Hadits yang didasarkan atas segala perkataan dan ucapan Nabi Muhammad SAW disebut hadits

Klik Untuk Melihat Jawaban


#Jawaban di bawah ini, bisa saja salah karena si penjawab bisa saja bukan ahli dalam pertanyaan tersebut. Pastikan mencari jawaban dari berbagai sumber terpercaya, sebelum mengklaim jawaban tersebut adalah benar. Selamat Belajar..#


Answered by ### on Thu, 30 Jun 2022 17:21:53 +0700 with category B. Arab and was viewed by 345 other users

Hadits yang berdasarkan atas perkataan Rasulullah SAW adalah Hadits Qauliyah (A)

Pembahasan

Umat Islam memang diwajibkan untuk menjadikan Al Qur'an dan hadits sebagai pedoman dalam menjalankan hidup di dunia. Nabi Muhammad SAW adalah nabi yang dijadikan panutan umat muslim. Pada pembahasan soal diatas, hadits Nabi Muhammad SAW merupakan segala hal yang baik, seperti ucapan, perbuatan, isyarat ataupun suatu persetujuan. Hadits juga disepakati para ulama sebagai dasar hukum yang kedua setelah kitab suci Al Qur'an. Pada pembahasan soal diatas, hadits yang berdasarkan perkataan atau ucapan Rasulullah SAW disebut dengan hadits Qauliyah.

Hadits dibagi menjadi 3 jenis yaitu :

  1. Hadits Qauliyah, merupakan hadits yang didasarkan pada perkataan Nabi Muhammad SAW.
  2. Hadits fi'liyah, merupakan hadits  yang didasarkan pada perbuatan Nabi Muhammad SAW.
  3. Hadits Taqririyah, merupakan hadits yang didasarkan pada persetujuan Nabi Muhammad SAW.

Untuk hadits yang ditinjau dari segi nilai sanadnya, terbagi menjadi 3 jenis hadits yaitu : Hadits sahih, hadits hasan dan hadits daif.

  1. Hadits sahih yang memenuhi syarat, sanadnya bersambung, bersifat jujur, memiliki akhlak yang mulia, ingatannya yang kuat, tidak fasik dan kandungan hadits tidak cacat. Serta diriwayatkan oleh perawi yang adil
  2. Hadits hasan yang sanadnya bersambung
  3. Hadits daif yang tidak memenuhi persyaratan sahih dan hasan

Pelajari lebih lanjut

  1. Materi tentang sumber dasar hukum Islam #Link#
  2. Materi tentang perbedaan hadis dan sunnah #Link#
  3. Materi tentang beberapa fungsi hadis terhadap Al-Qur'an #Link#

Detil jawaban

Kelas : X SMA

Mapel : Agama

Bab : Bab 4 - Al Qur'an dan Hadits adalah pedoman hidupku

Kode : 10.14.4

Kata kunci : Hadits rasulullah SAW, jenis - jenis hadits.

Baca Juga: Coba Buat gambar ilustrasi berdasarkan cerita yang anda buat!​


en.dhafi.link Merupakan Website Kesimpulan dari forum tanya jawab online dengan pembahasan seputar pendidikan di indonesia secara umum. website ini gratis 100% tidak dipungut biaya sepeserpun untuk para pelajar di seluruh indonesia. saya harap pembelajaran ini dapat bermanfaat bagi para pelajar yang sedang mencari jawaban dari segala soal di sekolah. Terima Kasih Telah Berkunjung, Semoga sehat selalu.

Al-Hadits-Hadits secara bahasa adalah baru atau juga kabar. Sunnah secara bahasa artinya kebiasaan. Hadits atau sunnah adalah segala hal yang berasal dari Rasulullah saw, baik berupa ucapan, perbuatan, isyarat ataupun persetujuan. Para ulama menyepakati bahwa hadits  sebagai dasar hukum yang kedua setelah Al-Qur’an. Orang yang mengingkari Hadits Nabi Muhammad saw disebut ingkar sunnah dan dinyatakan murtad. Firman Allah swt yang artinya :

“Barang siapa yang menaati rasul, sesungguhnya ia telah menaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari keta’atan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.” (Q.S. An-Nisa :80)

“Apa yang diberikan rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yan dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.” (Q.S. Al-Hasyr: 7)

a. Hadits dibagi menjadi tiga jenis yaitu sebagai berikut.

