Elang jawa adalah hewan yang dilestarikan di daerah mana

Grace Eirin Selasa, 25 Januari 2022 | 07:00 WIB

Elang jawa adalah hewan yang dilestarikan di daerah mana

Bagaimana cara dan upaya pelestarian burung elang? (Harald Hofer/Unsplash)

Bobo.id - Burung elang merupakan satwa dilindungi yang harus dilestarikan. 

Di Indonesia, kita punya burung elang Jawa yang hanya ada khususnya di Pulau Jawa. 

Burung endemis Jawa ini masuk dalam kategori terancam punah dengan status Genting (endangered).

Menurut data BirdLife International, saat ini populasi elang Jawa di alam diperkirakan hanya tersisa sekitar 300 – 500 individu dewasa.

Nah, pada pelajaran tematik kelas 4 SD tema 6, kita akan belajar mengenai bagaimana cara melestarikan burung elang. 

Yuk, cari tahu kunci jawabannya dari penjelasan berikut!

Mengapa Perlu Melestarikan Hewan Terancam Punah? 

Beberapa faktor yang memengaruhi kepunahan hewan langka antara lain, perburuan hewan liar, penebangan pohon secara liar, dan kejahatan terhadap satwa liar lainnya.

Perburuan liar adalah pengambilan hewan atau tumbuhan secara ilegal dan bertentangan dengan peraturan konservasi. 

Baca Juga: Cari Jawaban Kelas 4 SD Tema 6, Keahlian Apa yang Dimiliki Burung Elang?


Page 2

Elang jawa adalah hewan yang dilestarikan di daerah mana

josephvm/pixabay

Contoh cara melestarikan pohon jati.

Bobo.id - Tumbuhan jati dengan nama ilmiah Tectona grandis Linn. f merupakan tumbuhan penghasil kayu berkualitas tinggi.

Dengan keunggulannya tersebut, pohon jati banyak dimanfaatkan manusia untuk berbagai keperluan. 

Salah satunya dimanfaatkan sebagai bahan baku perabotan kayu berkualitas tinggi. Karena banyak digunakan, pohon jati juga harus dilestarikan. 

Nah, pada pelajaran tematik kelas 4 SD tema 6, kita akan belajar contoh cara melestarikan pohon jati. 

Yuk, simak kunci jawaban pertanyaan tersebut dari penjelasan berikut!

Cara Melestarikan Tumbuhan Jati

1. Tidak Melakukan Penebangan Liar

Penebangan liar atau disebut juga dengan illegal logging adalah penebangan hutan yang dilakukan tanpa ijin dan menyalahi kaidah hukum. 

Orang-orang yang tidak bertanggung jawab melakukan hal ini dengan alasan ingin memanfaatkan pohon sebagai bahan baku industri dan sebagainya. 

Baca Juga: Cari Jawaban Kelas 4 SD Tema 6, Manfaat Tumbuhan bagi Lingkungan Sekitar

VIVA.co.id – Salah satu spesies hewan istimewa di Indonesia adalah Elang Jawa atau yang sering disebut oleh orang Jawa sebagai alap-alap. Hewan ini harus dilestarikan karena merupakan spesies hewan langka. Kelangkaan Elang Jawa berupa lamanya masa produksi yakni hanya menghasilkan sebutir telur dalam waktu 2 sampai 3 tahun.

Elang Jawa biasa terlihat terbang di atas perkebunan teh maupun hutan-hutan sekitar. Sejauh ini keberadaan Elang Jawa memang menjadi salah satu spesies hewan endemik yang terus dijaga kelestariannya. Populasi Elang Jawa pada tahun 2016 berkisar antara 65-68 ekor. Jumlah itu memang tidak terlalu banyak meski dalam beberapa tahun terakhir diperkirakan populasinya tetap stabil dengan berkurangnya pemburuan liar.

Selain jumlahnya langka, satwa predator ini dalam keseharian juga merupakan binatang yang sensitif. Elang jawa sangat terganggu dengan suara keramaian. Karena itu, jika kita akan melihatnya harus berhati-hati dan tidak bersuara keras karena akan mengusiknya.

Karena Elang Jawa hanya bertelur sebanyak 1 butir dalam rentang waktu 2-3 tahun makan dibutuhkan suasana kondusif agar telur Elang Jawa bisa menetas sempurna. Karena kalau dia merasa terganggu ketika sedang mengerami telur, maka telurnya bisa dimakan atau dibiarkan saja tidak dierami lagi. Jika sudah demikian, maka proses produksi Elang Jawa akan terganggu dan membuat populasinya menurun.

