bahwa waktu penyerbukan pada pukul 09.00 menghasilkan persentase pembuahan yang lebih tinggi dibandingkan dengan waktu penyerbukan lainnya, walaupun tidak berbeda nyata dengan penyerbukan yang dilakukan pada pukul 06.00 dan 12.00 WIB. Penyerbukan yang dilakukan pada pukul 18.00 WIB tidak menghasilkan pembuahan vanili, karena bunga tidak reseptif lagi. Teknik menyerbukan bunga vanili adalah : a. Bunga vanili dipegang dengan tangan kiri, bagian punggung dari tangkai putik bersandar pada jari telunjuk. b. Mahkota bunga dirobek dengan lidi atau benda lain yang ujungnya runcing. c. Lidi yang dipegang tangan kanan dimasukkan ke labellum (bagian yang membatasi kepala sari dan putik) diangkat dan dengan menggunakan ibu jari tangan kiri, kepala sari ditekan sedikit ke arah kepala putik. d. Dengan demikian serbuk sari akan keluar dan menempel pada kepala putik dan terjadilah pembuahan (Asnawi, 1994 ; Hadypoentiati, 2007) Panen Dalam satu tandan buah vanili tidak sama masaknya, sehingga pemanenan perlu dilakukan secara bertahap untuk buah yang telah masak saja. Pemanenan dilakukan secara hati-hati agar tandan buah tidak rusak. Kriteria buah vanili siap panen diindikasikan dengan memudarkan warna hijau polong dan ujung polong menguning tetapi belum pecah. Umumnya tercapai 8-9 bulan setelah penyerbukan. Pemanenan polong pada saat yang tepat akan menghasilkan vanili kering yang mengkilat, lentur, berdaging vanili kering yang mengkilat, lentur, berdaging, warna coklat kehitaman dengan aroma yang khas dan tajam serta kadar vanilin yang tinggi. Apabila buah dipetik terlalu muda maka setelah diolah akan diperoleh buah vanili yang kaku dan 120

aromanya kurang. Sebaliknya apabila terlalu masak buah akan pecah sehingga mutunya turun (Hadypoentiati, 2007). Pengolahan Hasil Panen Polong vanili yang baru panen disortir berdasarkan panjang bentuk/besar dan kemasakan polong. Buah hasil sortasi yang telah seragam siap untuk diolah. Polong segar tersebut tidak boleh disimpan lebih dari 48 jam untuk mencegah pembusukan. Sortasi yang dilakukan meliputi buah pecah, kecil, muda, mutu I dan mutu II. Di Mexico polong segar disimpan beberapa hari sebelum pengolahan dan pada saat itu buah mulai keriput (Purseglove et al, 1981). Proses pengolahan polong vanili ada 4 tahap, yaitu pelayuan, pemeraman dan pengeringan, pengering anginan dan penyimpan. a. Pelayuan Pelayuan bertujuan untuk mematikan sel-sel bagian luar dari polong vanili dan memberikan jalan untuk bekerja enzim serta membentuk proses pengeringan. Polong vanili yang telah mengalami sortasi, sebanyak 25-30 kg dimasukkan ke dalam keranjang kawat, kemudian dicelupkan ke dalam suatu wadah yang berisi air panas dengan suhu 63-65 C. Polong vanili yang besar dan utuh lama pencelupannya 2-3 menit, sedangkan polong vanili yang kecil dan yang tidak utuh kurang dari 2 menit. Polong vanili segera ditiriskan, dibungkus dengan kain dan ditempatkan dalam kotak yang dilapisi kain hitam, siap untuk proses pemeraman dan pengeringan (Purseglove et al, 1981). b. Pemeraman dan Pengeringan Pemeraman bertujuan untuk memberikan kesempatan proses enzimatis pada polong vanili untuk pembentukan aroma. Sedangkan pengeringan bertujuan untuk menurunkan kadar air sehingga polong vanili tidak mudah terkena jamur terutama pada waktu penyimpanan dan pengangkutan (Nanan et al, 1998). Pada proses pemeraman dan pengeringan, polong vanili ditutup oleh kain hitam, kemudian dalam keadaan panas digulung, bersama kain pembungkusnya dan disimpan dalam kotak pemeraman. Pembungkus dengan kain hitam dilakukan agar buah vanili dapat menerima panas akan tetapi air yang ada dalam buah tidak cepat menguap, karena air ini masih diperlukan dalam kegiatan enzimatis yang ada dalam polong (Misran, 1995). Kotak pemeraman berfungsi untuk memeram polong vanili setelah dilayukan dan ditiriskan. Kotak pemeraman dapat terbuat dari peti kayu berdinding ganda yang diisikan 121

bahan penahan panas berupa sabut kelapa atau serbuk gergaji. Sabut kelapa atau serbuk gergaji sangat baik mempertahankan suhu di dalam kotak. Di bagian dalam kotak pemeraman ini pun perlu dilapisi kain yang agak tebal. Kain ini berfungsi untuk meningkatkan daya isolator dan untuk menyerap air yang keluar dari polong vanili. Pengeringan tidak bertujuan untuk mengurangi air sampai sedikit mungkin, tetapi untuk mengurangi air sampai batas tertentu sehingga kualitas vanili tidak turun. Dalam tahap pengeringan, proses perubahan kimia glukovanilin akibat aktivitas enzim β-glukosidase masih tetap berlanjut, sehingga bila terjadi kesalahan akan mempengaruhi mutu hasil. Pengeringan dapat dilakukan dengan sinar matahari dan oven. Polong vanili yang sudah dijemur segera digulung dengan kain lalu dimasukkan dalam kotak pemeraman dan disimpan di ruangan yang kering. Proses ini diulang setiap hari sampai kadar air mencapai 55-60%. Jika ada polong vanili yang berjamur selama proses pemeraman dan pengeringan, polong itu harus dibersihkan secara hati-hati dengan menggunakan kapas atau kain halus yang dibasahi air panas atau alkohol. Polong vanili yang sudah diperam dan dikeringkan akan beraroma vanillin tajam (Ruhnayat, 2003). c. Pengering-anginan Pengering-anginan bertujuan untuk menurunkan kadar air secara perlahan-lahan, sehingga diperoleh polong dengan kadar air yang diharapkan. Perlakuan ini dilakukan di tempat teduh yang tidak disinari matahari secara langsung dan dapat berlangsung selama 3-6 minggu (Misran, 1995). Ruang tempat penyimpanan harus kering, bersih, sejuk dan berventilasi. Polong vanili diperiksa secara rutin dan yang sudah cukup kering (kadar air 35-38%). Pengering-anginan ini dapat dikombinasikan dengan menggunakan oven yang bersuhu 50 C selama 3 jam setiap hari. Mutu vanili yang dihasilkan dengan cara kombinasi tersebut jauh lebih baik dan waktu yang diperlukan kebih singkat, sekitar 10 hari (Ruhnayat, 2003). d. Conditioning Tujuan conditioning adalah untuk penyempurnaan atau pemantapan aroma. Proses conditioning merupakan tahap akhir dari pengolahan polong vanili. Polong vanili diikat dengan tali sebanyak 50-100 buah per ikat. Kemudian masing-masing ikatan dibungkus dengan kertas minyak atau kertas paraffin yang berfungsi sebagai pembungkus dan pembatas antara peti dengan buah vanili. Selanjutnya dimasukkan ke dalam peti yang 122

dilapisi kertas minyak. Peti penyimpanan berukuran panjang 60 cm, lebar 30 cm, dan tinggi 30 cm. Dengan ukuran tersebut kemudian disimpan di ruangan yang sejuk dan kering. Penyimpanan dilakukan selama 1-3 bulan (Misran, 1995). Secara rutin dilakukan pemeriksaan untuk melihat adanya serangan jamur. Polong yang terserang jamur segera dibersihkan dengan kapas atau kain halus yang dibasahi alkohol. Polong yang kurang atau tidak keluar aromanya dijemur dan diperam kembali. Standar Mutu Faktor utama penentu kualitas vanili kering adalah aroma/flavor. Beberapa hal yang signifikan terhadap kualitas vanili kering adalah kenampakan dan fleksibilitas (Purseglove et. al, 1981). Standar mutu vanili menurut SNI, untuk mutu I kadar air maksimum 38% (b/b), kadar vanillin minimum 2,25% (berat kering), dan kadar abu minimum 8% (berat kering). Selama penyimpanan polong vanili kering, akan terjadi perubahan kandungan vanilin dan kadar air yang akan menyebabkan penurunan mutu polong vanili kering. Selama penyimpanan polong vanili kering, kadar vanillin mudah berkurang karena senyawa vanillin termasuk senyawa yang bersifat volatile (mudah menguap). Kadar air polong vanili kering juga mudah mengalami perubahan, baik itu penurunan maupun peningkatan kadar air. Hal ini berhubungan dengan kondisi penyimpanan polong polong vanili kering. Jika terjadi penurunan kadar air, maka polong vanili kering menjadi terlalu kering dan tidak lentur sehingga mudah patah. Jika terjadi peningkatan kadar air, maka aktivitas air (aw) polong vanili kering menjadi meningkat pula sehingga mudah ditumbuhi jamur (Handayani, 2008) Bahan yang digunakan untuk pengemasan vanili selama penyimpanan berpengaruh terhadap mutu simpan vanili. Handayani (2008) melaporkan bahwa plastik polipropilen lebih baik untuk mengemas polong vanili kering selama penyimpanan dibandingkan plastik bagor yang biasanya digunakan pedagang pengepul untuk mengemas polong vanili kering. Plastik polipropilen mempunyai permeabilitas yang paling rendah, mengalami penurunan kadar air dan kadar vanillin yang paling lama karena mempunyai pori-pori yang kecil sehingga akan sulit ditembus oleh uap air dan panas. Selain itu, plastik polipropilen memiliki umur simpan yang paling lama dibandingkan polietilen dan bagor. Oleh karena itu, dengan menggunakan kemasan polipropilen, maka mutu dari polong vanili kering tersebut dapat dipertahankan selama penyimpanan. Selain itu, penelitian Baskara et. al. (2010) menyimpulkan bahwa polong vanili kering yang dikemas pada kemasan plastik 123

polipropilen (ketebalan 0,03 mm) mengalami penurunan kadar vanilin yang paling rendah dibandingkan dengan jenis kemasan polietilen (ketebalan 0,03 mm) dan karung plastik. 6. Kayu Manis (Cinnamomum burmanii) Klasifikasi tanaman Kingdom Divisi Sub divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledoneae : Ranales : Lauraceae : Cinnamomum : Cinnamomum burmannii (Nees &Th. Nees) Cinnamomum chinense Bl. ; Cinnamomum dulce Nees. Cinnamomum kiamis Nees. Nama Daerah Sumatera : holim, holim manis, padang kulik manih, kayu manis, kanigar, modang siaksiak. Jawa : huru mentek, ki amis, manis jangan, kanyegar Nusatenggara : kasingar, kecingar, cingar, onte, kuninggu, puundinga. Asing : cinnamon tree, kaneelkassia, yin xiang pi (Cina) A. Deskripsi Tinggi tanaman kayu manis berkisar antara 5 15 m, kulit pohon berwarna abu-abu tua berbau khas, kayunya berwarna merah coklat muda.daun tunggal, kaku seperti kulit, letak berseling, panjang tangkai daun 0,5 1,5 cm, dengan 3 buah tulang daun yang tumbuh melengkung. Bentuk daun elips memanjang, panjang 4 14 cm, lebar 1,5 6 cm, ujung runcing, tepi rata, permukaan atas licin warnanya hijau, permukaan bawah bertepung warnyanya keabu-abuan. Daun muda berwarna merah pucat. Bunganya berkelamin dua atau bunga sempurna dengan warna kuning. Ukurannya kecil. Kelopak bunga berjumlah 6 helai dalam dua rangkaian. Bunga ini tidak bertajuk bunga. Benang sarinya berjumlah 12 helai yang terangkai dalam empat kelompok, kotak sarinya beruang empat. Persarian berlangsung dengan bantuan serangga. Buahnya buah 124

buni berbiji satu dan berdaging. Bentuknya bulat memanjang. Warna buah muda hijau tua dan buah tua ungu tua. Panjang buah sekitar 1,3 1,6 cm, dan diameter 0,35 0,75 cm. Panjang biji 0,84 1,32 cm dan diameter 0,59 -,68 cm. Asal Usul Pada pasar luar negeri terdapat dua jenis minyak kayu manis. Pertama, minyak kayu manis asal Sri Langka yang disebut cinnamon bark oil, diperoleh dari penyulingan kulit kayu manis (Cinnamomum zeylanicum/ceylon cinnamon). Kedua, minyak kayu manis asal Cina, dihasilkan dari penyulingan kulit manis (C. cassia/ Chinese cinnamon), disebut cassia oil. Kayu manis yang banyak dibudidayakan di Indonesia terutama di Sumatera Barat, Jambi dan Sumatera Utara adalah jenis C. burmanii (Batavia cinnamon). Kayu manis jenis ini belum banyak diproduksi minyaknya, tetapi masih diekspor sebagai kulit kering yang disebut cassia vera. Namun hasil pengujian menunjukkan bahwa karakteristik minyak C. burmanii hampir sama dengan minyak C. zeylanicum dan C. cassia (Anonimous, 2004). B. Syarat tumbuh Ketinggian tempat penanaman kayu manis dapat mempengaruh pertumbuhan tanaman serta kualitas kulit seperti ketebalan dan aroma. Kayu manis dapat tumbuh pada ketinggian hingga 2.000 m dpl. Cinnamomum burmannii akan berproduksi baik bila ditanam di daerah dengan ketinggian 500 1.500 m dpl. Kayu manis menghendaki hujan yang merata sepanjang tahun dengan jumlah cukup, sekitar 2.000 2.500 mm/tahun. Curah hujan yang terlalu tinggi akan mengakibatkan hasil panen rendemennya terlalu rendah. Daerah penanaman sebaiknya bersuhu rata-rata 25 C dengan batas maksimum 27 C dan minimum 18 C. Kelembaban yang diinginkan 70 90 %, semakin tinggi kelembaban maka semakin baik pertumbuhannya. Sinar matahari yang dibutuhkan tanaman 40 70%. Kayu manis akan tumbuh baik pada tanah lempung berpasir, banyak humus, remah, kaya bahan organik dan berdrainase baik. ph tanah yang sesuai 5,0 6,5. C. Budidaya Penyiapan Lahan Lahan yang akan dijadikan tempat budidaya kayu manis dicangkul dengan kedalaman lebih dari 20 cm. Lahan harus dibersihkan dari semak dan gulma. Lubang tanam dibuat dengan ukuran 60 cm x 60 cm x 60 cm. Jarak tanam yang dianjurkan adalah 125

4 m x 4 m atau 5 m x 5 m. Di Sumatera Barat, petani melakukan penanaman dengan jarak tanam yang lebih rapat yaitu 1,5 m x 1,5 m, 2 m x 2 m dan 3 m x 3 m. Jarak tanam yang terlalu rapat akan menyebabkan produksi dan kualitas kulit rendah. Penyiapan Bibit Kayu manis dapat diperbanyak dengan biji. Pembibitan dapat dilakukan di bedengan atau menggunakan polibeg. Biji yang disemaikan pada bedengan dapat dipindahkan ke lahan setelah 1 2 bulan atau sudah tumbuh sekitar dua helai daun.bila menggunakan polibeg, media tanam yang digunakan adalah campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1 : 2. Biji kayu manis akan berkecambah dalam waktu 1 2 minggu. Setelah 4 6 bibit telah berdaun 2 4 helai dan siap dipindahkan ke lapangan. Penanaman Lubang tanam yang telah disiapkan diberi pupuk kandang sebanyak 1 kg/lubang tanam. Apabila pembibitan dilakukan dengan menggunakan polibeg, bibit dimasukkan ke lubang tanam, polibeg disobek dengan hati-hati agar akar yang membungkus akar tidak ambruk. Kemudian tanah di sekitar bibit dipadatkan agar pertumbuhannya kokoh. Pada saat penanaman diusahakan agar leher akar tidak tertimbun tanah. Waktu tanam dilakukan pada awal musim hujan dan kira-kira sebulan sebelumnya lubang tanam telah disiapkan. Pemeliharaan Pemupukan Selain pupuk kandang yang diberikan pada lubang tanam saat penanaman juga diberikan urea 50 kg/ha, setelah berumur 4 bulan diberikan lagi urea 50 kg/ha. Pupuk TSP atau SP-36 diberikan pada saat tanam dengan dosis 150 kg/ha dan pupuk KCl dengan dosis 200 kg/ha juga diberikan pada saat tanam. Penyulaman Penyulaman dilakukan pada tanaman yang mati atau pertumbuhannya tidak normal. Bibit yang digunakan untuk menyulam sebaiknya berumur sama. Pengendalian gulma Pengendalian gulma dilakukan secara rutin biasanya 2 4 kali setahun. Untuk menjaga kesuburan tanah di sekeliling tanaman dalam dilingkaran tajuk, pembumbunan juga harus dilakukan secara rutin. 126

Hama dan penyakit Penyakit yang sering menyerang tanaman kayu manis adalah kanker batang yang disebabkan jamur Phytophtora cinnamomi. Gejala yang ditimbulkan penyakit ini batang terlihat menjadi bengkak dengan lebar 1 5 cm atau berupa garis-garis. Pengendalian dapat dilakukan dengan cara memotong atau mengupas bagian kulit batang yang terserang, bekas luka diberi ter, dilumuri TB 192 atau diberi larutan fungsida Dithane 45. Hama yang sering menyerang adalah Rynchytes sp yang mengakibatkan kematian pucuk, pengendalian dapat dilakukan dengan insektisida Azodrin. Panen dan Pascapanen Saat panen terbaik ditandai oleh warna daun yang sudah menjadi hijau tua. Semakin tua umur tanaman maka hasil kulit kayu manis akan lebih tebal. Panen pertama pada kayu manis dilakukan pada umur 8 tahun. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk pemanenan kayu manis, yaitu : 1. Batang ditebang sekaligus kemudian dikuliti. 2. Cara ditumbuk, yaitu 2 bulan sebelum ditebang seluruh kulit batang dikupas setinggi 80 100 cm dan dimulai kira-kira 5 cm dari leher akar. Setelah 2 bulan, batang kayu manis ditebang. Cara pemanenan seperti ini akan merangsang tunas baru yang akan dipelihara sebagai tanaman baru, 3. Batang dipukul-pukul dengan benda keras (kayu atau bambu) beberapa kali atau seperlunya sebelum ditebang. Tujuannya adalah untuk mendapatkan kulit yang tebal dan mudah mengelupas. 4. Cara Vietnam, yaitu dengan memotong bagian batang berselang-seling dengan ukuran 10 cm x 30 cm dan 10 cm x 60 cm. Setelah kulit hasil panen pertama bertaut maka dapat dilakukan pemanenan berikutnya. Setelah dipanen, kulit kayu manis langsung dikeringkan dengan sinar matahari selama 2 3 hari atau dengan menggunakan alat pengering. Selama proses pengeringan, kulit kayu manis akan menggulung secara alami. Kulit dinyatakan kering kalau bobotnya sudah susut sekitar 50%. 127

VI TANAMAN REMPAH KELUARGA Tujuan Instruksional : Menguraikan dan menjelaskan tanaman rempah keluarga : ketumbar, bawang putih, dan bawang merah, meliputi : deskripsi dan syarat tumbuh, penyiapan lahan, penyiapan bibit, penanaman, pemeliharaan (pemupukan, penyiangan, hama penyakit), panen dan pasca panen 1. Ketumbar (Coriandrum sativum Linn) Klasifikasi tanaman Kingdom Divisi Sub divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledoneae : Umbeliferales : Umbeliferae : Coriandrum : Coriandrum sativum Linn Nama Daerah katuncar (Jawa), katuncar (Sunda), keutumba (Aceh) dan hatumbar (Batak Toba), ketumeur, ketumber (Gayo), katumba (Minangkabau), panyijang (Kerinci), ketumbar (Melayu), katuncar, tuncar (Sunda), kathombar (Madura), ketumbar, tumbar Jawa), katumbaii (Gorontalo), katumbah (Bali), katumba (Bima), katumbare (Bugis dan Makasar) A. Deskripsi Ketumbar dapat tumbuh subur dibudidayakan di kebun-kebun dataran rendah dan pegunungan. Habitus ketumbar semak, semusim, tinggi ± 1m. Batang berkayu, lunak, beralur, berlubang, percabangan dichotom, hijau. Daunnya majemuk, mirip seledri, tepian bergerigi, berbagi menyirip, berseludang, tepi daun berwarna putih, hijau keputih-putihan. berbunga majemuk berbentuk payung bersusun berwarna putih dan merah muda, tangkai panjang 5-10 cm, putih, kelopak teridiri dari 5 lembar lepas satu sama lain, panjang 2-3 mm, hijau, mahkota terdiri dari 5 daun mahkota, putih atau merah muda, Akar tunggang, 128

bulat, bercabang, putih. Bentuk buah bulat, masih muda hijau setelah tua kuning kecoklatan, hampir bulat berwarna kuning bersusun, kalau matang, buahnya mudah dirontokkan. Biji bulat coklat. Setelah itu, dikeringkan. Bentuk bumbu dapur ini adalah butiran-butiran kecil menyerupai lada. Tapi ukurannya lebih kecil, Selain itu terasa tidak berisi dan lebih ringan dari lada. Aromanya juga menyengat khas, mudah dibedakan dengan lada. Untuk buah, bentuknya hampir bulat berwarna kuning bersusun, apabila sudah matang buahnya mudah dirontokkan kemudian dikeringkan, bijinya berupa butiran biji kecil-kecil sebesar 1-2 milimeter, mirip dengan biji lada tetapi lebih kecil dan lebih gelap. Ketumbar mempunyai jumlah kromosom 2n = 22, hanya dikenal dari tanaman budi daya dan klasifikasi antar kultivar belum mantap. Beberapa karakter pembeda yang biasa digunakan untuk klasifikasi ketumbar adalah (1) ukuran buah, (2) periode vegetatif, tinggi tanaman, percabangan, karakter daun, dan (3) ekogeografi (De Guzman and Siemonsma 1999; Diederichsen 1996). Berdasarkan ukuran buah, ketumbar dibedakan ke dalam tiga kelompok, yaitu C. sativum var. vulgare Alert ukuran buahnya besar, C. sativum var. microcarpum DC dengan ukuran buah kecil dan Coriandrum sativum var indicum (buahnya berbentuk lonjong). (Purseglove et al. 1981). Berdasarkan diameter bijinya, ketumbar dibedakan menjadi dua jenis, yaitu Coriandrum sativum var vulgare (diameter biji 3-6 mm) dan Coriandrum sativum var microcarpum (diameter biji 1,5-3 mm). Berdasarkan ekogeografi, terdapat sembilan tipe ketumbar, yaitu tipe Eropa, Afrika Utara, Kaukasia, Asia Tengah, Siria, Etiopia, India, Bhutanic, dan Omanic. Asal Usul Ketumbar sudah populer sejak ribuan tahun sebelum masehi di Mesir. Di Eropa, ketumbar pun dikenal sejak masa kekaisaran Romawi dan Yunani. Ketumbar merupakan tanaman asli daratan Eropa Timur, kemudian menyebar ke India, Morocco, Pakistan, Rumania dan Rusia (Purseglove et al., 1981). Rusia merupakan produsen terbesar rempahrempah, sedang untuk ketumbar, India merupakan produsen terbesar dengan daerah-daerah penyebarannya meliputi Madras, Madya Pradesh, Bombay, Mysore dan Bihar. Negaranegara produsen ketumbar lainnya adalah Iran, Turki, Mesir, Libanon dan Israel. Tanaman ketumbar menyebar ke Asia Tenggara melalui India (bentuk buah bulat telur), Cina (ukuran buah kecil, bentuk bulat), Mediteranean dan Eropa (bentuk buah bulat dengan ukuran besar) (De Guzman and Siemonsma 1999). 129

Ketumbar bukan merupakan tanaman asli Indonesia, komoditas tersebut di budidayakan petani di Indonesia baru sebatas diambil daunnya yang masih muda untuk lalab, sayuran. Biji ketumbar masih di impor dari India, Rusia, Bulgaria, Rumania, China, Emirat Arab dan negara produsen lainnya rata-rata sekitar 19 ribuan ton. Pada umumnya, ketumbar dibudidayakan di dataran tinggi seperti di daerah Boyolali, Salatiga, Temanggung, Sumatera Barat, dan lainnya. Hasil panen umumnya dijual ke pasar tradisional untuk keperluan rempah rumah tangga (Hadypoetianti dan Sri Wahyuni, 2004). B. Syarat Tumbuh Ketumbar dapat tumbuh pada kisaran iklim yang lebar, tetapi dapat tumbuh dengan baik pada tanah-tanah medium sampai berat pada lokasi yang subur, berdrainase baik dan kondisi lembab (Purseglove et al., 1981). C. Budidaya Penyiapan benih Sebelum tanam benih direndam dalam air selama satu malam, kemudian disemai dalam polibag kecil, 2-3 butir/polibag. Setelah tumbuh, tanaman ditinggalkan satu batang/polibag. Pada umur 1,5-2 bulan setelah semai, bibit dipindahkan ke lapang. Pemupukan Pupuk kandang diberikan 20 kg/petak satu bulan sebelum tanam. Urea diberikan dua kali, yaitu 2 dan 4 minggu setelah tanam dengan takaran 2 g/tanaman setiap kali pemberian. Pupuk SP-36 dan KCl masing-masing diberikan sebanyak 3 g dan 3,5 g per tanaman pada saat tanam. Pengendalian hama penyakit Untuk melindungi dari hama dan penyakit, tanaman disemprot dengan fungisida/insektisida dengan frekuensi seminggu sekali. Pemeliharaan Penyiraman dilakukan apabila kondisi tanah sudah mengering. Panen dan pasca panen Panen dilakukan pada saat buah sudah berwarna kuning sampai coklat muda (4-6 bulan setelah tanam). 130

2. Bawang Putih (Allium sativum L.) Klasifikasi Divisio : Spermatophyta Sub divisio : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Liliales (liliflorae) Famili : Liliaceae Genus : Allium Spesies : Allium sativum L. Nama daerah Sumatera : bawang putih (Melayu), lasun (Aceh), dasun putih (Minangkabau), lasuna (Batak), bacong landak (Lampung). Jawa : bawang bodas (Sunda), bawang (Jawa), babang pole (Madura). Kalimantan : bawang kasihong (Dayak), pulak (Tarakan). Sulawesi : lasuna kebo (Makasar), lasuna pote (Bugis), pia moputi (Gorontalo), lasuna moputih (Minahasa), Nusa Tenggara : Incuna, bawa de are (Halmahera), bawa bodudo (Ternate), bawa fiufer (Papua), lasuna (Karo), kesuna (Bali). Nama asing : garlic (Inggris), knoflook (Jerman), suan (Cina), pil (Korea), ninniku (Jepang), aglio (Italia), thoam (Arab), ajo (Spanyol). A. Deskripsi Bawang putih berasal dari Asia Tengah yaitu China dan Jepang yang memiliki iklim sub tropis. Dari daerah Cina dan Jepang, bawang putih menyebar ke seluruh Asia, Eropa dan seluruh dunia. Sejarah bawang putih berhubungan erat dengan sejarah peradaban dunia yang terkenal, misalnya piramida Mesir. Bawang putih merupakan menu utama untuk para buruh yang membangun piramide. Contoh lainnya, keperkasaan tentara Viking ternyata berkaitan erat dengan konsumsi bawang putih secara langsung atau tidak langsung. Di Indonesia, bawang putih masuk melalui jalur perdagangan internasional, mulai dari pesisir hingga ke pedalaman, sehingga bawang putih akrab dengan lidah bangsa Indonesia. B. Syarat tumbuh Bawang putih dapat hidup pada ketinggian tempat 6-700 m dpl dengan curah hujan 100-200 mm/bulan. Curah hujan yang terlalu rendah akan mengganggu pertumbuhan 131

sebaliknya curah hujan yang terlalu tinggi menyebabkan tanaman membusuk. Suhu udara yang dikehendaki bawang putih berkisar antara 15-26 oc. Pada suhu yang terlalu tinggi umbi bawang putih tidak berkembang sempurna bahkan tidak dapat membentuk umbi. Jika suhu terlalu rendah bawang putih dapat terserang frost. Tanah yang baik untuk pertanaman bawang putih adalah tanah berlempung atau berpasir ringan, gembur, kaya bahan organik dan porous. Di lahan yang terlalu banyak kandungan pasirnya umbi mudah pecah (mudah rontok). Sebaliknya jika tanah banyak mengandung liat maka pertumbuhannya akan terhambat. C. Budidaya Pembibitan Umbi yang digunakan untuk bibit harus berasal dari tanaman yang pertumbuhannya normal, sehat dan bebas hama penyakit. Syarat bibit yang baik yaitu bebas patogen, pangkal batang berisi keras, suing bernas, besar suing 1.5-3 gram. Penanaman Penanaman bawang putih umumnya dilakukan di pesawahan yaitu setelah panen padi. Jika tanah yang digunakan masam (ph < 6) maka diberikan pengapuran 1 bulan sebelum tanam dengan dosis 1-2 ton/ha. Cara penanaman yaitu sehari sebelum tanam, umbi bawang putih dipecah/dipipil sehingga menjadi beberapa suing. Agar memudahkan terkelupasnya siung dan mencegah pengelupasa kulit umbi maka dapat dilakukan dengan penjemuran selama beberapa jam. Bibit siung yang akan ditanam dimasukkan ke dalam lubang tanam, tidak boleh terlalu dalam agar bibit tidak terbenam semuanya. Pembenaman bibit 2/3 siung bawang putih. Jika terbenam semua maka bibit akan sulit tumbuh dan terjadi pembusukan. Pemeliharaan Pemupukan Menurut Subhan (1990), pengaruh pupuk Kalium terlihat secara langsung terhadap mutu umbi bawang putih (kekerasan dan tidak mudah pecah). Menurut Aji 1990, peran Mg erat sekali dengan terbentuknya klorofil dengan proses fotosintesis maka terbentuk sumber energi (Egli, 1975) yang kemudian akan diteruskan kepada pembentukan seluruh bagian tanaman termasuk umbi. Pemupukan fosfat yang terus-menerus, terutama bila takarannya 132

tinggi akan terjadi akumulasi fosfat di dalam tanah dan menyebabkan belerang kurang tersedia (Gunadi dan Suwandi, 1989). Dosis P dan Mg sebesar 200 kg P 2 O 5 /ha dan 60 kg MgO/ha, dan dosis K 150 kg K 2 O/ha yang diberikan dengan cara 1/3 dosis 50 kg K 2 O/ha dalam bentuk KCl pada 15 hari setelah tanam serta 1/3 dosis K dalam bentuk ZK pada 30 hari setelah tanam, diperoleh tanaman lebih kekar, lebih tinggi serta hasilnya tinggi dengan umbi yang lebih besar, dan susut bobot lebih kecil. Penyiraman Dapat dilakukan dengan menggunakan gembor atau mengaliri air di sekitar bedengan. Pada awal penanaman, dilakukan tiap hari penyiraman sedangkan menjelang panen (3 BST) penyiraman dihentikan. Pengendalian hama dan penyakit Untuk mengendalikan hama kutu dan trips maka disemprot dengan pestisida Tamaron dan Bayrusil 0.2 %. Sedangkan penyakit dikendalikan dengan Dithane M-45 0.2-0.3%. Pengendalian hama dan penyakit disesuaikan dengan kondisi pertanaman bawang putih. Panen dan pasca panen Panen dilakukan setelah bawang putih menunjukkan kriteria panen yaitu umur 90-120 hari, tangkai batang telah mengeras, daun telah menguning sekitar 50%. Pasca panen meliputi pengumpulan, penyortiran dan penggolongan, penyimpanan, pengemasan dan pengangkutan. Pengumpulan dilakukan dengan mengikat batang semu bawang putih menjadi satu. Penyortiran dan penggolongan merupakan pengelompokan bawang putih menurut ukuran dan mutunya. Sebelum disortir, umbi yang mengering dibersihkan, akar dan batang semu dipotong hinga tersisa kira-kira 2 cm. Pengelompokkan dilakukan berdasarkan ketuaan menurut umur, keseragaman ukuran umbi, tingkat kekeringan, kekompakan susunan siung, bentuk siung dan bebas hama dan penyakit. Berdasarkan ukuran umbinya maka dapat dikelompokkan kepada 4 kelas : - Kelas A : ukuran diameter umbi > 4 cm - Kelas B : ukuran diameter umbi 3-4 cm - Kelas C : ukuran diameter umbi 2-3 cm - Kelas D : umbi diameter yang kecil/pecah dan rusak 133

