Identifikasikan lima faktor yang dapat mempermudah atau mendorong terjadinya asimilasi

Asimilasi adalah pembauran satu kebudayaan yang disertai dengan hilangnya ciri khas kebudayaan asli sehingga membentuk kebudayaan baru.[1] Asimilisi muncul apabila ada golongan masyarakat dengan latar belakang budaya yang berbeda begaul langsung secara intensif dengan waktu yang lama.[2] Suatu asimilasi ditandai oleh usaha-usaha mengurangi perbedaan antara orang atau kelompok. Untuk mengurangi perbedaan itu, asimilasi meliputi usaha-usaha mempererat kesatuan tindakan, sikap, dan perasaan dengan memperhatikan kepentingan serta tujuan bersama.

Hasil dari proses asimilasi yaitu semakin tipisnya batas perbedaan antarindividu dalam suatu kelompok, atau bisa juga batas-batas antarkelompok. Selanjutnya, individu melakukan identifikasi diri dengan kepentingan bersama. Artinya, menyesuaikan kemauannya dengan kemauan kelompok. Demikian pula antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.

Asimilasi dapat terbentuk apabila terdapat tiga persyaratan berikut:

  • Terdapat sejumlah kelompok yang memiliki kebudayaan berbeda
  • Terjadi pergaulan antarindividu atau kelompok secara intensif dan dalam waktu yang relatif lama
  • Kebudayaan masing-masing kelompok tersebut saling berubah dan menyesuaikan diri

Faktor-faktor umum yang mendorong atau mempermudah terjadinya asimilasi antara lain faktor toleransi, kesamaan kepentingan ekonomi, simpati terhadap budaya lain dan amalgamasi.[3] Toleransi yang menghasilkan asimilasi dapat terjadi jika kelompok minoritas mampu menghilangkan identitasnya, sedangkan kelompok mayoritas mampu menerima kelompok minoritas sebagai bagian baru dari kelompoknya.[4]

Faktor penghalang

Faktor-faktor umum yang dapat menjadi penghalang terjadinya asimilasi antara lain:

  • Kelompok yang terisolasi atau terasing (biasanya kelompok minoritas)
  • Kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan baru yang dihadapi
  • Prasangka negatif terhadap pengaruh kebudayaan baru. Kekhawatiran ini dapat diatasi dengan meningkatkan fungsi lembaga-lembaga kemasyarakatan
  • Perasaan bahwa kebudayaan kelompok tertentu lebih tinggi daripada kebudayaan kelompok lain. Kebanggaan berlebihan ini mengakibatkan kelompok yang satu tidak mau mengakui keberadaan kebudayaan kelompok lainnya
  • Perbedaan ciri-ciri fisik, seperti tinggi badan, warna kulit atau rambut
  • Perasaan yang kuat bahwa individu terikat pada kebudayaan kelompok yang bersangkutan
  • Golongan minoritas mengalami gangguan dari kelompok penguasa

Masyarakat majemuk merupakan masyarakat yang paling utama menjadi tujuan dari asimilasi. Latar belakang kehidupan yang berbeda-beda membuat proses asimilasi mencapai tahap yang berbeda-beda pada masyarakat yang berbeda. Perbedaan ini menjadikan asimilasi tidak dapat dilakukan secara menyeluruh dalam seluruh aspek kebudayaan yang berlaku.[5] Asimilasi yang tidak sempurna terjadi karena masyarakat memiliki kebudayaan dan identitas yang selalu berusaha untuk dipertahankan beradaannya.[6]

  • Sosiologi
  • Konflik
  • Akulturasi
  • Komunikasi

  1. ^ Hari Poerwanto. "Asimilasi, Akulturasi, Dan Integrasi Nasional". Humaniora. 11: 29-37. ISSN 2302-9269.  Parameter |dates= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)Pemeliharaan CS1: Menggunakan parameter penulis (link)
  2. ^ "SETENGAH ABAD AMALGAMASI ANTARA ETNIS JAWA DENGAN ETNIS TEMPATAN DI DESA SIABU KECAMATAN SALO KABUPATEN KAMPAR". JOM Fisif. 2 (2): 3. 2015.  Parameter |first1= tanpa |last1= di Authors list (bantuan)
  3. ^ Gunsu Nurmansyah, Nunung Rodliyah, Recca Ayu Hapsari (2019). Pengantar Antropologi: Sebuah Ikhtisar Mengenal Antropologi. Aura Publisher. hlm. 87. ISBN 978-623-211-107-3. Pemeliharaan CS1: Menggunakan parameter penulis (link)
  4. ^ Rahman 2011, hlm. 8.
  5. ^ Rahman 2011, hlm. 9.
  6. ^ Rahman 2011, hlm. 9-10.

