Kamis, 21 Maret 2013 Secara geografis, Semenanjung Arab itu terletak di bagian barat daya benua Asia. Semenanjung ini berbatasan masing-masing: di sebelah utara dengan Irak dan Suriah; di sebelah selatan dengan Samudera Hindia; di sebelah timur dengan Teluk Persia dan Laut Oman; di sebelah barat dengan Laut Merah. Kawasan Semenanjung Arab ini sebagian besar terdiri dari gurun yang terhampar luas di tengah-tengah Semenanjung. Secara keseluruhan, iklim Semenanjung Arab sangat panas dengan suhu udara yang sangat tinggi. Pada umumnya para ahli sejarah membedakan bangsa Arab menjadi dua golongan besar, yaitu suku bangsa Arab Baidah (yang telah lenyap) dan bangsa Arab Baqiyah (yang masih ada). Bangsa Arab Baidah. Bangsa Arab Baidah ini telah ada jauh sebelum Islam. Sejarah keberadaan mereka sangat sedikit yang dapat diketahui. Selama ini, cerita tentang mereka diketahui dari kitab-kitab Samawi, terutama Al-Qur’an dan syair Arab Jahili, seperti cerita tentang kauma *Ad dan kaum Samud. Menurut suatu keterangan, semula bangsa Arab Baidah ini mendiami daerah Babil di kawasan Asia kecil, kemudian mereka pindah ke Semenanjung Arab bagian utara. Bangsa Arab Baidah terdiri dari kabilah-kabilah, antara lain kabilah Ad, Samud, Tasm, Amaliqah, dan Jadis. Mereka inilah yang diduga keturunan asli dari bangsa Semit. Bangsa Arab Baqiyah. Oleh para ahli sejarah bangsa Arab Baqiyah dibedakan menjadi dua golongan, yaitu bangsa Arab Aribah atau Arab Qahtaniyah dan Arab Musta’rabah (Muta’arribah) atau Adnaniyah. Arab Aribah adalah keturunan dari Qahtan yang di dalam Taurat disebut Yaqzan. Mereka mendiami wilayah Yaman. Kabilah-kabilah Arab Aribah ini antara lain adalah kabilah Jurhum, Kahlan, dan Himyar. Menurut catatan sejarah, mereka pernah berjaya mendirikan kerajaan-kerajaan besar yang melahirkan kebudayaan dan peradaban tinggi di zamannya. Arab musta’rabah atau Muta’arribah adalah keturunan Nabi Ismail AS. Mereka mendiami kawasan Hedzjaz. Disebut Musta’rabah atau Muta’arribah karena nenek moyang mereka yang pertama, Nabi Ismail AS, tidak berbahasa asli Arab, melainkan berbahasa Ibrani atau Suryani. Kemudian mereka disebut pula Adnaniyah karena salah seorang dari keturunan Nabi Ismail AS ada yang bernama Adnan. Sejarah Bangsa Arab. Menurut sejarah, Nabi Ibrahim AS membawa istrinya, Siti Hajar, dan putranya, Ismail AS, ke Mekah. Ismail dan ibunya menetap di Mekah dan hidup membaur dengan kabilah Jurhum dari Bani Qahtan yang lebih dulu menetap di wilayah ini. Dari kabilah Jurhum inilah Ismail AS mengenal bahasa Arab. Setelah dewasa, Ismail AS menikah dengan salah seorang putri dari kabilah Jurhum tersebut dan dikaruniai 12 orang anak. Dari mereka inilah lahir suku *Kuraisy dan Nabi Muhammad SAW berasal. Ditinjau dari segi daerah tempat tinggal, bangsa Arab itu dapat dibedakan menjadi penduduk pedalaman dan penduduk perkotaan. Penduduk pedalaman tidak mempunyai tempat tinggal permanen atau perkampungan tetap. Mereka adalah kaum nomad yang hidup berpindah-pindah dari suatu daerah ke daerah lain. Mereka berpindah-pindah dengan membawa binatang ternak untuk mencari sumber mata air dan padang rumput. Adapun penduduk perkotaan sudah mempunyai tempat kediaman permanen di kota-kota. Mata pencarian mereka adalah