Jelaskan perbedaan baris dan bait dalam pantun Bima

ANALISIS STRUKTUR DAN MAKNA PANTUN BIMA ( PATU MBOJO)

PADA GRUP “ PATU CAMBE MBOJO – DOMPU NTB” DI FACEBOOK

DAN IMPLEMENTASINYA PADA PEMBELAJARAN

SASTRA DI SMA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan Program

Sarjana (S1) Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah

OLEH

NUR LAELAH

E1C112093

UNIVERSITAS MATARAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDOENSIA DAN

DAERAH

2016

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

   

  Skripsi ini saya persembahkan untuk : Kedua orang tua (Bpk. Salahuddin Ahmad) dan (Ibu Misbah Salahuddin) yang telah memberikan segalanya. Sosok orang tua yang benar-benar luar biasa, rasa syukur selalu dipanjatkan kepada Allah SWT karena telah menganugerahkan keluarga yang sederhana namun begitu banyak cinta yang dicurahkannya.

Terima kasih Ua dan Ma

  Saudara perempuan satu-satunya (Nurafanah, S.Pd) dan Saudara laki-laki satu- satunya (Yayansyah), terima kasih untuk semangat yang mampu menguatkan disaat lelahku.

KATA PENGANTAR

  Bismillahir rohmaanir rohiim Assalamuallaikum Wr. Wb.

  Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

  Salawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah menuju zaman Islamiyah.

  Skripsi ini merupakan kewajiban untuk seluruh mahasiswa semester akhir sebagai salah satu syarat wajib kelulusan. Penyusunan skripsi ini banyak mendapat sbantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Maka pada kesempatan ini penulis secara khusus juga ingin mengucapkan rasa terima kasih yang tidak terhingga kepada : 1.

  Bapak Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mataram, Dr. H. Wildan, M.Pd.

  2. Ibu ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Mataram, Dra. Siti Rohana Hariana Intiana, M.Pd.

  3. Bapak ketua Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah, Drs. I Nyoman Sudika, M.Hum.

  4. Ibu Dosen Penasehat Akademik sekaligus Dosen Pembimbing II Skripsi, yang sangat banyak membimbing dan mengarahkan selama proses konsultasi, Baiq Wahidah, M.Pd.

  5. Dosen Pembimbing I Skripsi yang telah banyak membantu dan memudahkan proses penyusunan skripsi saya, Drs. Syahbuddin, M.Pd.

  6. Seluruh Bapak/Ibu dosen Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah yang telah dengan ikhlas menyumbangkan ilmunya kepada seluruh mahasiswa.

  7. Teman – teman kelas C Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah Reg. Sore angkatan 2012, yang telah menjadi saudara.

  8. Sahabat terbaik saya, Fifi, Tina, Fitri, Ayya, Silvi, Iqas, Bunda Indri, Tria, Huma, Nia yang selalu memberikan senyuman dan dukungan yang tiada henti.

  9. Teman-teman seperjuangan, Ni Made Anggita Veranika, Erna, yang selalu memberikan motivasi, dukungan dan kekuatan.

  Skripsi ini masih terdapat kekurangan baik dari segi isi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, diharapkan kritik dan saran sehingga tercipta karya yang lebih baik dan berkualitas pada kesempatan berikutnya.

  Wassalamuallaiku Wr. Wb.

  Penulis Nur Laelah

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL .................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii MOTTO DAN PERSEMBAHAN .............................................................. iv KATA PENGANTAR ................................................................................. v DAFTAR ISI ................................................................................................ vii ABSTRAK ................................................................................................... ix

  BAB I PENDAHULUAN

  1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1

  1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 4

  1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................... 5

  1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................. 5

  BAB II LANDASAN TEORI

  2.1 Penelitian yang Relevan ......................................................................... 6

  2.2 Landasan Teori ....................................................................................... 10

  2.2.1 Folklor ............................................................................................. 10

  2.2.2 Pantun .............................................................................................. 12

  2.2.2.1 Struktur Pantun ...................................................................... 13

  2.2.2.2 Makna Pantun ........................................................................ 15

  2.2.3 Pantun Bima (patu Mbojo) ............................................................... 16

  3.5 Metode Penyajian Data .......................................................................... 24

  5.2 Saran ...................................................................................................... 77

  5.1 Simpulan ................................................................................................ 76

  BAB V PENUTUP

  4.3 Implikasi Struktur dan Makna Pantun Bima (patu Mbojo) di Facebook dengan Pembelajaran Sastra di SMA ..................................................... 73

  Dompu NTB” di Facebook ......................................................... 57

  4.2 Makna Pantun Bima (patu mbojo) Pada Grup “Patu Cambe Mbojo-

  Dompu NTB” di Facebook ........................................................ 25

  4.1 Struktur pantun Bima (patu mbojo) pada grup “Patu Cambe Mbojo-

  BAB IV PEMBAHASAN

  3.4 Metode Analisis Data ............................................................................. 23

  2.2.4 Facebook ......................................................................................... 17

  3.3.2 Metode Dokumentasi .................................................................... 22

  3.3.1 Teknik Observasi .......................................................................... 21

  3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ................................................. 21

  3.2 Data dan Sumber Data ........................................................................... 21

  3.1 Jenis Penelitian ....................................................................................... 21

  BAB III METODE PENELITIAN

  2.2.5.2 Bahan Ajar Sastra ................................................................... 20

  2.2.5.1 Tujuan Pembelajaran Sastra .................................................. 19

  2.2.5 Pembelajaran Sastra di SMA .......................................................... 19

  DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN

ANALISIS STRUKTUR DAN MAKNA PANTUN BIMA ( PATU MBOJO)

