Jelaskan bagaimana upaya mengatasi tantangan posisi strategis indonesia sebagai negara maritim

Kamis, 3 November 2016

Jakarta

Jelaskan bagaimana upaya mengatasi tantangan posisi strategis indonesia sebagai negara maritim
– Sebagai negara yang berada di antara dua benua dan dua samudera, sudah seharusnya Indonesia membangun kekuatan pertahanan maritim. Hal ini diperlukan bukan saja untuk menjaga kedaulatan dan kekayaan maritim Indonesia, tetapi juga untuk menjaga keselamatan pelayaran dan keamanan maritm bagi seluruh kapal Indonesia maupun kapal-kapal dari negara lain yang berlayar melalui perairan Indonesia baik dari barat ke timur maupun dari utara ke selatan.

Demikian dikatakan Menteri Pertahanan Republik Indonesia saat membuka Seminar Internasional Industri Pertahanan pada pameran produk-produk industri pertahanan “Indo Defence 2016 Expo & Forum, Kamis (3/11) di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta. Seminar ini mendiskusikan isu-isu kerjasama internasional melalui inovasi teknologi dalam rangka keamanan maritim di kawasan.

Menhan mengatakan, Indonesia sebagai negara kepulauan di mana sebagian besar wilayahnya merupakan lautan dan terletak di posisi silang antara dua samudra dan dua benua, menjadikan keniscayaan bagi Indonesia fokus kepada pembangunan aspek kemaritiman.

Menurut Menhan, tantangan yang dihadapi di bidang keamanan maritim akan terus diwarnai oleh pencurian sumber daya alam, perompakan, terorisme, perdagangan manusia serta sengketa perbatasan. Untuk itu komunikasi yang baik antar negara sangat diperlukan agar permasalahan tersebut dapat dengan cepat terselesaikan.

Dalam hal ini, Kemhan dan TNI juga dituntut untuk mampu mengadapasi strategi militernya dalam menghadapi tantangan tersebut yakni dengan melakukan penyesuaian dalam menentukan kebutuhan dengan tantangan yang dihadapi.

Lebih lanjut Menhan mengatakan, telah menjadi komitmen pemerintah dalam kurun waktu lima tahun ini dan seterusnya, Indonesia melanjutkan program pembangunan postur pertahanan dan meningkatkan kemampuan pertahanan nasional.

Untuk mewujudkan hal diatas, maka kerjasama yang telah terjalin selama ini antara Indonesia dengan negara sahabat diharapkan dapat saling menguntungkan bagi industri pertahanan dalam negeri dan luar negeri, sehingga Indonesia akan mampu meningkatkan kemandiriannya dalam memproduksi Alutsista.

Sementara

Jelaskan bagaimana upaya mengatasi tantangan posisi strategis indonesia sebagai negara maritim
itu, Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno yang juga hadir menjadi pembicara utama dalam seminar tersebut mengatakan, Indonesia harus menjaga dan mengelola sumber daya laut dengan memberikan prioritas kepada infrastruktur dan koneksifitas maritim serta industri perkapalan termasuk peralatan pertahanan keamanan.

Untuk itu, Indonesia mengajak kepada semua mitra untuk dapat saling bekerjasama di bidang kemaritiman. “Kelautan harus bisa menyatukan kita dan bersama – sama menghilangkan sumber konflik pencurian ikan, pelanggaran kedaulatan, sengketa wilayah, perompakan dan pencemaran di laut”, tambahnya.

Hal di atas akan menjadi fokus Indonesia dalam rangka mewujudkan poros maritim dunia. Indonesia sebagai negara yang menjadi titik tumpu dua samudera memiliki kewajiban untuk membangun kekuatan pertahanan maritim yang handal dan profesional, baik dari sisi Sumber Daya Manusia (SDM) maupun perlengkapan peralatan pertahanan keamanan yang memadai dan didukung oleh kemampuan industri pertahanan yang mandiri.