berdagang dan bertani. Mereka sudah mempunyai kecakapan berdagang dengan baik dan cara bertani yang cukup maju. Bangsa Arab hidup berkabilah-kabilah, baik yang nomad maupun yang menetap. Oleh karena itu, perselisihan dan pertentangan selalu terjadi. Menjelang kelahiran Islam, dunia Arab merupakan wilayah yang dilanda peperangan terus-menerus. Agama Bangsa Arab. Bangsa Arab sebelum Islam sudah menganut agama yang mengakui Allah SWT sebagai Tuhan, suatu kepercayaan yang diwarisi dari Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS. Al-Qur’an mengakui dan menyebut ajaran agama yang dibawa oleh Nabi Ibrahim AS tersebut dengan sebutan hanif, yaitu keyakinan yang mengakui keesaan Allah SWT, Tuhan pencipta dan pengatur alam semesta. Tetapi lama-kelamaan keyakinan yang dianut oleh bangsa Arab itu semakin tidak murni seperti yang diajarkan Nabi Ibrahim AS. Takhayul telah menodai kemurniaan akidah agama hanif tersebut, hingga akhirnya sampai pada penyimpangan yang menyekutukan Allah SWT. Kepercayaan yang menyimpang dari agama hanif itu terkenal dengan sebutan agama Wasaniyah (berhala), yaitu agama yang menyekutukan Allah SWT. Agama ini mengadakan penyembahan kepada ansab (batu yang belum mempunyai bentuk) dan asnam (semua jenis patung yang tidak terbuat dari batu). Bangsa Arab Jahiliah itu masih mengakui Allah Yang Maha Agung, tetapi mereka merasakan adanya jarak yang jauh antara Tuhan dan manusia. Manusia dipandang tidak mungkin berhubungan langsung dengan-Nya. Oleh karena itu, diciptakanlah patung-patung berhala sebagai perantara. Dari masa ke masa patung berhala semakin berkembang. Masing-masing kabilah dan keluarga mempunyai berhala kesayangan yang disimpan di dalam rumah dan disembah pada waktu-waktu tertentu. Diantara sekian banyak berhala itu ada beberapa berhala yang terkenal diletakkan di sekeliling Ka’bah seperti Hubal, Manata, Lata, dan Uzza. Pada peristiwa Fath Makkah (penaklukan kota Mekah) oleh Nabi Muhammad SAW dari pusat kekuasaannya di Madinah, berhala-berhala yang ada di sekeliling Ka’bah dihancurkan oleh Rasulullah SAW dan tentara muslimin. Tidak semua bangsa Arab Jahiliah itu menganut agama Wasaniyah. Ada juga kabilah yang menganut agama Yahudi dan Nasrani. Bangsa Arab Aribah atau Qathaniyah yang berdomisili di wilayah selatan Semenanjung Arab telah berjaya mendirikan kerajaan-kerajaan besar. Mereka membangun kota-kota dan mendirikan istana-istana megah dengan arsitektur yang sangat tinggi mutunya. Mereka juga sudah mampu mengolah pertanian dengan sistem irigasi, ahli dalam seni ukir terutama memahat patung, ahli ilmu nujum atau perbintangan, mempunyai angkatan perang yang tangguh, dan mengadakan hubungan dagang dengan kerajaan-kerajaan tetangga. Bukti Arkeologis. Sebagian bukti material dari kebudayaan dan peradaban bangsa Arab zaman lampau itu telah ditemukan dan dapat disaksikan hingga kini, seperti puing-puing bangunan Bendungan Ma’arib yang dibangun pada masa Kerajaan Saba di Yaman, bangunan suci Ka’bah yang dibangun kembali oleh Nabi Ibrahim AS di Mekah, dan patung-patung dan benda-benda peninggalan sejarah lainnya. Bangsa Arab Jahiliah, terutama yang mendiami daerah Hedzjaz juga mempunyai aspek budaya nonmaterial. Di kalangan bangsa Arab itu terdapat