PADA GRUP “ PATU CAMBE MBOJO – DOMPU NTB” DI FACEBOOK

DAN IMPLEMENTASINYA PADA PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA

Nur Laelah

Universitas Mataram

ABSTRAK

  Penelitian ini berfokus pada struktur dan makna pantun Bima (patu Mbojo) pada grup “ Patu Cambe Mbojo-Dompu NTB” di Facebook dan Implementasinya Pada Pembelajaran Sastra di SMA. Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui struktur pantun Bima (patu Mbojo

  ) pada grup “ Patu Cambe Mbojo-Dompu NTB” di Facebook, (2) untuk mengetahui makna pantun Bima (patu Mbojo ) pada grup “

  Patu Cambe Mbojo-Dompu NTB ” di Facebook, dan (3) untuk mengetahui implementasi hasil analisis struktur dan makna pantun Bima (patu Mbojo) pada grup “ Patu Cambe Mbojo-Dompu NTB” di Facebook. Penelitian ini bersifat kualitatif deskripsi yang artinya data yang dikumpulkan berupa kata-kata. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu teknik observasi dan metode dokumentasi. Berdasarkan analisis data, didapatkan kesimpulan bahwa Struktur pantun Bima apatu Mbojo) yang terdapat pada grup “Patu Cambe Mbojo-Dompu NTB

  ” di Facebook terdiri dari 1 hingga 2 bait yang masing-masing baitnya terdiri dari 4 hingga 17 baris, jumlah kata pada setiap barisnya 2

  • – 8 kata, namun jumlah kata yang paling dominan yaitu 3
  • – 4 kata. Pemilihan diksi pada pantun Bima sangat diperhatikan sehingga mampu menciptakan rima yang menarik untuk didengar. Rima pantun Bima (patu Mbojo) terletak pada kata terakhir baris dengan kata terakhir baris berikutnya, namun ada juga yang berada saling berdampingan, pantun Bima tidak mengenal sampiran. Makna pantun Bima (patu

  ) yang terdapat

  Mbojo

  pada grup “Patu Cambe Mbojo-Dompu NTB” di Facebook meliputi makna mengingatkan, memberi tunjuk ajar, memberi nasihat, dan sebagai sindiran. Implikasi Struktur dan Makna Pantun Bima (patu Mbojo) di

Facebook dengan Pembelajaran Sastra di SMA yaitu dapat dijadikan sebagai

  pilihan sumber belajar dalam pembelajaran sastra di SMA sesuai dengan silabus bahasa Indonesia kelas X yakni Kompetensi Dasar 8.1 : menulis puisi lama dengan memperhatikan bait, irama dan rima.

  Kata Kunci : Struktur, Makna, Pantun Bima, Facebook.

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Indonesia dikenal akan keragamannya, diantaranya keragamanan suku, bahasa, kepercayaan, adat istiadat dan budaya. Setiap daerah memiliki ciri khas kebudayaan masing-masing. Hal ini merupakan perwujudan dari bentuk kreativitas penduduknya sendiri. Kebudayaan tersebut dikenal sudah sejak lama dan dilestarikan oleh masyarakat setempat sehingga sudah menjadi tradisi yang terus diwariskan dari generasi ke generasi. Kebudayaan yang diwariskan antara lain Ritual Tiwah yang ada di Kalimatan Tengah, Karapan Sapi yang ada di Bali dan Madura, Debus di Banten, Kebo-Keboan yang ada di Banyuwangi dan masih banyak lagi tradisi-tradisi lain yang terus diwariskan hingga saat ini.

  Tradisi-tradisi yang terus diwariskan dari generasi ke generasi dalam ilmu sastra, lazim disebut folklor. Bentuk-bentuk folklor secara umum ada tiga, yakni

folklor lisan, folklor sebagian lisan dan folklor bukan lisan. Folklor lisan seperti

  bahasa rakyat, puisi rakyat, mite, legenda, dongeng, dan lagu rakyat. Folklor sebagian lisan seperti permainan rakyat, tarian rakyat, dan adat istiadat. Foklor bukan lisan seperti arsitektur rakyat, kerajinan tangan, dan pakaian.

  Berbagai bentuk folklor di atas, yang menjadi objek kajian dalam tulisan ini yaitu puisi rakyat. Puisi rakyat merupakan salah satu warisan budaya yang masih berkembang di tengah –tengah masyarakat, contohnya saja di daerah Bima. Puisi rakyat yang dimaksud yaitu pantun Bima atau patu Mbojo. Patu Mbojo merupakan jenis puisi rakyat yang berbentuk pantun yang masih berkembang di tengah masyarakat hingga sekarang.

  Pantun Bima atau patu Mbojo bisa dijumpai pada acara pernikahan dan pada nyanyian rakyat Bima atau rawa Mbojo yang diiringi oleh alat musik biola atau kecapi. Patu Mbojo yang terdapat pada rawa Mbojo biasanya dinyanyikan oleh seorang laki-laki dan seorang perempuan dengan saling berbalas, syair nyanyian tersebut berbentuk pantun. Uniknya syair-syair yang tidak terkonsep sebelumnya dinyanyikan secara spontan dengan pilihan kata (diksi) yang menarik sehingga membentuk rima yang yang unik pula. Perhatikan contoh potongan patu Mbojo yang dinyanyikan berikut.