Penyimpanan bawang putih dalam jumlah kecil umumnya digantung di atas para-para di dapur, pengasapan merupakan cara pengaweta umbi. Dalam skala besar maka umbi bawang putih disimpan di gudang dengan syarat suhu gudang 25-30 o C, kelembabahan 60-70%. Pengemasan bawang putih dapat dilakukan dengan memggunakan karung goni atau karung plastic dengan anyaman tertentu (Susila, 2006) 3. Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Klasifikasi Divisio : Spermatophyta Sub divisio : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Liliales (liliflorae) Famili : Liliaceae Genus : Allium Spesies : Allium ascalonicum L. Spesies bawang merah yang banyak ditanam di Indonesia terdiri atas 2 macam, yaitu bawang merah biasa atau shallot alias sylot (A. ascalonicum L.), dan bawang merah sebenarnya atau disebut bawang bombay, bawang timur alias Onion (A. cepa L). Nama daerah : bawang abang mirah (Aceh) ; pia (Batak) ; bawang abang (Palembang), bawang sirah, barambang sirah, dasun merah (Minangkabau), bawang suluh (Lampung), bawang beureum (Sunda), brambang, brambang abang (Jawa), bhabang mera (Madura), jasun bang, jasun mirah (Balin), lasuna mahamu, ransuma mahendeng, yantuna mopura, dansuna rundang, lasuna randang, lansuna mea, lansuna raindang (Sulawesi Utara); bawangi (Gorontalo); laisunapilas, laisuna mpilas (Roti); kalpeo meh (Timor); bowang wulwul (Kai); kosai miha; bawa rohiha (Ternate); bawa kahori (Tidore) A. Deskripsi Bawang merah merupakan tanaman semusim yang berbentuk rumput, berbatang pendek dan berakar serabut, tinggi dapat mencapai 15-50 cm dan membentuk rumpun. Akarnya berbentuk akar serabut yang tidak panjang, karena sifat perakaran inilah bawang merah tidak tahan kering (Rahayu dan Berlian, 1999). 134

Bentuk daun tanaman bawang merah seperti pipa, yakni bulat kecil memanjang antara 50-70 cm, berlubang, bagian ujungnya meruncing, berwarna hijau muda sampai hijau tua, dan letak daun melekat pada tangkai yang ukurannya relatif pendek (Rukmana, 1994). Pangkal daunnya dapat berubah fungsi seperti menjadi umbi lapis. Oleh karena itu, bawang merah disebut umbi lapis. Tanaman bawang merah mempunyai aroma yang spesifik yang marangsang keluarnya air mata karena kandungan minyak eteris alliin. Batangnya berbentuk cakram dan di cakram inilah tumbuh tunas dan akar serabut. Bunga bawang merah berbentuk bongkol pada ujung tangkai panjang yang berlubang di dalamnya. Tangkai tandan bunga ini sangat panjang mencapai 30-50 cm. Kuntumnya juga bertangkai tetapi pendek antara 0,2-0,6 cm (Wibowo, 1995). Bawang merah berbunga sempurna dengan ukuran buah yang kecil berbentuk kubah dengan tiga ruangan dan tidak berdaging. Tiap ruangan terdapat dua biji yang agak lunak dan tidak tahan terhadap sinar matahari (Sunarjono, 2004). Tanaman bawang merah memiliki 2 fase tumbuh, yaitu fase vegetatif dan fase generatif. Tanaman bawang merah mulai memasuki fase vegetatif setelah berumur 11-35 HST, dan fase generatif terjadi pada saat tanaman berumur 36 HST. Pada fase generatif, ada yang disebut fase pembentukan umbi (36-50 HST) dan fase pematangan umbi (51-56 HST) (http://hortikultura.litbang.deptan.go.id/). B. Syarat tumbuh Tanaman bawang merah dapat ditanam di dataran rendah sampai dataran tinggi (1 1000 m dpl ), dengan curah hujan 100 200 mm/bulan. Akan tetapi, pertumbuhan tanaman maupun umbi yang optimal pada ketinggian 0 400 m dpl. Bawang merah masih dapat tumbuh dan berumbi di ketinggian 800 900 m dpl, tetapi umbinya lebih kecil dan berwarna kurang mengkilat. Selain itu umurnya lebih panjang dibanding umur tanaman di dataran rendah karena suhunya di dataran tinggi lebih rendah (Deptan, 2004 ; Sutaya, et al, 1995). Budidaya bawang merah pada daerah-daerah yang beriklim kering, dengan suhu udara yang cukup tinggi dan penyinaran matahari yang penuh akan dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman yang optimal. Secara umum tanaman bawang merah lebih cocok diusahakan secara agribisnis/komersial di daerah dataran rendah pada akhir musim penghujan, atau pada saat musim kemarau, dengan penyediaan air irigasi yang cukup untuk keperluan tanaman (Deptan, 2003). 135

Bawang merah akan membentuk umbi yang lebih besar bilamana ditanam di daerah dengan penyinaran lebih dari 12 jam (Sumarni dan Hidayat, 2005). Suhu yang baik bagi pertumbuhan bawang merah adalah sekitar 22 0 C atau lebih, bawah suhu 22 o C bawang merah akan lambat berumbi, maka bawang merah lebih menyukai tumbuh di dataran rendah dimana iklim yang cerah (Deptan, 2005). Pada suhu 22 o C tanaman masih mudah membentuk umbi, tetapi hasilnya tidak sebaik jika ditanam di dataran rendah yang bersuhu panas. Daerah yang sesuai adalah yang suhunya sekitar 25 32 0 C dan suhu rata-rata tahunan 30 0 C (Rahayu dan Berlian, 2004). Tanaman bawang merah memerlukan tanah berstruktur remah, tekstur sedang sampai liat, draenase/aerasi baik, mengandung bahan organik yang cukup, yaitu > 2,5 % (menurut Simanungkalit dkk, (2006)), dan reaksi tanah agak masam sampai normal (6,0 6,8). Bawang merah dapat tumbuh pada tanah sawah atau tegalan, tekstur sedang sampai liat. ph 5,5 7,0 masih dapat digunakan untuk penanaman bawang merah (Rahayu dan Berlian, 2004), ph 5,6 6,5 (Sumarni dan Hidayat, 2005). Jenis tanah yang cocok untuk budidaya bawang merah adalah tanah Aluvial, Latosol atau tanah Andosol yang ber-ph antara 5,15 7,0 (Deptan 2005). Tanah yang cukup lembab dan air tidak menggenang disukai tanaman bawang merah (Sumarni dan Hidayat, 2005), subur, gembur, dan banyak mengandung bahan organik. Jenis tanah yang paling baik yakitu lempung berpasir atau lempung berdebu, ph tanah 5,5 6,5, dan drainase serta aerasi tanah baik (Adijaya, 2005). C. Budidaya Persiapan bibit Bawang merah dapat diperbanyak dengan dua cara, yaitu bahan tanam berupa biji botani dan umbi bibit. Pada skala penelitian, perbanyakan bawang merah dengan biji mempunyai prospek cerah karena memiliki beberapa keuntungan (kelebihan) antara lain : keperluan benih relatif sedikit ±3 kg/ha, mudah didistribusikan dan biaya transportasi relatif rendah, daya hasil tinggi serta sedikit mengandung wabah penyakit. Hanya saja perbanyakan dengan biji memerlukan penanganan dalam hal pembibitan di persemaian selama ± 1 bulan setelah itu bisa dibudidayakan dengan cara biasa ( Rukmana,1994) Perbanyakan bahan tanaman dengan umbi bibit mengharuskan syarat-syarat bibit yang baik yaitu berat umbi 2.5-7.5 gram, sudah cukup tua (dipanen sekitar 70-90 hari, 136

tergantung varietas dan ketinggian tempat bertanam di atas permukaan laut), telah melalui masa penyimpanan selama 60-90 hari, bila umbi dipotong 1/3 bagian, titik tumbuh nampak berwarna hijau, ukuran umbi sedang (3-4 gram/umbi), bernas, kulit umbi mengkilap, tidak luka, tidak cacat, tidak sobek, sehat dan tidak mengandung bibit penyakit dan hama serta tidak tercampur varietas lain. Kebutuhan bibit sekitar 800-1200 kg/ha. Kultivar atau varietas yang dianjurkan untuk dataran rendah yaitu Kuning, Bima Brebes, Bangkok, Kuning Gombong, Klon No. 33, Klon No. 86, sedangkan untuk dataran medium atau tinggi yaitu Sumenep, Menteng, Klon No. 88, Klon No. 33, Bangkok 2. Penanaman Hal yang sangat terkait dengan penanaman adalah ukuran bibit dan jarak tanam. Jarak tanam menentukan jumlah populasi tanaman. Populasi tanaman yang rapat menyebabkan terjadinya kompetisi dalam pengambilan air, unsur hara, udara, dan cahaya, sebaliknya pupuk yang tepat belum dapat ditentukan. Pengolahan tanah dimaksudkan untuk menciptakan lapisan olah yang cocok dan gembur untuk budidaya bawang merah. Pengolahan tanah umumnya diperlukan untuk menggemburkan tanah sehingga pertumbuhan umbi dari bawang tidak terhambat karena sifat fisika tanah yang kurang optimal. Pengolahan tanah juga dilakukan untuk memperbaiki drainase, meratakan permukaan tanah dan mengendalikan gulma. Pembuatan bedengan untuk pertanaman bawang merah sangat tergantung lokasi lahan yang digunakan. Pada lahan bekas sawah dibuat bedengan dengan lebar 1.50-1.75 m. Diantara bedengan dibuat parit dengan lebar 0.5 m dan kedalaman 0.5 m. Tanah di atas bedengan dicangkul sedalam 20 cm sampai gembur. Pada lahan kering, tanah dicangkul atau dibajak sedalam 20 cm sampai gembur, kemudian dibuat bedengan dengan lebar 1.20 m dan tinggi 25 cm. sedangkan panjangnya tergantung dengan kondisi lahan. Bedeng dibuat mengikuti arah timur dan barat agar penyebaran cahaya optimal. Seluruh proses pengolahan tanah ini membutuhkan waktu kira-kira 3-4 minggu. Pada lahan yang masam dengan ph kurang dari 5,6 disarankan pemberian dolomit minimal 2 minggu setelah tanam dengan dosis 1-1,5 ton/ha/tahun. Peningkatan ph ini penting untuk meningkatkan ketersediaan unsur hara Ca (kalsium) dan magnesium (Mg), terutama pada lahan lahan yang diusahakan secara intensif karena unsur Ca dan Mg sulit tersedia dalam kondisi masam. Jarak tanam bawang merah pada musim kemarau 15x15 cm atau 15x20 cm, sedang pada musim hujan 15x20 cm atau 20x20 cm. Jika ph tanah kurang dari 5.6, dilakukan 137

pengapuran dengan menggunakan Kaptan atau Dolomit minimal 2 minggu sebelum tanam dengan dosis 1-1.5 ton/ha. Jarak tanam terbaik untuk bawang merah Palu adalah 10 cm x 20 cm dengan hasil umbi basah 11,92 ton/ha setara dengan umbi kering 10,65 ton/ha. Namun, jarak tanam ini tidak berbeda dengan jarak tanam 10 cm x 15 cm dan 15 cm x 15 cm. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa jarak tanam yang ideal untuk bawang merah Palu adalah 10 cm x 10 cm dan dapat diperlebar hingga 15 cm x 15 cm (Limbongan dan Maskar, 2003). Pada varietas Tiron yang ditanam di Kecamatan Haranggaol. Cara penanaman umbi bawang merah yaitu umbi dimasukkan ke dalam lubang yang sebelumnya dibuat dengan tugal. Lubang tanam dibuat sedalam umbi dan umbi dimasukkan ke dalam tanah dengan seperti memutar sekerup. Penanaman diusahakan jangan terlalu dalam karena umbi mudah mengalami pembusukan. Setelah proses penanaman selesai dilakukan penyiraman. Pemupukan Pemberian pupuk dasar dilakukan setelah pengolahan tanah. Pupuk dasar yang digunakan adalah pupuk organik yang sudah matang seperti pupuk kandang sapi dengan dosis 10-20 ton/ha atau pupuk kandang ayamdengan dosis 5-6 ton/ha. Selain itu digunakan juga pupuk P (SP-36) dengan dosis 200-250 kg/ha (70-90kg/ha P2O5). Yang diaplikasikan 2-3 hari sebelum tanaman dengan cara disebar lalu diaduk secara merata dengan tanah. Pemberian pupuk organik digunakan untuk memelihara dan meningkatkan produktivitas lahan. Pemeliharaan Tanaman Penyiraman Tanaman bawang merah tidak menghendaki banyak hujan karena umbinya mudah busuk, tetapi selama pertumbuhannya tetap memerlukan air cukup. Oleh karena itu, lahan tanam bawang merah perlu penyiraman secara intensif apalagi jika pertanaman bawang merah terletak di lahan bekas sawah. Pada musim kemarau tanaman bawang merah memerlukan penyiraman yang cukup, biasanya satu kali sehari sejak tanam sampai menjelang panen. Penyulaman Penyulaman dilakukan secepatnya bagi tanaman yang mati / sakit dengan mengganti tanaman yang sakit dengan bibit yang baru. Hal ini dilakukan agar produksi dari suatu lahan tetap maksimal walaupun akan mengurangi keseragaman umur tanaman. Pemupukan 138

Pemupukan susulan pertama dilakukan dengan memberikan pupuk N dan K pada saat tanaman berumur 10-15 hari setelah tanam. Pemupukan susulan kedua dilakukan pada saat tanaman berumur 1 bulan setelah tanam ½ dosis pupuk N 150-200 kg/ha dan K 100-200 kg KCl/ha. Pupuk K diaplikasikan bersama-sama dengan pupuk N dalam larikan atau dibenamkan ke dalam tanah. Untuk mencegah kekurangan unsur mikro dapat digunakan pupuk pelengkap cair yang mengandung unsur mikro. Bisa juga dilakukan pemupukan organik. Limbongan dan Monde (1999) menyatakan bahwa pemberian pupuk organik 1,20 t/ha menghasilkan umbi kering terbanyak yaitu 5,64 t/ha dan berbeda nyata dibandingkan dengan hasil umbi dari plot yang tidak diberi pupuk organik. Peningkatan hasil terjadi karena pupuk organik dapat memperbaiki aerasi dan drainase tanah sehingga akar berkembang lebih baik dan jangkauannya lebih luas untuk menyerap hara. Respons tanaman terhadap pupuk anorganik mulai terlihat pada takaran pupuk 90 kg N + 80 kg P2O5 + 70 kg K2O dan diberi tambahan pupuk organik 1,20 t/ha (pupuk organik NPK plus). Penambahan takaran pupuk tidak meningkatkan bobot kering umbi. Penelitian pemberian pupuk organik kascing (limbah organik yang diuraikan oleh cacing tanah) pada bawang merah Palu telah dilakukan oleh Saidah (2001). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pemberian kascing 12 t/ha + ZA 300 kg/ha dapat menghasilkan umbi kering 4,05 t/ha, sedangkan tanpa pupuk kascing dan ZA hasilnya hanya 1,20 t/ha. Pengendalian hama penyakit Hama penyakit yang umum menyerang tanaman bawang merah yaitu : a. Hama ulat bawang/ulat grayak (Spodoptera litura atau Spodoptera exigua). Serangan hama ini ditandai dengan bercak putih transparan pada daun. Telur diletakkan pada pangkal dan ujung daun bawang merah secara berkelompok, maksimal 80 butir. Telur dilapisi benang-benang putih seperti kapas. Kelompok telur yang ditemukan pada rumpun tanaman hendaknya diambil dan dimusnahkan. Biasanya pada bawang lebih sering terserang ulat grayak jenis Spodoptera exigua dengan ciri terdapat garis hitam di perut/kalung hitam di leher. Pengendaliannya adalah telur dan ulat dikumpulkan lalu dimusnahkan, memasang perangkap ngengat (feromonoid seks) ulat bawang 40 buah/ha, jika intensitas kerusakan daun lebih besar atau sama dengan 5% per rumpun atau telah ditemukan 1 paket telur/10 139

tanaman, dilakukan penyemprotan dengan insektisida efektif, misalnya Hostathion 40 EC, Cascade 50 EC, Atabron 50 EC atau Florbac. b. Hama trip (Thrips sp.) Gejala serangan hama thrip ditandai dengan adanya bercak putih beralur pada daun. Penanganannya dengan penyemprotan insektisida efektif, misalnya Mesurol 50 WP atau Pegasus 500 EC. c. Penyakit layu Fusarium. Ditandai dengan daun menguning, daun terpelintir dan pangkal batang membusuk. Jika ditemukan gejala demikian, tanaman dicabut dan dimusnahkan, atau semprot dengan fungisida d. Penyakit antraknose. Gejalanya bercak putih pada daun, selanjutnya terbentuk lekukan pada bercak tersebut yang menyebabkan daun patah atau terkulai. Untuk mengatasinya, semprot dengan fungisida Daconil 70 WP atau Antracol 70 WP. e. Penyakit trotol/bercak ungu (Alternaria porli) Ditandai dengan bercak putih pada daun dengan titik pusat berwarna ungu. Gunakan fungisida efektif, antara lain Antracol 70 WP, Daconil 70 WP, dll untuk membasminya. Panen Bawang merah dapat dipanen setelah umurnya cukup tua, biasanya pada umur 70-80 hari. Tanaman bawang merah dipanen setelah terlihat tanda-tanda 60% leher batang lunak, tanaman rebah dan daun menguning, sedangkan untuk bibit kerebahan daun lebih dari 90%.. Pemanenan sebaiknya dilaksanakan pada saat tanah kering dan cuaca cerah untuk menghindari adanya serangan penyakit busuk umbi pada saat umbi disimpan. Panen dilakukan waktu udara cerah. Cara panen yaitu mencabut seluruh tanaman dengan hati-hati supaya tidak ada umbi yang tertinggal atau lecet. Untuk 1 (satu) hektar pertanaman bawang merah yang diusahakan secara baik dapat dihasilkan 10-15 ton. Pada waktu panen, bawang merah diikat dalam ikatan-ikatan kecil (1-1.5 kg/ikat), kemudian dijemur selama 5-7 hari). Setelah kering penjemuran 5-7 hari, 3-4 ikatan bawang merah diikat menjadi satu, kemudian bawang dijemur dengan posisi penjemuran bagian umbi di atas selama 3-4 hari. Pada penjemuran tahap kedua dilakukan pembersihan 140

umbi bawang dari tanah dan kotoran. Bila sudah cukup kering (kadar air kurang lebih 85 %), umbi bawang merah siap dipasarkan atau disimpan di gudang. Pasca Panen Pengeringan umbi dilakukan dengan cara dihamparkan merata diatas tikar atau digantung diatas para-para. Dalam keadaan cukup panas biasanya memakan waktu 4-7 hari. Bawang merah yang sudah agak kering diikat dalam bentuk ikatan. Proses pengeringan dihentikan apabila umbi telah mengkilap, lebih merah, leher umbi tampak keras dan bila terkena sentuhan terdengar gemerisik. Sortasi dilakukan setalh proses pengeringan. Ikatan bawang merah dapat disimpan dalam rak penyimpanan penyimpanan atau digantung dengan kadar air 80-85 %, ruang penyimpnan harus bersih, aerasi cukup baik, dan harus khusus tidak dicampur dengan komoditas lain. 141

Gambar 12. Lada (Piper nigrum L.) Gambar 13. Cengkeh (Syzygium aromaticum) Gambar 14. Pala (Myristica fragrans) Gambar 15. Vanili (Vanilla flanifolia) Gambar 16. Kayu Manis (Cinnamomum burmanii) Gambar 17. Ketumbar (Coriandrum sativum Linn) Gambar 18. Bawang Putih (Allium sativum L.) Gambar 19. Bawang Merah (Allium ascalonicum) 142

VII EFEK FARMAKOLOGIS TANAMAN OBAT DAN REMPAH Tujuan Instruksional : Menguraikan dan menjelaskan efek farmakologis tanaman obat unggulan, tanaman obat keluarga, tanaman rempah unggulan dan tanaman rempah keluarga, meliputi : kandungan kimia, efek farmakologis dan hasil penelitian serta khasiat dan cara pemakaian TANAMAN OBAT UNGGULAN 1. Sambiloto (Andrographis paniculata Ness) Kandungan kimia: Daun sambiloto mengandung saponin, flavonoid, dan tanin. Cabang, batang dan daun sambiloto mengandung laktone yang terdiri dari deoxy-andrographolide, andrographolide, neoandrographolide, 14-deoxy-11,12 didehydrographolite dan homoandrographolite. Flavonoid dari akar mengandung polymethoxyflavone, andrographin, panicolin, mono-o-methylwithin, apigenin-7, 4-dimethyl ether, alkane, ketone, aldehyde, kalium, kalsium, natrium, asam kersik dan damar. Efek Farmakologis dan Hasil Penelitian Efek farmakologi sambiloto adalah imunostimulan (meningkatkan daya tahan tubuh), antibiotik, antipiretik (pereda demam), anti inflamasi (antiradang), hepatoprotektor, hipotensif, hipoglikemik, antibakteri, antiradang saluran nafas, meridian jantung dan paruparu, penawar racun (detoksikasi), penghilang nyeri (analgesic), detumescent. Beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai efek farmakologis sambiloto adalah : 1. Pemberian sambiloto dapat menurunkan kadar SGPT tikus wistar yang diberi parasetamol. Sambiloto dapat meningkatkan aktivitas enzim antioksidan, menurunkan aktivitas enzim lipid peroksidase dan meningkatkan pengisian glutathione dengan peningkatan aktivitas enzim antioksidan sambiloto dapat mencegah terbentuknya radikal bebas yang terjadi akibat proses oksidasi parasetamol oleh sitokrom p450. Peningkatan pengisian glutathion memungkinkan metabolit reaktif yang terbentuk 143

akibat proses oksidasi parasetamol dapat terkonjugasi oleh glutathion sehingga dapat mencegah ikatan kovalen metabolit reaktif dengan komponen makromolekul sel hepar. sedangkan dengan penurunan aktivitas enzim peroksidase sambiloto dapat mengurangi proses peroksidasi lipid pada membran sel hepar. sambiloto juga dapat menurunkan deplesi glutathion (Dian, 2006). 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak sambiloto dan obat sulfakloropirazin dosis 180 mg/kg bb dapat mengurangi jumlah produksi ookista per gram tinja. pemberian ekstrak sambiloto memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan pemberian obat sulfakloropirazin dosis 180 mg/kg bb pada hari ke-14, 16, 18, dan 19 setelah infeksi dalam menghambat produksi ookista. Ekstrak sambiloto pelarut etanol dosis tinggi (e6) lebih efektif dibandingkan dengan pelarut etanol dosis sedang (e5), dan dosis rendah (e4) (Mangapul, 2008). 3. Ekstrak etanol herba sambiloto yang di berikan peroral selama 48 hari pada mencit jantan dapat menyebabkan kerusakan tubulus seminiferus testis pada dosis 11,25 mg/30gbb, 22,5mg/30gBB dan 45mg/30gBB (Rizal dan Halim, 2006). 4. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun sambiloto yang diberikan pada induk selama masa organogenesis menyebabkan kelainan morfologi fetus berupa kerdil, hemoragi, dan cacat kaki bengkok (Setyawati, 2009). 5. Manfaat sambiloto memang tak sedikit. Ekstraknya ternyata mampu melawan Plasmodium berghei parasit penyebab malaria dengan menghambat perkembangbiakannya. Zat neoandrografolid dan deoksandrografolid memegang peranan penting. Bahkan, ekstrak herba ini terbukti mampu mengatasi diare yang disebabkan bakteri Eschericia coli. Andrografolid dan neoandrografolid menunjukkan kemampuan setara dengan ioperamide (imodium), obat diare paling top. Pada penelitian Deng pada 1978 sambiloto digunakan untuk mengobati 1.611 pasien disentri bakteri dan 955 kasus diare. Hasilnya tingkat kesembuhan mencapai 91,3%. Ampadu sebutannya di Padang ternyata berkhasiat pula untuk mencegah penyakit jantung dan penyempitan pembuluh darah. Para peneliti menemukan bahwa ekstrak sambiloto berkhasiat antihipertensi. Noradrenalin, hormon hasil sekresi otak, menyebabkan pengerutan pembuluh darah dan menambah detak jantung, tekanan darah, dan kadar gula darah. Lagi-lagi, sambiloto mampu menghambat peningkatan tekanan darah yang diakibatkan hormon tersebut. Herba itu melemaskan otot-otot dinding pembuluh darah agar tak mengerut. Peredaran darah lancar dan oksigen tetap mengalir ke otak. Di India, ia digunakan sebagai obat 144

ampuh untuk mengatasi gigitan ular. Gigitan serangga pun mampu disembuhkan. Ia juga digunakan untuk mengatasi penyakit liver. Pada sebuah penelitian, beberapa penderita hepatitis diberi rebusan atau infus sambiloto. Pada hari kelima, warna kuning pada mata dan kulit berkurang. Lalu hilang dalam 24 hari. Andrografolid memang memiliki efek farmakologis hebat. Penyakit amandel, infeksi pernapasan, dan tuberkolosa tak luput disembuhkan. Di Cina, ujicoba yang dilakukan pada 129 penderita radang amandel akut, 65% menunjukkan respons positif. Ujicoba juga dilakukan Dalam pengobatan kuno, sambiloto sering digunakan untuk obat demam, pereda nyeri, dan gangguan pencernaan pada 49 pasien peumonia. Hasilnya 35 orang di antaranya membaik dan 9 sembuh. Sebanyak 111 penderita bronkhitis kronis dan infeksi paruparu mengalami perlakuan sama. Ternyata demam 72% pasien mereda dalam 3 hari dan infeksi berkurang pada 40% pasien dalam seminggu. Rifampin sejenis antibiotik biasa digunakan dalam terapi TBC. Namun, tingkat kematian pasien 22,5%. Dengan infus andrografolid, hasilnya membaik. Pada 70 pasien TBC meningitis di Shantou, Cina, 30% dinyatakan sembuh dengan tingkat kematian 8,6%. Selain pahit, sambiloto juga bersifat dingin. Oleh karena itu ia berkhasiat membersihkan dan menghilangkan panas dalam, menghilangkan lembab, menawarkan racun, menghilangkan bengkak dan sakit (Anonimus, 2008). Khasiat dan Cara Pemakaian 1. Darah tinggi Bahan : Sambiloto kering 10 g, pegagan kering 15 g, pulai kering 7 g, tempuyung kering 10 g, sambung nyawa kering 10 g, daun dewa kering 10 g Pemakaian : Semua bahan dicuci bersih, kemudian direbus dengan 7 gelas air hingga tersisa 4 gelas. Air rebusan diminum satu jam sebelum makan sebanyak 3 kali sehari, yaitu pagi, siang, dan sore hari (Mahendra, 2005). 2. Faringitis Bahan : Herba sambiloto segar 9 g Pemakaian : Herba sambiloto dicuci bersih lalu dibilas dengan air matang. Bahan tersebut lalu dikunyah dan airnya ditelan (Dalimartha, 2004). 3. Kanker, tumor, kista dan mioma Bahan : Sambiloto kering 15 g, kunir putih kering 15 g, daun dewa kering 7g, 145

Pemakaian : Semua bahan dicuci bersih, kemudian direbus dengan 9 gelas air hingga tersisa 4 gelas. Air rebusan diminum satu jam sebelum makan 3 kali sehari yaitu pagi, siang dan sore hari (Mahendra, 2005). 4. Hidung berlendir (rinorea), infeksi telinga tengah, sakit gigi Bahan : Herba sambiloto segar 9-15 g Pemakaian : Herba sambiloto dicuci bersih, direbus dengan 3 gelas air sampai tersisa 1 gelas. Setelah dingin disaring, lalu diminum 2 kali sehari masing-masing ½ gelas. Untuk infeksi telinga tengah, herba segar dicuci lalu digiling halus dan diperas. Airnya digunakan untuk tetes telinga (Dalimartha, 2004). 2. Jambu Biji (Psidium guajava) Kandungan kimia Daun mengandung tannin, minyak asiri (eugenol), minyak lemak, dammar, zat samak, triterpenoid, asam malat, dan asam apfel. Buah mengandung asam amino (triptofan, lisin), pectin kalsium, fosfor, besi, mangan, magnesium, belerang, dan vitamin (A, B1 dan C), saat menjelang matang, kandungan vitamin C dapat mencapai 3-6 kali lipat lebih tinggi dari jeruk. Jambu biji, juga kaya dengan serat yang larut dalam air, terutama di bagian kulitnya sehingga dapat mengganggu penyerapan glukosa dan lemak yang berasal dari makanan dan membuangnya ke luar tubuh (Dalimartha, 2000). Efek farmakologis dan hasil penelitian Daun rasanya manis, sifatnya netral, berkhasiat astringen (pengelat), antidiare, antiradang, penghenti perdarahan (homeostatis) dan peluruh haid. Buah berkhasiat antioksidan karena kandungan beta karoten dan vitamin C yang tinggi sehingga dapat meningkatkan daya tahan tubuh. (Dalimartha, 2000). 1. Tidak terdapat perbedaan bermakna pada konsentrasi feses, berat total feses, waktu munculnya diare, lamanya diare, dan kecepatan transit usus untuk kedua ekstrak uji dibandingkan dengan kelompok uji kontrol. Frekuensi defekasi mencit yang diberi ekstrak etanol daun jambu biji daging buah putih 150 mg/kg BB pada mencit ke 180-240 menunjukkan perbedaan bermakna dibandingkan kelompok kontrol (p<0,05) (Adnyana, 2004). 2. Infusa daun jambu biji dapat menghambat pertumbuhan dan membunuh salmonella typhi secara in vitro. Kesimpulan dari penelitian ini adalah infusa daun jambu biji 146

memiliki KHM dan KBM terhadap Salmonella typhi masing-masing adalah 6,25% dan 12,5% (Rugaiyah, 2010). 3. Ekstrak etanol daun jambu biji daging buah putih dan ekstrak etanol daun jambu biji daging buah merah menghambat pertumbuhan Shigella dysenteriae masing masing pada konsentrasi 40 mg/ml dan 50 mg/ml, terhadap Shigella flexneri masing masing pada konsentrasi 30 mg/ml dan 40 mg/ml, terhadap Escherichia coli masing masing pada konsentrasi 40 mg/ml, terhadap Salmonella typi hanya ekstrak etanol daun jambu biji daging buah putih pada konsentrasi 60 mg/ml. Ekstrak etanol daun jambu biji daging buah putih menunjukkan aktivitas antibakteri yang lebih kuat dibandingkan ekstrak etanol daun jambu biji daging buah merah. Kedua ekstrak uji tidak menunjukkan perbedaan efek yang bermakna terhadap konsentrasi feses, berat total feses, waktu munculnya diare, lamanya diare, dan transit usus. Frekuensi defakasi ekstrak etanol daun jambu biji daging buah putih 150 mg/kg BB pada menit ke-180 sampai 240 berbeda bermakna dibandingkan dngan kelompok kontrol (p<0,05) (Adnyana, dkk., 2004). Khasiat dan cara pemakaian 1. Diare Bahan: daun jambu segar Pemakaian: a. Rebus 30 g daun jambu segar dan segenggam tepung beras yang telah digonseng sampai kuning dalam dua gelas air sampai mendidih (selama 15 menit). Setelah dingin, saring dan air saringnya diminum. Lakukan 2-3 kali dalam sehari. b. Cuci 30 g daun jambu segar, lalu tumbuk sampai lumat. Tambahkan garam seujung sendok teh dan ½ cangkir air panas, lalu aduk sampai rata. Setelah dingin, peras dan saring. Minum air saringannya sekaligus. Jika penderita masih diare, ulangi pengobatan ini 2-3 kali dalam sehari. c. Cuci segenggam daun jambu yang masih muda dan segar, lalu rebus dalam tiga gelas air sampai tersisa separonya. Gunakan air rebusan untuk menyeduh satu sendok teh daun teh hijau. Minum ramuan ini selagi hangat. Lakukan 2-3 kali sehari sampai sembuh (Dalimartha, 2000). 2. Sering buang air kecil (anyang-anyangan) Bahan : daun jambu segar dan tepung beras yang telah digongseng (goreng tanpa minyak) sampai kuning (masing-masing segenggam) 147