1. Qauliyah, hadits yang didasarkan pada perkataan Nabi Muhammad saw.

2. Fi’liyah, hadits  yang didasarkan pada perbuatan Nabi Muhammad saw.

3. Taqririyah, hadits yang didasarkan pada persetujuan Nabi Muhammad saw, nabi membiarkan apa yang dilakukan para sahabat atas Al-Qur’an dan hadits.

b. Fungsi hadits terhadap Al-Qur’an adalah sebagai berikut.

1. Mempertegas hukum-hukum yang telah dijelaskan dalam Al-Qur’an.

2. Memperjelas dan merinci ayat-ayat Al-Qur’an yang masih umum pengertiannya.

3. Mewujudkan suatu hukum yang tidak tercantum dalam Al-Qur’an, secara prinsip tidak bertentangan dengan Al-Qur’an.

c. Kualitas-kualitas hadits dapat dilihat dari jumlah perawinya, nilai sanadnya, ataupun segi perawi yang terakhir. Ditinjau dari segi perawinya kualitas hadits dibagi menjadi sebagai berikut.

1. Hadits mutawatir, hadits yang diriwayatkan sejumlah orang pada tiap tingkat sanadnya.

2. Hadits ahad, hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat mutawatir.

d. Ditinjau dari segi nilai sanadnya hadits dibagi sebagai berikut.

1. Hadits sahih, hadits yang memenuhi syarat, sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh perawi yang adil, jujur, berkakhlak mulia, kuat ingatan, tidak fasik dan kandungan hadits tidak cacat.

2. Hadits hasan, hadits yang bersambung sanadnya, tetapi diriwayatkan oleh orang yang derajatnya kurang sempurna.

3. Hadits daif, hadits yang tidak memenuhi syarat sahih dan hasan.

e. Ditinjau dari segi diterimanya hadits dibagi sebagai berikut.

1. Hadits maqbul yaitu hadits yang pasti diterima.

2. Hadits mardud yaitu hadits yang tidak diterima.


Selain jenis hadits di atas ada jenis hadits yang merupakan hadits yang disandarkan pada Nabi Muhammad saw, padahal itu bukan perkataan atau perbuatan dari Nabi Muhammad saw, hadits ini disebut hadits maudhu’ atau hadits palsu.


Page 2

Pengertian Sunnah

Sunnah biasanya juga disebut hadits. Menurut harfiah kata sunnah berarti adat istiadat. Menurut definisi, sunnah adalah sesuatu yang merupakan perkataan, perbuatan dan taqrir (penetapan) Rasulullah SAW. Merupakan perkataan (qauliyah) yaitu hadits-hadits Nabi SAW yang beliau sabdakan. Disebut sebagai perbuatan (sunnah fi’liyah) yaitu sesuatu yang Nabi SAW kerjakan dan yang merupakan ketetapan (taqririyah) ialah suatu perbuatan yang dikerjakan sahabat di hadapan Nabi SAW atau beliau sendiri mengetahui orang mengerjakan perbuatan tersebut namun beliau SAW berdiam diri.

Di kalangan ulama ada perbedaan pandangan mengenai hadits dan sunnah. Sunnah diartikan pada kenyataan yang berlaku pada masa Rasulullah SAW atau telah menjadi tradisi umat Islam pada waktu itu, menjadi pedoman untuk melakukan ibadah dan mu’amalah. Sedangkan hadits adalah keterangan-keterangan dari Rasulullah SAW yang sampai kepada kita.