  Perempuan : e.. ala bune da rewo bengke / labo eda na rawe bingka /

Bune da rewo / labo eda na rawe na/

Kone wei ra pohu / na wa’ura nefa wea pahu //

  ‘e.. kenapa bisa berkeliaran, karena dilihatnya pipi yang bulat Kenapa bisa berliaran, karena dilihat pipinya Biarpun istri yang dipeluk, sudah lupa wajahnya’

  Laki-laki :

e.. cou ma ra boru gendi mu ari siwe

Gendi ra boru cori / labo tantangga ma bune cere / Ala ndakesi gendi / ti bae oje ma gande //

  ‘e.. siapa yang mencukur alismu adik? Alis yang dicukur miring sama dengan yang keni seperti teko Kalau begini alisnya tidak jelas ojek yang akan memboncengnya’

  Patu Mbojo di atas, dapat dilihat pilihan kata yang sesuai sehingga

  menimbulkan rima yang menarik didengar, misalkan pada kata rawe dan rewo yang bila didengar kedua kata ini hampir mirip. Bunyi vokal e dan o di akhir kata

rawe dan rewo dan bunyi vokal a dan e di tengah kata rawe dan rewo membentuk bunyi yang teratur. Dari satu kata saja sudah terlihat rima yang tercipta dari diksi yang unik tersebut. Itulah salah satu ciri khas pantun Bima atau patu Mbojo yang membedakannya dengan pantun nasional.

  Seiring berkembangnya teknologi, media penyampaian patu Mbojo tidak hanya melalui acara pernikahan saja atau acara-acara tertentu seperti acara syukuran, panen padi dan lain sebagainnya, melainkan juga disampaikan dalam media sosial seperti Facebook, Twitter, Line, BBM, We Chat, WhatsApp,

Instagram dan lain-lain . Media sosial tersebut dapat membantu kita terhubung

  dan berbagi dengan orang-orang yang ada dalam kehidupan kita. Seperti halnya dalam Facebook tersebut terdapat sebuah grup yang diberi nama “Patu Cambe

  Mbojo-Dompu NTB ” yang artinya grup ‘Balas Pantun Bima-Dompu NTB’. Dalam grup ini siapa saja, di mana saja dapat mengirimkan hasil karyanya berupa patu Mbojo dengan tema apa saja.

  Pembentukkan grup tersebut dapat dijadikan media oleh masyarakat Bima untuk mengirimkan karyanya yang berupa patu Mbojo. Jenis pantun pun bermacam-macam, diantaranya pantun nasehat,muda-mudi,teka-teki, dan lain sebagainya. Berikut pantun muda-mudi yang diunggah oleh:

  Ama Sa’i, 6 September 2015 (pukul 20:13).

  Ku kawara si ede / di nggomi ntoir ti eda / Adeku na lingi / ba ntoi ra langa / Wa’ura mbi’a / ne’e angi ndai upa mba’a / Kanta mu nahu ma rewo / palasi nggomi ma mboto rawi //

  ‘kalau ku ingat kamu yang sudah lama tidak ku lihat Hatiku yang sepi karena sudah lama berpisah Sudah hancur hubungan kita yang empat tahun Kamu yang larang saya untuk nakal tapi kamu yang banyak tingkah

  ’ Pantun di atas, bermakna “keriduan seorang laki-laki kepada mantan kekasihnya yang sudah lama tak bertemu dan menyesali hubungan yang mereka bina selama 4 tahun kini telah hancur dikarenakan sang kekasih bermain api . Pantun di atas, merupakan salah satu dari sekian banyak pantun yang ada dalam masyarakat Bima yang terdapat dalam grup “Patu Cambe Mbojo-Dompu NTB”. Bagi pembaca yang mengerti maksud dari pantun-pantun tersebut akan terhibur karena pantun Bima memiliki diksi yang menarik sehingga dapat membentuk rima yang unik . Oleh karena itu struktur dan makna pantun Bima yang menjadi fokus tulisan ini.

  Hasil penelitian struktur dan makna pantun Bima akan dikaitkan dengan pembelajaran sastra di SMA. Sastra merupakan sesuatu yang dipelajari dan dinikmati dengan tujuan untuk mempertajam perasaan, penalaran dan daya khayal/imajinasi siswa dan kepekaan terhadap masyarakat sekitar.

  Oleh karena itu, diharapkan dengan adanya penelitian ini, menjadikan pantun Bima sebagai bahan ajar untuk memperkenalkan kepada siswa tentang struktur dan makna pantun khususnya pantun Bima.

1.2 Rumusan Masalah

  Sehubungan dengan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

  1. bagaimanakah struktur pantun Bima (patu Mbojo) pada grup “Patu Cambe

  Mbojo-Dompu NTB ” di Facebook? 2. bagaimanakah makna pantun Bima (patu Mbojo) pada grup “Patu Cambe

  Mbojo-Dompu NTB ” di Facebook ?

  3. bagaimanakah implementasi hasil analisis struktur dan makna pantun

  Bima(patu Mbojo) pada pembelajaran sastra di SMA?

  1.3 Tujuan Penelitian

  Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. untuk mendeskripsikan struktur pantun Bima (patu Mbojo) pada grup “Patu

  Cambe Mbojo- Dompu” di Facebook.

  2. untuk mendeskripsikan makna pantun Bima (patu Mbojo) pada grup “Patu

  Cambe Mbojo- Dompu” di Facebook 3. untuk mendeskripsikan implementasi hasil analisis struktur dan makna pantun Bima (patu Mbojo) pada pembelajaran sastra di SMA.

  1.4 Manfaat Penelitian

  Manfaat hasil penelitian ini adalah : 1. sebagai salah satu informasi keberadaan aset budaya dan sastra dalam masyarakat Bima-Dompu khususnya maupun bangsa Indonesia umumnya.