Pemakaian : Rebus bahan dalam tiga gelas air sampai air rebusannya tersisa separonya. Setelah dingin, saring dan air saringannya diminum, sehari tiga kali, masing-masing ½ gelas (Dalimartha, 2000). 3. Perut anak kembung Bahan : 3 lembar daun jambu biji muda dan segar, lima butir adas, dan ½ jari kulit batang pulosari yang dipotong kecil-kecil, lalu cuci sampai bersih. Pemakaian : Rebus bahan-bahan tersebut dalam 2 cangkir air sampai tersisa cangkir. Setelah dingin, saring dan gunakan air saringannya sebagai obat. Caranya, bayi umur tiga bulan 5-7 kali sehari (masing-masing satu sendok teh), bayi umur enam bulan 3 kali sehari (masing-masing satu sendok makan), anak umur tiga tahun 3 kali ( masingmasing dua sendok makan) dan anak umur di atas tiga tahun 1 kali sehari (satu cangkir) (Dalimartha, 2000). 4. Kencing manis (diabetes mellitus), kolesterol tinggi Bahan : satu buah jambu biji yang masih mengkal Pemakaian : Bahan dicuci, lalu potong-potong seperlunya. Rebus dalam tiga gelas air bersih sampai tersisa satu gelas. Setelah dingin, saring dan air saringannya diminum sekaligus, lakukan 2 kali sehari (Dalimartha, 2000). 5. Sariawan Bahan : segenggam daun dan satu jari kulit batang jambu biji sesuai keperluan Pemakaian : Bahan di cuci sampai bersih. Rebus bahan-bahan tersebut dalam satu liter air sampai mendidih (selama 15 menit). Setelah dingin, saring dan minum air saringannya sebagai teh. Habiskan ramuan ini dalam sehari (Dalimartha, 2000). 6. Keputihan Bahan : 3 potong ranting muda jambu biji sebesar jari telunjuk dan 7 lembar daun sirih segar Pemakaian : Bahan di cuci sampai bersih, lalu potong-potong seperlunya. Tambahkan 2 liter air bersih, lalu rebus sampai airnya tersisa 1 liter. Setelah dingin, gunakan air rebusannya untuk mencuci liang senggama (vagina) (Dalimartha, 2000). 7. Menurunkan kadar kolesterol darah yang tinggi Bahan : 7 lembar daun jambu biji, 2 genggam daun cermai, dan 10 lembar daun sirih (ketiganya bahan segar). Pemakaian : Bahan dicuci sampai bersih. Rebus bahan-bahan tersebut dalam 3 gelas air sampai air rebusannya tersisa separonya (selama merebus, panci harus ditutup). Setelah 148

dingin, saring dan air saringannya diminum setiap pagi dan malam hari, masing-masing ¾ gelas (Dalimartha, 2000). 8. Luka, luka berdarah Bahan : daun jambu biji yang baru dipetik secukupnya Pemakaian : Bahan dicuci lalu digiling daun tersebut sampai lumat. Selanjutnya, tempelkan pada luka dan balut dengan perban. Ganti perban dan ramuan tersebut 3 kali sehari sampai lukanya sembuh. (Dalimartha, 2000). 3. Jati Belanda (Guazuma ulmifolia) Kandungan kimia Jati belanda memiliki rasa agak kelat karena mengandung tannin. Jati belanda juga memiliki bau aromatik yang lemah karena mengandung kafein, sterol dan asam fenolat. Senyawa tannin dan musilago yang terkandung dalam tanaman jati belanda dapat mengendapkan mukosa protein yang ada di dlaam permukaan intestine (usus halus) sehingga mengurangi penyerapan makanan. Dengan demikian, proses obesitas (kelebihan berat badan) dapat dihambat. Musilago juga bersifat pelican atau pelumas sehingga makanan tidak diberi kesempatan untuk diabsorbsi atau diserap (Sulaksana dan Jayusman, 2005). Penjaminan mutu obat tradisional mulai dari bahan awal, proses produksi, pengawasan mutu, bangunan, peralatan dan personalia yang menangani, pemerintah menerapkan cara pembuatan obat tradisional yang baik dengan dikeluarkannya keputusan badan POM No. HK. 00. 05. 4. 1380. tahun 2005 tentang CPOTB. Bahan obat tradisional sebagaimana yang telah disebutkan di atas berasal dari bahan alam. Dalam farmasi, bahan tersebut dikenal sebagai simplisia yaitu bahan alam yang digunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun kecuali dinyatakan lain berupa bahan lain yang telah dikeringkan. Salah satu persyaratan agar simplisia ini dapat diolah menjadi obat tradisional, maka identitas dan kemurniannya harus dianalisis diantaranya melalui analisis mikroskopik dan makroskopik (Anonimous, 2008). Secara tradisonal, daun jati belanda berkhasiat sebagai obat pelangsing tubuh dan menurunkan kadar lemak tubuh. Buah atau daun jati belanda membantu pengobatan diare, batuk, dan nyeri perut. Bijinya dapat digunakan sebagai obat sakit perut, obat mencret dan kembung serta buahnya dapat digunakan sebagai obat batuk. Selain itu, dekok kulit batang dapat digunakan sebagai obat malaria, diare dan sifilis. Kulit batang Jati belanda 149

membantu pengobatan diaforetik, bengkak kaki, Jati belanda juga dapat digunakan untuk mengobati influenza (flu), pilek, disentri, luka dan patah tulang. Ekstrak dari daunnya dapat menekan pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, Shigella dysenteria, dan Bacillus subtilis secara in vitro (Gusmayanti, 2008; Sri, 2004; Prima, 2005). Pada Tabel 21. dapat dilihat bahwa ekstrak air daun jati Belanda dengan dosis 25 mg/kg bb menurunkan kadar trigliserida pada hari ke-14 setelah pemberian sediaan. Sedangkan ekstrak dengan dosis 50 mg/kg bb menurunkan kadar triglisenida dan kolesterol mulai hari ke-7 sebesar 36,6 ± 51,6 dan 47,1 + 20,88 mg/dl serta meningkatkan HDL 13,43 ± 7,22 mg/dl pada hari ke-7 dan menurunkan LDL sebesar 53,2 ± 26,11 mg/dl, walaupun secara statistik tidak berbeda bermakna (0,05<p< 0,17). Ekstrak air daun jati belanda dengan dosis 50mg/kg bb mampu menghambat peningkatan kadar kolesterol total dan LDL secara berbeda bermakna terhadap kontrol (p<0,05). Tabel 21. Penurunan kadar kolesterol total dan trigliserida ekstrak air daun jati belanda dengan metode pengobatan hiperlipidemia Kelompok perlakuan Kontrol + Pembanding Dosis 25 mg/kg bb Dosis 25 mg/kg bb Kelompok perlakuan (mg/dl) 27,68 + 12,23 26,88 + 21,2 13,88 + 16,21 47,1 + 20,88 Kolesterol total p 0,946 0,223 0,160 (mg/dl) 28,08 + 10,74 23,06 + 16,23 17,75 + 8,29 44,05 + 18,45 Kolesterol total P 0,617 0,181 0,184 (mg/dl) 28,68 + 61,94-3,42 + 29,59 10,78 + 24,95 36,6 + 51,6 Trigliserida p 0,336 0,851 0,611 Trigliserida (mg/dl) p (mg/dl) P (mg/dl) p Kontrol + -1,53 + 5,63 + 23,47 + - - 6,15 6,91 19,31 - Pembanding (9,18 + 11,92 + 18,38 + 0,044 0,291 6,75)* 9,09 22,48 0,731 Dosis 25-6,65 + 2,08 + 18,37 + 0,231 0,463 mg/kg bb 4,61 5,86 11,94 0,669 Dosis 25-13,43 + -2,35 + 53,2 + 0,165 0,130 mg/kg bb 7,22 5,9 26,11 0,117 Keterangan : = Selisih kadar lipid setelah 7 hari diberi sediaan uji. = Selisih kadar lipid setelah 14 hari diberi sediaan uji. p = Angka uji keberartian kelompok dibandingkan terhadap kontrol. ( )* = Berbeda bermakna terhadap control (p<0,05). (-) = menunjukkan terjadi peningkatan kadar lipid. Induksi hiperlipidemia dilakukan selama 14 hari sebelum diberi sediaan uji. Sumber : Sukandar et. al. (2009) (mg/dl) 32,65 + 28,17 5,8 + 16,68 69,35 + 36,38 13,15 + 59,3 (mg/dl) 19,95 + 4,37 9,98 + 21,28 (1,8 + 11,28)* 43,77 + 27,64 P 0,116 0,162 0,574 P - 0,393 0,024 0,140 150

Efek farmakologis dan hasil penelitian Jati belanda memiliki efek farmakologis anti diare, astringen, dan menguruskan badan dengan cara melarutkan lemak. Biji : Untuk menghentikan diare, pelangsing, obat penyembelit, perut kembung, sesak, sakit perut. Kulit dalam : astringen, diaforetik, serta elephantiasis. Buah : untuk obat batuk, mencret/diare, sebagai sedapan, melarutkan lendir/obat batuk berdahak, perut kembung. Daun : pelangsing tubuh. Beberapa hasil penelitian : 1. Pemberian ekstrak daun jati belanda pada tikus Wistar menyebabkan terjadinya perubahan gambaran struktur histopatologis hepar berupa degenerasi parenkimatosa, degenerasi hidropik dan nekrosis sesuai tingkat dosis, tetapi tidak mempengaruhi volume dan berat hepar (Fatmawati dan Wijayahadi, 2009) 2. Pengujian efek pemberian ekstrak air daun jati Belanda terhadap kadar lipid darah hewan yang telah diinduksi hiperlipidemia dilakukan dengan menggunakan dua metode, yaitu metode pengobatan dan metode pencegahan hiperlipidemia. Sebelum diberi sediaan uji, dilakukan induksi kolesterol tinggi terhadap hewan uji secara endogen dan eksogen selama 14 hari. Pemberian sediaan dilakukan selama l4 hari dan pada hari ke-7 dan ke-14 setelah diberi sediaan uji, dilakukan pengukuran terhadap kadar lipid darah. 3. Pemberian ekstrak air, ekstrak etanol dan fraksi aktif steroid daun Jati Belanda tidak mampu menekan pertambahan bobot badan kelinci yang diberi pakan berlemak. Hal ini mengindikasikan tidak adanya khasiat pelangsing ekstrak daun Jati Belanda terhadap bobot badan kelinci (Andriani, 2005). 4. Pada penelitian toksisitas akut daun jati belanda (Guazuma ulmifolia Lamk) menurut penggolongan Gleason M.N. maka bahan tersebut termasuk bahan yang tidak toksik. Pada penelitian toksisitas subkronik terhadap tikus putih dengan pemberian infus daun jati belanda secara oral selama 1 bulan, 3 bulan dan 6 bulan dengan dosis sampai 100 kali dosis manusia, ternyata tidak mempengaruhi organ dalam hati, jantung, paruparu, ginjal, limpa, usus dan lambung pada pemeriksaan mikroskopik. Maka daun jati belanda termasuk bahan yang tidak toksik (Adjirni dan Budi, 2004). 5. Ekstrak alkohol daun jati belanda adalah bahan yang praktis tidak toksik pada pemberian oral dosis tunggal. Pemberian ekstrak alkohol daun jati belanda terbukti secara bermakna menurunkan berat badan kelompok perlakuan yang mendapatkan 151

dosis sama dengan atau lebih dari dosis yang lazim dipakai di masyarakat untuk ramuan pelangsing (Astika, 2008). 6. Penggunaan 2,4-D dengan konsentrasi sama pada kondisi terang menghasilkan pertumbuhan kalus tanaman jati belanda yang lebih baik daripada dalam kondisi gelap. Penggunaan kinetin 1mg/l dan 2,4-D 0,6 mg/l pada media MS tidak memberikan hasil yang berbeda terhadap pembentukan kalus pada media yang hanya menggunakan 2,4- D saja. Perlakuan yang menunjukkan pertumbuhan kalus terbaik adalah perlakuan media Gamborg (B5) + 3% sukrosa + 2 mg/l 2,4-D (terang) (Putri, 2008) 7. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak tunggal jati belanda, jambu biji, dan salam pada 200 ppm mempunyai aktivitas antioksidasi berturut-turut sebesar 77.44%, 79.14%, dan 75.99% (p>0.05). Aktivitas tersebut lebih tinggi daripada vitamin E (66.47%). Adapun keempat formula ekstrak memiliki aktivitas antioksidasi yang sebanding dengan vitamin E (85.41%), yakni berada pada rentang 82.71%-83.30% (Syaefudin, 2008). Khasiat dan Cara Pemakaian 1. Pelangsing tubuh Bahan : Serbuk daun jati belanda 20 gram Pemakaian : Bahan diseduh dengan 1 gelas air mendidih. Setelah dingin air seduhan disaring dan diminum hingga habis. Lakukan dua kali sehari, yaitu pagi dan sore hari. 2. Kolesterol Bahan : daun kemuning 15 gram dan daun jati belanda 5 lembar Pemakaian : Bahan di cuci, lalu direbus dalam 3 gelas air hingga tersisa 1 gelas. Tambahkan 1 sendok madu. Minum ramuan 3 kali sehari, yaitu pagi, siang dan sore hari. 3. Kaki gajah (Elephantiasis) Bahan : kulit bagian dalam batang jati belanda 3 jari Pemakaian : Bahan dicuci sampai bersih, lalu dipotong-potong seperlunya. Bahan direbus dalam 4 gelas air hingga tersisa separuhnya. Setelah dingin, ramuan disaring. Agar terasa sedikit manis, bisa ditambahkan gula atau madu. Ramuan diminum 3 kali sehari sesudah makan, masing-masing ½ gelas. 152

4. Cabe Jawa (Piper retrofractum Vahl.) Kandungan kimia Cabe jawa telah lama dikenal sebagai simplisia yang banyak digunakan dalam jamu dan obat tradisional. Bagian yang sering digunakan adalah buah yang sudah tua tetapi belum masak, akar, dan daun yang dikeringkan. Buah cabe jawa mengandung zat pedas piperine, chavicine, palmetic acids, tetrahydropiperic acids, 1-undecylenyl-3, 4-methylenedioxy benzene, piperidin, minyak atsiri, N-isobutyldeka-trans-2-trans-4- dienamide, dan sesamin. Piperine mempunyai daya antipiretik, analgesik, antiinflamasi, dan menekan susunan saraf pusat. Bagian akar mengadung piperine, piplartine, dan piperlonguminine (Aulia, 2009). Kandungan utama minyak atsiri cabe jawa adalah terpenoid yang terdiri dari noktanol, linanool, terpinil asetat, sitronelil asetat, piperin, alkaloid, saponin, polifenol, resin (kavisin). (Wicaksono, 2009) Efek farmakologis dan hasil penelitian Buah rasanya pedas dan panas. Cabe jawa berkhasiat untuk mengusir dingin, menghilangkan nyeri (analgesik), peluruh keringat (diaforestik), peluruh kentut (karminatif), stimulant, dan afrodisiak, menurunkan angka serangan jantung, stroke, dan emboli pulmonal. Akar cabe jawa pedas dan hangat rasanya, berkhasiat sebagai tonik, diuretik, stomakik, dan peluruh haid (emenagog). Beberapa hasil penelitian : 1. Cabe jawa dapat meningkatkan kadar testosteron darah pada 7 dari 9 pria hipogonad (78%), ekstrak cabe jawa dosis 100 mg/hari tidak dapat menurunkan kadar FSH dan LH padaa pria hipogonad, pemakaian ekstrak cabe jawa tidak berpengaruh terhadap PSA dan berat badan pria hipogonad, ekstrak cabe jawa dosis 100 mg/hari bersifat androgenik lemah dan dapat meningkatkan frekwensi koitus pria hipogonad. Dari penelitian ini dapat disimpulkan : cabe jawa adalah salah satu sumber androgen di alam, ekstrak cabe jawa pada dosis 100 mg/hari sebagai fitofarmaka androgenik dapat meningkatkan kadar testosteron darah pada pria hipogonad, ekstrak cabe jawa dosis 100 mg/hari bersifat androgenik lemah dan dapat meningkatkan frekwensi koitus pria hipogonad dan bersifat aman (Moeloek dkk, 2010). 153

2. Ekstrak buah cabai jawa (Piper longum) memiliki efek larvasida terhadap larva Culex sp. Kematian setengah dari seluruh jumlah larva coba (LD 50) dicapai pada konsentrasi 8 ppm.dan kematian seluruh jumlah larva coba (LD 100) dicapai pada konsentrasi 32 ppm (Kalsum dkk. 2005). 3. Infus buah cabe jawa (Piper retrofractum Vahl.) menunjukkan adanya efek androgenik dan anabolik, walaupun lebih lemah dibandingkan metiltestosteron. Dari tiga macam dosis yang dicoba, ternyata dosis 2,1 mg/10 gram bobot badan menunjukkan efek yang paling baik pada tikus putih (Sa roni dkk, 2005). 4. Terjadi pengaruh yang bermakna terhadap penurunan jumlah limfosit serum hanya pada pemberian tunggal minyak atsiri bawang putih, sedangkan pada pemberian tunggal minyak atsiri cabe jawa maupun kombinasinya tidak bermakna dengan dosis 0,05 ml per hari (Wardiah. 2009). 5. Diet kuning telur selama dua minggu tidak terbukti menurunkan jumlah platelet tikus wistar. Pemberian minyak atsiri cabe jawa selama tiga minggu tidak terbukti menghambat penurunan jumlah platelet tikus wistar (Istiqomah, 2009). 6. Pemberian kuning telur tidak dapat memberikan pengaruh yang bermakna (p>0,05) terhadap perubahan jumlah limfosit pada tikus wistar. Pemberian minyak atsiri cabe jawa memberikan penurunan yang bermakna secara statistik (p<0,05) terhadap jumlah limfosit pada tikus wistar yang diberi diet kuning telur (Putri, 2009). 7. Pemberian suplemen kuning telur pada tikus kelompok kontrol positif dapat meningkatkan kadar albumin serum secara bermakna dibandingkan kelompok tikus kontrol negatif yang tidak diberi kuning telur. Pemberian kombinasi cabe jawa dan bawang putih tidak memberikan pengaruh apapun dalam kadar albumin terhadap tikus kelompok kontrol positif sehingga hipotesis tidak terbukti. Pemberian bawang putih dan cabe jawa secara tunggal menurunkan kadar albumin terhadap kelompok tikus kelompok kontrol positif (Mukti, 2009). 8. Pemberian infusa cabe jawa (Piper retrofractum Vahl.) pada tikus betina Wistar pada masa organogenesis dapat menyebabkan efek teratogenik dilihat dari parameter gross morfologis berupa hemoragi dan resorpsi dan parameter histopatologis berupa hemoragi, kongesti dan nekrosis. Khasiat dan cara pemakaian : Secara tradisional buah cabe jamu digunakan untuk obat beri-beri, kejang perut, masuk angin, dan obat kuat lelaki (aprodisiak) (Anwar, 2001). Cabe jawa juga digunakan 154

untuk pengobatan membersihkan rahim sehabis melahirkan, batuk, pencernaan terganggu, bronchitis, ayan, demam sehabis melahirkan, liver yang menderita urus-urus, sakit gigi, serta menguatkan paru-paru, lambung, dan jantung. Selain itu juga digunakan dalam ramuan minuman penyegar seperti bandrek, bajigur, dan minuman penyegar lainnya. Akar lekatnya dikunyah dan air rebusan daunnya dikumur berkhasiat sebagai obat sakit gigi. Di Madura serbuk dari buah biasa dibubuhkan ke dalam minuman seperti teh, kopi, susu dan minuman lainnya. Penduduk Ulias di Ambon menggunakan buah cabe jamu sebagai rempah pengganti cabe rawit (Heyne, 1987). Khasiat lainnya yaitu buah cabe jawa adalah dapat digunakan sebagai tonikum. Tonikum adalah istilah yang digunakan untuk golongan obat-obatan yang dipercaya mempunyai khasiat untuk mengembalikan tonus normal pada jaringan dan merupakan zat yang dapat mengembalikan kekuatan jaringan tubuh. Cara pemakaian : 1. Neurastenia Bahan: Cabe jawa 6 butir, rimpang alang-alang 3 batang, rimpang lempuyang ¾ jari, daun sambiloto segar 1 genggam, gula enau 3 jari, Pemakaian: Semua bahan dicuci dan dipotong-potong seperlunya. Rebus dengan 4 gelas air bersih sampai tersisa 2 ¼ gelas. Setelah dingin disaring lalu diminum. Sehari 3 kali, masing-masing ¾ gelas (Dalimartha, 1999). 2. Masuk angin Bahan: Cabe jawa 3 butir, daun poko (Mentha arvensis L.) dan daun kesumba keling (Bixa orellana L.) masing-masing ¾ genggam, gula enau 3 jari. Pemakaian: Bahan-bahan tersebut dicuci lalu dipotong-potong seperlunya. Rebus dengan 3 gelas air bersih sampai tersisa 2 ¼ gelas. Setelah dingin saring, lalu minum 3 kali sehari @ ¾ gelas (Dalimartha, 1999). 3. Membersihkan rahim setelah melahirkan, obat kuat Bahan: Akar kering cabe jawa 3 g Pemakaian: Digiling halus, lalu seduh dengan air panas, hangat-hangat diminum sekaligus (Dalimartha, 1999). 4. Pencernaan terganggu, batuk, ayan, demam sehabis melahirkan menguatkan jantung, paru dan jantung. Bahan : Buah cabe jawa kering sebanyak 5 g ditumbuk halus, madu. Pemakaian : Bahan di tambah madu sambil diaduk merata, lalu diminum sekaligus (Dalimartha, 1999). 155

5. Sakit gigi Bahan : Daun cabe jawa segar 3 lembar. Pemakaian : Bahan di cuci lalu di tumbuk. Seduh dengan ½ gelas air panas. Selagi hangat disaring, airnya dipakai untuk kumur-kumur (Dalimartha, 1999). 6. Kejang perut Bahan : Daun cabe jawa segar 3 lembar Pemakaian : Bahan dicuci lalu ditumbuk. Seduh dengan 1 gelas air panas. Selagi hangat disaring lalu diminum sekaligus (Dalimartha, 1999). 7. Urus-urus untuk penderita penyakit hati Bahan : Cabe jawa 3 butir, rimpang lempuyang seukuran ibu jari. Pemakaian : Bahan ditumbuk dan tambahkan 1 sendok makan air matang sambil diaduk rata, lalu peras dan saring. Airnya diminum sekaligus (Dalimartha, 1999). 8. Demam Bahan : Buah cabe jawa 3 g Pemakaian : Bahan di giling halus, lalu diseduh dengan ½ gelas air panas. Kemudian minumlah bersama bersama ampasnya selagi hangat. (Dalimartha, 1999). 5. Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb) Kandungan kimia Rimpang mengandung minyak asiri antara lain terdiri dari mirsen, p-toluil metil karbinol, kurkumin, desmetoksi kurkumin, bidesmetil kurkumin, felandren, sabinen, sineol, borneol, zingiberen, turmeron, atlanton, artumeron, ksantorizol, dan germakron. Efek Farmakologis dan Hasil Penelitian Temu lawak memiliki efek farmakologi yaitu, hepatoprotektor (mencegah penyakit hati), menurunkan kadar kolesterol, anti inflamasi (anti radang), laxative (pencahar), diuretik (peluruh kencing), dan menghilangkan nyeri sendi anti inflamasi (anti radang) dan anti hepototoksik (anti keracunan empedu). Beberapa penelitian : 1. Ekstrak air temulawak dapat menurunkan kadar kolesterol total dan trigliserida darah kelinci dalam keadaan hiperlipidemia, tetapi tidak berpengaruh pada HDL kolesterol. (Abdul Naser, 1987). 156

2. Kurkuminoid temulawak dapat menurunkan kadar kolesterol total trigliserida darah kelinci dalam keadaan hiperlipidemia. Peningkatan kadar HDL kolesterol hanya berpengaruh pada pemberian 20 mg kurkuminoid (Pramadhia Budhidjaya,, 1988). 3. Pemberian kurkuminoid temulawak pada kelinci berbobot 1,5-2,5 kg, dengan dosis 5, 10, 15, 20, dan 25 mg/ekor, peroral, setiap hari selama 42 hari. Pada semua dosis, kurkuminoid dapat menurunkan kadar kolesterol total dan bilirubin total, serta menaikkan kadar asam empedu darah kelinci. (Robert Edward Aritonang, 1988). 4. Infus rimpang temulawak 5, 10 dan 20% dapat meningkatkan daya regenerasi sel hati secara nyata disbanding kontrol pada tikus putih jantan yang dirusak sel hatinya dengan 1,25 ml karbon tetraklorida/kg bb, peroral. (Setiawan Angtoni, 1991). 5. Ekstrak air temulawak 10% b/v dengan dosis 6,8 dan 10 ml/hari dapat menurunkan kadar SGOT dan SGPT darah kelinci yang terinfeksi virus hepatitis B, tetapi tidak berpengaruh terhadap virus hepatitis B. (Sumiati Yuningsih, 1987). 6. Kurkuminoid temulawak dengan dosis 10, 15 dan 20 mg/hari dapat menurunkan kadar SGOT dan SGPT, serta menaikkan kadar ChE darah kelinci keadaan hepatotoksik (Tavip Budiawan, 1988). 7. Daging buah (rimpang) temulawak mempunyai beberapa kandungan senyawa kimia antara lain berupa fellandrean dan turmerol atau yang sering disebut minyak menguap. Rimpang ini juga mengandung 48-59,64% tepung, 1,6-2,2% kurkumin dan 1,48-1,63% minyak atsiri dan dipercaya dapat meningkatkan kerja ginjal serta anti inflamasi. Selain itu, mengandung kamfer, glukosida, foluymetik karbinol. Dan kurkumin yang terdapat pada rimpang tumbuhan ini bermanfaat sebagai acnevulgaris, disamping sebagai anti inflamasi (anti radang) dan anti hepototoksik (anti keracunan) (Wardah, 2008). 8. Ekstrak etanol rimpang temulawak memiliki KHM dan KBM terhadap Staphylococcus aureus masing-masing adalah 12,5% dan 25% (Fikry, 2010). Khasiat dan Cara Pemakaian 1. Mengobati bau badan yang kurang sedap Bahan : Rimpang temulawak 1 buah, air 1 L Pemakaian : Rimpang diparut dan direbus dengan air 1 L. Dinginkan terlebih dahulu sebelum diminum. 157

2. Membersihkan darah Rimpang temulawak diiris tipis-tipis, lalu dijemur hingga kering. Rimpang ini diseduh dengan air hangat, kemudian diminum seperti teh. Agar tidak terlalu pahit, sewaktu meminumnya dapat dicampur dengan gula merah. 3. Penyakit kuning, demam malaria, sembelit, serta memperbanyak ASI Rimpang diparut dan diperas airnya, kemudian diminum. Dapat juga dengan minum air rebusan rimpang temulawak yang kering. 4. Badan letih Bahan : Rimpang temulawak 50 g Pemakaian : Rimpang dibersihkan dan diparut sampai halus, lalu ditambahkan air secukupnya. Kemudian direbus. Setelah air mendidih, didinginkan, lalu diminum. Lakukan hal ini 2 kali sehari, cukup 1 gelas. Bila perlu dapat ditambahkan madu atau air gula aren agar ramuan lebih enak dan berkhasiat. 6. Jahe Merah (Zingiber officinale Rosc) Kandungan Kimia Rimpang jahe mengandung minyak asiri yang terdiri atas n-nonylaldehide, dcamphene, d-β-phellandrene, methyl heptenone, cineol, d-borneol, geraniol, linalool, acetates, caprylate, citral, chavicol, zingiberene. Selain itu juga mengandung resin dan serat (Muhlisah, 2000). Efek farmakologis dan hasil penelitian Efek farmakologi jahe antara lain sebagai karminatif (peluruh kentut), anti muntah, pereda kejang, anti pengerasan pembuluh darah, peluruh keringat, anti inflamasi, anti mikroba dan parasit, anti piretik, anti rematik, serta merangsang pengeluaran getah lambung dan getah empedu. 1. Berdasarkan data kurva pertumbuhan sel THP-1 yang diperoleh, sel yang digunakan sebagai target pengujian adalah sel yang berumur 3 hari. Ekstrak jahe merah diujikan ke sel target memiliki aktivitas anti proliferasi. Indeks stimulasi (aktivitas proliferasi) terendah diperlihatkan oleh ekstrak jahe merah dengan konsentrasi ekstrak 15 mg/ml pada waktu inkubasi 72 jam, yaitu sebesar 0.577 pada ekstrak pelarut methanol. Hal ini disebabkan methanol mempunyai derajat kepolaran yang hampir sama dengan komponen oleoresin yang umumnya bersifat polar. Indeks stimulasi yang rendah 158

menunjukkan aktifitas antiproliferasi sel yang tinggi. Konsentrasi ekstrak dan waktu inkubasi berbanding lurus dengan efek penghambatan ekstrak terhadap sel THP-1 (Ahmad, dkk, 2004). 2. Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa penambahan jahe merah dalam pakan hingga 2,0 % dalam ransum memberikan pengaruh yang relatif baik pada pertambahan bobot badan, total konsumsi pakan, konversi pakan dan total sel darah merah. Sedangkan penambahan pakan fitobiotik jahe merah hingga level 2% tersebut belum begitu baik pada produksi sel darah putih dan zat warna darah (Hb) (Herawati, 2006). 3. Hasil penelitian menunjukkan aktivitas daya hambat ekstrak etanol rimpang jahe merah dan madu Riau terhadap S. pyogenes. Konsentrasi ekstrak etanol rimpang jahe merah dan madu Riau yang menunjukkan efek antibakteri terbaik terhadap S. pyogenes pada konsentrasi 100% dengan masing-masing diameter hambat rata-rata 16,33 mm dan 17,33 mm (Madanisti, 2009). 4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen, indeks bias, bilangan penyabunan dan warna atsiri yang dihasilkan mengalami perubahan saat terjadi proses pengeringan terhadap rimpang jahe. Perbedaan kadar air rimpang jahe memberi pengaruh terhadap rendemen, bilangan penyabunan dan warna minyak atsiri yang dihasilkan, namun tidak berpengaruh terhadap indeks bias minyak atsiri. Rimpang dengan kadar air yang tinggi menghasilkan rendemen yang tinggi namun mutunya baik (Nopsagiarti, 2002). Khasiat dan cara pemakaian 1. Asma Bahan : Jahe 25 g, bunga melati 15 g, air 600 cc Pemakaian : Jahe dan bunga melati direbus dengan 600 cc air hingga tersisa 300 cc, kemudian airnya diminum selagi hangat sebanyak ½ gelas. Lakukan secara teratur 2 kali sehari (Wijayakusuma, 1999). 2. Rematik Bahan : Jahe 1-2 buah Pemakaian : Panaskan rimpang jahe di atas api atau bara dan kemudian ditumbuk. Tempel tumbukan jahe pada bagian tubuh yang sakit rematik (Muhlisah, 2000). 3. Tekanan darah rendah Bahan : Jahe 25 g, gula merah secukupnya, air 400 cc 159

Pemakaian : Jahe dan gula merah direbus dengan 400 cc air hingga tersisa 200 cc, kemudian airnya diminum selagi hangat. Lakukan secara teratur 2 kali sehari (Wijayakusuma, 1999). 4. Masuk angin Bahan : Jahe 25 g, kencur 25 g, kapulaga 3 butir, air 400 cc Pemakaian : Jahe, kencur, kapulaga direbus dengan 400 cc air hingga tersisa 200 cc. Tunggu hingga airnya rebusannya hangat lalu diminum. Lakukan secara teratur 2 kali sehari (Wijayakusuma, 1999). 5. Hernia Bahan : Jahe 20 g, adas 5 g, pulosari 1 ibu jari, kapulaga 5 butir, kayu manis 1 ruas ibu jari, air secukupnya. Pemakaian : Bahan direbus dengan air secukupnya. Setelah hangat, airnya diminum. Lakukan secara teratur 2 kali sehari (Wijayakusuma, 1999). 7. Kunyit (Curcuma domestica Val) Kandungan kimia Kunyit mengandung senyawa yang berkhasiat obat, yang disebut kurkuminoid yang terdiri dari kurkumin, desmetoksikumin dan bisdesmetoksikurkumin dan zat- zat manfaat lainnya kandungan zat: kurkumin: R1 = R2 = OCH3 10 % demetoksikurkumin: R1 = OCH3, R2 = H 1-5 % bisdemetoksikurkumin: R1 = R2 = H sisanya minyak asiri/volatil oil (keton sesquiterpen, turmeron, tumeon 60%, zingiberen 25%, felandren, sabinen, borneol dan sineil ) lemak 1-3 %, karbohidrat 3 %, protein 30%, pati 8%, vitamin c 45-55%, garam-garam mineral (zat besi, fosfor, dan kalsium). Efek Farmakologis dan hasil penelitian Bau khas aromatik. Rasa agak pahit, sedikit pedas, sejuk, tidak beracun. Melancarkan darah dan vital energi, menghilangkan sumbatan, peluruh haid (emenagog), anti radang (anti inflamasi), mempermudah persalinan, peluruh kentut, anti bakteri, memperlancar pengeluaran empedu (kolagogum), astringent, melancarkan darah dan vital energi, menghilangkan sumbatan, merangsang semangat, mengurangi rasa lelah, antikejang, serta antioksidan. Beberapa hasil penelitian : 160

1. Ternyata ekstrak etanol kunyit dengan berbagai dosis memperlihatkan efek anti inflamasi. Pada dosis tinggi (1000 mg/kg) dapat menekan udem sebesar 78,37 % (Rustam, dkk, 2007). 2. Infusa rimpang kunyit konsentrasi 100% mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Escherichia coli tetapi lebih kecil dari amoksiklav. Konsentrasi 50%, 25% dan 12,5% tidak mempunyai efek antibakteri terhadap Escherichia coli. (Indriyanti, 2009). 3. Ekstrak Etanol 96% rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.) secara peroral diduga mempunyai efek antidiare pada mencit jantan galur Swiss Webster yang diinduksi oleum ricini (Hudayani, 2008). 4. Pengambilan kurkumin dari kunyit dapat dilakukan dengan cara ekstraksi dengan menggunakan pelarut asam asetat glasial 98 %. Kondisi operasi yang relatif baik untuk ekstraksi kurkumin dari kunyit dengan pelarut asam asetat glacial 98 % adalah pada waktu ekstraksi 75 menit dan volume pelarut 300 ml dengan total kurkumin terambil sebesar 21600,39 ppm atau 2,16% (Wahyuni A, dkk. 2003). 5. Ekstrak etanol kunyit dengan berbagai dosis memperlihatkan efek antiinflamasi. Pada dosis tinggi (1000 mg/kg) dapat menekan udem ebesar 78,37% (Erlina Rustam dkk, 2007 ). 6. Pemberian substitusi limbah padat kunyit dalam pakan sebaiknya diberikan pada kadar 5% karena tidak menurunkan bobot badan ayam dan tidak mempengaruhi kerja hepar (Indah dan Tyas, 2006). 7. Pemberian kunyit bermanfaat menghambat terjadinya degenerasi albuminosa pada ginjal mencit Balb/c yang diberi parasetamol (Bagus, 2008). 8. Penambahan bibit kubis dapat memberikan nilai tambah pada abon ikan dengan adanya kandungan serat yang memenuhi kebutuhan serat 25 gram perhari dengan mengonsumsi 80 gram abon/hari. Kadar protein dan serat kasar pada abon ikan dengan penambahan bubuk kubis sesuai dengan SNI 01-3707-1995. Tingkat penerimaan konsumen terhadap tekstur, aroma, dan warna terdapat pada abon ikan dengan penambahan bubuk kubis 10% (Eka et. al. 2008). Khasiat dan Cara Pemakaian 1. Demam Bahan : rimpang segar 20 gr, air ½ gelas Pemakaian : Rimpang dicuci lalu diparut. Tambahkan ½ gelas air matang, lalu diaduk merata, peras dengan sepotong kain. Air perasannya diminum. Lakukakn 2 kali sehari. 161

