Jelaskan apa yang dimaksud dengan hak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dalam suatu perusahaan?

Artikel ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Jumat, 30 Januari 2015.

Hak Pekerja Outsourcing

Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha.[1] Pengusaha harus memberikan hak dan kewajiban pekerja/buruh tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, warna kulit, dan aliran politik.[2]

Jika ketentuan tersebut dilanggar, pemerintah pusat atau pemerintah daerah sesuai kewenangannya mengenakan sanksi administratif kepada pengusaha,[3] yang akan diatur lebih lanjut mengenai sanksi adminisitratif tersebut dalam Peraturan Pemerintah.[4]

Menjawab pertanyaan Anda, sebagai pekerja, tentu pekerja alih daya (outsourcing) juga memiliki hak untuk bekerja. Bahkan, UU Cipta Kerja menegaskan pelindungan pekerja/buruh, upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul dilaksanakan sekurang-kurangnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan menjadi tanggung jawab perusahaan alih daya.[5]

Masih berkaitan dengan perlakuan yang sama di tempat kerja, dalam bagian konsiderans huruf d UU Ketenagakerjaan juga telah ditegaskan perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha.

Diskriminasi Ras

Selanjutnya kami akan menjawab pertanyaan Anda berikutnya soal diskriminasi warna kulit. Warna kulit merupakan salah satu ciri-ciri fisik yang dikenal sebagai ras dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis (“UU Penghapusan Diskriminasi”). Ras adalah golongan bangsa berdasarkan ciri-ciri fisik dan garis keturunan.[6]

Jika warna kulit hitam yang Anda sebutkan merupakan ciri fisik dari ras orang tersebut (bukan hitam karena kulit gelap terkena matahari), maka perbuatan General Manager (GM) Hotel yang melarang orang berkulit hitam bekerja merupakan salah satu bentuk diskriminasi ras dan etnis.

Diskriminasi ras dan etnis adalah segala bentuk pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau pemilihan berdasarkan pada ras dan etnis, yang mengakibatkan pencabutan atau pengurangan pengakuan, perolehan, atau pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam suatu kesetaraan di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya.[7]

Baca juga: Langkah Hukum Jika Dihina karena Memiliki Kulit Hitam

Masih soal diskriminasi di tempat kerja terutama menyangkut soal hak-haknya untuk bekerja, Pasal 9 UU Penghapusan Diskriminasi menyebutkan:

Setiap warga negara berhak memperoleh perlakuan yang sama untuk mendapatkan hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, tanpa pembedaan ras dan etnis.

Yang dimaksud dengan hak-hak ekonomi antara lain hak untuk:[8]

  1. berusaha mencari penghidupan yang layak di seluruh wilayah negara Indonesia;
  2. bekerja, memilih pekerjaan, memiliki kondisi kerja yang adil dan diinginkan;
  3. mendapat gaji yang pantas sesuai dengan pekerjaan dan sistem penggajian;
  4. membentuk dan menjadi anggota dari serikat pekerja;
  5. memperoleh perlindungan terhadap pengangguran; dan
  6. memiliki perumahan.

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau pemilihan berdasarkan pada ras dan etnis yang mengakibatkan pencabutan atau pengurangan pengakuan, perolehan atau pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam suatu kesetaraan di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya, dipidana penjara maksimal 1 tahun dan/atau denda maksimal Rp100 juta.[9]

Ini artinya, apabila perbuatan GM Hotel tersebut melakukan pembedaan hingga mengakibatkan pencabutan atau pengurangan pengakuan, perolehan atau pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar Anda di bidang ekonomi (untuk bekerja dan memiliki kondisi kerja yang adil), maka perbuatan tersebut merupakan tindak pidana.

Lalu bagaimana langkah hukum yang dapat Anda lakukan? Pada dasarnya jika terjadi perselisihan dalam hubungan kerja, wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat.[10] Artinya, pekerja yang berkeberatan atas perlakuan diskriminasi yang dilakukan oleh pengusaha wajib merundingkannya secara damai antara pekerja dengan pengusaha.