“Profesionalitas SDM pada TNI menjadi kekuatan yang disegani di tingkat dunia. Kekuatan tersebut harus didukung dengan kemampuan teknologi dan ketersediaan alat peralatan pertahanan keamanan untuk menjaga wilayah udara, permukaan laut dan dibawah laut”, jelas Meneg BUMN. (BDI/SPD)

Jakarta, wapresri.go.id – Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, dimana dua per tiga luas wilayahnya berupa laut dan memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia, Indonesia memiliki potensi kemaritiman yang sangat besar. Lebih dari itu, dengan lokasi di antara dua benua, Asia dan Australia; dan dua samudera, Pasifik dan Hindia menjadikan Indonesia pada titik strategis persilangan alur lalu lintas laut yang menghubungkan benua timur dan barat.

Dari sekitar 90% perdagangan global yang diangkut melalui laut, 40% di antaranya melewati perairan Indonesia,” urai Wakil Presiden (Wapres) K.H Ma’ruf Amin yang menghadiri secara daring Musyawarah Nasional ke-II Asosiasi Pemerintah Daerah Kepulauan dan Pesisir (Aspeksindo), dari Kediaman Resmi Wapres, Jl. Dipenegoro No.2, Jakarta Pusat, Jumat (08/10/21).

Kondisi tersebut berarti, posisi Indonesia sampai kapanpun akan selalu strategis dalam peta perdagangan dunia.

“Atas dasar itulah diangkat visi Indonesia ke depan sebagai poros maritim dunia,” sebutnya.

Poros Maritim Dunia, kata Wapres bertujuan menjadikan Indonesia sebagai negara maritim yang besar, kuat, dan makmur melalui pengembalian identitas Indonesia sebagai bangsa maritim, pengawal kepentingan dan keamanan maritim, serta memberdayakan potensi maritim untuk mewujudkan pemerataan pembangunan ekonomi dan kesejahteraan Indonesia.

“Untuk mewujudkannya, pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Diperlukan peran serta berbagai pihak, baik pemerintah pusat dan daerah, masyarakat, dunia usaha, akademisi, dan juga organisasi kemasyarakatan,” paparnya.

Lebih jauh Wapres menyatakan, sejak berdiri tahun 2017, Aspeksindo telah memberikan peran penting dalam memberdayakan potensi maritim untuk mewujudkan pemerataan pembangunan Indonesia, khususnya di dalam pengembangan “ekonomi biru”, yaitu perekonomian hulu dan hilir di bidang kelautan dan perikanan secara berkelanjutan. Pemerintah pun memberikan apresiasi atas peran Aspeksindo tersebut.

“Di sektor perekonomian, Aspeksindo membangun wilayah kepulauan dan pesisir dengan menggali potensi dan keunggulan daerah untuk mendorong percepatan pembangunan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan mengembangkan ‘ekonomi biru’,” jelasnya.

Wapres mengakui tidak mudah dalam menghadapi tantangan Indonesia dalam melakukan pembangunan di tengah disrupsi global. Namun, ia optimis bangsa Indonesia mampu mencapai visi Indonesia sebagai poros maritim dunia melalui upaya kerja sama yang dilakukan antar stakeholders terkait.

“Tantangan kita sebagai bangsa tidaklah ringan. Diperlukan kolaborasi, kerja sama, sinergi, profesionalisme, serta kerja keras mengatasi berbagai tantangan pembangunan di tengah arus perubahan,” ucap Wapres.

Mengakhiri sambutannya, Wapres berharap tantangan dalam mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia dapat diatasi melalui peran Aspeksindo.

“Saya mengharapkan Aspeksindo dapat mengonversikan berbagai tantangan menjadi peluang yang dapat dimanfaatkan secara optimal dalam rangka mewujudkan visi besar kita, menjadi poros maritim dunia,” pungkasnya.

Sebelumnya, Ketua Umum Aspeksindo Abdul Gafur Masud menyampaikan harapannya dalam mewujudkan visi Indonesia menjadi poros maritim dunia, agar Aspeksindo dapat menjadi salah satu wadah silaturahmi antar daerah yang dapat bermanfaat bagi masyarakat.