2. Dispepsia (perut kembung, nyeri, mual, tidak nafsu makan) Bahan : kunyit 50 g, air 3 sendok Pemakaian : Kunyit dibersihkan lalu diparut. Tambahkan 3 sendok air minum, aduk merata lalu diperas dan disaring. Dibagi untuk 3 kali minum. 3. Keputihan Bahan : kunyit tua 1 ibu jari, larutan air ¾ cangkir, larutan gula jawa secukupnya Pemakaian : Kunyit sebesar ibu jari yang cukup tua setelah dibuang kulitnya, diparut. Tambahkan ¾ cangkir larutan air asam dan larutan gula jawa secukupnya, lalu diaduk merata. Peras dengan sepotong kain, minum. Lakukan setiap hari. 4. Menghilangkan bau badan Bahan : kunyit 1 ibu jari, air hangat ¾ cangkir Pemakaian : Kunyit sebesar ibu jari diparut, tambahkan ¾ cangkir air hangat, diaduk merata, lalu disaring, minum. 5. Tekanan darah tinggi Bahan : empu kunyit ½ jari, madu 2 sendok makan Pemakaian : Kunyit dicuci bersih lalu diparut. Tambahkan 1 sendok makan madu, diaduk merata lalu diperas, minum sehari 2-3 kali. 6. Terlambat haid Bahan : 15 gram rimpang kunyit, 15 gram daun sigading, 10 gram biji pala, 10 gram kapulaga, 5 gram ketumbar, 5 gram jinten hitam, dan 5 gram cengkeh. Pemakaian : Iris dan rebus bahan tersebut dengan 3 gelas air sampai tersisa gelas. Setelah dingin, saring air rebusannya, lalu bagi menjadi 3 bagian untuk diminum sehari 3 kali. 8. Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Kandungan kimia Buah mengkudu mengandung alkaloid triterpenoid, skopoletin, acubin, alizarin, antraquinon, asam benzoate, asam oleat, asam palmitat, glukosa, eugenol, dan hexanal. Akar mengandung damnacanthal, sterol, resin, asperulosida, morindadiol, morindin, soranjidol, anatraquinon, dan glikosida. Kulit akar mengandung morindin, morindon, aligarin-d-methylether, soranjidiol, khlororubin, morindanigrin, antraquinon, monometil, eter, dan lain-lain. Daun mengandung protein, zat kapur, zat besi, karoten, arginin, asam 162

glutamate, tirosin, asam askorbat, asam ursolat, thiamin dan antraquinon. Bunga mengandung glikosida antraquinon, dan acasetin-7-0-beta(+)-glukopiransoida. Tanaman ini juga mengandung minyak menguap asam capron dan asam caprylat. Kandungan kimia mengkudu mengandung xeronine, proxeronine, steroid alami, alizarin, lysin, sodium, asam kaprat, asam kaprilat, asam kaproat, arginine, antraquinone, trace elements, fenilalanin dan selenium. Efek farmakologis dan hasil penelitian Efek farmakologis mengkudu adalah menghilangkan hawa lembab pada tubuh, meningkatkan kekuatan tulang, pembersih darah, peluruh kencing (diuretic), peluruh haid (emenagog), pelembut kulit, obat batuk, obat cacing (anthelmintik), pencahar, antiseptic, anti pikun, menenangkan fikiran dan melancarkan sirkulasi darah di otak Beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk menguji efek farmakologis mengkudu adalah : 1. Air perasan mengkudu dengan konsentrasi 10% sampai 40% dapat meningkatkan pengeluaran air seni dan elektrolit natrium serta kalium pada air seni tikus putih (Henry Kurnia Setiawan, 1995). 2. Dengan metode grafik menurut Miller dan Tainer, analisa regresi dan korelasi, didapatkan harga EC50 dan selanjutnya potensi daya anthelmintik perasan buah mengkudu terhadap cacing Ascaridia galli secara in vitro dapat diketahui (Juliana, 1994). 3. Jenis bakteri yang diperkirakan terlibat dalam proses pembuatan sari buah mengkudu dan berhasil diindentifikasi adalah bakteri Chromobaacterium violceum, Bacillus breavis, Pseudomonas sp, dan Bacillus panthotenticus, Serratia plymutica dan Bacillus polymyxa. Proses pasteurisasi dapat menghilang semua bakteri yang ada pada sari buah mengkudu, dengan demikian sari buah mengkudu aman untuk dikonsumsi (Amar, et. al., 2002 ). 4. Beberapa konsentrasi M-Bio memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan bibit mengkudu, dan konsentrasi 0,2 % dengan 3 kali pemberian saja sudah cukup baik jika dibandingkn dengan tanpa M-Bio. Disarankan untuk menggunakan M-Bio dengan konsentrasi0,2 % pada pembibitan mengkudu sebelum dipindahkan ke lapangan (Ferita, 2003). 163

5. Pemberian ekstrak etanol 70 % buah M. Citrifolia L. dosis 200 mg/kg bb pada mencit uang diinfeksi P. berghei dapat meningkatkan aktivitas makrofag (Winarno dan Pudjiastuti, 2009). 6. Makin tinggi dosis ekstrak mengkudu makin besar efeknya pada aktivitas fagositosis. Peningkatan fagositosis tersebut disebabkan oleh banyaknya antigen yang berfungsi sebagai induktor untuk meningkatkan fungi fagositosis dari makrofag. Ekstrak buah mengkudu mengandung senyawa polisakarida yang dapat meningkatkan system imun, yaitu meningkatkan aktivitas sel makrofag pada mencit. Peningkatan aktivitas makrofag setelah pemberian ekstrak mengkudu tersebut disebabkan adanya peningkatan secret sitokinin yang dihasilkan oleh sel-sel imonukompeten antara lain interleukin-1 (Winarno dan Pudjiastuti, 2009). 7. Infusa buah mengkudu dengan konsentrasi 100 % mempunyai efek peningkatan peristaltik usus tetapi lebih rendah dibandingkan dengan efek yang ditimbulkan oleh minyak jarak (Kurnia, 2010). 8. Konsentrasi terbaik yang memberikan efek laksatif adalah influsa buah mengkudu 50 %. Secara statistik tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p>0,05) antara influsa buah mengkudu 50 % dengan minyak jarak dalam hal berat dan konsistensi feses mencit. Hal ini berarti bahwa infusa buah mengkudu 50% memiliki efek laksatif yang sebanding dengan minyak jarak (Astuty, 2008). 9. Penambahan mengkudu (Morinda citrifolia L.) dengan konsentrasi 12 % ternyata mampu memperbaiki kualitas minyak jelantah dimana terjadi penurunan nilai asam lemak bebas menjadi 0,5376 %, bilangan peroksida menjadi 40,6 meq/kg, kadar kotoran menjadi 8,1133 %. Kadar air menjadi 0,1968 % dan viskositas menjadi 44,7 cps. Pengujian logam berbahaya juga menunjukkan hasil yang positif. Adanya penambahan mengkudu yang mengndung antioksidan dan berfungsi sebagai adsorben mampu menghambat reaksi oksidasi sehingga stabilitas minyak menjadi lebih baik lagi (Ningsih, 2006). 10. Mekanisme imunomodulator ekstrak buah mengkudu (M. citrifolia), terutama optimal pada ekstrak n-heksana 10%, dapat meningkatkan jumlah IgM, IgG, menurunkan kadar SGPT, dan dapat memperbaiki sel-sel hati pada mencit yang diinduksi 3 kali dengan vaksin hepatitis B dalam waktu 42 hari (Ediati dkk, 2007). 11. Penggunaan sari buah mengkudu sampai taraf 10% dalam air minum tidak berpengaruh terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum dan konsumsi air minum ayam broiler (Ahmad dan Elfawati, 2007). 164

12. Ekstrak buah mengkudu (Morinda cirtifolia L.) memiliki pengaruh nyata dalam menghambat pertumbuhan bakteri V. harveyi secara in vitro (Munti dkk, 2010). 13. Konsentrasi ekstrak etanol buah mengkudu memberikan pengaruh yang signifikan terhadap jumlah bakteri pada daging sapi.waktu penyimpanan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap jumlah bakteri pada daging sapi. Konsentrasi ekstrak 100% memiliki aktifitas yang sama dengan formalin dalam menghambat jumlah bakteri selama waktu penyimpanan 16 jam (Sonia, 2010). 14. Pemberian ekstrak buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) dengan dosis yang berbeda berpengaruh sangat nyata terhadap kelulushidupan lobster air tawar (Cherax quadricarinatus) yang terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila penyebab ekor melepuh (Veraliza, 2007). 15. Perasan buah segar mengkudu (Morinda citrifolia) terbukti mempunyai daya anthelmintik terhadap cacing Ascaridia galli secara in vitro dengan LC100 sebesar 78,580% dan LT100 selama 218,510 menit. Infus daun mengkudu terbukti mempunyai daya anthelmintik terhadap cacing Ascaridia galli secara in vitro dengan LC100 sebesar 42,344% dan LT100 selama 966,515 menit. Perasan buah segar mengkudu konsentrasi 100% memiliki daya anthelmintik yang paling efektif (Fanny, 2007). 16. Pemberian perasan buah mengkudu 60 % selama 60 hari pada tikus putih diet tinggi lemak tidak meningkatkan aktifitas kadar enzim SGPT dan SGOT (Witri dkk, 2005). Khasiat dan Cara Pemakaian 1. Peradangan usus dan disentri Bahan : Mengkudu kering 10 g, temulawak kering 15 g, sambung nyawa 7 g, kunyit kering 5 g, Rumput mutiara kering 10 g Pemakaian : Semua bahan dicuci bersih, kemudian direbus dengan 6 gelas air hingga tersisa 3 gelas. Ramuan diminum 3 kali sehari masing-masing sebanyak 1 gelas, satu jam sebelum makan (Mahendra, 2005). 2. Batuk rejan Bahan : Buah mengkudu masak 1 buah, daun waru muda 6 lembar, daun jinten 10 lembar, umbi bidara upas ½ jari, madu 1 sendok makan Pemakaian : Semua bahan dicuci bersih lalu ditumbuh halus. Tambahkan ¾ cangkir air masak dan 1 sendok makan madu. Diperas dan disaring. Diminum 2 kali sehari (Wijayakusuma, dkk, 1994). 165

3. Kencing manis Bahan : Mengkudu kering 10 g, brotowali kering 10 g, sambiloto kering 10 g, kumis kucing kering 10 g, ciplukan kering 10 g, pulai kering 7 g Pemakaian : Semua bahan direbus menjadi satu dengan 9 gelas air hingga tersisa 5 gelas kemudian disaring dan diminum dalam keadaan hangat. Ramuan diminum satu jam sebelum makan sebanyak 3 kali sehari (Mahendra, 2005) 4. Kolesterol tinggi Bahan : Buah mengkudu masak 1-2 buah, jahe merah 20 g, cuka apel 1 sendok makan, madu 1 sendok makan Pemakaian : Buah mengkudu dan jahe merah dicuci bersih tambahkan air secukupnya kemudian diblender. Juice yang diperoleh ditambah cuka apel dan madu sambil diaduk hingga rata. Ramuan tersebut diminum secara teratur sekali sehari (Rukmana, 2006). 9. Salam (Eugenia polyantha Wight/Syzygium polyanthum Wight) Kandungan kimia Daun salam mengandung minyak atsiri (sitral, eugenol), tannin dan flavonoid. Efek farmakologis dan hasil penelitian Efek farmakologis dari daun salam yaitu daun rasa kelat dan wangi, astringent, memperbaiki sirkulasi. ekstrak etanol daun menunjukkan efek antijamur dan antibakteri, sedangkan ekstrak metanolnya merupakan anticacing. Beberapa penelitian : 1. Daun salam dengan dosis 540 mg tidak dapat menurunkan rerata jumlah koloni kuman pada hepar mencit yang diinfeksi Salmonella typhimurium. Secara statistik tidak terdapat perbedaan bermakna dalam penurunan jumlah koloni kuman antara kelompok yang diberi daun salam dengan kelompok kontrol (Murtini dan Widodo, 2005). 2. Ekstrak etanol daun Eugenia polyantha dengan dosis 2,62 mg/20 g BB dan 5,24 mg/20 g BB dapat menurunkan secara bermakna kadar glukosa darah mencit jantan yang diinduksi dengan aloksan (p<0,05) (Studiawan dan Santosa, 2005). 3. Ekstrak etanolik 30% dan 70% daun salam (Polyanthum (wight) Walp) terlihat memberikan efek hipoglikemik pada kelinci setelah mendapatkan pembebanan glukosa. Sedangkan ekstrak etanolik 90 % daun tersebut tidak memberikan efek. Pengaruh terhadap stimulasi saraf parasimpatik tidak nampak setelah perlakuan ekstrak etanolik tersebut. Hasil kromatografi lapis tipis menunjukkan bahwa 166

kandungan terbesar yang terdeteksi adalah golongan flavonoid (Wahyono dan Susanti, 2004). 4. Pemberian ekstrak daun salam peroral dengan dosis 56,7 mg, sebanyak 1 ml/hari ternyata dapat meningkatkan produksi nitrit oksida makrofag mencit Balb/c yang diinokulasi Salmonella typhimurium (Zahara dan Widodo, 2007). 5. Ekstrak etanol daun Eugenia polyantha dengan dosis 2,62 mg/20 g BB dan 5,24 mg/20 g BB dapat menurunkan secara bermakna kadar glukosa darah mencit jantan yang diinduksi dengan aloksan (p<0,05). Karena sampai saat ini masih belum diketahui kandungan daun salam yang berkhasiat menurunkan kadar glukosa darah mencit, maka disarankan untuk melakukan penelitian isolasi kandungan Eugenia polyantha dan mengui khasiat hipoglikemianya (Studiawan dan Santosa, 2005). 6. Hasil pengujian menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun salam menghambat pertumbuhan vegetatif F. oxysporum. Persentase penghambatan tertinggi adalah 57,16 % pada konsentrasi 5 %. Pada media cair ekstrak daun salam efektif menurunkan jumlah konidia dan berat hifa. Ekstrak daun salam juga mampu menghambat perkecambahan spora. Persentase penghambatan perkecambahan konidia pada perlakuan ekstrak daun salam 3% sebesar 84,67% setelah 4 jam inkubasi (Noveriza dan Miftakhurohmah, 2010). Pemberian diet ekstrak Eugenia polyantha peroral pada tikus wistar hiperlipidemia dengan dosis 0,18 g daun salam segar/hari; 0,36 g daun salam segar/hari; 0,72 g daun salam segar/hari selama 15 hari dapat menurunkan kadar LDL kolesterol serum tikus secara bermakna (p<0,005). Semakin tinggi dosis yang diberikan semakin tinggi penurunan kada LDL kolesterol serum tikus (Pidrayanti, 2008). Khasiat dan cara pemakaian: 1. Obat Diare Cuci 15 lembar daun salam segar samapi bersih. Tambahkan 2 gelas air, lalu rebus sampai mendidih (Selama 15 menit). Selanjutnya masukkan sedikit garam. Setelah dingin, saring dan air saringannya diminum sekaligus (Dalimartha, 2000). 2. Obat Kencing manis/diabetes Mellitus Cuci 7-15 lembar daun salam segar, lau rebus dalam 3 gelas air samapai tersisa 1 gelas. Setelah dingin, saring dan air saringannya diminum sekaligus sebelum makan. Lakukan sehari 2 kali (Dalimartha, 2000). 167

3. Obat Asam urat Ambil 10 lembar daun salam segar, rebus dengan 4 gelas air hingga bersisa 2 gelas. Kemudian saring. Minum selagi hangat (Dalimartha, 2000). 4. Menurunkan kadar kolesterol darah yang tinggi Resep 1: Cuci 10-15g daun salam segar sampai bersih, lalu rebus dalam 3 gelas air sampai tersisa 1 gelas. Setelah dingin, saring dan air saringannya diminum sekaligus di malam hari. Lakukan pengobatan ini setiap hari. Resep 2: 7 lembar daun salam segar + 30 g daun ceremai segar direbus dengan air 60 o C hingga tersisa 300CC. Saring dan minum selagi hangat, pagi dan sore masingmasing 15 o C (Dalimartha, 2000). 5. Obat radang lambung 30g salam segar + 30g daun sambiloto kering direbus dgn 600cc air hingga tersisa 300cc air, saring, tambahkan gula batu, minum selagi hangat masing-masing 150cc, minum pagi dan sore (Dalimartha, 2000). 6. Obat Hitertensi / Menurunkan tekanan darah tinggi Cuci 7-10 lembar daun salam sampai bersih, lalu rebus dalam 3 gelas air sampai tersisa 1 gelas. Setelah dingin, saring dan air saringannya diminum sehari 2 kali, masing-masing 1/2 gelas (Dalimartha, 2000). 7. Obat eksim Ambil 10 lembar daun salam segar dan 25 gram kunyit. Tumbuk sampai halus, lalu tambahkan air sedikit dan garam secukupnya. Oleskan pada bagian kulit yang sakit (Dalimartha, 2000). 8. Obat sakit maag Daun salam segar sebanyak 15-20 lembar dicuci bersih. Rebus dengan 1/2 liter air sampai mendidih selama 15 menit. Tambahkan gula enau secukupnya. Setelah dingin, minum airnya sebagai teh. Lakukan setiap hari sampai rasa perih dan penuh dilambung hilang (Dalimartha, 2000). 9. Obat mabuk alkohol Cuci 1 genggam buah salam masak sampai bersih, lalu tumbuk sampai halus. Peras dan saring, lalu air yang terkumpul diminum sekaligus (Dalimartha, 2000). 10. Obat Kudis, gatal-gatal Cuci daun, kulit, batang, atau akar salam seperlunya sampai bersih, lalu giling halus sampai menjad adonan, seperti bubur. Balurkan ke tempat yang sakit, kemudian di balut (Dalimartha, 2000). 168

TANAMAN OBAT KELUARGA (TOGA) 1. Sirih (Piper betle L.) Kandungan kimia Kandungan kimia sirih yaitu minyak atsiri, hidroksikavicol, kavicol, kavibetol, allylprokatekol, karvakrol, eugenol, pcymene, cineole, caryofelen, kadimen estragol, terpenena, dan fenil propada. Efek farmakologis dan hasil penelitian Sirih mempunyai efek farmakologi antiradang, meredakan batuk, merangsang saraf pusat, meredakan sifat mendengkur, mencegah ejakulasi prematur, peluruh kentut. Sifat kimiawi sirih adalah rasa hangat dan pedas. Karvakrol bersifat desinfektan, anti jamur, sehingga bisa digunakan untuk obat antiseptik pada bau mulut dan keputihan. Eugenol dapat digunakan untuk mengurangi rasa sakit, sedangkan tanin dapat digunakan untuk mengobati sakit perut. Beberapa penelitian tentang sirih: 1. Daun sirih sejak zaman dahulu banyak dipakai untuk nginang (Bhs jawa) atau makan sirih dan untuk tujuan-tujuan lain seperti sebagai obat kumur bagi yang sakit gigi, dan sakit tenggorokan. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Hernani dan sri Yuliani (1992), bahwa daun sirih mempunyai khasiat sebagai obat gusi berdarah, memperkuat gigi, obat keputihan, menghilangkan bau mulut. Kecuali itu bermanfaat dan keuntungan lain yang dapat dirasakan adalah untuk obat tradisional misalnya untuk obat sakit mata. Begitu juga dengan orang terkena sakit hidung berdarah, apabila lubang hidung orang tersebut disumbat dengan lipatan daun sirih, maka tidak lama darah yang keluar akan segera terhenti. Kemudian air hasil rebusan sirih, kalau diminum dapat berkhasiat membersihkan darah (Hernani dan Sri Yuliani, 1992). 2. Dari kesimpulan penelitian diketahui bahwa dengan metode uji yang dilakukan (metode Replika): a. Sediaan gel ekstrak daun sirih mempunyai daya tarik antiseptik. b. Sediaan gel dengan kadar ekstrak daun sirih mulai 15% mempunyai kemampuan menurunkan mikroorganisme di telapak tangan sampai 57%, sedangkan kadar ekstrak 25% mampu menghilangkan mikroorganisme. c. Daya antiseptik sediaan gel ekstrak daun sirih dengan kadar 15% mempunyai daya antiseptik sama dengan sediaan gel etanol, sedangkan sediaan gel ekstrak daun sirih 169

dengan kadar 20% dan 25% mempunyai daya antiseptic sama dengan sediaan gel triklosan (Sari dan Isadiartuti, 2006). 3. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut : a. Ekstrak etanol sirih merah memiliki kemampuan antibakteri terhadap bakteri gram positif dan bakteri gram negatif khususnya terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Escherichia coli ATCC 35218. b. Kadar hambat minimal (KHM) ekstrak etanol sirih merah terhadap Staphylacoccus aureus (gram positif) cenderung pada kadar 25% sementara Escherchia coli (gram negatif) cenderung pada 6,25%. c. Kadar bunuh minimal (KBM) ekstrak etanol sirih merah terhadap Staphylacoccus aureus (gram positif) cenderung pada kadar 25% dan terhadap Echericia coli (gram negatif) cenderung pada 6,25% (Juliantina dkk, 2009). 4. Hasil menentukan KHM menunjukkan bahwa infus daun sirih dan kulit buah delima mempunyai efek antijamur, sedangkan infus rimpang kunyit tidak mempunyai efek antijamur. Efek antijamur juga ditujukkan dengan angka KHM kombinasi infus daun sirih dan infus kulit delima dengan perbandingan konsentrasi masing-masing 31,2 mg/ml : 7,8 mg/ml : 15,6 mg/ml : 15,6 mg,ml dan 7,8 mg/ml: 31,2 mg/ml. Efek antijamur juga ditentukan dengan mengukur zona hambatan terhadap 3 konsentrasi infus daun sirih dan 3 konsentrasi infus kulit buah delima serta 9 kombinasi keduanya. Ternyata efek antijamur kombinasi dua infus lebih besar daripada efek infus tunggalnya (Soemiati dan Eliya, 2002). 5. Air rebusan daun sirih konsentrasi 20%, 40%, dan 80% mempunyai efek hepatoprotektor terhadap hepatoksitas prasetamol pada mencit jantan. Efek hepatoprotektor air rebusan daun sirih sama dengan konsentrasi 20%, 40% dan 80% atau peningkatan konsentrasi air rebusan daun sirih tidak memberikan efek hepatoprotektor yang lebih baik. 6. Pemberian ekstrak daun sirih (Piper betle Linn) berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan diameter koloni dan persentase penghambatan terhadap Rhizoctonia sp. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun sirih yang diberikan maka semakin lambat pertumbuhan diameter koloni Rhizoctonia sp. dan semakin besar persentase penghambatan terhadap Rhizoctonia sp. Pertumbuhan diameter koloni paling lambat dan persentasi penghambatan tertinggi diperoleh dari konsentrasi EDS 40% (Achmad dan Suryana, 2009). 7. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut : 170

a. Rendemen dari masing-masing bahan yang digunakan sebagai zat warna yaitu daun sirih 28,60%; biji pinang 40,10%; gambir 30,20%. b. Ekstrak daun sirih mengandung flavonoid, tanin dan karotenoid, sedangkan ekstrak buah pinang dan gambir mengandung tanin dan flavonoid. c. Dengan penambahan zat pembantu (mordan) KMnO4 ternyata memberikan massa optimum sebesar 0,2047 g pada perbandingan daun sirih-biji pinang-gambir 10:10:5 dengan penambahan KMnO4 0,25 g. Pengaruh dari mordan yaitu dapat memperkuat ikatan yang terbentuk antara zat warna dengan serat kayu, serta mempertajam warna pada kayu. d. Warna yang ditampakkan pada tiap-tiap kayu berbeda-beda tergantung dari perbandingan zat warna yang dicampurkan dan pengaruh penambahan KMnO4, dari warna coklat kemerahan, coklat, coklat tua (Bogoriani, 2010). 8. Perlakuan pengawetan dendeng dengan jus daun sirih berpengaruh terhadap ketengikan dan sifat organoleptik dendeng sapi yang dihasilkan,. Makin lama waktu penyimpanan (3 bulan) ketengikan dendeng sapi meningkat meskipun dengan laju peningkatan relatif rendah, sedangkan sifat organoleptik bau, rasa dan kesukaan panelis justru mengalami peningkatan (Legowo dkk, 2002). 9. Daun sirih dan meniran dalam bentuk salep (pasta) dapat dipakai dalam penanggulangan mastitis subklinis karena dapat menurunkan jumlah bakteri.jumlah bakteri pada air susu pada hari ke-20 (akhir penelitian) mengalami penurunan sebanyak 90,35 persen pada sapi perah yang diberi sediaan salep daun sirih; 87,92 persen dengan sediaan salep meniran dan 98,86 persen dengan sediaan campuran (daun sirih dan meniran), sedangkan pada kelompok yang diberi yodium mencapai 98,86 persen (Zalizar, 2010). 10. Ekstrak oleoresin daun sirih kuning mengandung aktivitas antioksidan. Ekstrak heksana-etanol daun sirih mengandung aktivitas antioksidan relatif paling tinggi dibanding BHA dan ekstrak methanol serta ekstrak heksana-metanol daun sirih. Ekstrak heksana-etanol daun sirih ternyata masih mengandung β-karoten sebanyak 21,9 mg/100 g tepung daun bebas lemak atau 0,219 mg/4 ml ekstrak (Andarwulan, 1996). 11. Ekstraksi serbuk daun sirih merah (Piper crocatum) dilakukan dengan menggunakan etanol 70%. Pengamatan sitotoksik untuk mendapatkan nilai IC50 dan penghambatan 171

proliferasi sel dilakukan dengan menggunakan metode MTT. Hasilnya menunjukkan bahwa perlakuan ekstrak etanolik daun sirih merah (Piper crocatum) (7,8125-500 μg/ml) dapat menghambat pertumbuhan sel (IC50 123,18 μg/ml). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak etanolik daun sirih merah (Piper crocatum) berpotensi sebagai antikanker (Yulianti dkk, 2010). 12. Perbedaan konsentrasi dan waktu kontak air seduhan daun sirih mempengaruhi efek antibakterinya terhadap Streptococcus mutans. Pasangan konsentrasi dan waktu kontak air seduhan daun sirih yang memberi efek antibakteri optimal terhadap Streptococcus mutans adalah pada konsentrasi 100% dan waktu kontak 30 detik (perbedaan dengan K+ bermakna, p< 0,05. Diketahui bahwa berkumur selama 30 detik sudah cukup untuk mengurangi penumpukan bakteri di sela-sela gigi.12 Hal ini sesuai dengan hasil penelitian ini, dimana pada konsentrasi 100% dan waktu kontak 30 detik, sirih memberi efek antibakteri yang optimal terhadap S. mutans (Hidayaningtias, 2008). 13. Pengaruh daya antibakteri ekstrak daun sirih (Piper betle L.) terhadap Streptococcus mutans, maka dapat disimpulkan bahwa: a. Ekstrak daun sirih terbukti memiliki aktifitas daya hambat terhadap pertumbuhan Streptococcus mutans yang sudah tampak pada pemberian konsentrasi ekstrak daun sirih 0,2%. b. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun sirih yang digunakan maka semakin besar daya hambat antibakterinya. c. Terdapat perbedaan daya hambat antibakteri yang signifikan pada semua konsentrsi ekstrak daun sirih yaitu ekstrak daun sirih 0,2%, 0,4%, 1%, dan 5%. d. Tidak terdapat perbedaan daya hambat ekstrak daun sirih yang signifikan antara Streptococcus mutans sampel dan Streptococcus mutans standar (Kusuma, 2010). 14. Dari hasil percobaan penentuan Kadar Hambat Minimal (KHM) terlihat bahwa a. KHM infus daun sirih sebesar 62,5/ml, infus kulit buah delima sebesar 125 mg/ml, sedangkan KHM kombinasi infus daun sirih dan infus kulit buah delima adalah sebagai berikut : infus daun sirih 31,2 mg/ml dengan infus kulit buah delima 7,8 mg/ml; infus daun sirih 15,6 mg/ml dengan infus kulit buah delima 15,6 mg/ml; serta infus daun sirih 7,8 mg/ml dengan infus kulit buah delima 31,2 mg/ml. b. Pada penentuan diameter zona hambatan terhadap infus daun sirih digunakan tiga konsentrasi yang berbeda yaitu 250 mg/ml; 500 mg/ml; 1000 mg/ml menghasilkan diameter zona hambatan masing-masing 10,87 mm, 11,57 mm, dan 17,07 mm, 172

sedangkan infus kulit buah delima dengan konsentrasi 250 mg/ml, 250 mg/ml, 1000 mg/ml adalah 6,72 mm, 8,82 mm, dan 16,33 mm. c. Diameter zona hambatan pada kombinasi infus daun sirih 1000 mg/ml dan infus kulit buah delima 250 mg/ml adalah 17,42 mm; pada kombinasi infus daun sirih 1000 mg/ml dan konsentrasi infus kulit buah delima 500 mg/ml adalah 17,78 mm; kombinasi infus kulit buah delima 1000 mg/ml dan daun sirih 1000 mg/ml adalah 18,29 mm.dari hasil penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa kombinasi infus daun sirih dan infus buah delima mempunyai efek anti jamur lebih besar dibandingkan dengan infus tunggalnya (Soemiarti dan Elya, 2002). Khasiat dan Cara Pemakaian 1. Batuk dan bronkhitis Bahan : Daun sirih segar 15 lembar, pegagan segar 10 lembar, ciplukan segar 10 lembar, madu secukupnya Pemakaian : Daun sirih direbus dengan 5 gelas air sampai tersisa 2 gelas. Saat masih hangat, saring dan campur dengan madu. Ramuan diminum dalam keadaan hangat sebanyak 2 kali sehari (Mahendra, 2005). 2. Mimisan Bahan : Daun sirih segar 1 lembar Pemakaian : Daun disirih diremuk atau dilumatkan kemudian digulung untuk menyumbat hidung yang berdarah (Wijayakusuma, 1994). 3. Bisul Bahan : Daun sirih segar 10 lembar dan daun dewa segar 10 lembar Pemakaian : Daun disirih dan daun dewa dicuci bersih, digiling hingga halus. Ramuan dibubuhkan pada bisul dan sekelilingnya, kemudian dibalut. Pengobatan dilakukan 2 kali sehari (Mahendra, 2005). 4. Mata gatal dan merah Bahan : Daun sirih segar 5-6 lembar Pemakaian : Daun disirih dicuci bersih, direbus dengan 1 gelas air sampai mendidih. Setelah dingin, mata dicuci dengan air rebusan dengan memakai gelas cuci mata. Dilakukan sehari 3 kali sampai sembuh. 5. Mengurangi produk ASI yang berlebihan Bahan: 4 lembar daun sirih dan minyak kelapa secukupnya. 173

Pemakaian: Daun sirih diolesi dengan minyak kelapa, Kemudian dipanggang dengan api. Dalam keadaan masih hangat ditempelkan di seputar buah dada (www.iptek.net.id, 2011). 6. Keputihan Bahan: 7-10 lembar daun sirih. Pemakaian : Direbus dengan 2,5 liter air sampai mendidih. Air rebusan daun sirih tersebut dalam keadaan masih hangat dipakai untuk membasuh/membersihkan seputar kemaluan secara berulang-ulang (www.iptek.net.id, 2011). 7. Sakit Jantung Bahan: 3 lembar daun sirih, 7 pasang biji kemukus, 3 siung bawang merah, 1 sendok jintan putih. Pemakaian : semua bahan tersebut ditumbuk sampai halus, ditambah 5 sendok air panas, dibiarkan beberapa menit, kemudian diperas dan disaring. Diminum 2 kali 1 hari dan dilakukan secara teratur (www.iptek.net.id, 2011). 8. Sifilis Bahan : 25-30 lembar daun sirih bersama tangkainya; 0,25 kg gula aren dan garam dapur secukupnya. Pemakaian : semua bahan tersebut direbus bersama dengan 2 liter air sampai mendidih, kemudian disaring. Diminum 3 kali 1 hari secara terus menerus (www.iptek.net.id, 2011). 9. Alergi/biduren Bahan : 6 lembar daun sirih, 1 potong jahe kuning, 1,5 sendok minyak kayu putih. Pemakaian : Semua bahan tersebut ditumbuk bersama-sama sampai halus. Dioleskan/ digosokkan pada bagian badan yang gatal-gatal (www.iptek.net.id, 2011). 10. Diare Bahan: 4-6 lembar daun sirih, 6 biji lada, 1 sendok makan minyak kelapa. Pemakaian : Semua bahan tersebut ditumbuk bersama-sama sampai halus. Digosokkan pada bagian perut (www.iptek.net.id, 2011). 11. Menghentikan pendarahan gusi Bahan: 4 lembar daun sirih. Pemakaian : Direbus dengan 2 gelas air sampai mendidih. Setelah dingin dipakai untuk kumur, diulang secara teratur sampai sembuh (www.iptek.net.id, 2011). 174

