Isi politik balas budi atau politik etis yang sangat mempengaruhi

Isi politik balas budi atau politik etis yang sangat mempengaruhi

Isi politik balas budi atau politik etis yang sangat mempengaruhi
Lihat Foto

Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lebak, Banten

Museum Multatuli, Kabupaten Lebak, Banten.

KOMPAS.com - Tumbuhnya ruh kebangsaan Indonesia pada penduduk nusantara tidak terlepas dari kebijakan pemerintah Belanda yaitu Politik Etis (Etische Politiek).

Dikutip dari situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Politik Etis adalah pemikiran yang menyatakan pemerintah kolonial Belanda memegang hutang tanggung jawab moral bagi kesejahteraan rakyat nusantara.

Politik Etis atau Politik Balas Budi adalah pemikiran progresif yang menyatakan pemerintah Belanda mempunyai kewajiban moral menyejahterakan penduduk Hindia Belanda (Indonesia) sebab telah memberikan kemakmuran bagi masyarakat dan kerajaan Belanda.

Kebijakan Politik Etis

Politik kolonial memasuki era Politik Etis yang dipimpin oleh Menteri Jajahan Alexander WF Idenburg yang kemudian menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda (1909-1916).

Kebijakan Politik Etis membawa pengaruh besar terhadap perubahan arah kebijakan politik negeri Belanda atas negeri jajahan. Pada era ini muncul simbol baru yaitu kemajuan. 

Pembangunan infrastruktur mulai diperhatikan dengan adanya jalur kereta api Jawa-Madura. Kemajuan di Batavia dilambangkan adanya trem listrik.

Baca juga: Politik Etis: Tujuan dan Latar Belakang

Kebijakan Politik Etis dituangkan dalam program Trias van Deventer yang meliputi:

  1. Irigasi (pengairan) yaitu pembangunan dan prasarana pengairan.
  2. Imigrasi yaitu mengajak penduduk untuk transmigrasi.
  3. Edukasi yaitu membangun sarana pendidikan dan pengajaran.

Dalam bidang pertanian pemerintah kolonial memberikan perhatian pada bidang pemenuhan kebutuhan pangan dengan membangun irigasi.

Pemerintah juga melakukan emigrasi sebagai tenaga kerja murah di perkebunan-perkebunan daerah di Sumatera.

Zaman kemajuan ini terbukti dalam surat-surat RA Kartini kepada sahabatnya Ny RM Abendanon di Belanda. Hal ini merupakan inspirasi bagi kaum etis pada saat itu. Semangat era etis adalah kemajuan menuju modernitas.

Isi politik balas budi atau politik etis yang sangat mempengaruhi

Isi politik balas budi atau politik etis yang sangat mempengaruhi

Penulis: Yuda Prinada
tirto.id - 23 Sep 2021 21:55 WIB

View non-AMP version at tirto.id

Isi politik balas budi atau politik etis yang sangat mempengaruhi
Politik Etis adalah politik "balas budi" yang mengawali sejarah dimulainya era pergerakan nasional. Berikut ini tujuan, tokoh, isi, dan dampak Politik Etis.

tirto.id - Politik Etis adalah kebijakan yang dikeluarkan pemerintah kolonial Hindia Belanda sejak 17 September 1901. Politik Etis disebut pula sebagai Politik Balas Budi.

Politik Etis mengawali sejarah dimulainya era pergerakan nasional di Indonesia pada zaman penjajahan Belanda. Politik Etis bermula dari kebijakan tanam paksa.

Tahun 1830, Johannes van den Bosch yang merupakan Gubernur Jenderal Hindia Belanda kala itu, menetapkan kebijakan tanam paksa atau cultuurstelsel. Ketika aturan ini berlaku, masyarakat Indonesia dipaksa menanam komoditas ekspor demi kepentingan Belanda.

Akan tetapi, banyak penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan cultuurstelsel ini. Dampak yang ditimbulkan amat sangat menyengsarakan rakyat.

Tujuan dan Tokoh Politik Etis

Mulai muncul kritikan dan kecaman atas pelaksanaan tanam paksa, bahkan dari kalangan orang Belanda sendiri. Akibatnya, dikutip dari artikel bertajuk “Politik Etis Sebagai Awal Lahirnya Tokoh-tokoh Pergerakan Nasional" dalam website Kemendikbud, sistem tanam paksa akhirnya dihentikan pada 1863.