Jika perundingan bipartit tidak berhasil, maka salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan.[11]

Terhadap perselisihan hak yang telah dicatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang

ketenagakerjaan dilakukan mediasi.[12] Dalam hal mediasi tidak mencapai kesepakatan, salah satu pihak dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial.[13]

Dalam Perlakuan Diskriminatif Dapat Digugat di Pengadilan Industrial, Jane Hodges, Senior Labour Law Specialist dari International Labour Organization (“ILO”), menegaskan perusahaan yang melakukan segala bentuk tindakan diskriminasi dalam lingkungan kerja dapat digugat di pengadilan industrial. Tindakan diskriminasi tersebut dapat dipandang sebagai pelanggaran terhadap hak pekerja untuk diperlakukan sama berdasarkan Konvensi ILO No. 111 mengenai Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan.

Berdasarkan penelusuran kami, konvensi ini telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1999 tentang Pengesahan ILO Convention No. 111 Concerning Discrimination in Respect of Employment and Occupation (Konvensi ILO mengenai Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan).

Selain itu, jika terdapat dugaan bahwa diskriminasi tersebut dilakukan berdasarkan ras, karena hal ini merupakan tindak pidana, maka Anda dapat membuat laporan ke kepolisian yang prosedurnya dapat Anda simak dalam Mau Melaporkan Tindak Pidana ke Polisi? Begini Prosedurnya.

Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar Hukum:

[2] Penjelasan Pasal 6 UU Ketenagakerjaan

[4] Pasal 81 angka 67 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 190 ayat (2) UU Ketenagakerjaan

[5] Pasal 81 angka 20 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 66 ayat (2) UU Ketenagakerjaan

[6] Pasal 1 angka 2 UU Penghapusan Diskriminasi

[7] Pasal 1 angka 1 UU Penghapusan Diskriminasi

[8] Penjelasan Pasal 9 UU Penghapusan Diskriminasi

[9] Pasal 15 UU Penghapusan Diskriminasi

[11] Pasal 4 ayat (1) UU PPHI

[12] Penjelasan Umum angka 6 UU PPHI

Pada dasarnya, Undang-Undang Ketenagakerjaan sendiri merupakan aturan baku untuk kedua belah  pihak, baik pengusaha maupun karyawan, yang diterbitkan agar proses bisnis yang melibatkan keduanya berjalan seimbang. Tentu, dalam prakteknya, regulasi baku ini wajib jadi panduan utama terkait hak dan kewajiban masing-masing pihak. Undang-Undang ketenagakerjaan sendiri juga mengalami berbagai perubahan dan revisi sesuai dengan evaluasi yang terjadi di lapangan.

Seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa regulasi ini mengatur hak dan kewajiban masing-masing pihak, pada artikel ini akan sedikit dibahas mengenai hak kedua belah pihak. Tentu, sebagai pemilik perusahaan atau bagian HR yang berurusan langsung dengan karyawan Anda perlu memahami dan mencermati regulasi ini. Selain sebagai pengetahuan dasar dalam berbisnis, regulasi ini juga penting untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.

Hak Karyawan Perusahaan dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan

Secara singkat, perusahaan memiliki hak yang tercantum dalam uraian Undang-Undang Ketenagakerjaan, yakni dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Hak-hak tersebut antara lain adalah sebagai berikut. 1. Perusahaan berhak atas hasil dari pekerjaan karyawan. 2. Perusahaan berhak untuk memerintah/mengatur karyawan atau tenaga kerja dengan tujuan mencapai target.

3. Perusahaan berhak melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh/karyawan jika melanggar ketentuan yang telah disepakati sebelumnya.

Tiga hal di atas adalah sedikit kutipan mengenai hak yang dimiliki perusahaan atau pengusaha. Jelas, setiap poinnya memiliki penjabaran yang rinci jika dilihat pada regulasi baku yang tertulis.

Hak Karyawan Lainnya

Di sisi lain, karyawan atau pekerja juga memiliki hak yang dicantumkan dalam regulasi tersebut. Menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan, karyawan setidaknya memiliki beberapa hak berikut ini.

