Di dalam ajaran agama Hindu ada diperbolehkan membunuh yang disebut dengan istilah

 

Di dalam ajaran agama Hindu ada diperbolehkan membunuh yang disebut dengan istilah

Di dalam ajaran agama Hindu ada diperbolehkan membunuh yang disebut dengan istilah

Di dalam ajaran agama Hindu ada diperbolehkan membunuh yang disebut dengan istilah

          Himsa karma  adalah suatu perbuatan membunuh yang  tidak boleh dilakukan  dalam ajaran agama  Hindu, sebaliknya  ahimsa karma adalah  suatu  perbuatan  tidak membunuh. Namun dalam  tatanan upacara dan upakara yadnya dalam agama Hindu  membutuhkan  sarana berupa hewan - hewan  tertentu  untuk disembelih  sebagai kelengkapan  dalam melaksanakan  upacara  dan upakara  yadnya.  Seperti  hewan - hewan  berikut : ayam,  itik/bebek, babi, kambing,  angsa dan lain-lain sesuai tingkatan yadnya yang dilakukan.   Namun untuk memudahkan  dilaksanakan  yadnya tersebut ada sebuah pengecualian tentang  perbuatan membunuh  yang dapat  dilakukan  kepada  hewan  yang akan dipakai  untuk yadnya.  Seperti  yang  tercantum  di dalam  lontar Wrtti Sesana.        Lontar  wrrti  sesana adalah lontar yang me nguraikan  tentang hal sesana atau aturan - aturan  seorang      sulinggih ( pendeta Hindu  ) yang  merupakan tugas mulia dari umat hindu dalam hubungannya dengan  Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Sehingga dijelaskan  dalam lontar wrrti sesana tentang  Himsa karma  ( perbuatan membunuh  ) yang  dapat dilakukan  terhadap  hewan yang  dibutuhkan  dalam  upacara dan upakara yadnya , untuk  dimakan,  yaitu sebagai  berikut : 1. Dewa puja adalah  membunuh / menyembelih  binatang  dalam kaitannya dipersembahkan  kepada  Dewa.  Kerena kita ketahui umat hindu  di Bali  punya banten-banten  upakara  yang harus diisi dengan  daging seperti  daging  ayam dan daging  bebek. 2. Pitra puja adalah  membunuh / menyembelih  binatang  dalam kaitannya  dengan dipersembahkan kepada  leluhur.  Seperti  dalam  upacara  ngaben,  ngeliggya dan lain  sebagainya. Upakaranya tersebut  sarat dengan penyembelihan  beberapa  binatang  . 3. Atiti puja adalah membunuh binatang dalam kaitannya untuk  dipersembahkan  kepada  tamu.

4. Dharma  Wigata adalah  membunuh  binatang  dalam  kaitannya  binatang  tersebut  membawa penyakit. 

Ahimsa atau ahiṃsā atau ahingsā (Devanagari: अहिंसा; IAST ahiṃsā) adalah sebuah istilah Sanskerta yang berarti "antikekerasan". Ahimsa merupakan bagian penting dari agama Hinduisme, Jainisme, dan Buddhisme. Konsep ini pertama kali digunakan dalam sebuah kitab Hindu yang disebut Upanishad, yang salah satu bagiannya berasal dari tahun 800 SM.[1] Konsep ini kemudian dijelaskan lebih lanjut di Bhagavad Gita, Puranas dan kemudian teks-teks Buddhis.

Dalam kitab Manusmrti, seorang pengikut Ahimsa adalah seorang vegetarian dan tidak membunuh atau melukai makhluk.[2] Ahimsa adalah tugas utama dari semua kasta Hindu.[3]

Konsep ini diperkenalkan kepada Barat oleh Mahatma Gandi. Beberapa orang berpendapat, gerakan anti-kekerasan yang dilakukan Gandhi memengaruhi gerakan kemanusiaan yang lain seperti gerakan Martin Luther King Jr. dan Nelson Mandela.