Baca juga:

Meskipun begitu, tanam paksa terlanjur menimbulkan kerugian besar bagi rakyat Indonesia. Maka, beberapa aktivis dari Belanda seperti Pieter Brooshooft dan C. Th. van Deventer memprakarsai digagasnya Politik Etis sebagai bentuk balas budi kepada rakyat Indonesia.

Van Deventer pertama kali mengungkapkan perihal Politik Etis melalui majalah De Gids pada 1899. Ternyata, desakan terkait ini diiterima oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda. Sejak 17 September 1901, Politik Etis pun resmi diberlakukan.

Infografik SC Politik Etis Hindia Belanda. tirto.id/Sabit

Isi Politik Etis

Politik Etis berfokus kepada desentralisasi politik, kesejahteraan rakyat, dan efisiensi. Terkait isinya, terdapat tiga program utama, yakni irigasi, edukasi, dan emigrasi.

1. Irigasi

Dalam program ini, pemerintah Hindia Belanda melakukan pembangunan fasilitas untuk menunjang kesejahteraan rakyat. Sarana dan prasarana untuk menyokong aktivitas pertanian serta perkebunan diberikan, meliputi pembuatan waduk, perbaikan sanitasi, jalur transportasi pengangkut hasil tani, dan lainnya.

Baca juga:

2. Edukasi

Melalui program edukasi, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan upaya mengurangi angka buta huruf masyarakat dilakukan. Selain itu, mulai dilaksanakan pengadaan sekolah-sekolah untuk rakyat.

Akan tetapi, berdasarkan penjelasan Suhartono dalam Sejarah Pergerakan Nasional dari Budi Utomo sampai Proklamasi 1908-1945 (2001:7), hanya laki-laki saja yang boleh mengenyam pendidikan kolonial kala itu, sedangkan perempuan belajar di rumah.

Baca juga:

3. Emigrasi

Program emigrasi diterapkan dalam rangka meratakan kepadatan penduduk di Hindia Belanda atau Indonesia. Pada 1900 saja, Jawa dan Madura telah dihuni oleh 14 juta jiwa.

Melalui kebijakan yang aktif mulai 1901 ini, didirikan pemukiman-pemukiman baru di Sumatera yang disediakan untuk tempat perpindahan rakyat dari wilayah padat penduduk.

Baca juga:

Dampak Politik Balas Budi

Awalnya, kebijakan Politik Etis memang terlihat menguntungkan rakyat Indonesia. Akan tetapi, dalam perjalanannya terjadi penyimpangan Politik Balas Budi yang dilakukan oleh orang-orang Belanda.

Dampak Negatif

Dalam program irigasi, upaya pengairan yang ditujukan untuk aktivitas pertanian tidak berjalan mulus. Air yang disalurkan ternyata hanya untuk orang-orang Belanda, sedangkan kaum pribumi seakan dipersulit sehingga menghambat kegiatan pertaniannya.

Berikutnya, dalam program edukasi, pemerintah kolonial Hindia Belanda ternyata punya niatan buruk. Mereka ingin memperoleh tenaga kerja dengan kualitas SDM tinggi namun dengan upah rendah.

Program edukasi yang awalnya ditujukan untuk semua golongan, pada kenyataannya didominasi oleh orang-orang kaya atau dari kalangan bangsawan saja sehingga terjadi diskriminasi dalam hal pendidikan.

Baca juga:

Dampak Positif

Meskipun terjadi penyelewengan yang menimbulkan dampak negatif, Politik Etis setidaknya juga menghadirkan beberapa dampak positif bagi bangsa Indonesia.

Diterapkannya Politik Etis memicu lahirnya berbagai organisasi pergerakan dan perhimpunan yang bersifat daerah maupun nasional di Indonesia. Beberapa di antaranya adalah Boedi Oetomo, Sarekat Islam, Indische Partij, dan lain-lain.

Program edukasi yang diberikan dalam Politik Etis melahirkan kaum terpelajar dari kalangan pribumi. Mereka inilah yang kemudian mengawali era pergerakan nasional dengan mendirikan berbagai organisasi yang berjuang melalui pemikiran, pengetahuan, hingga politik.

Baca juga:

Nantinya, berbagai organisasi pergerakan ini berganti wujud menjadi partai politik yang memperjuangkan kesetaraan atau merintis upaya kemerdekaan bagi Indonesia.