1. Menjadi Anggota Serikat Tenaga Kerja

Dalam regulasi disebutkan bahwa setiap karyawan berhak menjadi anggota  atau membentuk serikat tenaga kerja. Setiap karyawan diperbolehkan untuk mengembangkan potensi kerja sesuai dengan minat dan bakat. Karyawan juga mendapatkan jaminan dari perusahaan dalam hal keselamatan, kesehatan, moral, kesusilaan serta perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat berdasarkan norma serta nilai keagamaan dan kemanusiaan.

Hak ini tercantum dalam UU Nomor 13 tahun 2003 Pasal 104, terkait serikat pekerja dan UU Nomor 21 tahun 2000 mengenai serikat pekerja.

2. Jaminan sosial dan Keselamatan Kesehatan Kerja (K3)

Karyawan juga berhak mendapatkan jaminan sosial yang berisi tentang kecelakaan kerja, kematian, hari tua hingga pemeliharaan kesehatan. Sekarang ini, implementasi hak karyawan bidang jaminan sosial dan K3 adalah berupa BPJS. Anda sebagai pemilik perusahaan atau pemberi kerja wajib mendaftarkan setiap karyawan sebagai anggota BPJS dalam rangka pemenuhan hak ini.

Hak karyawan yang satu ini tercantum dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003, UU Nomor 03 tahun 1992, UU Nomor 01 tahun 1970, Ketetapan Presiden Nomor 22 tahun 2993, Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 1993 dan Peraturan Menteri Nomor 4 tahun 1993 dan Nomor 1 tahun 2998.

3. Menerima Upah yang Layak

Tercantum dalam Permen Nomor 1 tahun 1999 Pasal 1 Ayat 1, UU Nomor 13 tahun 2003, PP tahun 1981, Peraturan Menteri Nomor 01 tahun 1999 dan paling baru adalah Permenaker Nomor 1 tahun 2017.

4. Membuat Perjanjian Kerja atau PKB

Hak karyawan atau pekerja ini tercantum dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 dan juga Undang-Undang Nomor 21 tahun 2000. Karyawan yang telah tergabung dalam serikat pekerja memiliki hak untuk membuat Perjanjian Kerja yang dilaksanakan berdasarkan proses musyawarah.

5. Hak Atas Perlindungan Keputusan PHK Tidak Adil

Hak ini tercantum dalam Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Nomor SE 907/Men.PHI-PPHI/X/2004. Setiap karyawan berhak mendapat perlindungan dan bantuan dari Pemerintah melalui DInas Tenaga Kerja bilamana mengalami PHK secara tidak adil.

6. Hak Karyawan Perempuan seperti Libur PMS atau Cuti Hamil

Secara umum hak ini tercantum dalam UU Nomor 13 tahun 2003 Pasal 76 Ayat 2 yang menyatakan bahwa perusahaan atau pengusaha dilarang mempekerjakan perempuan hamil yang bisa berbahaya bagi kandungannya dan dirinya sendiri.

Selain poin tersebut, pada Pasal 82 Ayat 2 UU Nomor 13 tahun 2003 juga menyebutkan perihal hak cuti keguguran. Selanjutnya pada UU Nomor 3 tahun 1992 mengatur tentang hak biaya persalinan yang bisa didapat oleh karyawan. Pada Pasal 83 UU Nomor 13 tahun 2003 juga masih membicarakan mengenai hak karyawan perempuan yakni terkait hak menyusui. Terakhir adalah hak cuti menstruasi yang diatur dalam Pasal 81 UU Nomor 13 tahun 2003.

7. Pembatasan Waktu Kerja, Istirahat, Cuti dan Libur

Dalam UU Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 Pasal 79, hak ini dicantumkan secara jelas. Perusahaan wajib memberi waktu istirahat dan cuti pada setiap karyawan. Secara jelas misalnya, terkait waktu istirahat, disebutkan bahwa karyawan memiliki hak untuk mendapatkan istirahat antara jam kerja minimal setangah jam setelah bekerja selama empat jam.

Dengan mengetahui hak setiap pihak, tentu bisa menentukan langkah strategis dan pengambilan keputusan yang melibatkan perusahaan dan karyawan di dalamnya. Seperti misalnya dalam pengaturan pemberian hak cuti dan libur, bisa merundingkan serta mendiskusikan hak karyawan berkenaan dengan cuti dan libur.

Semoga Bermanfaat …