  2. dapat mendukung dan mengembangkan keilmuan, serta pengetahuan penelitian terhadap sosial budaya masyarakat Bima-Dompu.

  3. dapat dijadikan referensi bagi peminat dan penelitian pantun Bima.

  4. menumbuhkan kesadaran dan kebanggaan terhadap kebudayaan daerah dan nasional.

  5. sebagai upaya pelestarian budaya daerah dan pengembangan seni budaya Indonesia.

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 Penelitian yang relevan

  Penelitian tentang sastra daerah Bima, telah cukup banyak dilakukan antara lain: cerita rakyat, Ungkapan (Nggahi Ncemba ) dan Legenda. Penelitian tentang Ungkapan (Nggahi Ncemba) oleh Nia Andriani (2009) yang mengkaji bentuk, makna, dan fungsi nggahi ncemba dalam masyarakat Donggo. Bentuk

nggahi ncemba dalam masyarakat Donggo dilihat dari bunyi, diksi, tema dan

  amanat. Contoh kata-kata yang dipilih adalah sebagai berikut kata ntanda ‘lihat’,

  maru

  ‘tidur, dodopu ‘pandanglah’, maja ‘malu’, liki ‘cubit’, dan lain-lain. Dari kata-kata tersebut maka nggahi ncemba dilihat dari bunyi mengandung bunyi yang sangat indah bila didengar karena bunyi-bunyi tersebut tercipta dari keteraturan bunyi dari kata-kata yang dipilih. Di samping itu, diksi atau pilihan kata yang digunakan dapat mempertegas apa yang ingin diungkapkan. Secara umum tema yang diangkat dalam nggahi ncemba yaitu ketaatan kepada Allah SWT dan kepatuhan terhadap adat istiadat, sedangkan amanat yang ingin disampaikan adalah manusia hendaknya melaksanakan perintah dan menjauhi laranganNya serta manusia harus mematuhi adat istiadat yang berlaku di masyarakat. Apabila keduanya dipegang teguh niscaya akan terhindar dari perbuatan yang tidak baik, serta akan selamat baik di dunia maupun di akhirat. Makna nggahi ncemba dalam masyarakat Donggo pada hakikatnya dapat juga disebut sebagai nasehat untuk membangun moral masyarakat. Fungsi nggahi

ncemba dalam masyarakat Donggo yaitu (1) sebagai media pendidikan atau alat pengawas norma-norma masyarakat kolektif agar selalu dipatuhi, dan (2) sebagai alat untuk memperoleh gengsi dalam masyarakat.

  Penelitian lain juga dilakukan oleh Nur Utari (2013) dengan judul “Analisis Legenda Bima “Wadu Ntanda Rahi” Sebuah Kajian Perspektif Strukturalisme Genetik Serta Penerapannya dalam Pembelajaran S astra di SMP”.

  Penelitian ini mengkaji legenda Bima

  “Wadu Ntanda Rahi” ditinjau dari keempat

  konsep genetik yaitu, kategori fakta kemanusiaan, kategori subjek kolektif, kategori pandangan dunia, dan kategori karya sastra dan struktur sosial. Fakta kemanusiaan dalam legenda Wadu Ntanda Rahi : (1) eksistensi sebuah legenda yang disebut legenda Wadu Ntanda Rahi saat ini dipercaya sebagai saksi kebenaran dari legenda tersebut masih di atas bukit Gunung Dua, (2) berladang dan berburu adalah mata pencaharian masyarakat Mbojo dalam legenda Wadu

Ntanda Rahi, (3) masyarakat Mbojo dalam legenda Wadu Ntanda Rahi memiliki

  banyak tahap-tahap adat dalam penikahan, (4) patung batu sebagai simbol kesetiaan dan kegigihan wanita Mbojo dalam legenda Wadu Ntanda Rahi. Konsep subjek kolektif dalam legenda Wadu Ntanda Rahi : (1) syair sebagai hasil dari budaya Mbojo dalam legenda Wadu Ntanda Rahi, (2) rimpu sebagai ciri khas suku Mbojo dalam Wadu Ntanda Rahi, (3) alat-alat musik khas Mbojo dalam legenda Wadu Ntanda Rahi, yang dinamakan silu, gambo, dan serune, (4) tari sebagai tarian khas suku Mbojo dalam legenda Wadu Ntanda

  Wura Bongi Monca

Rahi. Kategori pandangan dunia dalam legenda Wadu Ntanda Rahi : (1) maja

labo dahu sebagai motto suku Mbojo dalam legenda Wadu Ntanda Rahi, (2)

  legenda Wadu Ntanda Rahi merupakan sebuah kisah yang benar-benar terjadi bagi masyarakat Mbojo, (3) kesetiaan merupakan hal yang mutlak bagi masyarakat Mbojo dalam legenda Wadu Ntanda Rahi. Kategori karya sastra dan struktur sosial dalam legenda Wadu Ntanda Rahi : (1) kehadiran suku Mbojo dalam kehidupan La Nggini dalam Wadu Ntanda Rahi mempengaruhi alur kehidupannya, (2) suku Mbojo dalam legenda Wadu Ntanda Rahi dipimpin oleh

Ncuhi , (3) sanksi Baja sebagai pengontrol sosial masyarakat Mbojo dalam

  legenda Wadu Ntanda Rahi, (4) budaya Pina sebagai kegiatan sosial suku Mbojo dalam legenda Wadu Ntanda Rahi.