  1. ^ Hinduism and Vegetarianism karya Paul Turner, Maret 2000.
  2. ^ Manusmrti, 5.15-45-46-47-48-49-50-51-52-53-54-55
  3. ^ Manusmrti, 10.62-63

 

Artikel bertopik agama Hindu ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

  • l
  • b
  • s

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Ahimsa&oldid=18552417"

60 Kelas VII SMP Edisi Revisi Secara umum, membunuh dan menghancurkan sangat dilarang oleh semua agama di dunia. Semua tata nilai yang hidup di masyarakat juga melarang pembunuhan dan penghancuran. Sistem budaya masyarakat yang dibangun pada hakikatnya untuk menghindari pembunuhan dan penghancuran. Semua sistem nilai yang dibangun mengharapkan kehidupan yang penuh dengan rasa welas asih, saling melindungi, dan saling menjaga. Pada hakikatnya, semua masyarakat sangat anti dengan kekerasan. Ketika ada masalah yang muncul, hendaknya diselesaikan secara musyawarah untuk mencapai mufakat. Walaupun semua orang tidak menghendaki kekerasan, ternyata pembunuhan dan konlik selalu ada di masyarakat. Agama Hindu memperbolehkan adanya pembunuhan yang disebut sebagai Pati Kawenang untuk alasan PancaWida, sebagai berikut: 1. membela diri, hal ini terjadi apabila sudah terdesak dan nyawa kita terancam. Dalam situasi seperti ini, maka membunuh karena membela diri dibenarkan; 2. upacara Yajña, membunuh dalam Yajña bukan semata-mata menghilangkan nyawa mahluk lain, tetapi mempunyai fungsi panyupatan, atau mengangkat derajat kemuliaan hewan atau tumbuhan yang dikorbankan untuk kepentingan Yajña; 3. percobaan ilmu pengetahuan; 4. kesehatan tubuh kita; dan 5. menjaga keseimbangan populasi hewan. Hal ini dilakukan agar populasi hewan tidak banyak sehingga tidak membahayakan keselamatan manusia.

B. Pengertian Sad Atatayi

Coba kamu amati sloka yang tertuang dalam kitab Sarascamuscaya, lalu cari berbagai informasi tentang maksud sloka Sarascamuscaya di bawah ini Veda Vakya Risakwehning sarwa bhuta, iking janma wwang juga wenang gumawayaken ikang subhasubhakarma, kunang panentasaken ring subhakarma juga ikang asubhakarma phalaning dadi wwang. saracamuscaya sloka, 2 Terjemahan Di antara semua makhluk hidup hanya yang dilahirkan menjadi manusia sajalah yang melaksanakan perbuatan baik ataupun buruk, leburlah ke dalam perbuatan baik segala perbuatan yang buruk itu, demikian gunanya pahalanya menjadi manusia. 61 Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti Sad Atatayi terdiri dari kata sad dan atatayi. Sad berarti enam dan atatayi berarti cara melakukan pembunuhan. Dengan demikian, sad atatayi berarti enam cara untuk melakukan pembunuhan. Sesungguhnya Veda sebagai kitab suci umat Hindu memberikan tuntunan tentang Ahimsakarma, yaitu larangan untuk untuk melakukan pembunuhan terhadap sesama makhluk hidup dengan motivasi balas dendam dan kemarahan. Dalam ajaran Ahimsakarma, membunuh manusia ataupun membunuh seekor semut berarti melakukan karma buruk yang pasti akan dipetik buahnya di kemudian hari. Dalam Kitab disebutkan bahwa rusa-rusa yang sedang merumput di lapangan yang hijau, ikan-ikan yang sedang berenang di telaga yang jernih dipanah dan dipancing oleh manusia untuk alasan kesenangan dan kesehatan. Akibat dari semua itu, tidak ada satu manusia pun di dunia ini yang terhindar dari penyakit. Penyakit yang dimaksud adalah penyakit dengan kualitas rendah ataupun dengan kualitas tinggi yang bisa menguras banyak biaya.

C. Bagian-Bagian Sad Atatayi

1. Agnida

Agnida adalah cara membunuh orang dengan cara membakar rumahnya sehingga juga membakar orangnya, seperti pencuri yang tertangkap kemudian di bakar hidup-hidup, orang yang ada dalam rumahnya mati terpanggang. Para teroris yang melakukan pengeboman termasuk dalam kelompok Agnida. Contoh cerita tentang Agnida yang patut direnungkan untuk diambil hikmahnya dapat ditemukan dalam kisah Mahabharata, yang kisah singkatnya sebagai berikut: “Pada suatu ketika, Duryadana mengundang Kunti dan Panca Pandawa untuk berlibur. Di sana mereka menginap di sebuah rumah yang sudah disediakan oleh Duryadana. Duryadana mempunyai niat jahat untuk membakar rumah yang dihuni Panca Pandawa pada malam hari. Bima diberitahu oleh Widura bahwa rumah tempat menginap ibu Kunti dan Panca Pandawa akan dibakar oleh Duryadana di malam hari. Kemudian, dibuatlah terowongan agar dapat menyelamatkan diri. Ketika malam hari, rumah tempat Dewi Kunti dan Panca Pandawa menginap dibakar. Dewi Kunti dan Panca Pandawa dapat menyelamatkan diri ke hutan melalui terowongan.” Sumber: http:www.kidnesia.comvar gramediastorageimageskidnesia2014 Gambar 4.1 ilustrasi menyelesaikan masalah dengan musyawarah 62 Kelas VII SMP Edisi Revisi

