Daging kurban bagi orang yang berkurban karena nadzar maka pembagiannya

INDOZONE.ID - Apa yang dimaksud dengan qurban nazar? Apakah ada ketentuan khusus dalam qurban nazar? Lalu, apa pula perbedaan antara qurban nazar dengan qurban sunnah?

Pada artikel Indozone kali ini, akan mengulas seputar qurban nazar dan ketentuannya, serta perbedaan antara qurban wajib dengan qurban sunnah saat Idul Adha.

Dalam Islam, melaksanakan qurban hukumnya sunnah muakkad (sunnah yang diutamakan). Oleh karena itu, setiap umat Muslim sangat dianjurkan untuk qurban, selama ia mampu, baligh, merdeka, dan berakal.

Namun, ibadah qurban yang hukumnya sunnah tersebut bisa menjadi wajib jika di dalamnya terdapat nazar atau kaul.

Nazar artinya janji seseorang kepada Allah Ta'ala yang apabila permintaan atau hajatnya dikabulkan Allah (terpenuhi), maka orang itu akan melakukan salah satu bentuk ibadah sunnah.

Apa yang Dimaksud dengan Qurban Nazar?

Daging kurban bagi orang yang berkurban karena nadzar maka pembagiannya
Ilustrasi hewan qurban untuk Lebaran Haji (ANTARA/Muhamad Hanapi)

Apabila seseorang bernazar menyembelih hewan qurban, maka hukum qurban yang semula sunnah berubah menjadi wajib baginya. Inilah yang disebut dengan qurban nazar (qurban wajib).

Contohnya, seseorang yang menderita penyakit berat kemudian bernazar akan berqurban dengan seekor sapi jika penyakitnya itu disembuhkan Allah SWT.

Ketika Allah menyembuhkan sakitnya, maka orang yang bersangkutan itu wajib memenuhi janji (nazar) untuk melaksanakan qurban dengan seekor sapi.

Lalu pertanyaannya kemudian, apakah boleh seseorang yang berqurban nazar memakan daging qurban nazar-nya sendiri?

Sebagaimana kita ketahui, bahwa setiap orang yang berkurban (shohibul qurban) dianjurkan makan daging qurbannya sebelum dibagi kepada orang yang berhak menerima daging hewan qurban, seperti kerabat, tetangga, teman, dan fakir miskin.

Hukum Memakan Daging Qurban Nazar Sendiri, Bolehkah?

Daging kurban bagi orang yang berkurban karena nadzar maka pembagiannya
Ilustrasi hewan qurban (ANTARA FOTO/Ampelsa)

Dalam kajian ilmu fikih, seseorang yang melaksanakan qurban nazar tidak boleh bahkan dilarang mengonsumsi daging qurban tersebut.

Menurut pendapat para ulama, memakan daging qurban sendiri bagi para shohibul qurban (termasuk anggota keluarganya) berlaku untuk qurban sunnah pada saat Hari Raya Idul Adha (Lebaran Haji).

Di sisi lain, ada perbedaan pendapat ulama mengenai hukum memakan daging qurban nazar bagi para shohibul qurban.

1. Menurut kalangan ulama Hanafiyah, Syafi'iyah, dan mayoritas mazhab Hambali, pemilik qurban nazar serta keluarga yang ia nafkahi, tidak boleh memakan daging qurban tersebut sama sekali. Ia wajib menyedekahkan seluruh daging qurban kepada orang lain.

"Ulama Syafi'iyyah berpendapat: 'Kurban wajib yang dinazarkan atau ditentukan dengan ucapan seseorang misalnya, 'Hewan ini jadi kurban' atau 'Aku jadikan hewan ini sebagai kurban', maka orang yang berkurban dan orang yang dalam tanggungannya tidak diperbolehkan makan dagingnya, dia wajib menyedekahkan semua dagingnya."

2. Menurut kalangan ulama mazhab Maliki dan sebagian ulama Hambali, shohibul qurban boleh memakan daging qurban nazar yang disembelihnya, sebagaimana qurban sunnah.

Terlepas dari itu, ada pendapat lain yang menyebut, jika kemudian ia memakan sebagian dari hewan qurban nazar itu, maka ia pun wajib menggantinya. Namun, ia tidak wajib menyembelih hewan qurban lagi, sebab ia sudah melakukan penyembelihan.

Disebutkan dalam Kitab Kifayatul Akhyar, ada beberapa pendapat terkait penggantian daging qurban nazar yang dimakan, antara lain:

  • Pendapat dari Imam Syafi'i radhiyallahu 'anhu, ialah wajib mengganti harga daging tersebut, sama halnya kalau orang lain ingin membinasakannya.
  • Pendapat lain menyebutkan bahwa wajib hukumnya mengganti daging qurban nazar dengan daging yang sama.
  • Pendapat lain menyebutkan agar seseorang yang memakan daging qurban nazar-nya harus menyembelih lagi dengan mencari gabungan bersama orang lain.
     