Apabila memandang dari segi riwayat penyampaian secara lisan, sesuatu keterangan dari Rasulullah SAW menjadi hadits dengan kualitas yang bertingkat-tingkat. Ada yang kuat dan ada yang lemah. Oleh karena itu hadits belum tentu sunnah, tetapi sunnah adalah hadits.

Penulisan Hadits

Dalam sejarah, mulanya Rasulullah SAW melarang sahabatnya menulis hadits. Motifnya jelas, yaitu agar warisan Al Qur’an murni semurni-murninya secara tertulis. Namun setelah itu beliau secara khusus mengizinkannya. Kemudian memerintahkan secara umum.

Di zaman Rasulullan SAW Sunnah lebih banyak dihafal daripada ditulis. Tetapi penghafalan hadits tersebut terjamin keutuhannya dengan alasan (Said Hawa, 126-127):

  1. Rasulullah SAW dalam memantapkan ucapannya biasa mengulangi sampai tiga kali.
  2. Para sahabat biasa terdidik dengan kejujuran dan selalu menjaganya, serta sangat takut melakukan perbuatan dusta.
  3. Dizaman sahabat kedustaan sesuatu yang menyangkut diri Nabi mudah diketahui, sebab semua perbuatan Nabi diamati oleh orang banyak dan banyak sahabat yang selalu menyertai nabi kemanapun beliau pergi.
  4. Kekuatan hafalan yang mengagumkan orang Arab yang tidak ada bandingannya. Ini menjadikan kredibilitas sahabat dalam menghafal Sunnah tidak diragukan.

Kedudukan Sunnah

Sunnah merupakan sumber kedua setelah Al Qur’an. Ia berkedudukan sebagai juru tafsir dan pedoman pelaksanaan yang otentik terhadap Al Qur’an.

Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. (QS. 59:7)

Ayat tersebut menunjukkan bahwa seorang muslim selain menerima Qur’an juga harus menerima sunnah. Rasulullah SAW Rasulullah SAW bersabda:

“Aku tinggalkan padamu dua urusan, sekali-kali kamu tidak akan sesat bila berpegang pada keduanya: Al Qur’an dan Sunnah Nabi-Nya.”

Tanpa Sunnah, Al Qur’an tidak dapat difahami secara praktis. Misalnya, dalam Al Qur’an ada perintah shalat. Sunnahlah yang menjelaskan prakteknya. Begitu juga zakat, secara rinci Sunnah menjelaskan ketentuan-ketentuannya, baik persentase harta yang harus dikeluarkan ataupun pendistribusiannya. Demikian pula ajaran-ajaran lain dalam Islam. Karena itu mengikuti Kitabullah harus dengan mengikuti Sunnah Rasulullah SAW.

Barangsiapa yang menta’ati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menta’ati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara mereka. (QS. 4:80)

Selain itu, dari segi pengalaman praktis, Rasulullah SAW merupakan perwujudan dari Al Qur’an. “Akhlaqnya adalah Al Qur’an” (HR Muslim,  Ahmad dan Abu Daud). Beliau SAW merupakan teladan yang baik bagi seluruh manusia.

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. 33:21)

Berdasarkan uraian diatas maka tampak jelas antara Al Qur’an dan Sunnah tidak ada perbedaan dalam segi kewajiban taat kepada keduanya. Taat kepada Allah SWT harus taat kepada Rasul. Sebab, Rasulullah tidak akan menyuruh suatu perintah kecuali yang diperintahkan Allah SWT.

Barangsiapa yang menta’ati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menta’ati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara mereka. (QS. 4:80)

Konsekuensi taat kepada Allah SWT adalah taat kepada kitab-Nya, sedangkan konsekuensi taat kepada Rasulullah SAW adalah taat kepada Sunnahnya.

Pengertian Sunnat

Sebetulnya dalam bahasa Indonesia ketika menulis kata Sunnah dengan Sunnat tidak dapat dibedakan seperti antara kata hidayah dengan hidayat karena kata kata dalam bahasa Arab yang berakhir dengan huruf ta marbutho sering dalam bahasa Indonesia dibaca seperti huruf h atau huruf t seperti hidayah dengan hidayat tadi. Disini saya memberi istilah yang satu sunnah dan yang satu sunnat hanya untuk membedakan saja.