“Aspeksindo menjadi wadah bangsa, penyatuan-penyatuan di luar political will, menjadi silaturahmi antar seluruh daerah. Semoga Aspeksido dapat semakin berguna untuk masyarakat dan menyatukan bangsa untuk menuju Indonesia yang maju dan berdaulat,” ucap Abdul.

Sebagai informasi, Aspeksindo merupakan organisasi kerja sama dan hubungan kemitraan antar pemerintah daerah dan kepulauan dan pesisir, serta berperan sebagai penghubung antara pemerintah daerah kepulauan dan pesisir dengan pemerintah pusat dan industri/swasta, atau pihak lain, baik di dalam dan luar negeri. Tujuannya yaitu meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat daerah dan kepulauan pesisir serta memberikan dorongan dan pemberdayaan masyarakat kepulauan dan pesisir melalui program pendidikan dan pelatihan.

Turut hadir dalam acara tersebut Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Yudo Margono, Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif, Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) Surya Chandra, Ketua Dewan Pakar Aspeksindo Rokhmin Dahuri, serta Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman. Sementara, Wapres didampingi oleh Kepala Sekretariat Wapres Mohamad Oemar, dan Staf Khusus Wapres Bambang Widianto. (DAS/SK–BPMI, Setwapres)

Jelaskan bagaimana upaya mengatasi tantangan posisi strategis indonesia sebagai negara maritim

Suatu Kajian Teknis Menyambut Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (HAKTEKNAS) 10 Agustus 2021

 Oleh

Dr. Ir. Wolter R Hetharia, M.App.Sc, FRINA

Dekan Fakultas Teknik Universitas Pattimura

Wilayah perairan (laut, sungai, danau) yang menempati 72 % dari luas permukaan bumi menunjukan peranan dan potensi SDA untuk pembangunan suatu bangsa yang terintegrasi dengan wilayah tersebut. Keberadaan wilayah ini mendukung aktifitas jalur perdagangan nasional dan internasional. Indonesia dengan status archipelago state dengan luas perairan 67% dan terletak pada posisi silang benua dan silang samudera mengambil keuntungan dari situasi ini. Berbagai aktifitas industri maritim memerlukan sapras teknik untuk menunjang eksploitasi SDA, energi dan berbagai aspek terkait lainnya. Berbagai permasalahan yang belum terselesaikan dalam kegiatan industry maritime yang memerlukan kajian lebih lanjut. Berbagai inovasi iptek sangat dibutuhkan dari kalangan ilmuan dan teknolog untuk untuk mencapai hasil yang optimal dan berkelanjutan.

Industri maritim merupakan suatu kegiatan industri berskala besar dengan berbagai aspek teknis terkait. Colton (2003) membagikan struktur industri maritim terdiri atas sektor:  desain kapal, konstruksi kapal, manufaktur bidang kelautan, operasional kapal dan reparasi kapal. Sektor ini ini ditunjang oleh industry kecil berupa jasa SDM dan servis teknik lainnya yang menyerap banyak tenaga kerja kalangan swasta, pemerintah dan perguruan tinggi terkait. Bahwa pengembangan industri maritim di Indonesia perlu ditindaklanjuti secara jelas pada era Revolusi Industri 4.0 yang menekankan pada proses revolusi teknologi manufaktur yang berpengaruh signifikan pada pola hidup dan kerja manusia. Konsep ini adalah implementasi dari berbagai operasi industri lintas bidang ilmu yang ditopang oleh teknologi informasi (TI) untuk peningkatan produktifitas dan kualitas (Plinta, 2016).