  Penelitian yang dilakukan oleh Indah Purnamasari (2014) mengkaji makna cerita rakyat Bima “OI MBORA” dan kaitannya terhadap pembelajaran sastra di SMP. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan makna yang terkandung dalam cerita rakyat “Oi Mbora”. Indah Purnamasari menyimpulkan makna mitologi cerita rakyat Bima Oi Mbora ada tiga (1) Makna Referensial Oi Mbora (cerita Oi Mbora mengandung nilai

  • – nilai moral yang dapat disampaikan kembali kepada orang banyak. Didalamnya terdapat sifat dan sikap dari para tokohnya yang patut dijadikan teladan dalam kehidupan sehari - hari), (2) Makna Idiosional

Oi Mbora (dalam cerita Oi Mbora terdapat ide tentang tanggung jawab ,

  kesetiaan, penghormatan pada janji, ide tentang cinta yang ikhlas, ide tentang pereselisihan antara dua bersaudara, ide tentang penyesalan), (3) Makna Behavioral, makna behavioral yang diperoleh dari cerita rakyat Oi Mbora adalah terkait kehidupan sosial kerajaan dengan masyarakat biasa, kehidupan sosial petani, dan kehidupan sosial nelayan.

  Penelitian yang dilakukan oleh Edy Mulyadi (2008) mengkaji nilai-nilai pendidikan dalam cerita rakyat Bima

  “La Kasipahu” karya Muhammad Tahir

  Alwi. Penelitian ini, bertujuan untuk mengidentifikasi nilai pendidikan yang terkandung dalam cerita rakyat Bima “La Kasipahu”. Edy Mulyadi menyimpulkan terdapat nilai pendidikan yang terdapat dalam cerita rakyat Bima “La Kasipahu”, yaitu (1) Nilai budi pekerti yang luhur (tabah menghadapi cobaan, tidak sombong, menolong sesama, patuh padaa orang tua, balas budi,berusaha keras, kasih sayang orang tua terhadap anak, pemimpin yang bijak sana, senantiasa bersyukur ), (2) sikap dan tingkah laku tidak terpuji (sifat iri, berusaha dengan licik dan sombong).

  Penelitian yang dilakukan oleh Nusyahraini (2008 ), dengan judul “ Makna dan Fungsi Patu pada Pernikahan Adat Mbojo”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna dan fungsi patu Bima dalam berbagai rangkaian upacara pernikahan adat Mbojo yang memerlukan waktu yang tidak sedikit. Pelaksanaan mulai dari melamar hingga resepsi minimal memerlukan waktu tiga atau empat hari.

  Penelitian bentuk, fungsi dan makna juga pernah dilakukan oleh Usman Ishak (2009), dengan judul “Bentuk, Fungsi, dan Makna Ungkapan Tradisional Sasak Desa Sembung Kecamatan Narmada Sebagai Materi Pembelajaran Muatan Lokal di SMP”. Meskipun penelitian tidak membahas secara langsung tentang pantun atau objek kajiannya berbeda, namun penelitian ini juga mendeskripsikan bagaimana bentuk, fungsi dan makna dalam suatu karya sastra khususnya folklor.

  Dari semua penelitian di atas, belum ada yang mengangkat tentang struktur dan makna pantun Bima (patu Mbojo). Oleh sebab itu, dalam penelitian ini akan membahas struktur dan makna pantun Bima serta implementasinya pada pembelajaran sastra di SMA. Dengan adanya penelitian ini diharapkan semakin menggali sastra lisan khsususnya pantun untuk menjaga kelestarian budaya terutama budaya Bima.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Folklor

  Folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar diwariskan secara turun temurun, diantaranya kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam bentuk lisan maupun bukan lisan contohnya yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device).

  (Danadjaja, 199 : 2).

  Folklor sering diidentikkan dengan tradisi dan kesenian yang berkembang pada zaman sejarah dan telah menyatu dalam kehidupan masyarakat. Di dalam masyarakat Indonesia, setiap daerah. Kelompok, etnis, suku, bangsa, golongan agama masing-masing telah mengembangkan folklornya sendiri-sendiri sehingga di Indonesia terdapat aneka ragam folklor.

  Menurut Brunvand (Dananjaja, 1991 : 21) folklor dapat digolongkan dalam tiga kelompok besar berdasarkan tipenya. (1) folklor lisan (verbal folklore), (2) folklor sebagian lisan (partly folklore), folklor bukan lisan (non verba folklore ).

  Folklor lisan adalah folklor yang bentuknya memang murni lisan. Bentuk- bentuk folklor lisan antara lain (a) bahasa rakyat (folklore speech) seperti logat, julukan, pangkat tradisional, dan title kebangsawanan, (b) ungkapan tradisional, seperti peribahasa, pepatah, dan pemeo, (c) pertanyaan tradisional, seperti teka- teki, (d) puisi rakyat, seperti pantun, gurindam, dan syair, (e) cerita prosa rakyat, seperti mite, legenda, dan dongeng (f) nyanyian rakyat (Dananjaja, 1991 : 22).

  Folklor sebagian lisan adalah folklor yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan unsur bukan lisan. Bentuk-bentuk folklor sebagian lisan adalah kepercayaan rakyat sperti tahayul, permainan rakyat, tari rakyat, adat istiadat, upacara, pesta rakyat dan lain-lain.