2. Visada

Visada artinya meracuni baik sesama manusia maupun binatang sampai pingsan, maupun sampai mati. Hal ini adalah merupakan perbuatan dosa sebab perbuatan ini sangat bertentangan dengan hakekat hidup yang beradab. Contoh perilaku Visada dapat direnungkan dalam cerita di bawah ini. “Seorang anak mempunyai kegemaran memancing ikan di sungai atau di kolam. Kadang-kadang ia mendapatkan banyak ikan, namun kadang-kadang mendapatkan sedikit ikan, hasilnya tidak menentu. Pada suatu hari, ia datang ke sungai untuk memancing tetapi hingga siang hari ia tidak mendapatkan seekor ikan pun. Dengan gelisah, cemas, dan penuh harapan ia pergi ke sebuah warung membeli portas dan racun lainnya. Kembalilah ia ke sungai untuk melepaskan racun tadi supaya ikan-ikan besar, belut, kepiting, udang, lele baik besar maupun kecil mati dan hanyut semua. Kemudian, setelah ikan-ikan itu mati ia hanya mengambil beberapa ekor ikan yang besar saja sedangkan yang lainnya dibiarkan hanyut.” Perbuatan ini tidak berdasarkan Tat Twam Asi. Perbuatan ini termasuk pembunuhan secara kejam dengan jalan meracuni, yang dilarang oleh ajaran agama maupun pemerintah.

3. Atharva

Atharva adalah cara membunuh dengan kejam dengan mempergunakan ilmu hitam. Secara antropologi, fenomena ini ternyata ada di seluruh masyarakat dunia baik yang tergolong sudah mempunyai peradaban maju maupun yang masih tergolong primitif. Bahkan di era modern ini sebagian orang masih mempercayai ilmu hitam, misalnya santet, teluh atau di Bali dikenal leak.

4. Sastraghna

Sastraghna adalah membunuh dengan cara membabi buta atau mengamuk. Contoh tentang hal ini dapat ditemukan dalam tragedi pembunuhan siswa taman kanak-kanak beberapa kali di Amerika Serikat. Dalam Sarasamuscaya 324 disebutkan: “Kunang ikang wwang gumawayaken ikang ulah papa, tan masih mwk ngaranika, apayapan awaknya gumawayikang kapapan, awaknya amukti phalanya dlaha” Terjemahan Adapun orang yang melakukan perbuatan jahat itu, dinamai dengan orang yang tidak sayang dengan dirinya sendiri atau karena dirinya sendiri berbuat kejahatan karenanya dirinya sendiri yang akan mengalami akibatnya kelak. 63 Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti

5. Dratikrama

Dratikrama adalah membunuh dengan cara melakukan perbuatan memperkosa, sehingga menghancurkan masa depan seseorang. Selain itu, Dratikrama juga dapat merusak tatanan nilai yang hidup di masyarakat. Contoh perilaku Dratikrama: Orang tua yang ingin bersetubuh dengan anak remaja dan karena menolak akhirnya diperkosadipaksa. Setelah diproses ke meja hijau, ia pun dihukum dan membawa aib bagi keluarga.

6. Raja Pisuna

Raja Pisuna adalah membunuh dengan cara melakukan itnah.Perbuatan memitnah ini sesungguhnya lebih kejam dari melakukan pembunuhan. Mereka yang melakukan itnah sampai menyebabkan orang lain meninggal dunia. Orang yang melakukan hal ini maka kelak setelah mati, rohnya akan terlempar ke Neraka Niraya yaitu neraka yang sangat panas menyiksa. Kelak setelah lahir kembali ke dunia, maka kelahirannya akan menjadi binatang anjing. Kalaupun masih mempunyai sisa karma baik dan dapat kembali terlahir menjadi manusia, maka sepanjang hidupnya akan selalu mendapat hinaan. Bukan itu saja, sepanjang hidupnya akan selalu dalam keadaan susah dan menderita.

D. Cerita tentang Sad Atatayi