12. Sakit gigi berlubang a. Bahan: 1 lembar daun sirih. Pemakaian : Direbus dengan 2 gelas air sampai mendidih. Setelah dingin dipakai untuk kumur, diulang secara teratur sampai sembuh. b. Bahan: 2 lembar daun sirih diremas, Garam 0,5 sendok Pemakaian : Diseduh dengan air panas 1 gelas, aduk sampai garam larut, biarkan sampai dingin. Dipakai untuk berkumur-kumur (www.iptek.net.id, 2011). 2. Kembang sepatu Kandungan Kimia Kandungan kimia bunga kembang sepatu adalah cyaniding-diglucoside, hibisetin, zat pahit dan lendir. Kandungan kimia daun adalah taraxeryl acetate. Kembang sepatu memiliki senyawa bioaktif saponin dan tannin pada batang, daun dan bunga. Hasil analisa senyawa bioaktif saponin dan tannin pada bunga kembang sepatu (Fitri, dkk, 2010) Sampel % tannin kondensasi % saponin Batang 0,11 16.47 Daun 0.28 23.33 Bunga 1.14 21.57 Efek Farmakologis dan Hasil Penelitian Efek farmakologis kembang sepatu adalah anti radang, anti viral, diuretic, menormalkan siklus haid (regulates menses), peluruh dahak (ekspetoran). Bunga kembang sepatu dapat bermanfaat sebagai: 1. Obat luka bakar, bunga daun tanaman ini dimanfaatkan sebagia obat luka bakar. Daunya berlendir, person daun dapat digunakan untuk menyejukan badan yang panas terbakar 2. Obat untuk mematahkan bisul dan melunakan bengkak-bengkak kecil, daun dilumatkan dan ditempelkan pada bisul. 3. Obat gonorhoe, perasan daun dan bunganya yang dicampur dengan gula batu, kemudian diembunkan satu malam dapat digunakan sebagai obat penyakit kencing bernanah (gonorhoe). 4. Abottivum atau obat penggugur kandungan, ramuan daun yang dihaluskan bersama dengan biji papaya kemudian diminum. 5. Menghilangkan rasa sakit pada waktu haid, bunga kembang sepatu ditumbuk dan dicampur dengan cuka dan diminum. 175

6. Obat batuk, ramuan bunga warna merah direbus dengan gula dapat menghilangkan batuk. 7. Menurunkan panas, akar bunga sepatu forma putih, berkhasiat dapat menyejukan, demam yang tinggi, dengan cara akar dicampur dengan akar dari waru, akar bahar putih kemudian diminum. Ramuan ini bisa juga digosokkan ke tubuh. 8. Di Bali tanaman kembang sepatu merupakan tanaman yang banyak ditanam penduduk, selain sebagai mascot flora pulau Bali, kembang sepatu juga sebagai sarana usada (Nyoman dan Siregar, 2004). Beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk menguji efek farmakologis kembang sepatu adalah : 1. Ekstrak etil asetat dan etanol 70% daun kembang sepatu mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923, sedangkan ekstrak n-heksan daun kembang sepatu tidak mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923. KBM (konsentrasi bunuh minimum) ekstrak etil asetat terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 adalah 6,25%, KBM ekstrak etanol 70% terhadap Staphylococcus aureus adalah 0,79%. Rata-rata luas daerah hambatan konsentrasi teraktif pada ekstrak etil asetat sebesar 111,21 mm 2 (100%), pada ekstrak etanol 70% sebesar 389,62 mm 2 (100%),sedangkan ekstrak n-heksan tidak memberikan daerah hambatan. Ekstrak etanol 70% mempunyai daya bunuh terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 yang paling baik dengan KBM 0,79% dan ratarata luas daerah hambatan teraktif sebesar 389,62 mm 2, dibandingkan ekstrak nheksan dan ekstrak etil asetat (Ratno dan Hartanto, 2009). 2. Hasil penelitian Sulistyowati dkk (2010), menyimpulkan bahwa bunga kembang sepatu segar merah mengandung vitamin C yang berfungsi sebagai antioksidan sebesar 0,014 mg/g sampel, kadar kafein 0,04 mg/g yang relatif lebih rendah dibandingkan teh yang biasa dijual (1,353 mg/g), kandungan glukosa sebesar 44,8 mg/g. Adapun hasil analisis terhadap bunga sepatu segar berwarna orange, menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda. Kadar vitamin C sebesar 0,01g/g sampel, kadar kafein 0,132 mg/g dan kadar glukosa sebesar 41,2 mg/g. dengan kandungan glukosa yang cukup tinggi, memungkinkan bunga sepatu ini diolah menjadi minuman atau makanan lain untuk orang yang tidak menyukai teh yang terlalu manis tanpa harus menambahkan gula. 3. Senyawa bioaktif saponin dan tannin dapat meningkatkan efisiensi fermentasi rumen dan menekan produksi gas metan pada ternak ruminansia. 176

Khasiat dan Cara Pemakaian Kencing nanah (gonorrhoe) Bahan : Bunga kembang sepatu 6 kuntum dan madu secukupnya Pemakaian : Bunga kembang sepatu dicuci bersih lalu digodok dengan 3 gelas air sampai menjadi 2 ¼ gelas. Setelah dingin disaring dan dicampur madu. Sehari diminum 3 kali masing-masing ¾ gelas (Wijayakusuma, dkk, 1994). 2. Batuk rejan dan radang saluran pernafasan Bahan : Bunga kembang sepatu 2 kuntum dan garam secukupnya Pemakaian : Bunga kembang sepatu dicuci, lalu digiling halus, kemudian ditambahkan ½ cangkir air masak, diberi garam sedikit, diperas dan disaring. Diminum dua kali sehari masing-masing ½ cangkir (Wijayakusuma, dkk, 1994). 3. Melancarkan haid Bahan : Bunga kembang sepatu 3 kuntum dan cuka secukupnya Pemakaian : Bunga kembang sepatu dicuci lalu digiling halus, ditambah ¾ cangkir air masak dan cuka, diperas lalu disaring. Diminum 2-3 kali sehari masing-masing ¾ cangkir (Wijayakusuma, dkk, 1994). 4. TBC Bahan : Bunga kembang sepatu 3 kuntum dan madu 1 sendok makan Pemakaian : Bunga kembang sedpatu dicuci bersih lalu digiling halus, ditambahkan ½ cangkir air masak dan madu, diperas lalu disaring. Diminum 3 kali sehari masingmasing ½ cangkir (Wijayakusuma, dkk, 1994). TANAMAN REMPAH UNGGULAN 1. Lada Kandungan kimia Lada hitam memiliki rasa pedas dan aroma yang khas. Rasa pedas tersebut karena adanya zat piperine, piperanin, dan chavicine. Sedangkan aroma dari biji lada akibat adanya minyak atsiri, yang terdiri dari beberapa jenis minyak terpene. Lada memiliki rasa pedas, berbau khas, dan aromatik. Bahan kimia yang terkandung dalam lada di antaranya kamfena, boron, ealamene, calamenene, -caryophyllene, terpenes, carvacrol chavicine, bisobolene, camphene, sesquiterpenes, alkaloid (piperine; piperiline; piperoleine a,b, dan c; piperanine; serta piperonal), protein dan sejumlah kecil mineral, saponin, flavonoid, minyak asiri, kavisin, resin, zat putih telur, amilum, dihidrokarveol, kanyo-filene oksida, kriptone, trait pinocarrol, serta minyak 177

lada (berbau phellandren). Menurut Williamson (2002), susunan kimia lada hitam terdiri dari: a. Minyak atsiri (Essential oil) Lada hitam kering mengandung 1,2 2,6% minyak atsiri yang terdiri dari sabinine (15-25%), caryophyllene, α-pinene, β-pinene, β-ocimene,δ- guaiene, farnesol, δ-cadinol, guaiacol, 1-phellandrene, 1,8 cineole, pcymene, carvone, citronellol, α-thujene, α- terpinene, bisabolene, dllimonene, dihydrocarveol, camphene dan piperonal. b. Alkoloids dan amides Amides merupakan senyawa yang memberikan aroma tajam terdiri dari piperine, piperylin, piperolein A dan B, cumaperine, piperanine, piperamides, pipericide, guineensine dan sarmentine. Alkoloids terdiri dari chavicine, piperidine dan piperretine, methyl caffeic acid, piperidide dan β-methyl pyrroline. c. Aminoacids. Lada hitam kering kaya akan kandungan β-alanine, arginine, serine, threonine, histidine, lysine, cystine, asparagines dan glutamic acid. d. Vitamin dan mineral. Lada hitam kering mempunyai kandungan ascorbic acid, carotenes, thiamine, riboflavin, nicotinic acid, potassium, sodium, calsium, magnesium, besi, phosporus, tembaga dan seng. Kegunaan lada Faedah lada adalah sebagai bumbu masakan, bahan obat-obatan dan bahan minyak lada. Sebagai bahan bumbu masakan lada dapat menambah rasa kelezatan makanan, menambah selera makan, sebagai pengawet daging misalnya pada daging yang dibuat dendeng. Sebagai bahan minyak lada, lada hitam dapat menghasilkan minyak lada. Minyak lada ini dihasilkan dari penyulingan kulitnya. Minyak lada mempunyai bau yang sedap yang dapat digunakan sebagai wangi-wangian. Efek Farmakologis dan Hasil penelitian Efek farmakologis lada di antaranya merangsang timbulnya kejang, meluruhkan haid (emenagog), merangsang keluarnya hormon androgen dan estrogen, mencegah pengeroposan tulang, merangsang semangat, merangsang pusat saraf menghambat prostaglandin, relaksasi otot, serta menghilangkan kelelahan. 178

Lada hitam mengandung zat aktif yang disebut piperin. Dalam penelitian pada tikus, piperin terlihat dapat mengurangi efek merusak racun pada hati. Hal ini terutama karena sifat antioksidan pada piperin. Belum ada studi yang membandingkan perbedaan penyakit hati pada orang yang mengonsumsi lada dengan mereka yang tidak. Banyak penelitian dilakukan untuk mendapatkan larvasida alternatif yang berasal dari tanaman, salah satunya adalah lada hitam (Piper nigrum). Dalam buah lada hitam terkandung beberapa senyawa akif seperti retrofractamide A, pipercide, guineensine, dan pellitorine.. Dalam penelitian terdahulu membuktikan bahwa ekstrak lada hitam (Piper nigrum) memiliki efek larvasida terhadap larva Aedes aegypti (Arumi, 2005). Ekstrak lada hitam dan abate memiliki potensi larvasida yang identik terhadap larva Aedes sp, meskipun potensi larvasida abate terhadap larva Aedes sp sedikit lebih besar daripada ekstrak lada hitam. Ekstrak lada hitam dan abate memiliki ED yang berbeda, ED abate sebesar 1 ppm dan ED ekstrak lada hitam sebesar 3 100 100 100 ppm. Resistensi larva Aedes sp terhadap abate pada penelitian ini tidak terbukti. Penggunaan ekstrak lada hitam dapat digunakan sebagai larvasida alternatif pengganti abate. Khasiat dan Cara Pemakaian 1. Demam, masuk angin, dan rematik Cara pemakaian : rebus 5 g lada, 15 g jahe, 1 jari kayu manis, 5 g biji pala, 5 butir kapulaga, 5 butir cengkeh, 10 g bangle (Zingiber cassumunar), dan 30 g jali (Coix laerymajobi L.) dalam 1 l air sampai tersisa 500 ml. Saring air rebusannya, lain minum dua kali sehari masing-masing 250 ml. 2. Impotensi Rebus 10 g lada, 5 g jahe, 15 g biji kucai (Alliurn odorotum L.), 15 g biji pare kering (Momordica eharantia L.), dan gula merah secukupnya dalam 600 ml air sampai tersisa 300 ml. Saring air rebusannya, lalu minum dua kali sehari masing-masing 150 ml. 3. Mencegah dan mengatasi sakit lambung Rebus g lada, 10 g jahe, 1 jari kayu manis, g biji pala (Myristicafragrans Houtt), 5 butir kapulaga (Arnomum cardamomum A.), 5 butir cengkih (Eugenia aromatica OK.), dan 60 g daun lidah buaya (Aloe vera L.) yang telah dikupas kulitnya dalam 600 ml air sampai tersisa 300 ml. Saring air hasil rebusannya, lalu minum sekaligus satu kali sehari. 179

4. Mengatasi hernia Rebus 8 g lada, 5 butir cengkih (Eugenia aromatica OK.), 1 jari kayu manis, g biji pala, 5 butir kapulaga (Amomum cardamomum Auet.), 15 g biji adas (Foeniculum vulgare Mill.), dan 200 g ubi jalar merah (Ipomoe batatas Poir.) dalam 1 liter air sampai tersisa 500 ml. Minum air rebusannya dua kali sehari masing-masing 250 ml dan ubi jalarnya dimakan. 5. Sakit pent Rebus 5 g lada, 30 g kacang hijau (Phaseolus aureus Roxb.), 10 g jahe, 1 jari kayu manis, 5 g biji pala, 5 butir kapulaga, dan 5 butir cengkih dalam 1 liter air sampai tersisa 500 ml. Saring air rebusannya, lalu minum sebanyak dua kali sehari masingmasing 250 ml. 7. Sakit kepala Keringkan 5 g lada, butir cengkih, 1 jad kayumanis, dan g biji pala. Tumbuk halus semua bahan kering danjadikan bubuk. Seduh bubuk dengan air panas, lalu minum pada saat hangat sekaligus satu kali sehari. 8. Sebagai karminatif Seduh 300 600 mg lada dengan 1 gelas air panas. Minum sekaligus saat hangat. 2. Cengkeh (Cinnamomum burmanii ) Kandungan kimia Senyawa utama yang bersifat anti bakteri dalam minyak cengkeh adalah eugenol. Kadar eugenol dalam bunga cengkeh yaitu 71-87% (Nurdjannah, 1991). Bunga cengkeh selain mengandung minyak atsiri, juga mengandung senyawa kimia yang disebut eugenol, asam oleanolat, asam galotanat, fenilin, karyofilin, resin dan gom (http://www.pdfbe.com/17/17ffbe0f242a9df1-download.pdf. Ayoola (2008) menyatakan bahwa senyawa yang terkandung dalam minyak cengkeh antara lain eugenol, caryophyllene, eugenol acetate dan alpha-humelene, dan eugenol merupakan senyawa terbanyak. Lawless (1995) menyatakan bahwa ada tiga jenis minyak cengkeh : (1) minyak kuncup cengkeh diperoleh dari kuncup bunga dari S.aromaticum mengandung 60-90% eugenol, eugenyl acetate, caryo-phyllene dan unsur lainnya dalam jumlah sedikit; (2) minyak daun cengkeh diperoleh dari daun S.aromaticum, mengandung 82-88% eugenol dengan sedikit atau tidak ada sama sekali eugeyl acetate dan unsur lainnya sedikit sekali; (3) minyak batang cengkeh diperoleh dari ranting S.aromaticum, mengandung 90-95% eugenol dan unsur lainnya sedikit. 180

Daun cengkeh mempunyai potensi alelopati untuk menghambat serta mempengaruhi perkecambahan jagung dilihat dari mutu fisiologis yang ditunjukkan oleh laju perkecambahan, panjang akar dan berat kering kecambah jagung. Semakin tua umur daun cengkeh, semakin tinggi potensi eugenol untuk menghambat proses perkecambahan benih jagung. Terdapat interaksi antara umur daun cengkeh dan waktu dekomposisi terhadap laju perkecambahan, panjang akar dan berat kering kecambah jagung. Daun cengkeh tua yang baru gugur dengan waktu dekomposisi 0 minggu memberikan penghambatan terbesar. (Tanor dan Sumayku, 2009). Kegunaan cengkeh Cengkeh dapat digunakan sebagai bumbu, baik dalam bentuknya yang utuh atau sebagai bubuk. Bumbu ini digunakan di Eropa dan Asia. Terutama di Indonesia, cengkeh digunakan sebagai bahan rokok kretek. Cengkeh juga digunakan sebagai bahan dupa di Tiongkok dan Jepang. Minyak cengkeh digunakan di aroma terapi dan juga untuk mengobati sakit gigi. Minyak atsiri daun cengkeh juga berfungsi sebagai insektisida. Hasil penelitian Hastutiningrum (2010) menunjukkan bahwa minyak atsiri daun cengkeh (Syzygium aromaticum L.) memiliki efek terhadap mortalitas larva Anopheles aconitus dengan LC50 pada konsentrasi 54,145 ppm dan LC99 pada konsentrasi 129,052 ppm. Selain itu minyak atsiri yang terkandung pada cengkeh memiliki daya antibakteri Ralstonia solanacearum seperti tersaji pada table 22 Tabel 22. Daya antibakteri minyak atsiri cengkeh, pala dan kayu manis terhadap Ralstonia solanacearum Jenis tanaman Bagian Lebar zona hambatan (mm) Konsentrasi minyak atsiri (%) tanaman 1 10 100 Cengkeh (Syzygium aromaticum) bunga 25 >40 >40 Kayu manis (Cinnamomum daun 38 >4 >40 zeylanicum) 0 Pala (Myristica fragrans) biji 0 15 34 Efek Farmakologis dan Hasil Penelitian Minyak esensial dari cengkeh mempunyai fungsi anestetik dan antimikrobial. Minyak cengkeh sering digunakan untuk menghilangkan bau nafas dan untuk menghilangkan sakit gigi. Zat yang terkandung dalam cengkeh yang bernama eugenol, 181

digunakan dokter gigi untuk menenangkan saraf gigi. Minyak cengkeh juga digunakan dalam campuran tradisional choji (1% minyak cengkeh dalam minyak mineral) dan digunakan oleh orang Jepang untuk merawat permukaan pedang mereka. Minyak cengkeh adalah ekstrak tanaman, mengandung eugenol, ketika diuji pada beberapa jenis bakteri memiliki sifat antibakteri dan memperlihatkan penghambatan pada L. monocytogenes, Campylobacter jejuni, S.enteridis, E.coli dan S.aureus (Beuchat, 2000; Cressy et al., 2003; Smith-Palmer et al., 1998). Selanjutnya ditambahkan oleh Frosch et al., (2002) bahwa penelitian terbaru menunjukkan aktivitas antibakteri minyak cengkeh dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen : A. actinomycetemcomitans, P. intermedia, P.melaninogenica, P. gingivalis, C. gingivaiis and F. nucleatum. Juga mampu menghambat pertumbuhan Candida albicans, Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, dan Staphylococcus aureus. Dilaporkan oleh Smith et al., (1998 dan 2001) bahwa minyak cengkeh efektif menghambat L. monocytogenes dan S. enteridis dalam TSB dan keju. Minyak atsiri cengkeh memiliki daya anti bakteri yang kuat seperti minyak atsiri yang berasal dari kayu manis dan kencur. Zona hambatan anti bakteri sudah terlihat pada konsentrasi uji yang terendah (1%), daya antibakteri cengkeh masih jauh lebih besar dibandingkan control streptomisin konsentrasi paling tinggi (0.01%). Khasiat dan Cara pemakaian Khasiat cengkeh yaitu dapat mengobati penyakit kolera, menghitamkan alis mata, menambah denyut jantung dan campak. 1. Kolera dan menambah Denyut Jantung Bahan : Bunga cengkeh yang sudah kering. Cara menggunakan: dikunyah disesap airnya, dilakukan setiap hari. Minyak cengkeh dapat memperkuat lendir usus dan lambung serta menambah jumlah darah putih. 2. Campak Bahan: 10 Biji bunga cengkeh dan gula batu. Cara membuat: bunga cengkeh direndam air masak semalam kemudian ditambah dengan gula batu dan diaduk sampai merata. Cara menggunakan : diminum sedikit demi sedikit 3. Menghitamkan alis mata Bahan: 5-7 biji bunga cengkeh kering dan minyak kemiri. Cara membuat: bunga cengkeh dibakar sampai hangus, kemudian ditumbuk sampai halus dan ditambah 182

dengan minyak kemiri secukupnya. Cara menggunakan: dioleskan pada alis mata setiap sore hari. 3. Pala Kandungan kimia Dari hasil pengujian yang telah dilakukan, kandungan yang terdapat pada buah pala yaitu kadar air (83%), protein (0,28%), lemak (0,28%), pektin (6,87%), dan minyak pala (7-15%). Bila minyak pala tersebut diproses kimia lebih lanjut akan dihasilkan lemak/mentega (8,05%), 16 komponen terpenoid (73,91%), dan 8 komponen aromatic (18,04%). Komponen utama dari senyawa aromatik ini disebut miristin (Marzuki, 2007). Biji buah pala sangat tinggi kandungan minyak atsiri, saponin, miristisin, elemisi, enzim lipase, pektin, hars, zat samak, lemonena dan asam oleanolat. Arilus mengandung minyak atsiri, minyak lemak, zat samak, dan zat pati. Kulit buah mengandung minyak atsiri dan zat samak. Minyak pala adalah sejenis minyak atsiri yang banyak digunakan untuk mengharumkan, melezatkan masakan dan juga bisa digunakan sebagai insektisida nabati. Minyak pala mengandung zat kimia seperti myristisin dan elmisin, yang bersifat racun dan narkotika. Untuk menghasilkan minyak pala biasanya dengan cara disuling dari biji pala berumur 3-4 bulan dengan rendamen minyaknya 6-17%. Biji pala yang tua redemennya lebih rendah 8-13% (Atmaja, 2008) Komposisi oleoresin yang dihasilkan tergantung dari jenis bahan dan pelarut yang digunakan. Ekstraksi dengan pelarut non-polar akan menghasilkan oleoresin dengan kandungan lemak yang tinggi, terutama trimiristin. Pada ekstraksi dengan pelarut polar seperti etanol dan aseton, dihasilkan oleoresin dengan kandungan lemak rendah (Purseglove, 1981). Oleoresin pala berwarna kuning pucat dan berbentuk seperti padatan pada suhu kamar, beraroma khas. Secara umum 2,72 kg oleoresin sebanding dengan 45,45 kg pala segar (Farrel, 1985). Mutu oleoresin pala dalam perdagangan dinilai dari banyaknya kandungan minyak atsiri dan lemak di dalamnya. Banyaknya kandungan minyak atsiri dan lemak sangat tergantung pada jenis pelarut yang digunakan. Kegunaan Pala 1. Kulit batang dan daun Batang/kayu pohon pala yang disebut dengan kino hanya dimanfaatkan sebagai 183

kayu bakar. Kulit batang dan daun tanaman pala menghasilkan minyak atsiri 2. Fuli Fuli adalah benda untuk menyelimuti biji buah pala yang berbentuk seperti anyaman pala, disebut bunga pala. Bunga pala ini dalam bentuk kering banyak dijual didalam negeri. 3. Biji pala Biji pala tidak pernah dimanfaatkan oleh orang-orang pribumi sebagai rempahrempah. Buah pala sesungguhnya dapat meringankan semua rasa sakit dan rasa nyeri yang disebabkan oleh kedinginan dan masuk angin dalam lambung dan usus. Biji pala sangat baik untuk obat pencernaan yang terganggu, obat muntah-muntah dan lainlainya. 4. Daging buah pala Daging buah pala sangat baik dan sangat digemari oleh masyarakat jika telah diproses menjadi makanan ringan, misalnya: asinan pala, manisan pala, marmelade, selai pala, kristal daging buah pala. Pala dikenal sebagai tanaman rempah yang memiliki nilai ekonomis dan multiguna karena setiap bagian tanaman dapat dimanfaatkan dalam berbagai industri. Biji, fuli dan minyak pala merupakan komoditas ekspor dan digunakan dalam industri makanan dan minuman. Minyak yang berasal dari biji, fuli dan daun banyak digunakan untuk industri obat-obatan, parfum dan kosmetik. Buah pala berbentuk bulat berkulit kuning jika sudah tua, berdaging putih. Bijinya berkulit tipis agak keras berwarna hitam kecokelatan yang dibungkus fuli berwarna merah padam. Isi bijinya putih, bila dikeringkan menjadi kecokelatan gelap dengan aroma khas (Nurjanah, 2007) Minyak pala dan fuli digunakan sebagai penambah flavor pada produk-produk berbasis daging, pikel, saus, dan sup, serta untuk menetralkan bau yang tidak menyenangkan dari rebusan kubis (Lewis dalam Librianto, 2004). Pada industri parfum, minyak pala digunakan sebagai bahan pencampur minyak wangi dan penyegar ruangan. Sebagai obat, biji pala bersifat karminatif (peluruh angin), stomakik, stimulan, spasmolitik dan antiemetik (anti mual) ( Weil, 1966). Minyak pala juga digunakan dalam industri obatobatan sebagai obat sakit perut, diare dan bronchitis. Sedangkan menurut Chevallier, (2001) pala berguna untuk mengurangi flatulensi, meningkatkan daya cerna, mengobati diare dan mual. Selain itu juga untuk desentri, maag, menghentikan muntah, mulas, perut kembung serta obat rematik. 184

Efek farmakologis dan Hasil Penelitian Senyawa-senyawa kimia yang terkandung pada pala sangat bermanfaat bagi kesehatan, diantaranya dapat membantu mengobati masuk angin, insomnia (gangguan susah tidur), bersifat stomakik untuk memperlancar pencernaan dan meningkatkan selera makan, karminatif untuk memperlancar buang angin, antiemetik untuk mengatasi rasa mual mau muntah, nyeri haid serta rematik (Sutomo, 2006). Selain sebagai rempah-rempah, pala juga berfungsi sebagai tanaman penghasil minyak atsiri yang banyak digunakan dalam industri pengalengan, minuman dan kosmetik. Senyawa aromatik myristicin, elimicin, dan safrole sebesar 2-18% yang terdapat pada biji dan bunga pala bersifat merangsang halusinasi. Memakan maksimum 5 gram bubuk atau minyak pala mengakibatkan keracunan yang ditandai dengan muntah, kepala pusing dan mulut kering (Weiss,1997; Rudglev, 1998; Fras dan Binghamton, 1969; Samiran, 2006), menurut Jukic et al. (2006), komponen myristisin dan elimisin mempunyai efek intoksikasi. Di beberapa negara Eropa, biji pala digunakan dalam dosis kecil sebagai bumbu masakan daging dan sup. Fulinya lebih disukai digunakan dalam penyedap masakan, acar, dan kecap. Menurut Rismunandar (1990), minyak atsiri dalam daging buah pala mengandung komponen myristicin dan monoterpen. Komponen myristicin dalam daging buah pala dapat menimbulkan rasa kantuk. Minyak pala sebagai bahan penyedap pada produk makanan dianjurkan memakai dosis sekitar 0,08%, karena dalam dosis yang lebih tinggi dapat menyebabkan keracunan. Minyak ini memiliki kemampuan lain, yaitu dapat mematikan serangga (insektisidal), antijamur (fungisidal), dan antibakteri. Selain itu evalusi terhadap karakteristik antioksidan dari biji pala telah diteliti oleh Jukic et al (2006) dengan pembanding BHT, asam askorbat dan α-tokoferol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa minyak atsiri biji pala mempunyai sifat antioksidan yang kuat. Aktivitas antioksidan tersebut disebabkan sinergisme di antara komponen-komponen minyak atsiri tersebut. Biji buah pala sangat tinggi kandungan minyak atsiri, saponin, miristisin, elemisi, enzim lipase, pektin, lemonena dan asam oleanolat. Senyawa-senyawa kimia tersebut sangat bermanfaat bagi kesehatan, diantaranya dapat membantu mengobati masuk angin, disentri, diare, insomnia (gangguan susah tidur), bersifat stomakik untuk memperlancar pencernaan dan meningkatkan selera makan, karminatif untuk memperlancar buang angin, antiemetik untuk mengatasi rasa mual mau muntah, nyeri haid, rematik dan suara parau (sebagai obat luar). (Anonim, 2009). 185

5. Vanili Kandungan kimia Kandungan kimia vanili diantaranya adalah saponin dan polifenol. Mutu polong vanili kering ditentukan antara lain oleh kadar vanillin, kadar air, dan kadar abu Flavor dan aroma unik vanili berasal dari senyawa fenolik vanillin (98% dari total komponen flavor vanili) serta dari senyawa lainnya. Vanillin (4-hidroksi-3-metoksi benzaldehid) dengan rumus kimia C 8 H 8 O 3 dan berat molekul 152.14 merupakan komponen vanili. Polong vanili mengandung dua glukosida utama yaitu glukovanilin dan glukovanilik alkohol. Akibat aktivitas enzim β-glukosidase maka glukovanilin akan terpecah menjadi glukosa dan vanillin. Faktor yang menyebabkan vanili Indonesia sangat digemari oleh para konsumen luar negeri adalah karena kandungan senyawa vanilinnya cukup tinggi. Senyawa vanillin termasuk dalam kelompok flavor aldehid yang mempunyai peranan penting dalam pemberian karakteristik rasa dan aroma pada makanan. Senyawa flavor dalam vanili (senyawa vanillin) terbentuk selama proses pengolahan polong vanili segar menjadi polong vanili kering. Pada polong vanili segar, senyawa vanillin masih terikat sebagai glukovanilin dan harus dibebaskan melalui reaksi enzimatis. Enzim hidrolitik yang dapat memecah glukovanilin menjadi vanillin adalah β- glukosidase. Reaksi enzimatis pembentukan senyawa vanillin berlangsung selama proses pengolahan vanili (Handayani, 2008) Kegunaan Vanili Kegunaan vanili sangat beragam yaitu sebagai bahan pembantu industri makanan dan pewangi obat-obatan (flavour and fragrance ingredients). Industri makanan yang banyak menggunakan vanili sebagai bahan bakunya adalah industri biskuit, gula-gula, susu, roti, dan industri es krim. Industri makanan menggunakan vanili sebagai penyedap atau penambah cita rasa. Efek Farmakologis Dalam industri farmasi, vanili digunakan sebagai antipiretik, pengharum makanan, parfum dan kosmetik, pembunuh bakteri dan untuk menutupi bau tidak sedap bahan-bahan lain seperti obat pembasmi serangga yang diperlukan oleh industri bahan pengawet dan bahan insektisida. 186

Khasiat dan Cara Pemakaian 1. Pengharum (makanan, minuman, kosmetik) Ekstrak buah vanili kering digunakan untuk pengharum makanan, minuman dan kosmetik. 2. Pusing Potong-potong buah vanili kering 5 gram, seduh dengan segelas air panas. Dinginkan dan saring, diminum dua kali sehari. 6. Kayu Manis Kandungan kimia Penelitian terhadap minyak atsiri dari Cinnamomum burmannii yang berasal dari Guangzhou, China yang dilakukan oleh Wang dkk (2009) melaporkan bahwa komponen mayor minyak atsiri yang terkandung adalah transsinamaldehid (60,72%), eugenol (17,62%) dan kumarin (13,39%). Kayu manis mengandung minyak atsiri, eugenol, safrole, cinnamaldehyde, tannin, kalsium oksalat, damar, zat penyamak. Minyak kayu manis selain mengandung sinnamaldehida juga mengandung senyawa-senyawa lain seper-ti benzaldehida, limonen, 1,8-sineol, α-copaena, bornil asetat, β-caryofilen, 1,4-terpineol, δ-cadinena, trans-cinna-maldehida, trans-cinnamil asetat, miristisin, coumarin, asam tetradecanoat (Lawless, 2002). Hasil penyulingan kulit C. burmanii, C. zeylanicum dan C. cassia yang ditanam di Kebun Percobaan Cimanggu Bogor menghasilkan minyak berturut-turut 1,75; 2,0; dan 1,50%. Selain dari kulitnya, daun kayu manis juga biasa disuling menjadi minyak daun kayu manis (cinnamon leaf oil). Namun demikian minyak daun C. zeylanicum mengandung eugenol sebagai komponen utamanya (80-90%), sedangkan kandungan utama minyak daun C. burmanii dan C. cassia sama dengan minyak kulitnya, yaitu sinnamaldehida (Leung, 1980). Kulit kayu manis mengandung minyak atsiri, tanin, damar, dan lendir, Kegunaan Minyak cassia bersifat anti bakteri, biasa digunakan dalam pasta gigi, obat pencuci mulut dan dalam pembuatan obat tonic. Selain itu banyak digunakan dalam flavor makanan dan minuman termasuk minuman beralkohol dan minuman ringan. Dalam jumlah kecil digunakan dalam parfum dan kosmetik. Minyak cinnamon mem-punyai sifat antiseptik, anti mikroba dan sebagai parasitisida. 187