Sudah sepatutnya kita sebagai bangsa Indonesia bersyukur ke hadirat Allah Subhaanahu Wata’ala, karena kita ditakdirkan berbahasa Indonesia yang banyak menggunakan vocabulary banyak yang berasal dari Bahasa Arab. Dan terlebih lagi dalam istilah sunnah dalam uraian di atas (sebagai pendamping yang tidak dapat dipisah-pisahkan atau dijadikan suatu amalan yang bersendirian dari pada AlQuran). Sebagaimana pembahasan di atas yaitu seorang muslim mustahil dapat mengamalkan Al Quran saja tanpa panduan tambahan dari sunnah misalnya dalam pelasanaan perintah AlQuran dalam hal sholat.

Dalam hal sunnah yang demikian (yang penjelasnnya telah diuraikan di atas), tentu sangat berbeda dengan pengertian sunnat dalam artian sebagai salah satu klasifikasi hukum.

Bahasa Indonesia yang kita gunakan sehari-hari membedakannya dengan istilah yang agak berbeda yaitu yang pertama diberi istilah sunnah yang satu lagi diberi istilah sunnat, walaupun pada asalnya sama (dari istilah huruf Arabnya sama-sama pakai ta marbutho, seperti istilah hidayah dengan hidayat).

Khusus uantuk istilah sunnah (sebagai sesuatu yang harus diikuti sebagaimana halnya dengan Al Quran) dibedakan penulisannya dalam bahasa Indonesia dengan sunnat yang berarti sebagai salah satu dari klasifikasi hukum selain wajib, mubah haram dan makruh.

Ada pun kelima klasifikasi atau penggolongan hukum (ahkamul khomsah) atas setiap amal (perbuatan) dalam Islam adalah sbb.:

Klasifikasi Hukum Ciri -cirinya
Wajib Jika dikerjakan berpahala, dan jika ditinggalkan berdosa
Sunnat Jika dikerjakan berpahala, dan jika ditinggalkan tidak berdosa
Mubah Dikerjakan tidak berpahala, ditinggalkan tidak berdosa
Makruh Jika dikerjakan tidak berdosa, dan jika ditinggalkan berpahala
Haram Jika dikerjakan berdosa, dan jika ditinggalkan berpahala

Bahayanya Menyamakan Sunnah Dengan Sunnat

Coba bayangkan jika seseorang karena rancunya mengartikan sunnah sebagai sunnat, yang artinya sunnah itu dikerjakan berpahala dan ditinggalkan tidak berdosa, apakah ini bukan merupakah peluang buat golongan ingkar sunnah untuk berhujjah?

Kalau mereka memanfaatkan kerancuan pemahaman sunnah dengan sunnat, mereka akan bilang sunnah itu khan dikerjakan berpahala dan ditinggalkan tidak apa-apa/tidak berdosa. Kalau sudah begini upaya kita semua untuk menangkal berkembangnya paham mereka malah  jadi blunder.

Atau contoh lain jika sunnah diartikan atau disamakan dengan sunnat akan ada orang yang mengatakan sunnah itu khan ditinggalkan tidak berdosa, jadi  dalam hal sholat kita pakai Al Quran saja tidak usah dengan sunnah, kalau sudah begini bagaimana dia dapat melaksanakan sholat tanpa mengambil tuntunan sholat secara lebih jelas dan rinci yang justru didapat dari sunnah? Begitu juga dalam segala aspek kehidupan setiap ada perintah yang ada dalam Al Quran maka akan lebih rinci dan jelas jika dipandu dengan sunnah.

Jadi jika orang rancu dalam memahami posisi pentingnya sunnah, barangkali hal ini karena disebakan dia telah rancu dalam konsep pemikirannya karena tidak tahu atau tidak dapat membedakan apa itu sunnah dan apa itu sunnat.