Biasanya, sarang Elang Jawa banyak ditemukan di pohon-pohon yang dekat dengan sungai. Sedangkan pohon yang dijadikan sarang biasanya memiliki ketinggian antara 40-50 meter sehingga aman dari incaran predator pemangsa telur. Elang jawa dewasa bertubuh sedang tegap dan berbulu lebat. Ukuran tubuhnya mencapai 60-70 cm dari ujung paruh hingga ujung ekor.

Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.

  • Awal April 2021, sepasang burung elang jawa [Nisaetus bartelsi] Prabu dan Ratu mendapatkan keturunan di Taman Nasional Gunung Halimun Salak [TNGHS], Sukabumi, Jawa Barat.
  • Anak dari sepasang burung garuda itu diberi nama Prawara, dalam bahasa Sansekerta artinya paling terkemuka.
  • Di TNGHS, sejak tahun 2015 hingga 2021 tercatat ditemukan 12 sarang aktif burung ini, yaitu 9 sarang di kawasan Gunung Salak dan 3 sarang di kawasan Gunung Halimun.
  • Elang jawa merupakan jenis satwa liar dilindungi berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.

Dalam sunyi rimba Taman Nasional Gunung Halimun Salak [TNGHS], Sukabumi, Jawa Barat, Prabu dan Ratu mendapatkan keturunan penguasa langit Jawa, awal April 2021 lalu.

Prabu dan Ratu adalah sepasang elang Jawa [Nisaetus bartelsi]. Anak dari sepasang garuda itu diberi nama Prawara, dalam Bahasa Sansekerta artinya paling terkemuka, sebagaimana dikutip dari situs KLHK.

Di TNGHS, sejak tahun 2015 hingga 2021 tercatat ditemukan 12 sarang aktif burung ini, yaitu 9 sarang di kawasan Gunung Salak dan 3 sarang di kawasan Gunung Halimun.

Elang jawa merupakan satwa endemik Pulau Jawa. Posisinya dalam siklus rantai makanan berada pada kategori pemangsa puncak. Hal ini mengindikasikan pentingnya fungsi elang jawa sebagai penjaga keseimbangan ekosistem alam.

Baca: Elang Jawa, Inilah Sosok Asli Sang Garuda

Elang jawa adalah hewan yang dilestarikan di daerah mana
Elang Jawa. Foto: Harry Kartiwa/ Burung Indonesia

Berdasarkan penelitian Fadila Tamnge, Ida Ayu Ari Janiawati, dan Dini Ayu Lestari berjudul “Pendugaan Kelas Umur dan Parameter Demografi Populasi Elang Jawa” yang diterbitkan Institut Pertanian Bogor, dijelaskan bahwa elang jawa memiliki tiga kategori umur, yaitu juvenile [anak], sub adult/immature [remaja], dan adult [dewasa].

Umur membedakan ciri morfologinya. Pada anakan, cirinya warna kepala dan mahkota cokelat kayu manis, lingkaran mata abu kebiru-biruan, berbeda saat baru dilahirkan yaitu cokelat tua.

Elang jawa muda memiliki jambul, bulunya cokelat kemerahan pada wajah, dada, dan perut.

“Tengkuk, sayap, punggung, dan ekornya cokelat gelap. Matanya biru kemudian secara bertahap warnanya akan memudar menjadi kuning muda,” tulis Fadila dan kolega.

Elang jawa dewasa memiliki jambul cokelat kehitaman dengan warna putih pada ujungnya. Matanya berwarna kuning, sedangkan punggung, kepala, dan ekornya cokelat tua dengan ujung krem.

Uniknya, elang jawa dewasa betina memiliki ukuran tubuh lebih besar dan kekar dibandingkan jantannya.

Baca: Pertama Kalinya di Garuda Ini Dipasang Satelite Tracking

Elang jawa adalah hewan yang dilestarikan di daerah mana
Elang jawa di kandang edukasi Pusat Konservasi Elang Kamojang [PKEK], Kabupaten Garut, Jabar. Foto: Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

Satu pasangan setiap kawin

Elang jawa memiliki laju reproduksi rendah dan proses dewasa kelamin yang lambat. Ia hanya bertelur satu butir setiap dua tahun sekali. Hal ini disebabkan masa pengeraman, perawatan anak di sarang, dan ketergantungan burung muda terhadap induk cukup lama.