Sektor Transportasi Laut yang telah dikembangkan oleh Pemerintah Indonesia melalui program Tol Laut dan Poros Maritim Dunia sangat membantu terhadap distribusi barang dan penumpang ke berbagai wilayah di Indonesia. Namun, kebanyakan kapal kembali (return) dengan muatan (payload) yang minim yang berpengaruh pada tingginya tariff barang. Adanya peranan pemda setempat untuk menyediakan komoditi lokal untuk dieksport ke luar daerah. Masalah lain ialah minimnya peran kapal-kapal penunjang (feeder vessels) untuk mendistribusikan barang ke pelosok terpencil. Peranan kapal-kapal pelayaran rakyat (perla) harus dikembangkan oleh pihak otoritas dengan memperhatikan aspek kenyamanan dan keselamatan pelayarannya. Kapal-kapal penyeberangan (Ferry ro-ro) perlu dikaji secara cermat terkait payload dan dimensi sehingga tidak perlu subsidi pemerintah atau kapal terbengkalai yang terlihat di beberapa lokasi di Indonesia.

Exploitasi Sumberdaya Laut adalah merupakan sektor yang menjamin devisa bangsa Indonesia selama ini. Exploitasi migas di perairan Propinsi Aceh, Kaltim, Sumsel, Laut Jawa, Kepri dan Papua Barat telah berlangsung selama ini dengan melibatkan berbagai kapal dan peralatan teknis. Temuan ladang migas baru di beberapa lokasi perairan menjamin devisa masa depan Bangsa Indonsia, misalnya Blok Masela. Ironisnya sejak ditemukan beberapa tahun lalu tahapan exploitasinya belum dimulai juga. Akibat tekanan politik dengan peralihan status pengelolaan dari off-shore ke in-shore maka terjadi proses re-design dengan jalur pipeline yang memerlukan waktu, peralatan tambahan serta biaya yang besar. Kondisi perairan Blok Masela ialah rawan gempa, cekungan laut dan lokasi yang jauh dari in-shore memerlukan investasi yang sangat besar. Kondisi perairan ini berbeda dengan perairan Indonesia lainnya, mengapa tidak off-shore? Sudah terlanjur! Ketika pemakaian enersi fosil dunia sudah mulai beralih ke enersi terbarukan maka kawasan Perairan Indonesia menyediakan potensi di masa depan. Sebut saja enersi thermal, arus, gelombang laut, pasang surut, angin serta enersi surya yang melimpah memberikan jaminan untuk dieksploitasi dimana diperlukan inovasi teknologi untuk pengembangannya.

  1. Industri Perikanan Nasional

Jenis ikan yang ditemui di Perairan Indonesia ialah ikan pelagis (besar dan kecil) dan ikan demersal. Target program Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk konsumsi ikan nasional 62,5 kg/kapita/tahun, produk olahan dan eksport nasional perlu ditindak lanjuti dengan secara terpadu. Ironisnya bahwa menurut KKP 90% armada perikanan RI (544.000) didominasi oleh kapal-kapal berukuran < 30 GT di seluruh fishing ground yang diklasifikasikan menurut Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP). Beberapa permasalahan perikanan mencakup: siklus hidup ikan pelagis, periode migrasi, posisi bulan, kondisi laut, penanganan pasca-panen, ketersedian pasar dan harga jual, dimensi dan konfigurasi kapal, penggunaan alat tangkap tunggal dan manual, aspek keselamatan kapal serta masalah wabah menular belakangan ini. Solusi yang ditawarkan berupa: Penggunaan alat tangkap ganda dan mekanis untuk beberapa jenis kapal, pengalihan fishing ground, sistim deteksi jalur migrasi ikan, penanganan ikan di kapal, redesain dimensi dan konfigurasi kapal ikan, optimasi alat tangkap serta network jaringan penampungan dan pemasaran (Hetharia, 2020). Selain itu kegiatan budidaya perlu ditingkatkan untuk beberapa jenis ikan.

Issue lumbung ikan nasional (LIN) yang sedang dibahas belakangan ini belum menghasilkan ouput yang dapat diimplementasikan. Ironisnya propinsi dengan status LIN namun pada musim paceklik harga ikan yang melangit. Peningkatan jumlah armada tangkap merupakan solusi yang keliru dan berdampak pada overcatching dan pengangguran armada pada musim tertentu. Sebaiknya masalah riil yang dihadapi oleh nelayan dipelajari secara seksama untuk memperoleh solusi yang tepat. Optimalisasi alat tangkap, penggunaan alat tangkap ganda, penanganan hasil tangkapan, jaringan pemasaran serta harga dasar ikan merupakan solusi terhadap issue LIN.