Politik Etis berakhir ketika Belanda menyerah dari Jepang tahun 1942 dalam Perang Asia Timur Raya atau Perang Dunia Kedua.

Tahun 1945, giliran Jepang yang kalah di Perang Dunia Kedua sehingga membuka peluang bagi bangsa Indonesia untuk menyatakan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.

Baca juga:

Baca juga artikel terkait POLITIK ETIS atau tulisan menarik lainnya Yuda Prinada
(tirto.id - prd/isw)

Penulis: Yuda Prinada Editor: Iswara N Raditya Kontributor: Yuda Prinada

© 2022 tirto.id - All Rights Reserved.

Politik Balas Budi adalah suatu pemikiran yang menyatakan bahwa pemerintah kolonial memegang tanggung jawab moral bagi kesejahteraan pribumi. Pemikiran ini merupakan kritik terhadap politik tanam paksa.

Munculnya kaum Etis yang di pelopori oleh Pieter Brooshooft (wartawan Koran De Locomotief) dan C. van Deventer (politikus) ternyata membuka mata pemerintah kolonial untuk lebih memperhatikan nasib para pribumi yang terbelakang.

Pada 17 September 1901, Ratu Wilhelmina yang baru naik tahta menegaskan dalam pidato pembukaan Parlemen Belanda, bahwa pemerintah Belanda mempunyai panggilan moral dan hutang budi (een eerschuld) terhadap bangsa pribumi di Hindia Belanda. Ratu Wilhelmina menuangkan panggilan moral tadi ke dalam kebijakan politik etis, yang terangkum dalam program Trias Politika yang meliputi:

  1. irigasi (pengairan), membangun dan memperbaiki pengairan-pengairan dan bendungan untuk keperluan pertanian
  2. Transmigrasi perpindahan penduduk dari satu tempat ketempat lainnya
  3. memperluas dalam bidang pengajaran dan pendidikan (edukasi).

Banyak pihak menghubungkan kebijakan baru politik Belanda ini dengan pemikiran dan tulisan-tulsian Van Deventer yang diterbitkan beberapa waktu sebelumnya, sehingga Van Deventer kemudian dikenal sebagai pencetus politik etis ini.

Pengaruh politik etis dalam bidang pengajaran dan pendidikan sangat berperan sekali dalam pengembangan dan perluasan dunia pendidikan dan pengajaran di Hindia Belanda. Salah seorang dari kelompok etis yang sangat berjasa dalam bidang ini adalah Mr. J.H. Abendanon (1852-1925) yang Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan selama lima tahun (1900-1905). Sejak tahun 1900 inilah berdiri sekolah-sekolah, baik untuk kaum priyayi maupun rakyat biasa yang hampir merata di daerah-daerah.

Selain dalam bidang pendidikan, kebijakan politik etis telah menghasilkan usaha-usaha untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa pribumi, seperti misalnya pembuatan irigasi, pendirian bank-kredit untuk rakyat, subsidi untuk industri pribumi dan kerajinan tangan. Sementara itu, dalam masyarakat telah terjadi semacam pertukaran mental antara orang-orang Belanda dan orang-orang pribumi. Kalangan pendukung politik etis merasa prihatin terhadap pribumi yang mendapatkan diskriminasi sosial-budaya. Untuk mencapai tujuan tersebut, mereka berusaha menyadarkan kaum pribumi agar melepaskan diri dari belenggu feodal dan mengembangkan diri menurut model Barat, yang mencakup proses emansipasi dan menuntut pendidikan ke arah swadaya.

  • (Indonesia) Semangat Kartini dan Politik Etis Diarkibkan 2005-05-07 di Wayback Machine
  • (Indonesia) Revitalisasi Keindonesiaan[pautan mati kekal]
  • (Indonesia) Semangat Kartini dan Politik Etis Diarkibkan 2005-05-07 di Wayback Machine, Pikiran Rakyat
  • (Indonesia) Osmose Budaya, Kartini dan Kreativitas Sastra

Jika anda melihat rencana yang menggunakan templat {{tunas}} ini, gantikanlah ia dengan templat tunas yang lebih spesifik.

Diambil daripada "https://ms.wikipedia.org/w/index.php?title=Politik_balas_budi&oldid=5534906"