para pujangga dan penyair ulung, penutur cerita prosa, ahli pidato, ahli peribahasa, tukang tenung, peramal, dan penunggang kuda yang tangkas. Tetapi karena hidup berkabilah-kabilah, diantara kabilah-kabilah itu selalu terjadi permusuhan dan peperangan yang berkepanjangan. Bangsa Arab Jahiliah tidak terikat dengan norma-norma atau aturan moral yang ketat. Perbuatan-perbuatan seperti minum arak, berjudi, berzina, mencuri, dan merampok dipandang sebagai hal yang lumrah. Kaum wanita dipandang sangat rendah dan dianggap sebagai harta yang dapat diwariskan maupun diperjualbelikan. Bahkan ada kabilah tertentu yang membenarkan norma untuk mengubur anak perempuan hidup-hidup sebab memelihara anak perempuan sampai dewasa dipandang sebagai beban dan dapat menimbulkan aib bagi kabilahnya. Kontributor : Dra. Mariam, M.A./Subpok Arab Sumber: Ensiklopedi Islam Bangsa Arab (bahasa Arab: عرب; 'Arab) adalah salah satu dari suku bangsa Semitik yang mayoritas adalah penduduk di Dunia Arab, baik di Asia Barat maupun Afrika Utara, serta sebagian minoritas penduduk di Iran, Turki serta komunitas diaspora lainnya di berbagai negara. Seseorang umumnya dianggap sebagai Arab terlihat dari latar belakang mereka, baik secara suku, bahasa, maupun budayanya.[24][25] Secara politis, orang Arab adalah mereka yang berbahasa ibu Arab dan keturunan Arab pula.[26] Selain di Iran dan Turki, juga terdapat sejumlah besar diaspora Arab di Amerika dan Eropa.
Berdasarkan ajaran Ibrahim, bangsa Arab dihubungkan dengan Isma'il; sedangkan beberapa penulis sejarah dan nasab beranggapan bahwa bangsa Arab berasal dari Ya'rab, yang mana keduanya tidak dapat dipastikan dari perspektif sejarah. Dalam sejarah, penyebutan paling awal istilah Arab ditemukan pada naskah Assyria dari abad ke-9 SM; yang menurut pendapat kebanyakan peneliti, dalam bahasa Suryani dan beberapa bahasa Semit lainnya artinya adalah "orang-orang gurun (badui)".[27] Menurut bahasa, ʻArab artinya padang pasir, tanah gundul dan gersang yang tiada air dan tanamannya. Sebutan dengan istilah ini sudah diberikan sejak dahulu kala kepada jazirah Arab, sebagaimana sebutan yang diberikan kepada suatu kaum yang disesuaikan dengan daerah tertentu atau nama dari leluhur terdahulu, lalu mereka menjadikan namanya sebagai tempat tinggal.
Kata Arab pertama kali muncul pada abad ke-9 sebelum masehi. Bangsa Arab tidak selalu terdiri orang-orang Islam, tetapi juga orang Kristen dan Yahudi. Beberapa buktinya adalah adanya perabadan Nabath yang didirikan oleh bangsa Arab beragama Kristen. Pada zaman modern ini, seseorang dikatakan berbangsa Arab bila memenuhi tiga syarat sebagai berikut:
Bendera Persatuan Arab Habib Hassan Touma[30] mengungkapkan bahwa orang Arab merupakan "orang yang memiliki kebangsaan Arab, yang memakai bahasa Arab, dan memiliki pengetahuan tentang Arab secara keseluruhan". Sementara itu Liga Arab pada tahun 1946 menyatakan bahwa orang Arab adalah "yang memiliki kebangsaan negara di dunia Arab, berbahasa dan menuturkan bahasa Arab dan peduli terhadap nasib bangsa Arab". Bangsa Arab pada abad 4-6 M. Bangsa Semit pada awalnya membangun peradaban di Mesopotamia dan Syria, kemudian perlahan-lahan mereka kehilangan dominasi politik mereka disebabkan serangan dari