  1. Rahman, M.T. (2011). Glosari Teori Sosial (PDF). Bandung: Ibnu Sina Press. ISBN 978-602-99802-0-2.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Asimilasi_(sosial)&oldid=20641160"

Asimilasi adalah pembauran dua hukum budaya istiadat yang didampingi dengan hilangnya ciri khas hukum budaya istiadat asli sehingga membentuk hukum budaya istiadat baru. Suatu asimilasi ditandai oleh usaha-usaha mengurangi perbedaan selang orang atau himpunan. Untuk mengurangi perbedaan itu, asimilasi mencakup usaha-usaha mempererat kesatuan aksi, sikap, dan perasaan dengan memperhatikan keperluan serta tujuan bersama.

Hasil dari ronde asimilasi adalah semakin tipisnya ketentuan yang tidak boleh dilampaui perbedaan antarindividu dalam suatu himpunan, atau bisa juga batas-batas antarkelompok. Selanjutnya, individu melaksanakan identifikasi diri dengan keperluan bersama. Artinya, menyesuaikan kemauannya dengan kemauan himpunan. Demikian pula selang himpunan yang satu dengan himpunan lainnya.

Asimilasi dapat terbentuk apabila terdapat tiga persyaratan berikut:

  • Terdapat sejumlah himpunan yang memiliki hukum budaya istiadat tidak sama
  • Terjadi pergaulan antarindividu atau himpunan secara intensif dan dalam saat yang relatif lama
  • Hukum budaya istiadat masing-masing himpunan tersebut saling berubah dan menyesuaikan diri

Faktor-faktor

Faktor pendorong

Faktor-faktor umum yang mendorong atau mempermudah terjadinya asimilasi selang lain:

  • Toleransi di selang sesama himpunan yang tidak sama hukum budaya istiadat
  • Kesempatan yang sama dalam segi ekonomi
  • Kesediaan menghormati dan menghargai orang asing dan hukum budaya istiadat yang dibawanya.
  • Sikap membuka dari golongan yang berkuasa dalam warga
  • Persamaan dalam unsur-unsur hukum budaya istiadat universal
  • Perkawinan selang himpunan yang tidak sama cara melakukan sesuatu budi
  • Mempunyai musuh yang sama dan meyakini daya masing-masing untuk menghadapi musuh tersebut.

Faktor penghalang

Faktor-faktor umum yang dapat menjadi penghalang terjadinya asimilasi selang lain:

  • Himpunan yang terisolasi atau terasing (biasanya himpunan minoritas)
  • Kurangnya ilmu mengenai hukum budaya istiadat baru yang dihadapi
  • Prasangka negatif terhadap pengaruh hukum budaya istiadat baru. Kekhawatiran ini dapat diatasi dengan meningkatkan fungsi lembaga-lembaga kemasyarakatan
  • Perasaan bahwa hukum budaya istiadat himpunan tertentu lebih tinggi daripada hukum budaya istiadat himpunan lain. Kebanggaan berlebihan ini berakibat himpunan yang satu tidak bersedia mengakui keberadaan hukum budaya istiadat himpunan lainnya
  • Perbedaan ciri-ciri fisik, seperti tinggi badan, warna kulit atau rambut
  • Perasaan yang kuat bahwa individu terikat pada hukum budaya istiadat himpunan yang bersangkutan
  • Golongan minoritas merasakan gangguan dari himpunan penguasa