  Folklor bukan lisan adalah folklor yyang bentuknya bukan lisan, walaupun cara pembuatannya diajarkan secara lisan (Dananjaja, 1991 : 22). Folklor bukan lisan dibagi menjadi dua kelompok, yang pertama material, meliputi arsitektur rakyat, kerajinan tangan rakyat, makanan dan minuman rakyat, dan obat-obatan tradisional, kedua yang bukan material meliputi gerak isyarat tradisional, bunyi isyarat untuk komunikasi rakyat, dan musik rakyat. Selanjutnya (Dananjaja, 1991 : 3-4) menyebutkan bahwa ciri pengenal folklor khususnya folklor lisan sebagai berikut :

  1. Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan yaitu disebarkan melalui tutur kata dari mulut ke mulut.

  2. Folklor bersifat tradisional yakni disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau bukan bentuk standar.

  3. Folklor ada dalam bentuk versi-versi yang berbeda, hal ini diakibatkan oleh cara penyebarannya dari mulut ke mulut.

  4. Folklor bersifat anonim, nama penciptanya sudah tidak diketahui lagi.

  5. Folklor biasanya mempunyai bentuk berumus atau berpola.

  6. Folklor mempunyai kegunaan dalam kehidupan bersama suatu kolektif.

  7. Folklor bersifat pralogis yakni mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai dengan logika umum.

  8. Folklor menjadi miliki bersama dari kolektif tertentu yang hal ini sudah tentu diakibatkan karena penciptanya yang pertama sudah tidak diketahui lagi sehingga setiap anggota kolektif yang bersangkutan merasa miliknya.

  9. Folklor pada umumnya bersifat polos dan lugu sehingga sering kali terlihat kasar dan spontan.

2.2.2 Pantun

  Dalam kesusastraan Indonesia lama, tepatnya kesusastraan Melayu lama, karena istilah Indonesia belum muncul ketika itu, terdapatlah sebuah jenis karya sastra yang disebut pantun. Kata pantun berarti missal, umpama, ibarat, atau tamsil (Suprapto, 2009 : 2). Permisalan, perumpamaan, ibarat, atau tamsil pantun dapat dilihat pada bagian ikatan pantun yang terdiri atas sampiran dan isi pantun.

  Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2000 : 1016), pantun adalah bentuk puisi Indonesia (melayu), tiap bait (kuplet) biasanya terdiri dari empat baris yang bersanjak (a-b-a-b), tiap larik biasanya terdiri atas empat kata, baris pertama dan baris kedua biasanya untuk tumpuan (sampiran) saja sedangkan pada baris ketiga dan keempat merupakan isi; peribahasa sindiran”.

  Semua bentuk pantun terdiri atas dua bagian: sampiran dan isi. Sampiran adalah dua baris pertama, kerap kali berkaitan dengan alam (mencirikan budaya agraris masyarakat pendukungnya) dan biasanya tak punya hubungan dengan bagian kedua yang menyampaikan maksud selain untuk mengantarkan rima/sajak.

  Dua baris akhir merupakan isi, yang merupakan tujuan dari pantun tersebut. (Mustofa Sadikin, 2011 : 15).

  R.O. Winsted, seorang pengkaji budaya melayu menyatakan bahwa pantun bukanlah sekadar gubahan kata-kata yang mempunyai rima dan irama, tetapi merupakan rangkaian kata indah untuk menggambarkan kehangatan cinta, kasih sayang, dan rindu dendam penuturnya. Dengan kata lain, pantun mengandung ide kreatif dan kritis serta padat kandungan maknanya.

2.2.2.1 Struktur Pantun

  Struktur pantun versi sempoaa.blogspot.com adalah terdiri dari bait, baris/larik, kata, suku kata, rima, sampiran, dan isi.

   diakses pada hari Senin, 24 November 2015 pukul 20.39 Wita. Berikut penjelasan mengenai struktur pantun.

  1. Bait merupakan banyaknya baris dalam sebuah pantun misalnya (2 baris, 4 baris, 6 baris, 8 baris).

  2. Baris/larik adalah kumpulan beberapa kata yang memiliki arti dan bisa membentuk sampiran atau isi dalam sebuah pantun.

  3. Kata merupakan gabungan dari suku kata yang memiliki arti, meski begitu, ada kata-kata tertentu yang hanya terdiri dari satu suku kata seperti yang, dan, ke. Sedangkan kata yang terdiri dari dua suku kata atau lebih contohnya suka, rumah, pohon awan, dan lain-lain.

  4. Suku kata merupakan penggalan-penggalan bunyi dari kata dalam satu ketukan atau satu hembusan nafas. Kata rumah akan diucapkan ru dan mah, kata berenang akan diucapkan be,re,nang jika kedua kata itu diucapkan dengan cara sepenggal-sepenggal.

5. Rima adalah pola akhiran atau huruf vokal terakhir yang ada pada pantun.

  Rima, sajak atau persamaan bunyi pada pantun sangat mendukung baiknya lagu dan irama pantun tersebut. Pantun yang baik dari sisi lagu dan irama, jika sajak/rima pantun itu bagus pula. Pada umumnya pantun hanya memiliki rima akhir saja. Akan tetapi, jika pantun itu disusun dengan rima yang teratur akan semakin bagus didengar. Teraturnya rima pantun yang baik bukan sekedar rima akhir, tetapi juga rima tengah, jika perlu juga rima awal (Suprapto: 2009 : 7).

  6. Sampiran adalah bagian pantun yang terletak pada baris awal 1-2 yang merupakan awal dari sebuah pantun atau sampiran merupakan unsur/ sketsa/ pembayang suasana yang mengantarkan menuju isi atau maksud pantun tersebut. Menurut Suprapto (2009 : 2) sampiran pantun yaitu dua baris pertama pada pantun yang pada umumnya melukiskan atau mengemukakan keadaan alam atau apa-apa yang diambil sebagai kiasan yang tersimpul di dalam isi pantun. Akan tetapi tidak semua sampiran pantun merupakan kiasan atau perumpamaan maksud dan isi pantun.