Minyak kulit dan daun cinnamon banyak digunakan sebagai pewangi sekaligus pengobatan dalam pasta gigi, pencuci mulut, obat batuk dan perawatan gigi, juga sebagai flavor dalam makanan dan minuman seperti dalam coca cola. Minyak daun cinnamon digunakan dalam sabun, kosmetik, toilet deodoran, dan parfum. Batas maksimum pemakaian dalam makanan dan minuman adalah 0,057% untuk minyak cinnamon dan 0,047% untuk minyak cassia. Efek farmakologis dan Hasil Penelitian Kayu manis memiliki efek farmakologis sebagai berikut peluruh kentut (karminatif), peluruh keringat (diaforetik), antirematik, meningkatkan nafsu makan (stomakik), menghilangkan sakit analgetik). Sifat kimiawinya pedas, sedikit manis, hangat dan wangi. Kayu manis merupakan salah satu tanaman obat dan biasa digunakan dalam pengobatan tradisional. Tanaman kayu manis memiliki khasiat sebagai antifungi dari efek minyak atsirinya. Kayu manis memiliki sifat khas pedas, agak manis, dan menghangatkan. Khasiat analgesic, stomakik, dan aromatic serta memiliki daya anti mikroba terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Salmonella typhosa serta Shigella dysenteriae. Hasil penelitian Onggriawan (1980) tentang penentuan koefisien fenol minyak atsiri kulit kayu manis terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Salmonella typhosa menunjukkan bahwa minyak atsiri kulit kayu manis (Padang) mempunyai daya antimikroba (koefisien fenol) 3.18 (berarti 3.18 kali lebih kuat daripada fenol terhadao bakteri Staphylococcus aureus. Daya antimikroba (koefisien fenol) 3.64 terhadap Salmonella typhosa. Selain itu, hasil penelitian Ria Amelya (1992) tentang pengaruh daya hambat kayu manis (Padang) terhadap Staphylococcus aureus menunjukkan bahwa Staphylococcus aureus pada konsentrasi 1,1%, sedangkan pada konsentrasi 0,3%; 0,5%; 0,7%; dan 0,9% tidak dapat menghambat. Hasil penelitian Triana (2009) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna diameter daya hambat pada berbagai konsentrasi ekstrak etanol 70 % kulit kayu manis terhadap Shigella dysenteriae secara in vitro. Konsentrasi optimal dari ekstrak etanol 70% kulit kayu manis yang mempunyai daya antibakteri terhadap Shigella dysentriae adalah konsentrasi 100% yakni sebesar 21,67 mm. Hasil penelitian Wijayanti et. al. (2010) menunjukkan bahwa minyak atsiri Cinnamommum burmannii yang berasal dari Pacitan (Tipe A), Bogor (Tipe B) dan Bali (Tipe C) memiliki komponen utama yang sama yaitu trans- sinamaldehid tetapi mengalami 188

perbedaan konsentrasi. Minyak atsiri tipe B mempunyai aktivitas sebagai antimikroba paling tinggi diantara keduanya. Hasil uji larvasida untuk ketiga tipe minyak atsiri menunjukkan bahwa minyak atsiri tipe C mempunyai aktivitas sebagai insektisida Minyak atsiri dan ekstrak etanol yang diperoleh dari residu proses destilasi diuji antioksidan secara kualitatif menggunakan DPPH dimana hasil yang ditunjukkan bahwa minyak atsiri Cinnamommum burmannii tidak aktif sebagai antioksidan sedangkan ekstrak etanol bersifat aktif dengan adanya warna kuning setelah disemprot DPPH. Hasil uji kuantitatif dilakukan terhadap ekstrak etanol menunjukkan bahwa ekstrak etanol bersifat aktif sebagai antioksidan. Kombinasi minyak atsiri daun cengkeh dan minyak atsiri kulit batang kayu manis meningkatkan daya antibakteri dan degradasi biofilm S. mutans, tetapi menurunkan kemampuan penghambatan pembentukan biofilm S. mutans dibandingkan minyak atsiri kayu manis tunggalnya, dan komposisi optimum yang diperoleh dari metode SLD adalah campuran minyak atsiri daun cengkeh dan kulit batang kayu manis 27:73 (% v/v) (Ardani, 2010). Khasiat dan Cara Pemakaian 1. Batuk Bahan : Kulit kayu manis 2 jari, daun sirih 3 lembar, cengkeh 3 buah, gula batu secukupnya Pemakaian : Semua bahan digodok dengan 3 gelas air sampai tersisa 1 gelas. Setelah dingin disaring lalu diminum (Wijayakusuma, dkk, 1994). 2. Tekanan darah tinggi Bahan : Kulit kayu manis 1 jari, asam trengguli 2 jari, cekur 1 ½ jari, daun sena ¼ genggam, daun saga manis ¼ genggam, daun kaki kuda ¼ genggam, gula enau 3 jari Pemakaian : Semua bahan dicuci kemudian dipotong-potong seperlunya, digodok dengan 3 gelas air sampai tersisa 2 ¼ gelas. Setelah dingin disaring, lalu diminum 3 kali sehari ¾ gelas (Wijayakusuma, dkk, 1994). 3. Asam urat Bahan : Kayu manis 1 jari, biji pala 5 g, kapulaga 5 butir, cengkeh 5 butir, ubi jalar merah 200 g, merica 10 butir, jahe merah 15 g, susu cair 200 cc. Pemakaian : Semua bahan kecuali susu direbus dengan 1.500 cc air sampai tersisa 500 cc. Kemudian disaring dan ditambahkan susu untuk diminum. 189

4. Diare Bahan : Kayu manis 5 g, daun jambu biji 5 lembar Pemakaian : Kayu manis dan daun jambu biji direbus dengan 600 cc air dan biarkan hingga tersisa 300 cc. Air yang telah disaring ditambah gula secukupnya, kemudian diminum dua kali sehari 150 cc. TANAMAN REMPAH KELUARGA 1. Ketumbar Kandungan Kimia Dari semua bagian tanaman yang diubah menjadi minyak atsiri berupa sabinene, myrcene, a-terpinene, ocimene, linalool, geraniol, dekanal, desilaldehide, trantridecen, sappnin, flavonoid, asam petroselinat, asam oktadasenat, d-mannite, skopoletin, p-simena, kamfena, dan felandren. Tabel 23. Komposisi zat gizi per 100 gram biji dan daun ketumbar Zat gizi Biji ketumbar Daun ketumbar Energi (kkal) 404 23 Protein (g) 14,1 2,13 Lemak (g) 16,1 0,52 Karbohidrat (g) 54,2 3,67 Kalsium (mg) 630 67 Fosfor (mg) 370 48 Besi (mg) 17,9 1,37 Vitamin A (SI) 1.570 6.748 Vitamin B1 (mg) 0,20 0,067 Vitamin C (mg) 0 27 Air (g) 11,2 92,2 Sumber: Direktorat Gizi, Depkes (2004) Kegunaan Ketumbar Diakui ketumbar memang lebih sering digunakan sebagai bumbu berbagai jenis masakan di Indonesia, namun ada beberapa gangguan kesehatan yang dapat diatasi dengan ketumbar. Daunnya yang majemuk seperti seledri, sering diiris tipis dan dijadikan taburan dalam masakan seperti sup dan salad khas Thailand. Di negara itu, ketumbar diberi nama 190

phak chee. Sama dengan bijinya, daun ketumbar juga beraroma tajam. Manfaat dari tumbuhan ini sudah banyak dirasakan di berbagai negara. Efek Farmakologis dan Hasil Penelitian Ketumbar biasanya digunakan pelancar pencernaan, peluruh kentut (carminative), peluruh ASI (lactago), dan penambah nafsu makan (stomachica). Ketumbar juga berguna untuk meredakan pusing, muntah-muntah, influenza, wasir, radang lambung dan radang payudara, campak, masuk angin, tekanan darah tinggi, lemah syahwat, obat masuk angin, obat sariawan, pencernaan kurang baik, obat pening, obat mual dan haid tidak teratur. Senyawa linalool merupakan komponen yang menentukan intensitas aroma harum, sehingga minyak ketumbar dapat dipergunakan sebagai bahan baku parfum, aromanya seperti minyak lavender atau bergamot. Linalool banyak digunakan dalam dalam industri farmasi sebagai obat analgesik (obat menekan rasa sakit), parfum, aroma makanan dan minuman, sabun mandi, bahan dasar lilin, sabun cuci, sintesis vitamin E dan pestisida hama gudang maupun insektida untuk basmi kecoa dan nyamuk. Kegunaan ketumbar sebagai bahan obat antara lain untuk diuretik (peluruh air kencing), anti-piretik (penurun demam), stomatik (penguat lambung), stimulant (perang-sang), laxatif (pencahar perut), antel-mintif (mengeluarkan cacing), menambah selera makan, mengobati sakit empedu dan bronchitis (Wahab dan Hasanah, 1996). Penggunaan ketumbar bisa dilakukan dengan berbagai cara, ditumbuk halus dan direbus, baik untuk pengobatan luar, maupun dalam. Sebagai obat luar biasanya dihaluskan lebih dulu lalu dijadikan adonan dengan dicampur air dan bahan lain. Lalu adonan itu ditempelkan pada bagian yang sakit. Ketumbar mempunyai aroma yang khas, aromanya disebabkan oleh komponen kimia yang terdapat dalam minyak atsiri. Ketumbar mempunyai kandungan minyak atsiri berkisar antara 0,4-1,1%, minyak ketumbar ter-masuk senyawa hidrokarbon beroksi-gen, komponen utama minyak ketum-bar adalah linalool yang jumlah sekitar 60-70% dengan komponen pendukung yang lainnya adalah geraniol (1,6-2,6%), geranil asetat (2-3%) kamfor (2-4%) dan mengandung senyawa golong-an hidrokarbon berjumlah sekitar 20% - -pinen, dipenten, p- - -terpinen, terpinolen dan fellandren) (Lawrence dan Reynolds, 1988; Guenther, 1990) Berdasarkan literatur, buah ketumbar dari Hongaria diperoleh rendemen minyak 1,1%. Buah ketumbar dari Jerman dan Cekoslovakia masing-masing menghasilkan rendemen minyak 0,8 dan 1%. Buah ketumbar asal Perancis rendemen minyaknya sekitar 191

0,4%, buah ketumbar berasal dari Italia 0,35%, buah ketumbar dari Maroko rendemen minyaknya sekitar 0,3% sedangkan buah ketumbar dari Indonesia menghasilkan rendemen minyaknya antara 0,15-0,25% (Guenther, 1949). Hal ini menunjukkan bahwa rendemen minyak atsiri dipengaruhi oleh faktor iklim, tempat tumbuh dan ketinggian tempat. Ketumbar juga digunakan untuk obat mual, mulas waktu haid, pelancar ASI dan pencernaan. Daunnya dapat digunakan untuk obat batuk, demam atau campak (De Guzman and Siemonsma 1999; PT Eisei 1995; Heyne 1987; Burkill 1935). Hasil Penelitian Khasiat dan Cara Pemakaian 1. Masuk angin Untuk obat masuk angin dipakai ± 3 gram serbuk biji ketumbar, diseduh dengan 1/2 gelas air matang panas, dinginkan dan disaring. Hasil saringan ditambah 1 sendok makan madu, diaduk dan diminum sekaligus. 2. Perut kembung, sakit kepala, tekanan darah tinggi Untuk perut kembung (ditambah katuk, bawang merah, dan buah pinang), Untuk sakit kepala (ditambah biji piang, daun sirih, bangle, dan pacar jawa), Untuk pengobatan tekanan darah tinggi (ditambah seledri).\ 3. Influenza Untuk influenza (ditambah jahe, daun bawang putih, dan madu), batuk (ditambah kayu manis, kumis kucing, dan gula aren). 4. Terlambat haid Untuk haid tidak datang, gunakanlah racikan sebagai berikut, 10 biji ketumbar, 1 jari kunyit, 1 buah pala, 10 biji jintan hitam, 3 kuntum cengkeh, 20 lembar daun srigading. Seluruh bahan padat dilembutkan, direbus dengan 2 gelas air bersih hingga menjadi 1 gelas. Setelah dingin disaring, hasilnya diminum sekaligus. Lakukan cara ini 2 kali sehari selama seminggu. 5. Batuk Untuk mengatasi batuk, ketumbar, jahe, dan buah pir di tim, lalu dimakan. 2. Bawang Putih (Allium sativum) Kandungan kimia Bawang putih mengandung minyak atsiri, saponin, flavonoida dan politenol, kalsium, saltivine, belerang, protein, lemak, fosfor, besi. 192

Kandungan Kimia : per 100 gram mengandung : - protein sebesar 4,5 gram. - lemak 0,20 gram, - hidrat arang 23, 1 0 gram, - vitamin B 1 0,22 miligram, - vitamin C 1 5 miligram, - kalori 95 kalori, - posfor 134 miligram, - kalsium 42 miligrain. - besi 1 miligram dan - air 71 gram.. Di samping itu dari beberapa penelitian umbi bawang putih mengandung zat aktif awcin, awn, enzim alinase, germanium, sativine, sinistrine, selenium, scordinin, nicotinic acid. Senyawa yang ada pada bawang putih adalah aliin. Ketika bawang putih dimemarkan/dihaluskan, zat aliin yang sebenarnya tidak berbau akan terurai. Dengan dorongan enzim alinase, aliin terpecah menjadi alisin, amonia, dan asam piruvat. Bau tajam alisin disebabkan karena kandungan zat belerang. Aroma khas ini bertambah menyengat ketika zat belerang (sulfur) dalam alisin diterbangkan ammonia ke udara, sebab ammonia mudah menguap. Senyawa alisin berkhasiat menghancurkan pembentukan pembekuan darah dalam arteri, mengurangi gejala diabetes dan mengurangi tekanan darah. Selain alisin, bawang putih juga memiliki senyawa lain yang berkhasiat obat, yaitu alil. Senyawa alil paling banyak terdapat dalam bentuk dialil-trisulfida yang berkhasiat memerangi penyakit-penyakit degeneratif dan mengaktifkan pertumbuhan sel-sel baru. allisin, alliin, allitin, sikloallin, alinase, diallyl-disulfide, diallyl-thiosulfinate, germanium, saltivine, S-allyl-cysteine, dan lain-lain. S-allyl cysteine merupakan senyawa belerang yang berfungsi menurunkan kolesterol dengan menghancurkan penumpukan lemak di pembuluh darah. Efek farmakologis dan Hasil Penelitian Bawang putih memiliki berbagai efek terapeutik pada sistem kardiovaskular, antibiotik, antikanker, antioksidan, immunomodulator, anti-inflamasi, efek hipoglikemik. Bawang putih dapat menghambat pertumbuhan Aerobacter, Aeromonas, Bacillus, Citrella, Citrobacter, Clostridium, Enterobacter, Escherichia, Proteus, Providencia, Pseudomonas, Salmonella, Serratia,Shigella, Staphylococcus, Streptococcus dan Vibrio ; menunjukkan efek antibiotik berspektrum luas melawan bakteri gram positif dan gram negatif. Bawang putih juga efektif melawan organisme yang sudah resisten terhadap antibiotik. Kombinasi bawang putih dan antibiotic menunjukkan sinergisme parsial maupun total. Sampai saat ini belum dilaporkan resistensi mikroba terhadap bawang putih; oleh karena itu bawang putih memiliki potensi untuk terapi suportif infeksi mikroba. Tanaman ini mengandung khasiat antimikroba, antitrombotik, hipolipidemik, antiarthritis, hipoglikemik, dan juga memiliki antivitas sebagai antitumor. 193

Orang orang Babilonia, Mesir, Viking, Cina, Yunani, Romawi menggunakan bawang putih untuk mengobati berbagai penyakit seperti gangguan pencernaan, flatulensi, cacingan, infeksi pernapasan, penyakit kulit, luka, gejala penuaan dan penyakit lain. Pada Perang Dunia II bawang putih digunakan untuk mencegah infeksi luka prajurit. Bawang putih juga dikenal sebagai Allium sativum, mempunyai berbagai macam efek diantaranya adalah efek antioksidan terutama adalah kandungan asam sulfenat yang dibentuk dari dekomposisi dari allicin yg terdapat di dalam bawang putih. Yang dipercaya dapat menyehatkan dan mempunyai aktivitas antioksidan terutama melalui mekanisme penjebakan radikal peroksil.5 Selain itu bawang putih juga mempunyai berbagai efek seperti menurunkan kadar kolesterol total dan LDL.6 Ada juga efek anti jamur, efek menumbuhkan rambut, efek anti platelet, untuk melawan kanker tapi mungkin hanya untuk yang bersifat jinak seperti pada kanker payudara dan efek yang lain. Namun semua efek ini masih diteliti untuk kebenarannya. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Kombinasi ekstrak bulbus bawang putih dan rimpang kunyit dapat menurunkan kadar glukosa darah. 2. Kombinasi ekstrak bulbus bawang putih dan rimpang kunyit juga dapat menurunkan kadar HBA1C dan indeks masa tubuh. Dosis 2,4 g kombinasi ekstra bulbus bawang putih dan rimpang kunyi dapat menurunkan kadar glukosa puasa, kadar glukosa 2 jam pp dan kadar HbA1C yang bermakna dibandingkan dosis 1,2 g dan 1,6 g. 3. Parameter fungsi hati, fungsi ginjal dan profil darah setelah pemberian kombinasi ekstrak bulbus bawang putih dan rimpang kunyit selama 12 minggu, masih dalam batas normal. 4. Peningkatan dosis obat uji sampai 2,4 g tidak menunjukkan penambahan kejadian keluhan (adverse event) 5. Subjek uji setelah mendapat kombinasi ekstrak bulbus bawang putih dan rimpang kunyit, menunjukan perbaikan gejala klinis (http://bahan-alam.fa.itb.ac.id) Pemberian suplemen kuning telur pada tikus kelompok kontrol positif dapat meningkatkan kadar albumin serum secara bermakna dibandingkan kelompok tikus kontrol negatif yang tidak diberi kuning telur. 194

Pemberian kombinasi cabe jawa dan bawang putih tidak memberikan pengaruh apapun dalam kadar albumin terhadap tikus kelompok control positif sehingga hipotesis tidak terbukti. Pemberian bawang putih dan cabe jawa secara tunggal menurunkan kadar albumin terhadap kelompok tikus kelompok kontrol positif. pemberian ekstrak bawang putih (Allium sativum) sebanyak 0,432 gram/200 gram BB/hari secara oral selama 25 hari, tidak menurunkan rasio antara kolesterol total dengan kolesterol HDL darah tikus putih (Rattus norvegicus), melainkan peningkatan rasio antara kolesterol total dengan kolesterol HDL walaupun tidak bermakna (p>0,05). Namun terdapat penurunan kadar kolesterol total pada kelompok perlakuan, dan kadar kolesterol HDL pada kedua kelompok secara bermakna (p<0,05). (Priskilla, et all, 2010) Khasiat dan Cara Pemakaian Penyakit yang dapat diobati : hipertensi, asma, batuk, masuk angin, sakit kepala, sakit kuning; sesak nafas, busung air, ambeien, sembelit, luka memar, abses; luka benda tajam, digigit serangga, cacingan, sulit tidur (insomnia); Cara pemakaian : 1.Hipertensi Bahan : 2-3 siung bawang putih. dikupas, cuci, kunyah, lalu ditelan sambil minum air hangat. Lakukan 3 kali sehari. Bawang putih dibakar sampai matang, makan. Dua hari pertama makan 6 siung selanjutnya selama seminggu makan 2 siung. 2.Sakit kepala Umbi bawang putih dilumatkan, lalu borehkan pada dahi. 3.Flu Bawang putih, bawang merah, jahe dengan takaran yang sama dikupas, cuci, seduh. Tutup selama 15 menit, sisihkan jahenya, makan bawang merah, bawang putih, minum airnya. 4.Disentri Bahan : 2 siung bawang putih dikupas, cuci, rebus dengan segelas air. Minum sebelum makan. Lakukan 3 kali sehari, selama 2-3 hari. 5.Batuk rejan dan bronkhitis 30 gram bawang putih, kupas, cuci, lumatkan, campur dengan gula batu dan segelas air matang, diamkan selama 5-6 jam. Minum 1 sendok makan penuh setiap hari selama beberapa hari. 195

6.Borok 2-3 siung bawang putih dikupas, cuci, lumatkan, campur dengan 1 sendok minyak kelapa sampai rata. Oleskan pada bagian yang bengkak. 7.Luka kena benda tajam berkarat Bawang putih dikupas, cuci, bakar, celupkan ke dalam minyak kelapa, lumatkan. Oleskan pada bagian yang luka. 8.Cacingan 3 siung bawang putih dikupas, cuci, kunyah sampai halus, telan dan minum air hangat. Lakukan 1-2 kali sehari. 9.Nyeri haid 2 siung bawang putih dikupas, kunyah halus, telan. Minum 2 sendok makan air hangat. Lakukan 2 kali sehari. 10.Migrain 2 siung bawang putih dikupas, cuci, kunyah perlahan sampai lumat lalu telan dan minum air hangat. Lakukan 2 kali sehari. 11.Perut kembung 2 siung bawang putih dikupas, cuci, kunyah perlahan sampai halus, telan lalu minum air hangat. Lakukan 3 kali sehari. 12.Bisul yang baru tumbuh 1 siung bawang putih, kupas, cuci, belah. Oleskan pada bisul yang baru timbul. Lakukan berkali-kali. 13.Sakit maag Bawang putih laki-laki (yang tumbuh sendiri, tunggal, tidak bergerombol), dikupas, cuci, kunyah. Lakukan 3 kali sehari. 14.Asma, batuk, masuk angin 3 siung bawang putih dikupas, cuci, lumatkan. Beri 1 sendok makan madu dan gula batu yang sudah dicairkan. Campurkan semua bahan, aduk rata, saring. Minum setiap pagi sampai sembuh. 15.Mengeluarkan serpihan kaca, kayu/duri Bawang putih dikupas, cuci, lumatkan.. Tempelkan pada bagian yang dimaksud. 16.Ambeien Bawang putih dikupas, cuci, lumatkan, peras, oleskan airnya di sekitar anus setiap hari. 17.Cantengan Cuci 2 siung bawang putih yang sudah dikupas dan 2 kemiri. Lumatkan dan beri garam dapur. Tempelkan pada kuku yang bengkak, balut. Ganti sehari 2 kali, pagi dan sore. 196

18.Digigit serangga beracun 6 siung bawang putih dikupas, cuci, lumatkan, oleskan pada bagian yang disengat, balut. Sebaiknya bawang putih tidak dimakan mentah, karena mengganggu lambung, lebih baik direbus, digoreng, atau dipanggang lebih dulu. 3. Bawang merah (Allium ascalonicum) Kandungan Kimia Minyak atsiri, sikloaliin, metilaliin, dihidroaliin, flavonglikosida, kuersetin, saponin, peptida, fitohormon, vitamin, dan zat pati. Kegunaan Sebagai obat batuk, haid tidak teratur, kencing manis, obat cacing, demam pada anak-anak (obat luar), perut kembung pada anak-anak (obat luar). Efek Farmakologis Alisin dan alliin hipolipidemik menurunkan kadar kolesterol darah, flavonoid antiinflamasi, anti radang, dapat menyembuhkan radang hati.radang sendi, radang tonsil, radang tenggorokan. Alil profil disulfide dapat menurunkan kadar kolesterol darah, anti radang Fitosterol menyehatkan jantung Flavonol bersama kuesetin dan kuersein glikosida memiliki efek anti biotic alami, menghambat pertumbuhan jamur dan virus Kalium menjaga fungsi saraf dan otot Pektin hipolipidemik, anti bakteri. Saponin antikoagulan. Triprofanal sulfoksida stimulant keluarnya air mata Khasiat dan cara pemakaian 1. Batuk Bahan : Umbi bawang merah 4 gram, daun poko segar 4 gram, daun sembung segar 3 gram, herba pegagan segar 4 gram, buah adas 2 gram dan air 125 ml. Cara pembuatan: dibuat infus atau pil. Cara pemakaian: Diminum sehari 1 kali, pagi hari 100 ml. 2. Kencing Manis Bahan : Umbi bawang merah (dirajang) 4 gram, buah buncis (dirajang) 15 gram, daun salam (dirajang) 10 helai dan air 120 ml. Cara pembuatan: Dibuat infus. Cara pemakaian: Diminum sehari 1 kali 100 ml. 197

3. Demam dan Perut Kembung pada Anak-anak Bahan : Umbi bawang merah (potong tipis) secukupnya, minyak kelapa secukupnya, minyak kayu putih secukupnya. Cara pembuatan: Diremas-remas. Cara pemakaian: Minyak tersebut dioleskan pada perut yang kembung, seluruh badan, kaki, dan tangan pada anak yang demam. 198

VIII PELUANG AGRIBISNIS TANAMAN OBAT DAN REMPAH Tujuan Instruksional : Menguraikan beberapa contoh analisis usaha tani tanaman obat dan rempah 1. Sambiloto Tabel 24. Biaya usahatani pola tanam sambiloto per 1.000m2 di IP. Cimanggu-Bogor Uraian Satuan Biaya satuan (Rp) Monokultur sambiloto Volume Biaya/tahun (Rp) Sambiloto + Jagung (150 cm x 20 cm) Volume Biaya/tahun (Rp) Sambiloto + Jagung (120 cm x 20 cm) Volume Biaya/tahun (Rp) Sambiloto + Jagung (90 cm x 20 cm) Volume Biaya/tahun (Rp) Biaya Eksploitasi HOK Pembukaan Lahan 15.000 10 150.000 10 150.000 10 150.000 10 150.000 Pemupukan dasar 15.000 6 90.000 6 90.000 6 90.000 6 90.000 Penanaman 15.000 6 90.000 5 75.000 5 75.000 5 75.000 Pemeliharaan HOK Pemupukan 15.000 5 75.000 6 90.000 7 105.000 8 120.000 Pengendalian 15.000 6 90.000 6 90.000 6 90.000 6 90.000 hama & penyakit Penyiangan 15.000 12 180.000 11 165.000 10 150.000 9 135.000 Panen dan pasca 15.000 20 300.000 21 315.000 20 300.000 19 285.000 panen Total upah dan 65 975.000 65 975.000 64 975.000 63 945.000 gaji Bahan Bibit Batang 300 9.166 2.749.800 5.00 1.650.000 4.583 1.374.900 3.052 915.600 Sambiloto Kg 10.000 0 0 2.93 29.326 4.58 45.826 8.15 81.532 Jagung Ton 250.000 1 250.000 1 250.000 1 250.000 1 250.000 Pupuk kandang Pupuk buatan Urea Kg 1.500 15 22.500 33 49.500 38 56.250 45 67.523 SP-36 Kg 2.000 15 30.000 33 66.000 38 75.000 45 90.030 KCl Kg 3.000 15 45.000 33 99.000 38 112.500 45 135.045 Pestisida Liter 60.000 1 60.000 1 60.000 1 60.000 1 60.000 Total biaya 3.157.300 2.203.706 1.974.476 1.599.813 bahan Biaya peralatan Paket 1 100.000 100.000 100.000 100.000 Total biaya 4.232.300 378.706 3.034.476 2.644.813 usahatani Produksi terna segar (5 kali panen/tahun) Kg 5.000 1.074 5.368.985 517 2.583.37 446 2.230.775 174 868.373 Produksi jagung (2 kali tanam) Total pendapatan Tongko l 200 0 0 5.332 1.066.400 8.332 1.666.400 14.824 2.964.800 5.368.985 3.649.837 3.897.175 3.833.173 Pendapatan bersih 1.136.685 371.131 862.699 1.188.360 B/C 1.27 1.11 1.28 1,5 Sumber : Pribadi (2007) 199

2 Jambu Biji (Psidium guajava) Analisis Usaha Budidaya Perkiraan analisis budidaya jambu biji seluas 1 hektar dengan jarak tanam 8 x 8 m, populasi 156 pohon di Jawa Barat pada tahun 1999. Biaya produksi tahun ke-1 1. Sewa lahan Rp. 30.000.000,- 2. Bibit 800 batang @ Rp. 3.000,- Rp. 2.400.000,- 3. Pupuk - Pupuk kandang 6 ton @ Rp. 150.000,-/ton Rp. 900.000,- - Urea 25 kg @ Rp. 1.500,- Rp. 37.500,- - SP-36 25 kg @ Rp.1.900,- Rp. 47.500,- - KCl 25 kg @ Rp. 1.800,- Rp. 45.000,- 4. Pestisida dan fungisida Rp. 800.000,- 5. Tenaga kerja - Lubang tanam, ajir 23 HKP @ Rp. 7.000,- Rp. 161.000,- - Beri pupuk 8 HKP + 15 HKW @ Rp. 5.000,- Rp. 131.000,- - Tanam 8 HKP + 10 HKW Rp. 106.000,- - Pemeliharaan 40 HKP+20 HKW Rp. 400.000,- 2) Biaya produksi tahun ke-2 s.d. ke-4 1. Pupuk - Pupuk kandang 10 ton @ Rp. 150.000,- Rp. 1.500.000,- - Urea 75 kg @ Rp. 1.500,- Rp. 112.500,- - SP-36 50 kg @ Rp.1.900,- Rp. 95.000,- - KCl 50 kg @ Rp.1.800,- Rp. 90.500,- 2. Pestisida dan fungisida Rp. 781.250,- 3. Tenaga kerja - Tenaga pemeliharaan 50 HKP+50 HKW Rp. 625.000,- 4. Alat Rp. 600.000,- 3) Biaya produksi tahun ke-5 s.d. ke-15 1. Pupuk - Pupuk kandang 24 ton @ Rp. 150.000,- Rp. 3.600.000,- - Urea 125 kg @ Rp. 1.500,- Rp. 187.500,- - SP-36 300 kg @ Rp.1.900,- Rp. 570.000,- - KCl 150 kg @ Rp. 1.800,- Rp. 270.000,- 2. Pestisida dan fungisida Rp. 1.093.750,- 3. Alat Rp. 450.000,- 4. Tenaga kerja - Pemeliharaan 50 HKP + 60 HKW Rp. 675.000,- - Panen & pasca panen 40 HKP + 50 HKW Rp. 550.000,- Jumlah biaya produksi dalam 15 tahun Rp. 127.799.500,- 5. Pendapatan dari hasil produksi(15 tahun):70 ton Rp. 245.000.000,- 6. Keuntungan bersih 15 tahun Rp. 117.200.500,- 200

7. Parameter kelayakan usaha 1. B/C rasio = 1,917 Panen dimulai pada tahun ke 6 dan keuntungan mulai diraih pada tahun ke enam. Analisis biaya dan pendapatan ini tidak bersifat tetap, tergantung pada besarnya sewa lahan, upah pekerja, fluktuasi harga saprodi,dan harga produksi buah yang didapatkan. Gambaran Peluang Agrobisnis Prospek komoditi jambu biji cukup cerah, sebab permintaan terhadap komoditi ini terus meningkat dari tahun ke tahun. Hanya dalam membudidayakan tanaman jambu air perlu memilih jenis yang tepat, yakni yang banyak digemari masyarakat, seperti jambu biji bangkok) Cabe Jawa (Piper retrofractum Vahl.) Perhitungan Distribusi, Margin & Share Pemasaran pada saluran I : Petani Pedagang Pengumpul Gudang (Restanti, 2003). 1. Perhitungan Margin a. M = Pr Pf = 7700 6000 = 1700 b. Distribusi Margin - Biaya Sortasi - Biaya Pengepakan - Biaya Penyimpanan - Biaya Transportasi - Biaya Resiko - Keuntungan 2. Perhitungan Share - Harga Jual di Petani - Biaya Sortasi 201

- Biaya Pengepakan - Biaya Penyimpanan - Biaya Transportasi - Biaya Resiko - Keuntungan - Harga Jual Pengumpul Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb) Analisis Usaha Budidaya (http://www.gerbangpertanian.com, 2011). Perkiraan analisis budidaya kunyit seluas 1000 m2 yang dilakukan pada tahun 2000 di daerah Sumedang Jawa Barat. 1) Biaya produksi a. Sewa lahan 1 musim tanam Rp. 100.000,- b. Bibit 250 kg @ Rp. 700,- Rp. 175.000,- c. Pupuk d. Pupuk kandang 1.000 kg @ Rp. 100,- Rp. 100.000,- - Pupuk buatan: Urea 13.5 kg @ Rp. 1.200,- Rp. 16.200,- - SP-36 10 kg @ Rp. 1700,- Rp. 17.000,- - KCl 12.5 kg @ Rp. 1700,- Rp. 21.250,- e. Pestisida Rp. 7.000,- f. Alat Rp. 20.000,- g. Tenaga kerja Rp. 112.000,- h. Panen dan pasca panen Rp. 42.000,- i. Lain-lain (Pajak 15%) Rp. 91.567,- Jumlah biaya produksi Rp. 702.017,- 2) Pendapatan 2.000 kg @ Rp. 500,- Rp.1.000.000,- 3) Keuntungan Rp. 297.983,- 4) Parameter kelayakan usaha a. Rasio output/input = 1,42 Gambaran Peluang Agribisnis Temulawak merupakan tanaman obat yang secara alami sangat mudah tumbuh di Indonesia dan telah lama digunakan sebagai bahan pembuatan jamu. Setiap produsen jamu baik skala kecil atau skala industri selalu memasukkan temulawak ke dalam racikan jamunya. Rimpang temulawak yang dikeringkan juga sudah merupakan komoditi perdagangan antar negara. Indonesia dengan dukungan kondisi iklim dan tanahnya dapat menjadi produsen dan sekaligus pengekspor utama rimpang temu lawak dengan syarat 202

produks dan kualitas rimpang yang dihasilkan memenuhi syarat. Kuantitas dan kualitas ini dapat ditingkatkan dengan mengubah pola tanam temulawak dari tradisional ke modern yang mengikuti tata laksana penanaman yang sudah teruji. Selama periode 1985-1989 Indonesia mengekspor temulawak sebanyak 36.602 kg senilai US $ 21.157,2 setiap tahun. Negara pengekspor lainnya adalah Cina, Indo Cina dan Bardabos. Untuk dapat meningkatkan ekspor temulawak diperlukan sosialisasi tanaman temulawak kepada masyarakat petani dan sekaligus memasyarakatkan cara budidaya temu lawak yang benar dalam skala yang lebih besar. Jahe Merah (Zingiber officinale Rosc) I. Biaya Produksi A. Penangkaran 1. Benih 1.000 kg @ Rp.4.500 = Rp. 4.500.000 2. Pupuk - Pupuk kandang 40 ton @ Rp. 80.000 = Rp. 3.200.000 - Urea 600 kg @ Rp. 1.200 = Rp. 720.000 - SP36 300 kg @ Rp. 1.750 = Rp. 525.000 - KCl 400 kg @ Rp. 2.000 = Rp. 800.000 3. PHT 1 paket = Rp. 450 000 4. Gaji Upah - Pembukaan lahan 50 HOK @ Rp. 15.000 = Rp. 750.000 - Pengolahan tanah 100 HOK @15.000 = Rp.1.500.000 - Pembuatan bedengan 60 HOK @15.000 = Rp. 900.000 - Penanaman 60 HOK @15.000 = Rp. 900.000 - Pemeliharaan 300 HOK @15.000 = Rp.4.500.000 - Sortasi dan seleksi 100 HOK @15.000= Rp.1.500.000 - Panen dan Pascapanen 100 HOK @15.000 = Rp.1.500.000 Jumlah IA = Rp. 21.745.000 B. Penanganan benih 1. Sortasi benih di gudang 75 HOK @15.000 = Rp.1.125.000 Jumlah IB = Rp.1.125.000 C. Sertifikasi 1. Kebun 1 ha = Rp. 15.000 2. Benih = Rp. 100 000 Jumlah IC = Rp. 115.000 D. Packing 1. Upah pengepakkan 50 HOK @15.000 Rp. 750.000 2. Kotak kayu 2.500 @750 = Rp. 1.800.000 Jumlah ID = Rp.2.550.000 203