Lihat pula

  • Sosiologi
  • Konflik
  • Akulturasi
  • Komunikasi

Pustaka

  • Richard D. Alba, Victor Nee. (2003) Remaking the American Mainstream. Assimilation and Contemporary Immigration, Harvard University Press, 359 pages ISBN 0-674-01813-3
  • Andrew Armitage. (1995) Comparing the Policy of Aboriginal Assimilation: Australia, Canada, and New Zealand, UBC Press, 286 pages ISBN 0-7748-0459-9
  • James A. Crispino (1980) The Assimilation of Ethnic Groups: The Italian Case, Center for Migration Studies, 205 pages ISBN 0-913256-39-0
  • Gordon, Milton M. "Assimilation in America: Theory and Reality," in Yetman, pp. 245–258/ Originally from Daedalus, Journal of the American Academy of Arts and Sciences, Boston, Mass., vol. 90, no. 2 (Spring) 1961: 263-285.Q11.B7 [For the more thorough treatment see Assimilation in American Life: The Role of Race, Religion, and National Origins. New York: Oxford University Press, 1964.]
  • Edward Murguía (1975) Assimilation, Colonialism, and the Mexican American People, Center for Mexican American Studies, University of Texas at Austin, 124 pages ISBN 0-292-77520-2
  • Robert A. Grauman. (1951) Methods of studying the cultural assimilation of immigrants, University of London
  • Julius Drachsler. (1920) Democracy and Assimilation. The Blending of Immigrant Heritages in America, Macmillan, 275 pages
  • Zhou, Min. Segmented Assimilation: Issues, Controversies, and Recent Research on the New Second Generation. International Migration Review, Vol 31, No. 4, Special Issue: Immigrant Adaptation and Native-Born Responses in the Making of Americans. Winter 1997: 975-1008.
  • Kazal, R. A. "Revisiting Assimilation" American Historical Society. Vol. 100 April 1995.
  • Zhou, Min and Carl L. Bankston III Growing Up American: How Vietnamese Children Adapt to Life in the United States New York: Russell Sage Foundation, 1998. ISBN 978-0-87154-995-2.

Tautan luar


edunitas.com


Page 2

Asimilasi adalah pembauran dua hukum budaya istiadat yang didampingi dengan hilangnya ciri khas hukum budaya istiadat asli sehingga membentuk hukum budaya istiadat baru. Suatu asimilasi ditandai oleh usaha-usaha mengurangi perbedaan selang orang atau himpunan. Untuk mengurangi perbedaan itu, asimilasi mencakup usaha-usaha mempererat kesatuan aksi, sikap, dan perasaan dengan memperhatikan keperluan serta tujuan bersama.

Hasil dari ronde asimilasi adalah semakin tipisnya ketentuan yang tidak boleh dilampaui perbedaan antarindividu dalam suatu himpunan, atau bisa juga batas-batas antarkelompok. Selanjutnya, individu melaksanakan identifikasi diri dengan keperluan bersama. Artinya, menyesuaikan kemauannya dengan kemauan himpunan. Demikian pula selang himpunan yang satu dengan himpunan lainnya.

Asimilasi dapat terbentuk apabila terdapat tiga persyaratan berikut:

  • Terdapat sejumlah himpunan yang memiliki hukum budaya istiadat berbeda
  • Terjadi pergaulan antarindividu atau himpunan secara intensif dan dalam saat yang relatif lama
  • Hukum budaya istiadat masing-masing himpunan tersebut saling berubah dan menyesuaikan diri

Faktor-faktor

Faktor pendorong

Faktor-faktor umum yang mendorong atau mempermudah terjadinya asimilasi selang lain:

  • Toleransi di selang sesama himpunan yang berbeda hukum budaya istiadat
  • Kesempatan yang sama dalam segi ekonomi
  • Kesediaan menghormati dan menghargai orang asing dan hukum budaya istiadat yang dibawanya.
  • Sikap membuka dari golongan yang berkuasa dalam warga
  • Persamaan dalam unsur-unsur hukum budaya istiadat universal
  • Perkawinan selang himpunan yang berbeda cara melakukan sesuatu budi
  • Mempunyai musuh yang sama dan meyakini daya masing-masing untuk menghadapi musuh tersebut.