Uniknya dalam urusan kawin, penguasa langit Jawa ini dikenal monogami, yaitu satwa yang hanya memiliki satu pasangan dalam setiap musim kawin.

Ia juga salah satu satwa yang memiliki sifat antagonistik dengan manusia. Hal tersebut terbukti dengan kecenderungan elang jawa dalam memilih preferensi habitat.

“Pada umumnya, habitat elang jawa sukar dicapai meski tidak selalu jauh dari lokasi manusia. Jenis ini sangat tergantung dengan keberadaan hutan primer sebagai tempat hidupnya,” tulis penelitian itu.

Walaupun demikian, beberapa kali ditemukan jenis ini menggunakan hutan sekunder untuk berburu mangsa. Namun, sering letak hutan sekunder tersebut dekat dengan hutan primer yang luas.

“Satwa ini soliter sehingga jarang ditemukan dalam kelompok besar. Elang jawa memiliki daya jelajah hingga 20-30 kilometer, sehingga penentuan jumlah populasinya cukup sulit dilakukan.”

Baca: Penurunan Populasi Satwa Dilindungi: Suramnya Nasib Penghuni Hutan Jawa

Elang jawa adalah hewan yang dilestarikan di daerah mana
Elang Jawa. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia

Risiko kepunahan

Di Jawa Tengah, Gunung Merapi merupakan habitat elang jawa. Dari Jurnal Ilmu Kehutanan berjudul “Risiko Kepunahan Keanekaragaman Hayati di Taman Nasional Gunung Merapi: Tinjauan Spasial” yang dibuat oleh Hero Marhaento, Lies Rahayu Wijayanti Faida [2015] dijelaskan bahwa, tingginya aktivitas vulkanik Gunung Merapi dan besarnya tekanan masyarakat terhadap kawasan menyebabkan keanekaragaman hayati di sekitar kawasan ini berisiko terancam punah. Termasuk burung endemik jawa tersebut.

Hero dan kolega melakukan analisis risiko menggunakan analisis spasial dengan perangkat lunak ArcGIS 10.1. Hasilnya diketahui bahwa kawasan Taman Nasional Gunung Merapi [TNGP] memiliki kawasan dengan tingkat risiko tinggi seluas 2185.6 ha [35, 6%], risiko sedang seluas 3910, 1 ha [63, 6%], dan risiko rendah seluas 49, 8 ha [0, 8%].

“Wilayah yang berisiko tinggi berada di wilayah Resort Pengelolaan Taman Nasional [RPTN] Dukun Kabupaten Magelang, RPTN Turi-Pakem Kabupaten Sleman, dan RPTN Kemalang Kabupaten Klaten,” tulis mereka.

Sementara itu, dari segi interaksi sosial elang jawa tergolong satwa yang rentan terhadap gangguan manusia. Terutama faktor perburuan liar dan perubahan alih fungsi hutan.

Tentu hal itu selain karena faktor alam erupsi Gunung Merapi yang menjadi ancaman bagi kelestarian keanekaragaman hayatinya.

“Penataan zonasi merupakan salah satu upaya yang dilakukan pengelola taman nasional untuk melindungi potensi keanekaragaman hayati yang ada,” tulis laporan itu.

Elang jawa adalah hewan yang dilestarikan di daerah mana
Elang jawa yang dipasangi satellite tracking dan dilepasliarkan kembali di Cagar Alam Gunung Picis, Ponorogo, Jawa Timur, beberapa waktu lalu. Foto : Randy Kusuma

Zonasi merupakan pengaturan ruang-ruang di taman nasional yang memperhatikan aspek-aspek ekologis, sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat. “Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan membuat kantong-kantong pelarian satwa liar [refugee] termasuk jalur [koridor] pelariannya.”

Lokasi kantong-kantong satwa dapat dipilih pada habitat yang sesuai dan memiliki tingkat risiko kepunahan keanekaragaman hayati rendah. Blok hutan Gunung Bibi dan blok hutan Turgo merupakan dua lokasi yang direkomendasikan sebagai lokasi pelarian satwa liar.

Di lokasi tersebut juga dapat ditunjuk sebagai lokasi pengembangan tanaman koleksi yang bernilai konservasi tinggi untuk menjaga eksistensi keanekaragaman hayati di TNGM.

Elang jawa merupakan jenis satwa liar dilindungi berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.

Berdasarkan IUCN, statusnya Genting [Endangered]. Berdasarkan data BirdLife International, populasinya diperkirakan sebanyak 300-500 individu dengan tren mengalami penurunan.