- Jumlah biaya IA s.d ID = Rp. 25.535.000 - Bunga bank 10 bulan 10,8 % (13 %/th) = Rp.2 757 780 Total Biaya = Rp. 28.292.780 II. Keuntungan A. Hasil penjualan benih 10.000 kg @Rp.4.500 = Rp. 45.000.000 Total Keuntungan = Rp. 16.707.220 Keterangan : Hasil penjualan benih merupakan 80% dari hasil panen Kunyit (Curcuma domestica Val) I. Pengeluaran upah 1. Pengolahan tanah I 90 HOK 15.000,- Rp. 1.350.000,- 2. Pengolahan tanah II 90 HOK 15.000,- Rp. 1.350.000,- 3. Pemupukan dasar 30 HOK 15.000,- Rp. 450.000,- 4. Tanam 60 HOK 15.000,- Rp. 900.000,- 5. Pemeliharaan 100 HOK 15.000,- Rp. 1.500.000,- 6. Panen 90 HOK 15.000,- Rp. 1.350.000,- 7. Prosesing hasil panen 60 HOK 15.000,- Rp. 900.000,- TOTAL UPAH 7.800.000,- II. Pengeluaran bahan 1. Benih 1000 kg 3.000,- Rp. 3.000.000,- 2. Pupuk kandang 20 ton 80.000,- Rp. 1.600.000,- 3. Urea 100 kg 1.750,- Rp. 1.750.000,- 4. SP36 200 kg 1.750,- Rp. 3.500.000,- 5. KCl 200 kg 3.000,- Rp. 6.000.000,- 6. Karung plastik 750 lbr 2.000,- Rp. 1.500.000,- Total bahan Rp. 17.350.000,- Total pengeluaran (I+II) Rp. 25.150.000,- III. Pendapatan bruto Produksi rimpang segar Rp. 18.000 kg 2.000,- Rp. 36.000.000,- IV. Keuntungan Rp. 10.850.000,- Ratio biaya dengan pendapatan atau benefit cost ratio (B/C) B/C merupakan salah satu cara untuk mengukur kelayakan usaha kunyit. B/C merupkan pembanding antara hasil penjualan dengan total pengeluaran biaya produksi, B/C usahatani kunyit = 1,43. 204

Titik balik modal atau break even point (BEP) Titik balik modal adalah suatu kondisi saat investasi tidak mengalami kerugian dan tidak mendapatkan keuntungan atau disebuit juga titik inpas. Titik inpas ada dua yaitu titik inpas produksi dan titik inpas harga. Titik inpas (BEP) produksi diperoleh dari total pengeluaran dibagi harga per-1 kg kunyit saat itu, berarti pada jumlah produksi tertentu usahatani kunyit berada pada titik inpas. Sedangkan BEP harga diperoleh dari total pengeluaran dibagi total produksi rimpang kunyit, berarti pada harga yang diperoleh usaha tidak merugi dan tidak beruntung. BEP produksi usahatani kunyit = 12.575 kg rimpang segar. BEP harga usahatani kunyit = Rp. 1.397,25/kg rimpang segar. Efisiensi penggunaan modal atau return of investment (ROI) Perhitungan nilai keuntungan usahatani kunyit yang dikaitkan dengan modal yang telah dikeluarkan. ROI diperoleh dari hasil bagi antara penjualan dengan biaya produksi dikalikan 100%, ROI usahatani kunyit adalah 143,14%. I. Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Biaya Tahun I Biaya Tetap : 1. Hand Tractor 2. Pompa Air 3. Sewa Lahan 4. Pembersihan Lahan 5. Pengolahan Tanah 6. Biaya penanaman Biaya Varabel 1. Bibit 2. Pupuk Kandang 3. Pupuk Kompos 4. Zeolith 5. Peralatan 6. Tenaga Kerja Tetap 7. Biaya Lain (Listrik, telepon) 1 buah x 22000000 1 buah x 1200000 20 tahun x 1 ha x 1500000 1 ha x 300000 1 ha x 2500000 15 orang x 10 hari x 12500 800 pohon x 2600 20 kg x 800 pohon x 750 6,5 kg x 800 pohon x 10000 6,5 kg x 800 pohon x 450 Arit : 4 buah x 7000 Cangkul : 4 buah x 35000 Linggis : 4 buah x 10000 Timbangan : 1 buah x 500000 2 orang x 12 bulan x 300000 12 bulan x 1500000 Total (Rp) 22000000 1200000 30000000 300000 2500000 1875000 2080000 12000000 5200000 2340000 28000 140000 40000 500000 7200000 1800000 Total 89203000 205

Biaya Tahun ke 2 1. Pupuk Kandang 2. Pupuk Kompos 3. Zeolith 4. Obat Bioton 5. Peralatan 8. Tenaga Kerja Tetap 9. Biaya Lain (Listrik, telepon) Biaya Tahun ke 3 1. Obat Bioton 2. Peralatan 3. Tenaga Kerja Tetap 4. Biaya Lain (Listrik, telepon) 5 kg x 800 pohon x 750 1,5 kg x 800 pohon x 10000 1,5 kg x 800 pohon x 450 42 botol @ 20000 Arit : 4 buah x 7000 Cangkul : 4 buah x 35000 Linggis : 4 buah x 10000 2 orang x 12 bulan x 300000 12 bulan x 1500000 Total (Rp) 3000000 1200000 540000 840000 28000 140000 40000 7200000 1800000 Total 14788000 42 botol @ 20000 Arit : 4 buah x 7000 Cangkul : 4 buah x 35000 Linggis : 4 buah x 10000 2 orang x 12 bulan x 300000 12 bulan x 1500000 Total (Rp) 840000 28000 140000 40000 7200000 1800000 Total 10048000 - Biaya tahun ke 4 dan seterusnya sama dengan biaya tahun ketiga kecuali pada tahuntahun tertentu dimana terjadi pembelian pompa air dan timbangan - Umur pompa air adalah 7 tahun, sehingga selama umur proyek terjadi 3 kali pembelian yaitu pada tahun 1, 8 dan 15. - Umur timbangan adalah 3 tahun, sehingga selama umur proyek terjadi 7 kali pembelian yaitu pada tahun 1, 4, 7, 9, 10, 13, 16, 19. 206

Biaya Tahun I Biaya Tetap : 7. Hand Tractor 8. Pompa Air 9. Sewa Lahan 10. Pembersihan Lahan 11. Pengolahan Tanah 12. Biaya penanaman Biaya Varabel 10. Bibit 11. Pupuk Kandang 12. Pupuk Kompos 13. Zeolith 14. Peralatan 15. Tenaga Kerja Tetap 16. Biaya Lain (Listrik, telepon) 1 buah x 22000000 1 buah x 1200000 20 tahun x 1 ha x 1500000 1 ha x 300000 1 ha x 2500000 15 orang x 10 hari x 12500 800 pohon x 2600 20 kg x 800 pohon x 750 6,5 kg x 800 pohon x 10000 6,5 kg x 800 pohon x 450 Arit : 4 buah x 7000 Cangkul : 4 buah x 35000 Linggis : 4 buah x 10000 Timbangan : 1 buah x 500000 2 orang x 12 bulan x 300000 12 bulan x 1500000 Total (Rp) 22000000 1200000 30000000 300000 2500000 1875000 2080000 12000000 5200000 2340000 28000 140000 40000 500000 7200000 1800000 Total 89203000 Biaya Tahun ke 2 6. Pupuk Kandang 7. Pupuk Kompos 8. Zeolith 9. Obat Bioton 10. Peralatan 17. Tenaga Kerja Tetap 18. Biaya Lain (Listrik, telepon) 5 kg x 800 pohon x 750 1,5 kg x 800 pohon x 10000 1,5 kg x 800 pohon x 450 42 botol @ 20000 Arit : 4 buah x 7000 Cangkul : 4 buah x 35000 Linggis : 4 buah x 10000 2 orang x 12 bulan x 300000 12 bulan x 1500000 Total (Rp) 3000000 1200000 540000 840000 28000 140000 40000 7200000 1800000 Total 14788000 Biaya Tahun ke 3 1.Obat Bioton 2. Peralatan 3. Tenaga Kerja Tetap 4. Biaya Lain (Listrik, telepon) 42 botol @ 20000 Arit : 4 buah x 7000 Cangkul : 4 buah x 35000 Linggis : 4 buah x 10000 2 orang x 12 bulan x 300000 12 bulan x 1500000 Total (Rp) 840000 28000 140000 40000 7200000 1800000 Total 10048000 207

- Biaya tahun ke 4 dan seterusnya sama dengan biaya tahun ketiga kecuali pada tahuntahun tertentu dimana terjadi pembelian pompa air dan timbangan - Umur pompa air adalah 7 tahun, sehingga selama umur proyek terjadi 3 kali pembelian yaitu pada tahun 1, 8 dan 15. - Umur timbangan adalah 3 tahun, sehingga selama umur proyek terjadi 7 kali pembelian yaitu pada tahun 1, 4, 7, 9, 10, 13, 16, 19. 208

DAFTAR PUSTAKA Achmad dan Suryana, I. 2009. Pengujian Aktivitas Ekstrak Daun Sirih (Piper betle Linn.) terhadap rhizoctonia sp. secara in vitro. Bulletin Littro.20(1):92-98 Adijaya, I.N. 2005. Teknologi Budidaya Bawang Merah di Lahan Kering. BPTP Sulawesi Tenggara. http://sultra.litbang.deptan.go.id. Tanggal akses 10 Mei 2011. Adjirni, B. Wahyudi dan B. Nuratmi. 2004. Penelitian Toksisitas Akut dan Subkronik Daun Jati Belanda pada Hewan Percobaan. Jakarta: Depkes. Adnyana I. K., E. Yulinah, J.I. Sigit, Neng Fisheri K., M. Insanu. 2004. Efek Ekstrak Daun Jambu Biji Daging Buah Putih dan Jambu Biji Daging Buah Merah Sebagai Antidiare. Acta Pharmaceutica Indonesia. XXIX(1):19-27 Ahmad dan Elfawati. 2008. Performasi Ayam Broiler yang Diberi Sari Buah Mengkudu (Morinda citrofolia). Jurnal Pertanian. 5(1):10-13 Ahmad, M., A. C. Khayrani dan H. Gustiar. 2004. Pengaruh Antioksidan Ekstrak Jahe Merah (Zingiber officinale var. Sunti) Terhadap Proliferasi Sel Leukemia (THP-1). Dept. ITP. IPB. Bogor. Almeida, R.T. de. I Vasconcelos, V.F. Freire, 1984. Occurence of V.A. mycorhizae in soils Ander legume trees in Ceara. Brazil. Pesquisa Agropecuaria Brasilieira 19 : 281-282. Amos dan W. Purwanto. 2002. Hard candy dengan flavor dari minyak pala. Jurnal sains dan teknologi Indonesia Vol 4(5):1-6 Anonim. 2009. Buah Pala Kaya Manfaat. http://www.republika.co.id. tanggal 3 September 2010. Diakses pada Atmaja, W.R. 2008. Pengaruh Minyak Jahe Merah, Pala Dan Selasih Terhadap Helopeltis antonii Sign Pada Inang Alternatif. Bul. Littro. Vol. XIX No. 2, 2008, 154-163 Arumi, M. 2005. Uji Efektifitas Ekstrak Lada Hitam (Piper nigrum) Sebagai Larvasida Terhadap Larva Aedes sp. Skripsi. Malang: Universitas Brawijaya. Amar, A. Tampubolon E.S.P., D.S. Triwardhani.2002. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Dalam Proses Pembuatan Sari Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.). Andarwulan, N. 1996. Karakterisasi Antioksidan Alami dari Daun Sirih (Piper betle L.): Pemisahan Komponen dalam Oleoresin Daun Sirih dengan Kromatografi Lapis Tipis. Bulletin Teknologi dan Industri Pangan. 7(1). 209

Andriani, Y. 2005. Pengaruh Ekstrak Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) Terhadap Bobot Badan Kelinci Yang Diberi Pakan Berlemak. Universitas Bengkulu. Anonimus. 2008. Sambiloto Andrographis paniculata, Tanaman Penghalau Kanker, Majalah Aneka Kanker. Amagase H, Petesch BL, Matsuura H. 2001. Intake of garlic and its bioactive components. J. Nutr.131 : 955S-62S. Aji A., 1990. Pendugaan kisaran dosis pupuk mikro dan pupuk kandang pada tanaman bawang putih (Allium sativum Linn). Bul. Penel. Hort. 19 (2) : 121-126. Arifyanti I N, M Melati dan M Ghulamahdi. 2010. Studi Pertumbuhan Cabe Jawa Panjat (Piper retrofractrum Vahl.) di Pembibitan Dari Tiga Sentra Produksi. Makalah Seminar Departemen Agronomi dan Hortikultura. IPB. Bogor. Astuty, Y. 2008. Efek Laksatif Infusa Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) pada Mencit (Mus muculus). Skripsi. Fakultas Kedokteran, Universitas Riau, Pekanbaru. Amos dan W. Purwanto. 2002. Hard candy dengan flavor dari minyak pala. Jurnal sains dan teknologi Indonesia Vol 4(5):1-6 Anonim. 2009. Buah Pala Kaya Manfaat. http://www.republika.co.id. tanggal 3 September 2010. Diakses pada Ardani, M., S.U.T. Pratiwi, T. Hertiani. 2010. Efek campuran minyak atsiri daun cengkeh dan kulit batang kayu manis sebagai antiplak gigi. Majalah Farmasi Indonesia, 21(3), 191 201, 2010 Anonimous. 2004. Laporan Tahunan Hasil Pengujian Laboratorium Pengujian Balittro. (tidak dipublikasi). Atmaja, W.R. 2008. Pengaruh Minyak Jahe Merah, Pala Dan Selasih Terhadap Helopeltis antonii Sign Pada Inang Alternatif. Bul. Littro. Vol. XIX No. 2, 2008, 154 163 Bank Indonesia. 2004. Sipuk Bank sentral Republik Indonesia. Aspek keuangan manisan pala. http://www.bi.go.id/sipuk/id/lm/pala/keuangan.asp Bagus P. R. 2008. Pengaruh Pemberian Ekstrak Kunyit (Curcuma domestica) Terhadap Gambaran Mikroskopis Ginjal Mencit Balb/c yang Diberi Parasetamol. Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. 1994. Strategi dan program pengembangan vanili di Indonesia. Prosiding Temu Tugas Pemantapan Budidaya dan Pengelolaan Vanili di Lampung. Kerja Sama Balittro dan Dinas Perkebunan Provinsi Lampung. hlm. 15-21. 210

Baskara, R.A.K., Basito, H. T. Handayani. 2010. Kinetika Penurunan Kadar Vanilin Selama Penyimpanan Polong Panili Kering Pada Berbagai Kemasan Plastik. Agrointek 4(2) : 146-150. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika. 2009. Budidaya Tanaman Kunyit. http://www.balittro.go.id [18 Juli 2011]. Bogoriani, N. W, 2010. Ekstraksi Zat Warna Alami Campuran Biji Pinang, Daun Sirih, Gambir dan Pengaruh Penambahan KMNO 4 terhadap Pewarnaan Kayu Jenis Albasia. J. Kimia: 125-134. Burkill, I.H. 1935. A dictionary of the economic products of the Malay Peninsula Vol. I. Univ. Press. Oxford-London. Caturika, A. 2001. Analisis Kelayakan Finansial Investasi Usahatani Mengkudu (Kasus Perkebunan Mengkudu Tim Lima, Desa Cinangka, Kecamatan Sawangan, Kotamadya Depok, Propinsi Jawa Barat). IPB. Bogor. 86 hal. Dian, A.A. 2006. Pengaruh Ekstrak Andrographis paniculata (sambiloto) Terhadap Kadar Serum Glutamat Piruvat Transaminase (sgpt) Tikus Wistar yang Diberi Parasetamol. Karya Ilmiah. Universitas Diponegoro. Semarang. Dhalimi, A. dan M. Syakir. 2008. Pertumbuhan Dan Produksi Lada Perdu Yang Dipupuk NPK Mg dan Diaplikasi Zat Pengatur Tumbuh Triakontanol. Bul. Littro. Vol. XIX No. 1, 2008, 47 56 Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan. 2002. Statistik Perkebunan Indonesia. Lada. Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, Jakarta. hlm. 11-31. Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan. 2003. Statistik Perkebunan Indonesia. Lada. Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, Jakarta. 28 hlm. Dirjen Perkebunan, 2007. Kebijakan Pengembangan Rempah Indonesia, Seminar Nasional Rempah, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri, Bogor, I: 1-5 Direktorat Tanaman Rempah dan Penyegar. 2011. Pedoman Praktis Budidaya Pala (2). Direktorat Tanaman Rempah dan Penyegar, Direktorat Jenderal Perkebunan - Kementerian Pertanian. Jakarta. http://ditjenbun.deptan.go.id. Diakses tanggal 17 Mei 2011. Djubaedah, E., E. Suriadi, A. Mustafa dan A.B. Eni. 1986. Pengaruh lama penyulingan biji pala muda (Myristica fragrans, HOUTT) terhadap hasil dan sifat fisiko-kimia minyak atsiri yang dihasilkan. Warta IHP. Vol 3(2):43-46. Djubaedah, E., Tiara dan P. Astuti. 1995. Pengaruh perlakuan daging buah pala tua (Myristica fragrans, HOUTT) terhadap mutu sirup yang dihasilkannya. Warta IHP. Vol. 12 No. 1-2:25-29) De Guzman, C.C. and J.S. Siemonsma. 1999. Plant resources of South East Asia No. 13: Spices. Prosea. Bogor. Indonesia. 400 p. 211

Dorman, H.J, Damien, D. Stanley G. 2004. Chemical composition,antimicrobial and in vitro antioxidant properties of Monarda citriodora var. Citriodora, Myristica fragrans, Oreganum vulgare ssp. Hirtum, Pelargonium sp. and Thymus Zygis Oils. Journal of Essential Oil Research : Mar/Apr Dalimartha, S. 2000. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 2. Trubus Agriwidya. Jakarta. Depkes RI, Inventaris Tanaman Obat Indonesia Jilid 1, Jakarta 1985. Ediati S., Nunung Y., dan CJ. Soegihardjo. 2007. Mekanisme Imunomodulator Ekstrak Buah Mengkudu (Morinda citrofolia L.) pada Mencit Balb/C yang Diinduksi Vaksin Hepatitis B. UGM. Eka F, Siti Ari B. Dan Ustadi. 2008. Pengaruh Penambahan bubuk kubis Sebagai Sumber Serat pada Abon Tuna Terhadap Mutu dan Tingkat Penerimaan Konsumen. Seminar Nasional Tahunan V Hasil Penelitian Perikanan dan kelautan, 26 Juli 2008. Erlina R. Indah A. dan Yanwirasti. 2007. Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Kunyit (Curcuma domestica Val.) pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar. Jurnal Sains Edisi 2007. Egli, D.B. 1975. Rate oicculation of dry weight in seed of soybeans and its relationship to yield. Can. Plant. Sci. 55 : 212-219. Fanny Gunawan. 2007. Uji Efektivitas Daya Anthelmintik Perasan Buah Segar dan Infus Daun Mengkudu (Morinda citrofolia) Terhadap Ascaridia galli Secara In Vitro. Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang. Ferita, I. 2003. Pengaruh Konsentrasi M-Bio Terhadap Pertumbuhan Bibit Mengkudu (Morinda citrifolia L.). Padang. Fikry, H. 2010. Konsentrasi Hambat Minimal dan Konsentrasi Bunuh Minimal Ekstrak Etanol Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) terhadap Staphylococcus aureus secara In Vitro. Skripsi. Universitas Riau. Pekanbaru. Firman, C. 2008. Teknik Inokulasi mikoriza Arbuskula pada Bibit Vanili. Buletin Teknik Pertanian. 13(2): Farrel, K.T. 1985. Spices, Condiments and Seasonings. AVI Publ. Co. Westport Connecticut. 413p. Fras, I. and M.D. Binghamton 1969. Hallucinogenic Effects of Nutmeg in Adolescent. New York State Journal of Medicine, 69; 468-465. 212

Gultom, N.M. 2005. Uji Antixenosis dan Antibiosis Terhadap Serangan Lalat Buah Bactrocera dorsalis Hendel pada Tanaman Jambu Biji (Psidium gujava Linn.). Skripsi. USU. Medan. 53 hlm. Gunawan, D. Dan S. Mulyani. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid 1. Penebar Swadaya, Jakarta. 140 hlm. Gusmayanti, 2008. Pengaruh Pemberian Ramuan Ekstrak Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) dan Rimpang Bangle (Zingber purpureum Roxb.) terhadap Bobot Badan dan Lemak Tikus Jantan Dewasa. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Guenther, E., 1949. The essential oils. Vol. I D. Van Nostrand Co., Inc. New York. 354-356 p. Guenther, E., 1990. Minyak atsiri. Jilid IV B, Penerjemah S. Ketaren dan R. Mulyono Penerbit Universitas Indonesia. hal. 679-693. Gunadi N., dan Suwandi 1989. Pengaruh dosis dan waktu aplikasi pemupukan fosfat pada tanaman bawang merah kultivar Sumenep terhadap pertumbuhan dan hasil. Bul. Penel. Hort. 18 (2) : 98-106. Heyne, K. 1987. Tumbuhan berguna Indonesia jilid III. Badan Litbang Kehutanan Jakarta. hlm. 1249-1852. Hadipoentyanti, E. dan S. Wahyuni. 2004. Pengelompokan Kultivar Ketumbar Berdasar Sifat Morfologi. Bul. Plasma Nutfah 10 :1. hal. 32-36. Hadad, E.A., S. Suhirman dan Lince. 2005. Pengaruh jenis bahan penghilang tannin dan pemilihan jenis pala terhadap sari buah pala. Buletin Tanaman rempah dan Obat Vol XVII. No. 1 (39 Hadipoentyanti, E dan Syahid, S.F. 2007. Respon Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Hasil Rimpang Kultur Jaringan Generasi Kedua Terhadap Pemupukan. Litri. 13(3):106-110. Handayani, L. dan Budijanto, D. 1997. Efek Ramuan Buah Mengkudu dan Daun Kumis kucing untuk Menurunkan Tekanan Darah pada Penderita Hipertensi. Hasil Penelitian. Hasanah, Y. Pujiharti dan A. Sukawa, 1990. Penelitian pendahuluan mi-noriza pada tanaman lada (Piper nigrum L.). Makalah disampaikan pada seminar bulanan sub Balittro Natar. 10 h. Herawati. 2006. Pengaruh Penambahan Fitibiotik Jahe Merah (Zingiber officinale Rosc) terhadap Produksi dan Profil Darah Ayam Broiler. Protein. 14:2. Hernani & S. Yuliani, 1992. Peranan sirih sebagai Obat Tradisional. Warta Tumbuhan Obat Indonesia. Kelompok Kerja Nasional Tumbuhan Obat Indonesia. 213

Hidayaningtias, P. 2008. Perbandingan Efek Antiakteri Air Seduhan Daun Sirih (piper betle linn) terhadap Streptococcus mutans pada waktu Kontak dan Konsentrasi yang Berbeda. Artikel Karya Tulis Ilmiah. Universitas Diponegoro Http//:www. balittro.litbang.deptan.go.id/cabe jawa. [1 Juni 2011]. Http//:www. digilib.itb.ac.id/pengembangan cabe jawa. [1 Juni 2011]. Http://www.gerbangpertanian.com/Manfaat dan Budidaya Temulawak.[24 September 2011] Http//:www. iptek.net.id/budidaya Cabe Jawa. [1 Juni 2011]. Http//:www. repository.ipb.ac.id/status Teknologi Cabe Jamu. [1 Juni 2011]. Http://www.ristek.go.id. 2005. Jambu Biji. Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Jakarta. [18 Juni 2011]. Hudayani, M. 2008. Efek Antidiare Ekstrak Etanol Rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val.) Pada Mencit Jantan Galur Swiss Webster. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta. Hastutiningrum, N. O. 2010. Efek Minyak Atsiri Daun Cengkeh (Syzygium Aromaticum L.) terhadap Mortalitas Larva Anopheles Aconitus. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Semarang. 51 hal. Handayani, H.T. 2008. Studi Kemunduran Mutu Polong Vanili Kering Selama Penyimpanan Pada Berbagai Kemasan Plastik. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 50 hal. Irawan, A. 2006. Pengaruh Kedudukan Daun pada Ranting terhadap Rendemen dan Mutu Minyak Atsiri Daun Cengkeh. Skripsi. Universitas Riau. Pekanbaru. Irawati, A.F.C., Ahmadi, Issukindarsyah. 2009. Pengkajian Lada di Bangka Belitung. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bangka Belitung. I Nyoman L. dan Siregar, H. M., 2004. Pucuk (Hibiscus rosa-sinensis): Makna Ritual Dalam Upacara Agama Hindu Bali dan sarana usada. Indah E. Tyas R. S. 2006. Penambahan Limbah Padat Kunyit (Curcuma domestica) pada Ransum Ayam dan Pengaruhnya Terhadap Status Darah dan Hepar Ayam (Gallus sp.). FMIPA. UNDIP.Semarang. Indriyanti, I. 2009. Efek Antibakteri Infusa rimpang Kunyit (Curcuma domestica Val.) terhadap Escherichia coli. Skripsi. Universitas Riau. Pekanbaru. Istiqomah N. 2009. Pengaruh Minyak Atsiri Cabe Jawa (Piper retrofractum Val.) Terhadap jumlah Platelet Tikus Wistar yang Diberi Diet Kuning Telur. Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro. Semarang. 214

Januwati, M dan Maslahah, N. 2008. Pengaruh tingkat pemberian air pada tiga aksesi sambiloto (Andrographis paniculata Ness) terhadap mutu dan produksi simplisia. J. Litri. 14(2):54-60. Julia, A. 2008. Pemberian Kompos Gambut Plus dan NPK terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jahe Merah (Zingiber officinale var. Amarum). Skripsi. Universitas Riau. Pekanbaru. Jaramillo, M.A. and P.S. Manos. 2001. Phylogeny and patterns of floral diversity in the genus Piper (Piperaceae). Am. J. Bot. 88: 706 716. Juliantina, Farida R, M. Citra, Ayu, Dewa, Nirwani, B. Nurmasitoh, Titis, dan Endrawati, B. T. 2009. Manfaat Sirih Merah (Piper crocatum) Sebagai Agen Anti Bacterial terhadap Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif. Jurnal. Univeristas Islam Indonesia.Yogyakarta. Kalsum U., Agustina T. E., dan Alvi M. 2005. Uji Efektivitas Ekstrak Buah Cabai Jawa (Piper lingum BL.) Terhadap Larva Culex sp. Fakultas Kedokteran. Universitas Brawijaya. Kurniawan, D.W. 2007. Pengaruh Konsentrasi Kinetin dan IAA Terhadap Pertumbuhan Eksplan Vanili (Vanili planifolia Andrews) Secara in vitro. Skripsi. Universitas Riau. Pekanbaru. Khaerana, Ghulamahdi, M dan E.D. Purwakusumah. 2008. Pengaruh Cekaman Kekeringan dan Umur Panen Terhadap Pertumbuhan dan Kandungan Xanthorrhizol Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Agron. 36(3):241-247. Koshy, P.K, V.K. Sosamma and P. Sundaraju, 1977. Screening of plant used pepper standarts against rootknot nematode. Indian Phy-topathology 30:128-129. Kurnia, Y., 2010. Efek Laksatif Infusa Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) pada Mencit (Mus muculus) dengan Metode Transit Intestinal. Skripsi. Fakultas Kedokteran, Universitas Riau, Pekanbaru. Kusuma, E. 2010, Pengaruh Daya Antibakteri Ekstrak Daun Sirih (Piper betle L.) terhadap streptococcus mutans. Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Laurensius, S. 2010. Pertumbuhan Mata Tunas Rimpang Jahe Merah Secara in vitro pada Beberapa Konsentrasi NAA dalam Media Murashige and Skoog (MS). Skripsi. Universitas Riau. Pekanbaru. Legowo, M. A, Soepardie, Miranda, Rita, Anisa, Nur, Susi, Indira dan Rohdayah Y. 2002. Pengaruh Perendaman Daging Pra Kyuring Dalam Jus Daun Sirih Terhadap Ketengikan dan Sifat Organoleptik Dendeng Sapi Selama Penyimpanan, Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 8(1). Lendri, S. 2003. Teknik Pembibitan Mengkudu Pada Berbagai Media. Buletin Teknik Pertanian. Vol. 8. No. 1. 215

Lawless, J. 2002. Encyclopedia of Essential Oils. Thorson, London. 226 p. Leung, A. 1980. Encyclopedia of Natural Ingredients. John Wiley & Sons. 408 p. Lestari, E.G., D. Sukmadjaja, dan I. Mariska. 2006. Perbaikan Ketahanan tanaman Vanili Terhadap Penyakit Layu Melalui Kultur in vitro. Jurnal Litbang Pertanian. 25(4): 149-153. Mansur, U. 2009. Teknik Penggunaan Naungan Paranet untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Produksi Vanili (Vanilla planifolia Andrews). Buletin Teknik Pertanian. 14(2):76-79. Maftuh, A. dan O. Setiawan. 2007. Teknik Pembibitan Vanili Pada Tiga Media Tanam Pupuk Organik Di Persemaian. Buletin Teknik Pertanian Vol. 12 No. 2 : 68-70. Mansur, U. 2009. Teknik Penggunaan Naungan Paranet untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Produksi Vanili (Vanilla planifolia Andrews). Buletin Teknik Pertanian. 14(2):76-79. Madanisti, D.P. 2009. Daya Antibakteri Ekstrak Etanol Rimpang Jahe Merah (Zingiber officinale var. rubrum) dengan Madu Riau Bentuk Tunggal dan Campuran Terhadap Streptococcus pyogenes In Vitro. Skripsi. Unversitas Riau. Pekanbaru. Mahmud, Z., S. Kemala, S. Damanik, dan Y. Ferry. 2003. Profil komoditas lada. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, Bogor. hlm. 222-225. Mansur, U dan Sarwanda. 2008. Teknik Penyungkupan Stek Lada Perdu Bartapak Dipersemaian Untuk Menghasilkan Benih Yang Optimal. Bull. Teknik Pertanian : 13(1) Manohara, D., D. Wahyuno, dan R. Noveriza.2005. Penyakit busuk pangkal batang lada dan strategi pengendaliannya. Perkembangan Teknologi Tanaman Rempah danobat 17: 41-51. Ma mun dan S. Suhirman. 2008. Karakteristik Minyak Atsiri Potensial. Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Hal. 110-120. Mangapul, B.N. 2008. Pengaruh Pemberian Ekstrak Sambiloto (Andrographis paniculata Nees) dengan Pelarut Etanol Dosis Bertingkat, Diberikan Sebelum dan Sesudah Infeksi Eimeria tenella Terhadap Produksi Ookista pada Tinja Ayam. Skripsi. IPB Bogor. Marzuki, I. 2007. Karakteristik Produksi, Proksimat Atsiri di Banda. Makalah pada Seminar Nasional Akselerasi Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi Mendukung Ketahanan Pangan di Wilayah Kepulauan. BPTP Maluku 29-30 Oktober 2007. 216

Moeloek N., Lestari, S.W., Yurnadi dan Wahjoedi, B. 2010. Uji Klinik Ekstrak Cabe Jawa (Piper retrofractum Vahl) Sebagai Fitofarmaka Androgenik Pada Pria Hipogonad. Fak Kedokteran UI. BPOM Depkes-RI. Jakarta. Muhlisah, F. 1999. Temu-temuan dan Empon-empon: Budidaya dan Manfaatnya. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. 88 hlm. Mukti A. 2009. Efek Bawang Putih (Allium sativum) dan Cabe Jawa (Piper retrofractum Vahl.) Terhadap Kadar Albumin Pada Tikus yang Diberi Suplemen Kuning Telur. Fakultas Kedokteran. Universitas Diponegoro, Semarang. Munti S., Tarsim, dan Iwan F. 2010. Pengaruh Ekstrak Buah Mengkudu (Morinda citrofolia L.) dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri Vibrio harveyi Secara In Vitro. Jurnal Penelitian Sains. Volume 13 Nomor 3 (D). Muriati, J.A. 2005. Pengaruh Media Tanam dan Pupuk N Terhadap Pertumbuhan Bibit Jati Belanda(Guazuma ulmifolia Lamk.). Skripsi. IPB. Bogor. Murniati, E., Suminar, M. 2006. Pengaruh Jenis Media Perkecambahan dan Perlakuan Pra Perkecambahan terhadap Viabilitas Benih Mengkudu (Morinda citrifolia L.,) dan Hubungannya dengan Sifat Dormansi Benih. Bul. Agron. 34(2):119 123. Narpati, D., 2000. Prospek dan kendala ekspor nilam. Prosiding Gelar Tek-nologi Pengolahan Gambir dan Nilam. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. hal. 75-85. Ningsih, D. R. 2006. Pemanfaatan Mengkudu (Morinda citrifolia L.) dalam Memperbaiki Kualitas Fisik-Kimia Minyak Jelantah. Skripsi. FMIPA, Universitas Riau. Pekanbaru. Nopsagiarti, T. 2002. Pengaruh Kadar Air Rimpang Jahe (Zingiber officinale R.) Terhadap Rendemen dan Mutu Minyak Atsiri. Skripsi. Universitas Riau. Pekanbaru. Nanan Nurjanah dan Sofyan Rusli, 1998. Pengolahan Panili. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor. National Library of Medicine. Term of Garlic. 2008 Feb 01 [updated 2009 Jan 05; cited 2009 Jan 21]. tp:/www.nlm.nih.gov/medlineplus/druginfo/natural/patientgarlic.html Noveriza, R dan Miftakhurohmah, 2010. Efektivitas Ekstrak Methanol Daun Salam (Eugenia polyantha) dan Daun Jeruk Purut (Cytrus histrix) Sebagai Antijamur pada Pertumbuhan Fusarium oxysporium. Jurnal Litri 16 (1): 6-11. Panggabean, G. 1992. Pengaruh Kekeringan Terhadap Pertumbuhan dan Jumlah Tanaman per Rumpun Beberapa Jenis Tanaman Jahe (Zingiber spp.). Prosiding. Seminar Hasil Litbang SDH 6 Mei 1992. 217