Faktor penghalang

Faktor-faktor umum yang dapat menjadi penghalang terjadinya asimilasi selang lain:

  • Himpunan yang terisolasi atau terasing (biasanya himpunan minoritas)
  • Kurangnya ilmu mengenai hukum budaya istiadat baru yang dihadapi
  • Prasangka negatif terhadap pengaruh hukum budaya istiadat baru. Kekhawatiran ini dapat diatasi dengan meningkatkan fungsi lembaga-lembaga kemasyarakatan
  • Perasaan bahwa hukum budaya istiadat himpunan tertentu lebih tinggi daripada hukum budaya istiadat himpunan lain. Kebanggaan berlebihan ini berakibat himpunan yang satu tidak bersedia mengakui keberadaan hukum budaya istiadat himpunan lainnya
  • Perbedaan ciri-ciri fisik, seperti tinggi badan, warna kulit atau rambut
  • Perasaan yang kuat bahwa individu terikat pada hukum budaya istiadat himpunan yang bersangkutan
  • Golongan minoritas merasakan gangguan dari himpunan penguasa

Lihat pula

  • Sosiologi
  • Konflik
  • Akulturasi
  • Komunikasi

Pustaka

  • Richard D. Alba, Victor Nee. (2003) Remaking the American Mainstream. Assimilation and Contemporary Immigration, Harvard University Press, 359 pages ISBN 0-674-01813-3
  • Andrew Armitage. (1995) Comparing the Policy of Aboriginal Assimilation: Australia, Canada, and New Zealand, UBC Press, 286 pages ISBN 0-7748-0459-9
  • James A. Crispino (1980) The Assimilation of Ethnic Groups: The Italian Case, Center for Migration Studies, 205 pages ISBN 0-913256-39-0
  • Gordon, Milton M. "Assimilation in America: Theory and Reality," in Yetman, pp. 245–258/ Originally from Daedalus, Journal of the American Academy of Arts and Sciences, Boston, Mass., vol. 90, no. 2 (Spring) 1961: 263-285.Q11.B7 [For the more thorough treatment see Assimilation in American Life: The Role of Race, Religion, and National Origins. New York: Oxford University Press, 1964.]
  • Edward Murguía (1975) Assimilation, Colonialism, and the Mexican American People, Center for Mexican American Studies, University of Texas at Austin, 124 pages ISBN 0-292-77520-2
  • Robert A. Grauman. (1951) Methods of studying the cultural assimilation of immigrants, University of London
  • Julius Drachsler. (1920) Democracy and Assimilation. The Blending of Immigrant Heritages in America, Macmillan, 275 pages
  • Zhou, Min. Segmented Assimilation: Issues, Controversies, and Recent Research on the New Second Generation. International Migration Review, Vol 31, No. 4, Special Issue: Immigrant Adaptation and Native-Born Responses in the Making of Americans. Winter 1997: 975-1008.
  • Kazal, R. A. "Revisiting Assimilation" American Historical Society. Vol. 100 April 1995.
  • Zhou, Min and Carl L. Bankston III Growing Up American: How Vietnamese Children Adapt to Life in the United States New York: Russell Sage Foundation, 1998. ISBN 978-0-87154-995-2.

Tautan luar


edunitas.com


Page 3

Asimilasi adalah pembauran dua hukum budaya istiadat yang didampingi dengan hilangnya ciri khas hukum budaya istiadat asli sehingga membentuk hukum budaya istiadat baru. Suatu asimilasi ditandai oleh usaha-usaha mengurangi perbedaan selang orang atau himpunan. Untuk mengurangi perbedaan itu, asimilasi mencakup usaha-usaha mempererat kesatuan aksi, sikap, dan perasaan dengan memperhatikan keperluan serta tujuan bersama.

Hasil dari ronde asimilasi adalah semakin tipisnya ketentuan yang tidak boleh dilampaui perbedaan antarindividu dalam suatu himpunan, atau bisa juga batas-batas antarkelompok. Selanjutnya, individu melaksanakan identifikasi diri dengan keperluan bersama. Artinya, menyesuaikan kemauannya dengan kemauan himpunan. Demikian pula selang himpunan yang satu dengan himpunan lainnya.