  7. Isi adalah bagian pantun yang terletak pada baris 3-4 yang merupakan isi kandungan/pokok atau tujuan dari pantun tersebut. Menurut Suprapto (2009 :

  2) isi pantun merupakan ungkapan gagasan, pikiran, atau maksud tertentu yang hendak disampaikan oleh seseorang.

  Menurut Harun Mat Piah diakses pada Rabu, 23 Desember 2015), pantun ialah sejenis puisi pada umumnya, yang terdiri atas empat baris dalam satu rangkap; empat perkataan sebaris; rima akhir a-b-a-b, dengan sedikit variasi dan kekecualian. Tiap rangkap pantun terdiri atas dua unit, yaitu pembayang (sampiran) dan maksud (isi). Setiap rangkap melengkapi satu ide.

  Berikut Struktur Pantun menurut Harun Mat Piah yang terdiri dari : No. Struktur Teks Pantun

  1. Baris Empat baris dalam 1 rangkap

  2. Kata Terdiri dari 4-8 suku kata

  3. Rima Akhir a-b-a-b

  4. Sampiran 1)Apa guna orang bertenun 2) Untuk membuat pakaian adat

  5. Isi 1) Apa guna orang berpantun 2) Untuk memberi petuah amanah

  6. Ide Berpantun berguna untuk memberi petuah dan amanah Dari kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan struktur pantun terdiri dari baris, kata, rima, sampiran, isi dan ide.

2.2.2.2 Makna Pantun

  Makna menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2000 : 703) yaitu maksud pembicara, penulis atau pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan. Makna adalah hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang telah disepakatu bersama oleh para pemakai bahasa sehingga dapat saling dimengerti, Cf. Brice (Nursyahraini, 2008 : 15).

  Dalam sebuah pantun terdapat nilai luhur agama, budaya, dan norma yang dianut masyarakat. Penyampaian nilai tersebut bervariasi, ada yang melalui kelakar, sindiran, nyanyian, dan sebagainya, sehingga memunculkan anggapan bahwa pantun Melayu ada yang berisi tunjuk ajar, ada pula yang hanya hiburan belaka. Padahal, jika disimak dan diteroka, teks pantun pasti memuat nilai luhur budaya, baik untuk menyindir, membujuk, dan mendidik manusia.

  Dalam menginterpretasikan makna teks pantun tergantung pada pemahaman dan kecerdasan penerjemahnya. Secara ideal, sebuah teks pantun bersifat mengingatkan, memberi tunjuk ajar, dan memberi nasihat. Hal ini sesuai dengan ungkapan yang meny ebutkan “hakikat pantun menjadi penuntun”. Melalui pantun, tunjuk ajar disebar luaskan, diwariskan dan dikembangkan. Melalui pantun pula nilai-nilai luhur dikekalkan dan disampaikan kepada anggota masyarakatnya. Setiap pantun pada hakekatnya mengandung nilai-nilai luhur.

2.2.3 Pantun Bima (patu Mbojo)

  Pantun Bima (patu Mbojo) adalah jenis sastra lisan Bima yang masih berkembang sampai sekarang, dari pelosok desa sampai masyarakat kota. Dalam proses sosialisasi masyarakat, seperti acara perkawinan, menanam padi atau menanam bawang dan kegiatan lain yang menyangkut hiburan masyarakat, pantun Bima memiliki porsi tertentu. (Malingi, 2010 : 13). Pantun Bima adalah sejenis puisi Bima yang tidak mengenal sampiran, tidak memiliki sajak ab-ab , jumlah baris terdiri dari tiga atau empat baris dalam satu bait, jumlah kata tidak tentu dan biasanya patu Mbojo dilagukan menggunakan biola atau gambus (Andriani, 2009 : 12).

2.2.4 Facebook

  Facebook menurut wikipedia berbahasa indonesia

  yang diluncurkan pada bulan Februari 2004, dan berkantor pusat di pengguna aktif, lebih dari separuhnya menggunakan menambahkan pengguna lain sebagai dan bertukar pesan, termasuk pemberitahuan otomatis ketika mereka memperbarui profilnya. Selain itu, pengguna dapat bergabung dengan grup pengguna dengan ketertarikan yang sama, diurutkan berdasarkan tempat kerja, sekolah atau perguruan tinggi, atau ciri khas lainnya, dan mengelompokkan teman-teman mereka ke dalam daftar seperti "Rekan Kerja" atau "Teman Dekat".

  Facebook didirikan bersama teman sekamarnya dan

  sesama mahasiswa Keanggotaan situs web ini awalnya terbatas untuk mahasiswa Harvard saja, kemudian diperluas ke perguruan lain di Boston, Situs ini secara perlahan membuka diri kepada mahasiswa di universitas lain sebelum dibuka untuk siswa sekolah menengah atas, dan akhirnya untuk setiap orang yang berusia minimal 13 tahun.

  Meski begitu, menurut survei bulan Mei 2011, ada 7,5 juta anak di bawah usia 13 tahun yang memiliki akun facebook dan 5 juta lainnya di bawah 10 tahun, sehingga melanggar persyaratan layanan situs ini.