  1. Aspek Safety dan Pandemi Covid-19 pada Industri Maritim

Operasional suatu kapal atau industry maritim tidak terlepas dari lingkungan laut yang dapat membahayakannya (Meadows, 2003). Faktor penyebab lainnya adalah: human error (operasional, desain, konstruksi), kebakaran dan sistim pencegah, sistim evakuasi dan penyelamat (Markle, 2003). Prosedur standart desain kapal dan bangunan laut dikemukakan oleh para pakar (Lamb, 1969; Gale, 2003; Watson, 1989; Parsons, 2003) dimana semua parameter desain dievaluasi secara cermat sebelum diputuskan untuk dibangun dan dioperasikan. Human faktor dalam desain dan operasional kapal (Calhoun, 2003) perlu dikaji untuk menghindari kesalahan dalam operasional l. Sistim kapal dan penyelamat harus mengikuti peraturan standart untuk menjamin operasional kapal dengan baik (Molland, 2008). Indonesia yang berbatasan dengan 10 negara tetangga perlu memperkuat armada kapal perangnya yang canggih dan terintegrasi terkait issue geopolitik yang memanas belakangan ini serta berbagai masalah di wilayah perairannya. Issue Pandemi Covid-19 merambah sampai pada industry maritime dimana berbagai aktifitas maritime dibatasi, termasuk angkutan penumpang, barang dan industry perikanan. Hal ini dapat diatasi dengan penerapan standart protocol kesehatan Covid-19 di berbagai kegiatan industry maritime yang berdampak pada penurunan produksi/ pendapatan.

  1. Kontribusi Fakultas Teknik Unpatti.

Sebagai bagian dari industri maritim maka perguruan tinggi terkait perlu memainkan peranan penting sesuai bidang kajiannya. Beberapa kontribusi yang disikapi oleh Fakultas Teknik Unpatti sedang berlangsung. Sebut saja, Max Rumaherang PhD dengan riset tentang enersi arus laut dan angin, Anthony Simanjuntak MT tentang enersi surya, Dr. Eliza de Fretes tentang hydrodynamika kapal-kapal cepat dan Prof. Dr. Max Tukan tentang transportasi laut. Riset tentang kapal kecil anti tenggelam dilakukan oleh penulis dan tim riset (Hetharia, 2008; Hetharia, 2017) dan riset tentang keselamatan kapal penumpang semi-displasemen (Hetharia, 2015). Sementara riset tentang inovasi kapal-kapal penumpang kecil monohull dan trimaran sedang dilakukan oleh penulis bersama tim riset mahasiswa. Riset terkait efek pandemic Covid-19 dan keselamatan kapal perikanan sedang dilaksanakan oleh penulis dan tim riset tahun 2021 yang dibiayai oleh British Council dengan dana riset Newton Fund untuk Kolaborasi riset University College London (UCL) – Institut Teknologi Surabaya (ITS) dan Fakultas Teknik Unpatti. Outcome dari kegiatan riset-riset ini akan diimplementasikan kepada para stakeholder dalam wilayah Indonesia.

Bahwa berbagai permasalahan di sekitar industri maritim di wilayah perairan Indonesia telah disampaikan beserta solusinya. Kajian-kajian riset yang sedang dibuat serta berbagai solusi yang telah dikemukakan memerlukan tindak lanjut di masa mendatang. Untuk menjawab permasalahan tersebut diperlukan kajian serta kerjasama yang terintegrasi yang melibatkan pihak otoritas dalam mewujudkan outcome industri maritim yang bermanfaat dan berkelanjutan.

Selamat Hari Teknologi Nasional ke-26 Tahun 2021

#UniversitasPattimura

#HumasUnpatti

# HAKTEKNAS2021

#UnpattiTerusBerkarya