Asimilasi dapat terbentuk apabila terdapat tiga persyaratan berikut:

  • Terdapat sejumlah himpunan yang memiliki hukum budaya istiadat berbeda
  • Terjadi pergaulan antarindividu atau himpunan secara intensif dan dalam saat yang relatif lama
  • Hukum budaya istiadat masing-masing himpunan tersebut saling berubah dan menyesuaikan diri

Faktor-faktor

Faktor pendorong

Faktor-faktor umum yang mendorong atau mempermudah terjadinya asimilasi selang lain:

  • Toleransi di selang sesama himpunan yang berbeda hukum budaya istiadat
  • Kesempatan yang sama dalam segi ekonomi
  • Kesediaan menghormati dan menghargai orang asing dan hukum budaya istiadat yang dibawanya.
  • Sikap membuka dari golongan yang berkuasa dalam warga
  • Persamaan dalam unsur-unsur hukum budaya istiadat universal
  • Perkawinan selang himpunan yang berbeda cara melakukan sesuatu budi
  • Mempunyai musuh yang sama dan meyakini daya masing-masing untuk menghadapi musuh tersebut.

Faktor penghalang

Faktor-faktor umum yang dapat menjadi penghalang terjadinya asimilasi selang lain:

  • Himpunan yang terisolasi atau terasing (biasanya himpunan minoritas)
  • Kurangnya ilmu mengenai hukum budaya istiadat baru yang dihadapi
  • Prasangka negatif terhadap pengaruh hukum budaya istiadat baru. Kekhawatiran ini dapat diatasi dengan meningkatkan fungsi lembaga-lembaga kemasyarakatan
  • Perasaan bahwa hukum budaya istiadat himpunan tertentu lebih tinggi daripada hukum budaya istiadat himpunan lain. Kebanggaan berlebihan ini berakibat himpunan yang satu tidak bersedia mengakui keberadaan hukum budaya istiadat himpunan lainnya
  • Perbedaan ciri-ciri fisik, seperti tinggi badan, warna kulit atau rambut
  • Perasaan yang kuat bahwa individu terikat pada hukum budaya istiadat himpunan yang bersangkutan
  • Golongan minoritas merasakan gangguan dari himpunan penguasa

Lihat pula

  • Sosiologi
  • Konflik
  • Akulturasi
  • Komunikasi

Pustaka

  • Richard D. Alba, Victor Nee. (2003) Remaking the American Mainstream. Assimilation and Contemporary Immigration, Harvard University Press, 359 pages ISBN 0-674-01813-3
  • Andrew Armitage. (1995) Comparing the Policy of Aboriginal Assimilation: Australia, Canada, and New Zealand, UBC Press, 286 pages ISBN 0-7748-0459-9
  • James A. Crispino (1980) The Assimilation of Ethnic Groups: The Italian Case, Center for Migration Studies, 205 pages ISBN 0-913256-39-0
  • Gordon, Milton M. "Assimilation in America: Theory and Reality," in Yetman, pp. 245–258/ Originally from Daedalus, Journal of the American Academy of Arts and Sciences, Boston, Mass., vol. 90, no. 2 (Spring) 1961: 263-285.Q11.B7 [For the more thorough treatment see Assimilation in American Life: The Role of Race, Religion, and National Origins. New York: Oxford University Press, 1964.]
  • Edward Murguía (1975) Assimilation, Colonialism, and the Mexican American People, Center for Mexican American Studies, University of Texas at Austin, 124 pages ISBN 0-292-77520-2
  • Robert A. Grauman. (1951) Methods of studying the cultural assimilation of immigrants, University of London
  • Julius Drachsler. (1920) Democracy and Assimilation. The Blending of Immigrant Heritages in America, Macmillan, 275 pages
  • Zhou, Min. Segmented Assimilation: Issues, Controversies, and Recent Research on the New Second Generation. International Migration Review, Vol 31, No. 4, Special Issue: Immigrant Adaptation and Native-Born Responses in the Making of Americans. Winter 1997: 975-1008.
  • Kazal, R. A. "Revisiting Assimilation" American Historical Society. Vol. 100 April 1995.
  • Zhou, Min and Carl L. Bankston III Growing Up American: How Vietnamese Children Adapt to Life in the United States New York: Russell Sage Foundation, 1998. ISBN 978-0-87154-995-2.

Tautan luar


edunitas.com


Page 4

Asimilasi adalah pembauran dua hukum budaya istiadat yang didampingi dengan hilangnya ciri khas hukum budaya istiadat asli sehingga membentuk hukum budaya istiadat baru. Suatu asimilasi ditandai oleh usaha-usaha mengurangi perbedaan selang orang atau himpunan. Untuk mengurangi perbedaan itu, asimilasi mencakup usaha-usaha mempererat kesatuan aksi, sikap, dan perasaan dengan memperhatikan keperluan serta tujuan bersama.