. 1993. Pengaruh Keasaman Tanah Terhadap Pertumbuhan, Produksi dan Kandungan Minyak Atsiri Rimpang Jahe Merah (Zingiber officinale var. Rubra Rosc). Prosiding. Seminar Hasil Litbang SDH 14 Juni 1993. Patmawati, L. 2007. Pengaruh Pupuk Organik Terhadap Produksi Tanaman Jahe Gajah (Zingiber officinale Rosc) Organik Panen Muda. Skripsi. Unversitas Riau. Pekanbaru. Pribadi, E. R. 2007. Kajian Kelayakan Usahatani Pola Tanam Sambiloto dengan Jagung. Jurnal Litri 13(3): 98-105. Prima K. N. 2005. Efek Antipiretik Serbuk Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) pada Tikus Putih dengan Demam yang Diinduksi Vaksin dpt. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Pidrayanti, L. T. M. U. 2008. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Salam (Eugenia polyantha) terhadap Kadar LDL Kolesterol Serum Tikus Jantan Galur Wistar Hiperlipidemia, Universitas Dipenogoro, Semarang. Priyono, S.H dan Y, Jamal, 2008. Konservasi Piper miniatum BI. dengan Perbanyakan Cara Perundukan, Ekstraksi dan Uji Aktivitas Antiradikal Bebas DPPH, dan Antidiabetik. Laboratorium Fisiologi dan Fitokimia Bidang Botani. Puslit Biologi Bogor. 9(3):263-270. Putri, N. I. 2008. Kajian Berbagai komposisi Media Serta induksi Gelap dan Terang Terhadap Induksi kalus Tanaman jati belanda (Guazuma ulmifora Lamk.). Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Pujiasmanto, B. J. Moenandir, Syamsulbahri, dan Kuswanto. 2007. Kajian Agroekologi dan Morfologi Sambiloto (Andrographis paniculata Ness) pada Berbagai Habitat.Biodiversitas. 8(4):326-329. Rahardjo, M. dan O. Rostiana. 2005. Budidaya Tanaman Temulawak. Circular No. 11. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. 30-35. Ratno, A. G,dan Hartanto S. D., 2009. Uji Aktivitas Antibakteri Akstrak n-heksan, Etil Asetat, dan Etanol 70% Daun Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) Terhadap S. auerus ATCC 25923. Universitas Setia Budi. Surakarta. Restanti, E. 2003. Analisis Pemasaran Cabai Jamu (Piper retrofractum Vahl) di Desa Pekandangan Sangra, Kecamatan Bluto, Kabupaten Sumenep Madura. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Malang. 20 Hal. Rizal, M.D dan Halim,V.S. 2006. Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Herba Sambiloto (Andrographis paniculata) Terhadap Tubulus Seminiferus Mencit Jantan. Jurnal Penelitian. UGM. Rosita, SMD. Dan H. Nurhayati. 2007. Respon Tiga Nomor harapan Kunyit (Curcuma domestica Val.) Terhadap Pemupukan. Bulletin. Litro. XVIII(2) : 127-138. 218

Rostiana, O. N. Bermawie dan M. Rahardjo. 2005. Budidaya Tanaman Jahe. Circular No. 11. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. 1-12. Rukmana. 1996. Jambu Biji. Kanisius. Yogyakarta. Rukmana, R. 2006. Mengkudu Budidaya dan Prospek Agribisnis. Kanisius. Yogyakarta. 55 hlm. Ravindran, P.N., K.N. Babu, B. Sasikumar, and K.S. Krishnamurthy. 2000. Botany and crop improvement of black pepper. p. 23 144. In P.N. Ravindran. Black Pepper. Harwood Academic Publishers, Amsterdam. Rosmeilisa, P. M. Syakir, dan E. Surmaini, 1999. Rentabilitas budi-daya lada perdu dan lada tiang panjat mati. Jurnal Penelitian Tanaman Industri 5 (1): 18-24. Rustam, E., I. Atmasari dan Yanwirasti. 2007. Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Kunyit (Curcuma domestica Val.) pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar. Sains dan Taknologi Farmasi. 12(2):112-115. Purseglove, J.W. et al., 1968. Spice Volume 1. London : Longman : 10-99. Prabowo. 2007. Budidaya bawang merah. http://teknik-budidaya.blogspot.com. Diakses pada tanggal 23 November 2008. PT Esei. 1995. Medicinal herb index in Indonesia (Indeks tumbuh-tumbuhan obat di Indonesia). PT Eisei. Jakarta. 448 hlm. Purseglove, J.W., E.G. Brown, C.L. Green and S.R.J. Robbin, 1981. Spices. Vol II. Longman Group Limited, New York. p. 813. Ruhnayat, A. 2007. Penentuan Kebutuhan Pokok Unsur Hara N, P, K untuk Pertumbuhan Tanaman Vanili (Vanilla Planifolia Andrews). Bul. Littro. Vol. XVIII No. 1, 2007, 49 59. Ruhnayat. A dan R. Rosman. 1993. Respon stek vanili terhadap pemberian pupuk N, P dan K. Buletin Littro. Vol VIII No. 2 : 70-74. Saputra, A dan D. K. Ningrum. 2008. Pengeringan Kunyit Menggunakan Microwave dan Oven. Universitas Diponegoro. Semarang. Purseglove, J.W., E.G. Brown., C.L. Green and S.R.J. 1981. Spices: Nutmeg and Mace. Vol. I. Longman Inc. New York. P. 174-228. Rismunandar, 1990. Budidaya dan Tataniaga pala. PT. Penebar Swadaya. Jakarta. Cetakan kedua. Saragih, N.N. 2005. Pengaruh Penggunaan Beberapa Atraktan Terhadap Lalat Buah Bactrocera dorsali H. (Diptera:Trypetidae) pada Tanaman Jambu Biji Psidium guajava L. Skripsi USU. Medan. 64 Hlm. 219

Sari. R dan D. Isadiartuti, 2006. Studi efektivitas sediaan gel antiseptik tangan ekstrak daun sirih (Piper betle Linn.). Majalah Farmasi Indonesia. Airlangga. Surabaya. 4:163-169. Sa roni, dan Pudjiastuti, A. 2005. Penelitian Efek Androgenik dan Anabolik Buah Cabe Jawa (Piper retrofractum Vahl.) Pada Tikus Putih. Jakarta: Depkes RI. Sembiring dan Sofianna et al. 2003. Identifikasi Komponen Kimia Minyak Daun Salam (Eugenia polyantha) dari Sukabumi dan Bogor. Balai Tanaman Rempah dan Obat, Buletin TRO 4(2). Sembiring, 2005. Status Teknologi Pasca Panen Sambiloto (Andrographis paniculata Ness) Jurnal Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. http://balittro.litbang.deptan.go.id/. [6 juli 2011]. Setyawati, I. 2009. Morfologi Fetus Mencit (Mus musculus L.) setelah pemberian ekstrak daun sambiloto (Andrographis paniculata Nees), Jurnal Biologi 13(2):41-44. Soemiarti, A. dan Elya, B. 2002. Uji Pendahuluan Efek Kombinasi Antijamur Infus Daun Sirih (Piper betle L.), Kulit Buah Delima (Punica granatum L.), dan Rimpang Kunyit (Curcuma domestica val.) Terhadap Jamur Candida albicans. Makara, seri sains. 6(3). Sonia R.A. 2010. Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Etanol Buah Mengkudu (Morinda citrofolia L.) dan Waktu Penyimpanan Terhadap Kualitas Daging Sapi. Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Sudiarto dan Gusmaini. 2004. Pemanfaatan Bahan Organik in situ Untuk Efisiensi Budi Daya Jahe yang Berkelanjutan. Litbang Pertanian. 23(2). Sulistyowati E., Dassalirawati dan A. Wiyarsi. 2010. Penentunan Kadar Berbagai Zat Gizi pada Teh Bunga Kembang Sepatu. Laporan penelitian. Lemlit UNY. Sri Anggraeni, Kusdianti, Dian Kartikasari. 2007. Kandungan Metabolit Sekunder dalam Kalus Mengkudu (Morinda citrifolia). Jurusan Pendidikan Biologi. Skripsi. Universitas Pendidikan Indonesia. Sri R. S. 2004. Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) Terhadap Aktivitas Enzim Lipase Serum Rattus norvegicus. Program Studi Ilmu kedokteran Dasar & Biomedis Jurusan Ilmu-Ilmu Kesehatan Minat Utama Farmakologi, UGM. Studiawan, H dan M.H. Santosa, 2005. Uji Aktivitas Penurun Kadar Glukosa Darah Ekstrak Daun Eugenia polyantha pada Mencit yang Diinduksi Aloksan. Media Kedokteran Hewan: 21(2) Mei 2005. Sitanggang, E. 2008. Analisis Usaha Tani dan Tata Niaga Lada Hitam (Studi Kasus: Desa Lau Simare, Kecamatan Tiga Lingga, Kabupaten Dairi). Skripsi S1. Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Univrrsitas Sumatera Utara. 66 hal. 220

Suwarto dan Y. Octavianty. 2010. Budidaya Tanaman Perkebunan Unggulan. PT Penebar Swadaya. Jakarta. 260 hal. Syakir, M. 2001. Ragam Teknologi Budidaya Lada. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Hlm. 10-24. Sunardi. 2008. Teknik Pembibitan Sambiloto Untuk Menghasilkan Bibit yang Standar, Buletin Teknik Pertanian 13(1). Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Bogor. Suherman, C. 2008. Pertumbuhan Bibit Cengkeh Kultivar Zanzibar yang Diberi Fungi Mikoriza Arbuskula dan Pupuk Majemuk NPK. Jurnal Agrivigor. 8(1):39-48. Suhirman, S., Hadad E.A., dan Lince. 2006. Pengaruh Penghilang Tanin Dari Jenis Pala Terhadap Sari Buah Pala. Bul. Littro. Vol. XVII No. 1: 39 52. Suhirman, S., Hadad E.A., dan Lince. 2006. Pengaruh Penghilang Tanin Dari Jenis Pala Terhadap Sari Buah Pala. Bul. Littro. Vol. XVII No. 1: 39 52. Sutarjo, T. 2006. Teknik Pelaksanaan Percobaan Kombinasi Dosis Pupuk Organik dan Pupuk NPK (15:15:15) pada Bibit Cengkeh. Buletin Teknik Pertanian. 11(1). Supriadi, C. Winarti dan Hernani. 1995. Potensi Daya Antibakteri Beberapa Tanaman Rempah dan Obat terhadap Isolat Ralstonia solanacearum Asal Jahe. Hayati 6(2) : 43-46. Shivam GP. 2001. Protection against Helicobacter pylori and other bacterial infections by garlic. J Nutr. 131:1106S-8S. Soepartini, M. 1990. Kimia Tanah. Materi Pelatihan Teknik Analisa Tanah, Tanaman, Air dan Pupuk. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. 12 hal. Sunardi dan Rakhmadiono. 1985. Pemupukan vanili dengan pupuk kandang dan pupuk buatan. Pember. Penel. Tan. Industri X (3-4) : 67-71. Sutaya, R.,G. Grubben, dan H. Sutarno. 1995. Pedoman Bertanam Sayuran Dataran Rendah. UGM Press. Yogyakarta. Sumarni, N., dan A. Hidayat. 2005. Budidaya bawang merah. http://litbang_deptan. go.id. Diakses pada tanggal 23 November 2008. Subhan, 1990. Respon bawang putih (Allium sativum L.) kultivar lumbu hijau terhadap pupuk fosfat dan magnesium. Bul. Penel. Hort. 19 (2) : 10-27. Subhan dan N. Nurtika. 2004. Penggunaan Pupuk Fosfat, Kalium dan Magnesium pada Tanaman Bawang Putih Dataran Tinggi. Ilmu Pertanian Vol. 11 No. 2 : 56-67. Sutomo B. Buah Pala Mengobati Gangguan Insomnia, Mual dan Masuk Angin. [update 2006 may 05; cited 2009 Nov 12] Available from: http://gizidankuliner.com 221

Susila, A.D. 2006. Panduan Budidaya Tanaman Sayuran, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. 68 hal. Suwarto dan Y. Octavianty. 2010. Budidaya Tanaman Perkebunan Unggulan. PT Penebar Swadaya. Jakarta. 260 hal. Sukarjo, E. I. 2004. Toleransi Beberapa Jenis Curcuma spp. Terhadap Intensitas Naungan. Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia. 6(2):97-103. Sukarman, D. Rusmin dan Melati. 2008. Pengaruh Lokasi Produksi dan Lama Penyimpanan Terhadap Mutu Benih Jahe (Zingiber officinale L.). Litri. 14(3):119-124. Sulaksana, J dan D. I. Jayusman. 2005. Kemuning dan Jati Belanda, Budidaya dan Pemanfaatan Untuk Obat. Penebar Swadaya. Jakarta. Syaefudin. 2008. Aktivitas antioksidasi formula Ekstrak Jati Belanda (Guazuma ulmifora Lamk.), Jambu biji (Psidium guajava Linn.) dan Salam (Eugenia polyantha Wight.). Skripsi. IPB. Bogor. Setyaningsih, D., R. Rahmalia dan Sugiyono. 2008. Kajian Mikroenkapsulasi Ekstrak Vanili. Jurnal Teknik Industri. 19(2):64-70. Suwarso, W.P., E. Budianto dan I. Jayadi. 2002. Semi-sintesis vanili dari Guaiakol Via Reaksi Reimer-Tiemann yang Dikatalisis dengan Katalis Transfer Fase/PTC:[18]- Crown ether-6. Makara Sains. 6(2). Syahid, S.F., N.N. Kristina, dan D. Seswita. 2010. Pengaruh Komposisi Media Terhadap Pertumbuhan Kalus dan Kadar Tannin dari Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) Secara In Vitro. Jurnal Litri.16(1). Tanor, M.N. dan B.R.A. Sumayku. 2009. Potensi Eugenol Tanaman Cengkeh Terhadap Perkecambahan Benih Jagung. Jurnal Soil Environment. 7(1):35-44. Tanaman Herbal Indonesia. 2007. Tanaman Herbal Kategori J, Jati Belanda. www.pustaka herbal.co.id. [18 Juli 2011]. Tim Penulis Martha Tilaar Innovation Center. 2002. Budidaya Secara Organik Tanaman Obat Rimpang. Penebar Swadaya, Jakarta. 96 hlm. Tirta, I. G. 2006. Pengaruh Kalium dan Mikoriza terhadap Pertumbuhan Bibit Vanili (Vanilla planifolia Andrew). Biodiversitas. 7(2):171-174. Tombe, M, dan D. Sitepu. 1987. Penyakit Tanaman Vanili di Indonesia. Edisi Khusus Penelitian Tanaman Rempah dan Obat III(2): 1-6. Triana, R. 2009. Uji Antibakteri Ekstrak Etanol 70% Kulit Kayu Manis (Cinnamon burmanii) Terhadap Shigella dysenteriae Secara in vitro. Skripsi. Universitas Riau. Pekanbaru. 222

Tjitrosoepomo, G. 2005. Taksonomi Tumbuhan Obat-obatan. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. 447 hlm. van Steenis, C. G. G. J., den Hoed, D., Bloembergen, S., dan Eyma, P.J., 1987. Flora untuk Sekolah di Indonesia. Pradnya Paramita, Jakarta. 495 hlm. Wardah, N. R. 2008. Proses Hidup, Klasifikasi, Kegunaan dan Kandungan dari Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Skripsi. Universitas Mulawarman. Samarinda. Wardiah N.A. 2009. Efek Bawang Putih (Allium sativum) dan Cabe Jawa (Piper retrofractum Val.) Terhadap Jumlah Limfosit pada Tikus Yang Diberi Suplemen Kuning Telur. Fakultas kedokteran. Universitas Diponegoro. Semarang. Wahyuni A. H. dan Paskalina H. Y. 2009. Ekstraksi Kurkumin dari Kunyit. Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses 2004. Wahyono, D dan Susanti. 2004. Aktivitas Hipoglikemik Ekstrak Etanolik Daun Salam (Syzygium Polyanthum (wight) Walp) dan Pengaruhnya Terhadap Stimulasi Parasimpatik pada Kelinci Jantan yang Dibebani Glukosa. UGM. Yogyakarta. Widiastuti. 2008. Pengaruh Suhu dan Lama Pengeringan Terhadap Mutu Manisan Kering Jahe (Zingiber officinale Rosc.) dan Kandungan Antioksidannya. Skripsi. Universitas Riau. Pekanbaru. Wijayanti, W.A., Y. Zetra Dan P. Burhan. 2010. Minyak Atsiri Dari Kulit Batang Cinnamomum burmannii (Kayu Manis) dari Famili Lauraceae sebagai Insektisida Alami, Antibakteri, dan Antioksidan. Paper. Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya. Wijayakusuma, H., 1999. Penyembuhan dengan Tanaman Obat. Elex Media Komputindo. Hlm 128. Winarno, M. W. dan Pudjiastuti, 2009. Pengaruh Ekstrak Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Terhadap Aktivitas Makrofag pada Mencit Setelah Diinfeksi Plasmodium berghei. Jurnal Bahan Alam Indonesia: 7(1). Witri Ari W., Lilik M., dan Retno B. 2005. Pengaruh Pemberian Prasan Buah Mengkudu (Morinda citrofolia) Terhadap Kadar SGOTdan SGPT Tikus Putih (Rattus norvegius) Diet Tinggi Lemak. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Wahid, P. dan U. Suparman. 1986. Teknik budidaya untuk meningkatkan produk-tivitas tanaman lada. Edisi Khusus Penelitian Tanaman Rempah dan Obat II(1): 1-11. Wahid, P. dan P. Yufdi, 1989. Masalah tiang panjat dalam pembudidayaan tanaman lada. Prosiding Simpo-sium Hasil Penelitian dan Pengem-bangan Tanaman Industri di Caringin Bogor, 25-27 Juli 1989. hal. 560-568 223

Williamson. 2002. Mayor Herbs of Ayurveda. Churchill Livingstone. United Kingdom Winarno, F.G. 2001. Rempah-rempah dan industri pangan. Prosiding Simposium Rempah Indonesia (MaRl), Jakarta, 13-14 September 2001. Kerja Sama MaRl- Pusat Penelitian Perkebunan. hlm. 17-24. Wahab, I. dan M., Hasanah, 1996. Per-kembangan penelitian aspek perbe-nihan tanaman ketumbar (Corian-drum sativum Linn). Jurnal Pene-litian dan Pengembangan Pertani-an. Vol XV(1) 1-5. Veraliza. 2007. Efektivitas Ekstrak Mengkudu (Morinda citrofolia L.) Terhadap Bakteri Aeromonas hydrophila yang Menyebabkan Ekor Melepuh pada Lobster Air Tawar (Cherax quadracaribatus). Universitas Brawijaya. Malang. Yufdi, M. P. 1995. Budidaya vanili menunjang mutu hasil tinggi. Prosiding Temu Tugas. Pemantapan Budidaya dan Pengelolaan Vanili, Bandar Lampung, 15 Maret 1995. hlm. 78-85. Yusron, M dan M. Januwati. 2005. Pengaruh Pupuk Bio Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kunyit (Curcuma domestica Val.) di bawah Hutan Rakyat Sengon. Jurnal Ilmiah Pertanian. Gakoryoku XI (I): 20-23. Yuhono, J.T. 2009. Sistem Agribisnis Lada dan Strategi Pengembangannya. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Jalan Tentara Pelajar No. 3, Bogor. 19 hal. Yusron, M. 2009. Respon Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Terhadap Pemberian Pupuk Bio pada Kondisi Agroekologi yang Berbeda. J.Litri. 15(4):162-167. Yusron, M., Gusmaini, dan Januwati, M., 2007. Pengaruh polatanam sambiloto-jagung serta dosis pupuk organik dan alam terhadap produksi dan mutu sambiloto (Andrographis paniculata Ness), J. Litri Desember 2007. Hlm 147-154. Yulianti, E., Rahayu T., M. Sartika I. 2010. Potensi Ekstrak Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) Sebagai Antikanker. Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta. Zahara, N.P. dan A. Widodo. 2007. Pengaruh Ekstrak Syzygium Polyanthum Terhadap Produksi Nitrit Oksida (NO) Makrofag Pada Mencit Balb/c yang Diinokulasi Salmonella typhimurium. Universitas Diponegoro. Semarang. Zalizar, L. 2010. Efektivitas Salep Daun Sirih dan Meniran terhadap Penurunan Jumlah Bakteri pada Sapi Perah Penderita Mastitis Sub Klinis. Skripsi. Universitas Muhammadiyah. Malang. 224

GLOSARIUM Abiotik Agroekologi Akar adventif Anti oksidan : Tak hidup, tidak memiliki ciri hidup seperti iklim dan tanah dalam budidaya jahe : Ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara tanaman dengan lingkungan tumbuhnya : Akar yang tumbuh ditempat yang tidak semestinya seperti pada daun daun ruas : Senyawa organik yang lebih cepat mengalami oksidasi dari pada suatu bahan sehingga apabila ditumbuhkan menghambat atau menghentikan peristiwa oksidasi sendiri bahan itu Anti inflamasi : Sesuatu zat yang dapat menghambat trejadinya pembengkakan Anti kanker Anti mikroba Antitusif Aprodisiak Bedengan Bibit Biotik Biseksual : Zat yang digunakan dalam pengobatan untuk mengalami tumbuhnya kanker : Sesuatu yang menghambat atau merusak reproduksi mikroba : Sesuatu zat yang bahan aktifnya dapat menghambat batuk : zat kimia yang digunakan untuk merangsang daya seksual : Pengangkatan tanah pada lahan yang akan ditanami dan dengan tujuan agar tidak tergenang air pada saat hujan turun. Permukaan bedengan dibuat rata baik pinggir dan tengah dan dibatasi parit pada sebelah kiri dan kanan. : Semaian yang akan ditanam : Berkaitan dengan hidup atau makhluk hidup : Individu yang memiliki organ perkembangbiakan jantan dan betina yang berfungsi Bokashi : Salah satu pupuk organik dalam proses pembuatan menggunakan mikroorganisme untuk memprcepat proses fermentasi. Efek farmakologis FSH : Khasiat bahan obat dari segi kandungan senyawa kimia bahan obat : Follicle stimulating hormone, provokasi kelenjar gonade merangsang terbentuknya folicle de Graf sehingga mampu membuat estrogen 225

Guludan Habitat Hipoglikemik Hiperlipidemia Hipoprotektor Karminatif Karsinogenesis Kascing Kompos Kored Kurkumin LH Minyak atsiri Monokultur : Petakan tanah yang telah digemburkan untuk menyemaikan bibit : Tempat hidup alamiah makhluk hidup : Suatu keadaan dimana kadar gula darah (glukosa) secara abnormal rendah : Tingginya kadar lemak (kolesterol, trigliserida maupun keduanya) dalam darah : Istilah yang diberikan pada obat atau jamu yang dapat melindungi hati dan/atau memulihkan hati yang telah dirusak oleh racun, obat atau penyakit. : Peluruh kentut : Proses yang menghasilkan karsinogen yaitu zat yang menimbulkan atau yang mendorong pembentukan karsinogen = bahan yang dapat merangsang pembentukan kanker, seperti jenis virus, abses dan bahan-bahan beradioaktif : Pupuk organik berasal dari limbah organik yang diuraikan oleh cacing tanah : Pupuk organik yang terbuat dari limbah pertanian : Alat untuk membersihkan rumput bentuknya seperti cangkul kecil : Zat berupa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh tanaman (seperti kunyit,temulawak) : Luteinizing hormone - provokasi kelenjar gonade, agar terjadi ovulasi dan corpus luteum memproduksi progesteron, : Minyak menguap (volatile oil) dan merupakan suatu komponen yang memberikan bau yang khas : Pola pertanaman dengan satu jenis tanaman Monopodial : Sistem percabangan dengan satu sumbu utama yang tumbuh terus di ujung dan dalam arah yang sama dengan pertumbuhan sebelumnya Mulsa : Bahan (seperti jerami, kertas, plastik) yang dipakai untuk melidungi permukaan tanah Oleoresin : Kandungan minyak tidak menguap (non volatile oil) yang merupakan suatu komponen yang memberi bau yang khas Pembumbunan : Penimbunan tanah sekitar tanaman Pohon panjatan : Pohon yang dipakai sebagai penopang untuk tempat tanaman utama bertumbuh 226

Polibeg : Tempat media tanam yang terbuat dari plastik hitam tebal Polikultur : Pola penanaman dengan lebih dari satu jenis tanaman Polipropilen : Plastik yang mempunyai sifat sangat kaku; berat jenis rendah, tahan terhadap bahan kimia, asam, basa, tahan terhadap panas, dan tidak mudah retak. Proliferasi Pertumbuhan yang disebabkan oleh pembelahan sel yang giat dan bukan karena bertambah besarnya sel Rempah : Zat yang digunakan untuk memberikan bau dan rasa khusus pada makanan Rimpang : Umbi akar yang bercabang-cabang sebagai jari SGPT : Serum glutamic pyruvic transaminase = aminotransferase alanin (AST), enzim yang utama banyak ditemukan pada sel hati serta efektif dalam mendiagnosis kerusakan hati SGOT Serum glutamic oxaloacetic transaminase = aspartate aminotransferase (AST), enzim yang terkandung dalam selsel hati dan digunakan untuk mendiagnosis kerusakan hati karena jika hati terluka, sel-sel hati menumpahkan enzim ke dalam darah sehingga menaikkan enzim dalam darah.. Simplisia : Bahan alami yang digunakan untuk obat dan belum mengalami perubahan proses apapun dan kecuali dinyatakan lain umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan Stek : Bagian tumbuhan yang sengaja dipotong untuk perbanyakan vegetatif Stipula : Daun penumpu Stolon : Batang yang tumbuh horizontal di atas permukaan tanah dan menghasilkan baru pada ujungnya Sulur : Cabang ramping, panjang, membelit dan disesuaikan untuk memanjat Tumpang sari : Pola tanam dengan dua atau lebih jenis tanaman secara serentak Tunas : Tempat tumbuhan muda yang akan muncul Wanatani : Pertanian di kawasan hutan Zigomorf : Tipe simetri benda atau bidang yang hanya dapat dibagi sekali menjadi dua bagian bersetangkup 227

INDEKS 12 didehydrographolite, 143 14-deoxy-11, 143 Abottivum, 175 Acasetin-7-0-beta(+)-glukopiransoida, 163 Acetates, 158 Acubin, 162 Agrobisnis, 201 Agroekologi, 10 Aldehyde, 143 Aligarin-d-methylether, 162 Alizarin, 162, 163 Alkaloid triterpenoid, 162 Alkane, 143 Allelopati, 113, 114 Allylprokatekol, 169 Analgesik, 153, 191 Anatraquinon, 162 Andrographin, 143 Andrographolid, 12, 14, 17 Andrographolide, 12, 143 Anti inflamasi, 143, 156, 157, 158, 160, 161 Anti piretik, 158 Anti radang, 156, 157, 160, 175, 197 Antibakteri, 221, 222, 223 Antibiotik, 143, 145, 193 Antioksidan, 223 Antiseptik, 169, 187 Antraquinon, 162 Apigenin-7, 4-dimethyl ether, 143 Arginin, 162 Artumeron, 156 Asam askorbat, 163, 185 Asam benzoate, 162 Asam caprylat, 163 Asam glutamate, 163 Asam kersik, 143 Asam oleat, 162 Asam palmitat, 162 Asam urat, 3 Asam ursolat, 163 Asperulosida, 162 Astringent, 160, 166 Atlanton, 156 1 A Batang semu, 46 Bedengan, 19, 28, 99 Bibit, 13, 20, 28, 33, 39, 48, 54, 55, 60, 61, 64, 65, 68, 71, 72, 81, 82, 84, 92, 93, 115, 116, 126, 132, 199, 200, 202, 205, 207, 212, 221, 222 Bilangan penyabunan, 159 Biseksual, 10, 109 Blali-1, 12, 16 Bokashi, 50, 56 B C Cangkok, 100 Caprylate, 158 Chavicol, 158 Cineol, 158 Citral, 158 Cmg-1, 12, 16 Cmg-2, 12, 16 Cyaniding-diglucoside, 175 D damnacanthal, 162 Daya anthelmintik, 163, 165 D-borneol, 158 Dcamphene, 158 Deoxy-andrographolide, 143 Deplesi, 144 Desmetoksikumin, 160 Diabetes, 3, 193 Diabetes, 167 Diabetes mellitus, 148 Diaforestik, 153 Diuretik, 153, 156, 191 Dompolan, 22, 86, 87 D-β-phellandrene, 158 Efek farmakologis, 146, 151, 153, 158, 163, 166, 169, 175, 178, 185, 188, 193 Efek hipoglikemik, 166, 193 Ekstrak etanolik, 166 Ekstraksi, 171, 183 Enten, 100 Eter, 162 Eugenol, 169, 222 E 228

fagositosis, 164 Felandren, 156, 160, 190 Fitobiotik, 159 Flavonoid, 143 Fuli, 107, 184 geraniol, 158, 190, 191 Germakron, 156 Glukosa, 27, 146, 162, 166, 167, 176, 186, 194 Gonorhoe, 175 F G H Habitat, 11 Hepatitis, 3, 145, 157, 164 Hermaprodit, 109 Hexanal, 162 Hibisetin, 175 Hibridisasi, 71 Hidroksikavicol, 169 Hiperlipidemia, 150 Hipertensi, 195 Hipogonad, 153 Homoandrographolite, 143 Imunostimulan, 143 Indeks bias, 95, 159 Intestine, 149 Kadimen estragol, 169 Kalium, 115, 132, 197, 221, 222 Kalsium, 22, 190 Kanker payudara, 194 Karbohidrat, 82 Karbohidrat, 160, 190 Karminatif, 153, 158, 180, 184, 185, 188 Karvakrol, 169 Kavibetol, 169 Kavicol, 169 Ketone, 143 Khlororubin, 162 Koitus, 153 Kolagogum, 160 Kolesterol total trigliserida, 157 Kompos, 14, 15, 50, 68, 205, 206, 207 Ksantorizol, 156 Kurkumin, 160 Kurkuminoid, 157 I K Laktone, 143 Lemak, 160, 190 Linalool, 158, 190, 191 Linalool, 191 L M Maag, 168, 184, 196 Makrofag, 164, 167 Mata tunas, 39, 48, 54, 55, 101 Methyl heptenone, 158 Minyak atsiri, 178, 181, 182, 189, 197, 213 Monoecious, 76 Monokultur, 14, 15, 199 Monometil, 162 Mono-o-methylwithin, 143 Morindadiol, 162 Morindanigrin, 162 Morindin, 162 Morindon, 162 N Natrium, 143, 163 Neoandrographolide, 143 Ngengat, 80, 139 N-nonylaldehide, 158 Obesitas, 149 Okulasi, 100, 101 Organogenesis, 144, 154 Orthotropis, 76, 82 Panen, 16, 24, 31, 35, 36, 44, 45, 51, 58, 62, 65, 69, 73, 86, 95, 105, 106, 120, 121, 127, 130, 133, 140, 141, 199, 200, 201, 202, 203, 204 Panicolin, 143 Pati, 160 Pembumbunan, 40, 43, 51, 57 Peradangan, 165 Perdu, 18, 80, 211, 216 Perkecambahan konidia, 167 Plagiotropis, 76 Polibeg, 99 Polymethoxyflavone, 143 Proliferasi, 158, 172 Protein, 160, 190 P-toluil metil karbinol, 156 O P 229

R Rendemen, 95, 159, 191 Rendemen, 171, 214 Rhizome, 7 Rimpang jahe, 46, 47, 48, 158 Saponin, 197 Serat, 23, 51, 87, 89, 146, 158, 161, 171 Simplisia, 6 Sineil, 160 Sineol, 156, 187 Skopoletin, 162, 190 Soranjidol, 162 Sterol, 149, 162 Stomakik, 153, 184, 185, 188 Sulfakloropirazin, 144 Sulur, 68, 112, 116 Tanaman herbal, 27 Tannin, 30 S T Tegakan hidup, 67, 78, 79, 80 Tegakan mati, 67, 78, 79, 80 Thiamin, 163 Tirosin, 163 Tumpangsari, 14, 15 Turmeron, 156, 160 V Vanilin, 211 Vegetatif, 8, 13, 14, 20, 28, 29, 33, 55, 58, 60, 71, 72, 73, 81, 82, 98, 111, 118, 129, 135, 167 Vitamin, 160, 178, 190 Zat besi, 160 Zat kapur, 162 Zat pahit, 17, 175 Zingiberen, 160 Zpt, 54 Z 230