bangsa nomad Semit dan bangsa non Semit. Bangsa Aram, Akkadia, Asiria, dan Minean berbicara dalam bahasa yang hampir sama dengan bahasa Semit. Akhirnya, bangsa Semit kehilangan kekuasaannya tepat pada serangan Persia dan kedatangan bangsa Yunani pada 330 SM. Setelah penyerangan itu, bangsa Semit berdiaspora ke segala bagian. Kebanyakan dari suku bangsa ini berpindah ke daerah selatan dan daerah utara, di mana bangsa Arab akan berkembang disana. Bangsa Arab di Utara membangun sebuah peradaban yang dinamakan peradaban Arab Nabatea. Kemudian, Arab bagian Selatan membentuk kafilah-kafilah yang tersebar. Kafilah-kafilah ini kemudian membentuk sebuah kerajaan di daerah Yaman, yang disebut oleh bangsa Yunani sebagai Arabia Felix yang berarti "kawasan Arab yang beruntung". Pada masa Sassanid, Kekaisaran Romawi menguasai daerah Syam yang kemudian disebut Arab Petra. Bangsa Romawi menyebut daerah gurun di Timur Dekat ini sebagai Arabi. Dan pada awal abad pertama masehi, Kaum Ghassan dari Yaman berpindah ke daerah Syam. Kaum Ghassan, Lakhm dan Kindah menjadi kabilah-kabilah yang terakhir kali berpindah ke Arab Petra. Kabilah Ghassan kemudian berpindah ke daerah Syria, dan tinggal di kawasan Hurran dan daerah Levantine (Lebanon, Palestina). Bangsa Ghassan menguasai Syria sampai kedatangan kaum Muslimin di sana. Sementara itu, kaum Lakhm bermukim di daerah pertengahan Sungai Tigris. Mereka bersekutu dengan Sassanid untuk melawan Kekaisaran Bizantium dan Kabilah Ghassan. Mereka kemudian mengontrol daerah Arab bagian Tengah. Kabilah Kindah bermigrasi ke Utara, tetapi mereka kemudian berpindah ke Bahrain dan tetap bermukim di Yaman. Arabia pra-IslamKaum Muslimin yang bermukim di Madinah mengacu pada kabilah gurun nomaden dan mereka disebut A'raab. Kata A'raab berasal dari istilah bangsa Asiria terhadap bangsa-bangsa yang pernah mereka taklukkan. Al-Qur'an tidak memakai kata ʿarab, tetapi hanya menggunakan kata sifatnya yaitu ʿarabiyyun. Al-Qur'an kemudian menjadi contoh yang sempurna bagi al-ʿarabiyya, bahasa Arab. Kata benda netral ʾaʿrāb berhubungan suku Badui Quraisy yang melawan Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam, contohnya pada surat At-Taubah, ʾaʿrābu ʾašaddu kufrān wa nifāqān "Mereka (suku Quraisy) semakin kafir dan nifaq". Berdasarkan terminologi Islam, kata ʿarab menunjukkan bahasa, dan ʾaʿrāb untuk kaum Arab Badui. Sebelum kedatangan Islam, suku Quraisy menjadi suku terkemuka di antara suku-suku lainnya di Jazirah Arab. Suku Quraisy menjadi penguasa di wilayah Makkah. Kekuasaan di Makkah terbagi menjadi para bangsawan, tetua suku, orang yang memiliki kekuatan dan pemilik harta.[31] Kedatangan di Syam dan PersiaKedatangan kaum muslimin di daerah Syam dan Persia pada abad ke-7, menyebabkan perkembangan Islam yang semakin pesat. Penduduk Qahthan dan Adnan di daerah Syam dan Persia segera masuk Islam, setelah futuh di sana. Kedatangan di SpanyolBangsa Finisi dan Kartago yang menguasai Semenanjung Iberia dan Afrika Utara pada abad ke-8 Masehi dikalahkan oleh bangsa Arab. Bangsa Arab meminta bantuan pada kaum Berber untuk menguasai Spanyol. Kemudian bangsa Arab dan kaum Berber menguasai daerah Spanyol sampai abad ke-17. Abad PertengahanPada abad Pertengahan, bangsa Arab tersebar dari ujung Teluk Persia sampai Pegunungan Pirenia. Kaum Kristen di Eropa menyebut kekhalifahan Arab Islam ini sebagai "Saracen". Kaum Kristen di Iberia menyebut umat Muslim sebagai Bangsa Moor. Ditilik dari silsilah dan cikal-bakalnya, para sejarawan membagi suku Arab menjadi tiga kelompok, yaitu:
Bangsa Arab merupakan bangsa paling kuno yang mempertahankan tradisi keluhuran mereka tanpa adanya pengaruh dari bangsa lain. Penyebabny adalah kondisi wilayah Jazirah Arab yang tertutup. Bangsa lain sulit menyerang karena sulit memasuki wilayah ini. Dalam jangka waktu yang lama, bangsa Arab telah menjadi satu-satunya bangsa yang menghuni Jazirah Arab. Berdasarkan kondisi budaya dan perbedaan dialek, bangsa Arab dibedakan menjadi bangsa Arab Utara atau Adnani dan bangsa Arab Selatan atau Qaththani.[32] Tempat kelahiran Arab 'Aribah atau kaum Qahthan adalah negeri Yaman, lalu berkembang menjadi beberapa kabilah dan suku. Dua kabilah terbesar kelompok Arab 'Aribah adalah Himyar dan Kahlan. Kabilah Himyar diantaranya memiliki suku-suku besar seperti Zaid Al-Jumhur, Qudha'ah dan Sakasik. Adapun kabilah Kahlan terdapat suku Hamadan, Anmar, Thayyi', Madzhaj, Kindah, Lakham, Judzam, Azd, Aus, Khazraj, anak keturunan Jafnah raja Syam dan lain-lainnya. Suku-suku Kahlan banyak yang hijrah meninggalkan Yaman, lalu menyebar ke berbagai penjuru Jazirah menjelang terjadinya banjir besar saat mereka mengalami kegagalan dalam perdagangan. Sebelum kedatangan Islam, bangsa Arab khususnya suku Badui tidak memiliki kepercayaan tentang agama yang memiliki landasan kebenaran. Keyakinan dan kepercayaan mereka sangat sederhana. Keyakinan yang dimiliki adalah adanya kekuatan besar yang menguasai manusia melalui jin dan setan. Pemimpin kepercayaan ini adalah para dukun dan ahli sihir. Para dukun ini bekerja dalam meramalkan masa depan, menggunakan sihir dan memakai bahasa aneh yang seperti mendengkur. Sebagian kecil penduduk beragama Nasrani dan Yahudi dan sebagian kecil lainnya meyakini tauhid.[33] Sebagian bangsa Arab Badui sebelum kedatangan Islam menganut agama berhala. Berhala-berhala yang mereka sembah di antaranya adalah Hubal, Manat, Uzza dan Latta. Agama utama orang Arab pada saat ini ialah Islam, yang terbagi atas Sunni dan Syi'ah. Bangsa Arab juga menganut agama Kristen, yang sejak abad ke-1 Masehi telah masuk ke Arab. Kebanyakan penganut Kristen tersebar di daerah Syam (Lebanon, Suriah, Yordania, dan Palestina) dan Mesir. Terdapat segelintir bangsa Arab menganut agama Yahudi, namun saat ini umumnya mereka dianggap sebagai golongan Yahudi Mizrahi, yaitu penganut agama Yahudi yang berbahasa dan berbudaya Arab. Wilayah Arab Utara pernah menjadi bagian dari banyak negara Arab. Wilayah Hijr di dekat Teluk Aqabah pernah menjadi wilayah negara Lihyaniyah. Bagian selatan dari Suriah menjadi wilayah dari negara Anbath. Di gurun Syam terdapat Kerajaan Tadmur. Di perbatasan Iran pernah terdapat kerajaan Manadzirah. Di wilayah Syam juga pernah ada Kerajaan Ghassaniyah dan di Najed pernah berdiri Kerajaan Kindah. Penemuan arkeologi memberikan penguatan informasi bahwa di Arab Selatan juga pernah ada empat negara yang memiliki peradaban. Keempatnya adalah negara Ma'in, Saba', Hadramaut dan Qatban.[31]
|