Hasil dari ronde asimilasi adalah semakin tipisnya ketentuan yang tidak boleh dilampaui perbedaan antarindividu dalam suatu himpunan, atau bisa juga batas-batas antarkelompok. Selanjutnya, individu melaksanakan identifikasi diri dengan keperluan bersama. Artinya, menyesuaikan kemauannya dengan kemauan himpunan. Demikian pula selang himpunan yang satu dengan himpunan lainnya.

Asimilasi dapat terbentuk apabila terdapat tiga persyaratan berikut:

  • Terdapat sejumlah himpunan yang memiliki hukum budaya istiadat berbeda
  • Terjadi pergaulan antarindividu atau himpunan secara intensif dan dalam saat yang relatif lama
  • Hukum budaya istiadat masing-masing himpunan tersebut saling berubah dan menyesuaikan diri

Faktor-faktor

Faktor pendorong

Faktor-faktor umum yang mendorong atau mempermudah terjadinya asimilasi selang lain:

  • Toleransi di selang sesama himpunan yang berbeda hukum budaya istiadat
  • Kesempatan yang sama dalam segi ekonomi
  • Kesediaan menghormati dan menghargai orang asing dan hukum budaya istiadat yang dibawanya.
  • Sikap membuka dari golongan yang berkuasa dalam warga
  • Persamaan dalam unsur-unsur hukum budaya istiadat universal
  • Perkawinan selang himpunan yang berbeda cara melakukan sesuatu budi
  • Mempunyai musuh yang sama dan meyakini daya masing-masing untuk menghadapi musuh tersebut.

Faktor penghalang

Faktor-faktor umum yang dapat menjadi penghalang terjadinya asimilasi selang lain:

  • Himpunan yang terisolasi atau terasing (biasanya himpunan minoritas)
  • Kurangnya ilmu mengenai hukum budaya istiadat baru yang dihadapi
  • Prasangka negatif terhadap pengaruh hukum budaya istiadat baru. Kekhawatiran ini dapat diatasi dengan meningkatkan fungsi lembaga-lembaga kemasyarakatan
  • Perasaan bahwa hukum budaya istiadat himpunan tertentu lebih tinggi daripada hukum budaya istiadat himpunan lain. Kebanggaan berlebihan ini berakibat himpunan yang satu tidak bersedia mengakui keberadaan hukum budaya istiadat himpunan lainnya
  • Perbedaan ciri-ciri fisik, seperti tinggi badan, warna kulit atau rambut
  • Perasaan yang kuat bahwa individu terikat pada hukum budaya istiadat himpunan yang bersangkutan
  • Golongan minoritas merasakan gangguan dari himpunan penguasa

Lihat pula

  • Sosiologi
  • Konflik
  • Akulturasi
  • Komunikasi

Pustaka

  • Richard D. Alba, Victor Nee. (2003) Remaking the American Mainstream. Assimilation and Contemporary Immigration, Harvard University Press, 359 pages ISBN 0-674-01813-3
  • Andrew Armitage. (1995) Comparing the Policy of Aboriginal Assimilation: Australia, Canada, and New Zealand, UBC Press, 286 pages ISBN 0-7748-0459-9
  • James A. Crispino (1980) The Assimilation of Ethnic Groups: The Italian Case, Center for Migration Studies, 205 pages ISBN 0-913256-39-0
  • Gordon, Milton M. "Assimilation in America: Theory and Reality," in Yetman, pp. 245–258/ Originally from Daedalus, Journal of the American Academy of Arts and Sciences, Boston, Mass., vol. 90, no. 2 (Spring) 1961: 263-285.Q11.B7 [For the more thorough treatment see Assimilation in American Life: The Role of Race, Religion, and National Origins. New York: Oxford University Press, 1964.]
  • Edward Murguía (1975) Assimilation, Colonialism, and the Mexican American People, Center for Mexican American Studies, University of Texas at Austin, 124 pages ISBN 0-292-77520-2
  • Robert A. Grauman. (1951) Methods of studying the cultural assimilation of immigrants, University of London
  • Julius Drachsler. (1920) Democracy and Assimilation. The Blending of Immigrant Heritages in America, Macmillan, 275 pages
  • Zhou, Min. Segmented Assimilation: Issues, Controversies, and Recent Research on the New Second Generation. International Migration Review, Vol 31, No. 4, Special Issue: Immigrant Adaptation and Native-Born Responses in the Making of Americans. Winter 1997: 975-1008.
  • Kazal, R. A. "Revisiting Assimilation" American Historical Society. Vol. 100 April 1995.
  • Zhou, Min and Carl L. Bankston III Growing Up American: How Vietnamese Children Adapt to Life in the United States New York: Russell Sage Foundation, 1998. ISBN 978-0-87154-995-2.