  Studimenempatkan facebook sebagai layanan jejaring sosial yang paling banyak digunakan menurut jumlah pengguna aktif bulanan di seluruh menempatkannya di daftar "terbaik" akhirdengan komentar, "Bagaimana caranya kita menguntit mantan kekasih kita, mengingat ulang tahun rekan kerja kita, mengganggu teman kita, dan bermain memperkirakan facebook memiliki 138,9 juta pengunjung bulanan di AS pada Mei 2011. Menurut Social Media Today pada April 2010, sekitar 41,6% penduduk Amerika Serikat memiliki akun facebook. Meski begitu, pertumbuhan pasar

facebook mulai turun di sejumlah wilayah dengan hilangnya 7 juta pengguna aktif

di Amerika Serikat dan Kanada pada Mei 2011.

  Nama layanan ini berasal dayang diberikan kepada mahasiswa pada tahun akademik pertama oleh beberapa pihak administrasi universitas di dengan tujuan membantu mahasiswa mengenal satu sama lain. memungkinkan setiap orang berusia minimal 13 tahun menjadi

  facebook pengguna terdaftar di situs ini.

2.2.5 Pembelajaran Sastra di SMA

  Pembelajaran adalah suatu upaya yang dilakukan oleh seseorang guru atau pendidik untuk membelajarkan siswa yang belajar. Pada pendidikan formal (sekolah), pembelajaran merupakan tugas yang dibebankan kepada guru, karena guru merupakan tenaga profesional yang dipersiapkan untuk itu. (Tim Pengembangan MKDP, 2011 : 128).

  Romiszowki (dalam Bentarimasa, 2015 : 21) pembelajaran merupakan proses parubahan perilaku dalam konteks pengalaman yang memang sebagian besar telah dirancang. Menurut Susanto pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang paling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran. Selanjutnya menurut Istiqomah adalah upaya yang membelajarkan siswa yaitu dalam pembelajaran terdapat kegiatan memilih dan menetapkan metode untuk mencapai pengajaran yang diinginkan.

2.2.5.1 Tujuan Pembelajaran Sastra

  Menurut Gani (dalam Bentarimasa, 2015 : 22) pelaksanaan pembelajaran sastra mempunyai tujuan khusus yaitu :

  1. Mengembangkan kenikmatan dan keterampilan membaca dan menafsirkan karya sastra dan memperkenalkan siswa dengan sejumlah karya sastra yang signifikan.

  2. Pengenalan tradisi karya sastra dan peranannya dalam sejarah kemanusiaan.

  3. Pengembangan standar dan cipta rasa terhadap karya sastra.

  4. Perangsangan terhadap potensi-potensi karya sastra yang sesuai dengan selera masyarakat.

  5. Peningkatan pengertian siswa tentang pentingnya karya sastra sebagai kemekaran wawasan terhadap masalah-masalah pribadi dan sosial.

2.2.5.2 Bahan Ajar Sastra

  Tujuan dan manfaat di atas dapat tercapai jika diadakan pemilihan bahan ajar yang sesuai dengan tingkat siswa SMA. Bahan pengajaran yang disajikan kepada para siswa harus sesuai dengan kemampuan, merupakan upaya yang membutuhkan waktu yang cukup lama, dari keadaan tidak tahu menjadi tahu, dari yang sederhana sampai yang rumit atau memerlukan suatu tahapan. Sesuai dengan tingkat kemampuan para siswa dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkat kesukarannya dan kriteria-kriteria tertentu lainnya. Tanpa adanya kesesuaian antara siswa dengan bahan yang diajarkan, maka pelajaran yang disampaikan akan gagal.

  Pada Sekolah Menengah Atas (SMA) bahan ajar yang diterapkan dapat berupa: naskah drama, puisi, cerpen dan novel. Bahan ajar yang diterapkan tersebut telah sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tingkat SMA yaitu dengan kompetensi menemukan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik (naskah drama, puisi, cerpen, dan novel).

BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan cara-cara, strategi untuk memahami realitas,

  langkah-langkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab akibat berikutnya (Ratna, 2010 : 84). Tentunya metode yang digunakan adalah metode yang sesuai dengan objek yang dikaji. Metode yang digunakan dalam sebuah penelitian mencakup 3 hal, yaitu : (1) metode pengumpulan data, (2) metode analisis data, dan (3) metode penyajian analisis data. Sebelum peneliti membahas metode penelitian, terlebih dahulu peneliti menjelaskan mengenai jenis dan sumber data.

  3.1 Jenis Penelitian

  Penelitian ini termasuk penelitian yang bersifat kualitatif deskripsi yang ingin menggambarkan struktur dan makna pantun Bima dalam Grup “Patu Cambe

  Bima-Dompu NTB ” di Facebook.

  3.2 Data dan Sumber data

  Data dalam penelitian ini adalah data tertulis yaitu pantun-pantun yang ada dalam grup “Patu Cambe Bima-Dompu” di Facebook. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari situs Data diperoleh melalui akun pribadi peneliti.

  3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

3.3.1 Teknik Observasi

  Menurut Margono (dalam Tanzeh, 2009 : 58) yaitu pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian.

  Menurut Arikunto, observasi adalah kegiatan pemuatan perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakan seluruh alat indera. Sedangkan menurut Riyanto (Tanzeh, 2009 : 58) mengemukakan bahwa observasi adalah metode pengumpulan data yang menggunakan pengamatan terhadap objek penelitian yang dapat dilaksanakan secara langsung maupun tidak langsung. Dalam hal ini, yang diobservasi dalam penelitian adalah pantun-pantun Bima yang ada dalam Grup “Patu Cambe Bima-Dompu NTB” di Facebook yang akan dianalisis struktur dan maknanya.

3.3.2 Metode Dokumentasi