Tautan luar


edunitas.com


Page 5

Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional dibentuk oleh Konferensi Kebudayaan di Jakarta tahun 1950 sebagai Lembaga Kebudayaan Indonesia (LKI). Sejak kongresnya di Bandung tahun 1951, namanya diubah menjadi BMKN. Kongres selanjutnya diadakan di Solo (1954), dan Bandung (1960). Merupakan sebuah badan non-politik yang disubsidi oleh pemerintah. Badan ini memberi perhatian secara langsung terhadap seni yang akhir menjadi semacam pengendali muslihat budi, karena sasaran sentralnya perkembangan kebudayaan bangsa yang menyediakan garis-garis pedoman. Anggotanya terdiri dari 120 asosiasi seni di Jawa, Sumatera dan Kalimantan, termasuk Sekolah Taman Siswa, Akademi Seni Rupa Yogyakarta (ASRI) serta yayasan-yayasan daerah. Keanggotaan BMKN secara perseorangan semakin terkonsentrasi di Jakarta. Mereka adalah para intelektual terkemuka, penulis, jurnalis, sastrawan, pelukis, para dokter, pakar hukum serta musisi.

BMKN semakin merupakan sebuah kumpulan pribadi dan organisasi yang beraneka ragam dengan perhatian-perhatian yang terpencar secara luas pada seni dan pengetahuan pengetahuan serta sering kali ideologi-ideologi yang bersaingan. Pencapaian-pencapaian BMKN terutama terletak pada promosi kesusasteraan kontemporer. BMKN juga menyumbang bahan-bahan tertulis bagi digunakan oleh media massa, radio, surat kabar harian atau majalah-majalah serta kelas-kelas seni yang disponsori di Galeri Balai Budaya. Badan ini pernah memberikan hadiah sastra kepada pengarang-pengarang Indonesia. Alamat terakhir Jl. Gereja Theresia 47, Jakarta Pusat.

Referensi

  • Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional di Ensiklopedi Jakarta

edunitas.com


Page 6

Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional dibentuk oleh Konferensi Kebudayaan di Jakarta tahun 1950 sebagai Lembaga Kebudayaan Indonesia (LKI). Sejak kongresnya di Bandung tahun 1951, namanya diubah menjadi BMKN. Kongres selanjutnya diadakan di Solo (1954), dan Bandung (1960). Merupakan sebuah badan non-politik yang disubsidi oleh pemerintah. Badan ini memberi perhatian secara langsung terhadap seni yang akhir menjadi semacam pengendali muslihat budi, karena sasaran sentralnya perkembangan kebudayaan bangsa yang menyediakan garis-garis pedoman. Anggotanya terdiri dari 120 asosiasi seni di Jawa, Sumatera dan Kalimantan, termasuk Sekolah Taman Siswa, Akademi Seni Rupa Yogyakarta (ASRI) serta yayasan-yayasan daerah. Keanggotaan BMKN secara perseorangan semakin terkonsentrasi di Jakarta. Mereka adalah para intelektual terkemuka, penulis, jurnalis, sastrawan, pelukis, para dokter, pakar hukum serta musisi.

BMKN semakin merupakan sebuah kumpulan pribadi dan organisasi yang beraneka ragam dengan perhatian-perhatian yang terpencar secara luas pada seni dan pengetahuan pengetahuan serta sering kali ideologi-ideologi yang bersaingan. Pencapaian-pencapaian BMKN terutama terletak pada promosi kesusasteraan kontemporer. BMKN juga menyumbang bahan-bahan tertulis bagi digunakan oleh media massa, radio, surat kabar harian atau majalah-majalah serta kelas-kelas seni yang disponsori di Galeri Balai Budaya. Badan ini pernah memberikan hadiah sastra kepada pengarang-pengarang Indonesia. Alamat terakhir Jl. Gereja Theresia 47, Jakarta Pusat.

Referensi

  • Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional di Ensiklopedi Jakarta

edunitas.com


Page 7

Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional dibentuk oleh Konferensi Kebudayaan di Jakarta tahun 1950 sebagai Lembaga Kebudayaan Indonesia (LKI). Sejak kongresnya di Bandung tahun 1951, namanya diubah menjadi BMKN. Kongres selanjutnya diadakan di Solo (1954), dan Bandung (1960). Merupakan sebuah badan non-politik yang disubsidi oleh pemerintah. Badan ini memberi perhatian secara langsung terhadap seni yang akhir menjadi semacam pengendali muslihat budi, karena sasaran sentralnya perkembangan kebudayaan bangsa yang menyediakan garis-garis pedoman. Anggotanya terdiri dari 120 asosiasi seni di Jawa, Sumatera dan Kalimantan, termasuk Sekolah Taman Siswa, Akademi Seni Rupa Yogyakarta (ASRI) serta yayasan-yayasan daerah. Keanggotaan BMKN secara perseorangan semakin terkonsentrasi di Jakarta. Mereka adalah para intelektual terkemuka, penulis, jurnalis, sastrawan, pelukis, para dokter, pakar hukum serta musisi.

BMKN semakin merupakan sebuah kumpulan pribadi dan organisasi yang beraneka ragam dengan perhatian-perhatian yang terpencar secara luas pada seni dan pengetahuan pengetahuan serta sering kali ideologi-ideologi yang bersaingan. Pencapaian-pencapaian BMKN terutama terletak pada promosi kesusasteraan kontemporer. BMKN juga menyumbang bahan-bahan tertulis bagi digunakan oleh media massa, radio, surat kabar harian atau majalah-majalah serta kelas-kelas seni yang disponsori di Galeri Balai Budaya. Badan ini pernah memberikan hadiah sastra kepada pengarang-pengarang Indonesia. Alamat terakhir Jl. Gereja Theresia 47, Jakarta Pusat.

Referensi

  • Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional di Ensiklopedi Jakarta

edunitas.com


Page 8

Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional dibentuk oleh Konferensi Kebudayaan di Jakarta tahun 1950 sebagai Lembaga Kebudayaan Indonesia (LKI). Sejak kongresnya di Bandung tahun 1951, namanya diubah menjadi BMKN. Kongres selanjutnya diadakan di Solo (1954), dan Bandung (1960). Merupakan sebuah badan non-politik yang disubsidi oleh pemerintah. Badan ini memberi perhatian secara langsung terhadap seni yang akhir menjadi semacam pengendali muslihat budi, karena sasaran sentralnya perkembangan kebudayaan bangsa yang menyediakan garis-garis pedoman. Anggotanya terdiri dari 120 asosiasi seni di Jawa, Sumatera dan Kalimantan, termasuk Sekolah Taman Siswa, Akademi Seni Rupa Yogyakarta (ASRI) serta yayasan-yayasan daerah. Keanggotaan BMKN secara perseorangan semakin terkonsentrasi di Jakarta. Mereka adalah para intelektual terkemuka, penulis, jurnalis, sastrawan, pelukis, para dokter, pakar hukum serta musisi.

BMKN semakin merupakan sebuah kumpulan pribadi dan organisasi yang beraneka ragam dengan perhatian-perhatian yang terpencar secara luas pada seni dan pengetahuan pengetahuan serta sering kali ideologi-ideologi yang bersaingan. Pencapaian-pencapaian BMKN terutama terletak pada promosi kesusasteraan kontemporer. BMKN juga menyumbang bahan-bahan tertulis bagi digunakan oleh media massa, radio, surat kabar harian atau majalah-majalah serta kelas-kelas seni yang disponsori di Galeri Balai Budaya. Badan ini pernah memberikan hadiah sastra kepada pengarang-pengarang Indonesia. Alamat terakhir Jl. Gereja Theresia 47, Jakarta Pusat.

Referensi

  • Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional di Ensiklopedi Jakarta

edunitas.com