Perbedaan Qurban Sunnah dan Qurban Wajib

Daging kurban bagi orang yang berkurban karena nadzar maka pembagiannya
Ilustrasi pembagian daging qurban (ANTARA FOTO/Irfan Anshori)

Setelah tau apa itu qurban nazar, ada beberapa hal yang menjadi perbedaan qurban sunnah saat Idul Adha dengan qurban wajib (termasuk karena nazar), antara lain:

1. Hak mengonsumsi daging bagi pelaksana qurban (mudlahhi)

Orang yang melaksanakan qurban wajib karena nazar, haram hukumnya mengonsumsi daging qurban itu secara pribadi. Hal ini juga berlaku bagi semua orang yang menjadi tanggungannya, seperti istri dan anak.

Syekh Muhammad Nawawi bin Umar al-Jawi al-Bantani dalam 'Tausyikh 'Ala Ibni Qasim' (halaman 531) menegaskan:

"Orang berkurban dan orang yang wajib ia nafkahi tidak boleh memakan sedikitpun dari kurban yang dinazari, baik secara hakiat atau hukumnya."

Sementara itu dalam qurban sunnah, pemilik qurban beserta anggota keluarganya diperbolehkan memakan daging qurbannya.

2. Kadar Pembagian Daging Qurban

Menurut pendapat kuat dalam mazhab Syafi'i, standar minimal daging yang wajib disedekahkan dalam qurban sunnah adalah kadar daging yang mencapai standar kelayakan pada umumnya, misalnya satu kantong plastik.

Kadar minimal daging tersebut wajib diberikan kepada orang fakir miskin, kerabat, teman, ataupun tetangga sekitar dalam kondisi mentah.

Sedangkan untuk qurban wajib, semua daging harus disedekahkan kepada fakir miskin tanpa terkecuali dalam keadaan masih mentah. Dalam hal ini, tidak diperkenankan diberi kepada orang kaya

3. Niat Berqurban

Seperti ibadah-ibadah lainnya, baik qurban sunnah maupun qurban wajib disyaratkan dengan niat. Namun ada perbedaan niat qurban wajib dan qurban sunnah yakni pada lafal bacaan niatnya.

Niat qurban sunnah sendiri:

"Nawaitu udhiyyatalmasnuunata 'annafsii lillahi ta'ala."

Artinya: "Aku niat berkurban sunnah untuk diriku karena Allah Ta'ala."

Niat qurban sunnah yang diwakilkan orang:

"Nawaitu udhiyyatalmasnuunata 'andzaydin muwakkilii lillahi ta'ala."

Artinya: "Aku niat berkurban sunnah untuk Zaid (orang yang memasrahkan kepadaku) karena Allah Ta'ala."

Niat qurban wajib sendiri:

"Nawaitu udhiyyatal waajibata'annafsii lillahi ta'ala."

Artinya: "Aku niat berkurban wajib untuk diriku karena Allah."

Niat qurban wajib untuk diwakilkan orang:

"Nawaitu udhiyyatal waajibata'andzaydin muwakkilii lillahi ta'ala."

Artinya: "Aku niat berkurban sunnah untuk Zaid (orang yang memasrahkan kepadaku) karena Allah Ta'ala."

Demikianlah ulasan singkat seputar qurban nazar dan ketentuannya, serta perbedaan antara qurban wajib dan qurban sunnah saat Idul Adha. Semoga bermanfaat. Wallahu'alam bishawab.

Artikel Menarik Lainnya:

Daging kurban bagi orang yang berkurban karena nadzar maka pembagiannya

Daging kurban bagi orang yang berkurban karena nadzar maka pembagiannya

Pertanyaan:

Sebut saja, si Ahmad pernah bernadzar untuk kurban kambing. Ketika dia berhasil melaksanakannya, bolehkah dia makan daging kurban nadzarnya?

Dari: Abdullah, Jogja

Jawaban:

Setiap orang yang berkurban, dianjurkan untuk makan daging kurbannya. Sebagaimana yang Allah tegaskan dalam Alquran:

فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ

“Jika onta kurban itu sudah jatuh (mati), makanlah darinya dan juga berikanlah kepada orang yang meminta dan yang tidak meminta..” (QS. Al-Hajj: 36).

Ulama sepakat, ayat ini berlaku untuk lurban atau hadyu yang sunah.

Kurban karena nadzar, termasuk kurban yang hukumnya wajib. Ulama berbeda pendapat tentang hukum makan daging kurban wajib, bagi shohibul kurban (pelaku qurban).

Pertama, pemilik kurban nadzar tidak boleh ikut memakannya, dan wajib dia serahkan seluruhnya kepada orang lain. Ini adalah pendapat Hanafiyah, Syafiiyah, dan mayoritas Madzhab Hanbali.

An-Nawawi mengatakan:

فرع في مذاهب العلماء في الاكل من الضحية والهدية الواجبين. قد ذكرنا أن مذهبنا أنه لا يجوز الاكل منهما سواء كان جبرانا أو منذورا وكذا قال الاوزاعي وداود الظاهري لا يجوز الاكل من الواجب

(pasal) tentang pendapat para ulama mengenai hukum makan hewan qurban atau hadyu yang wajib. Telah kami tegaskan bahwa madzhab kami berpendapat, tidak boleh makan kurban dan hadyu yang wajib, baik karena memaksa diri sendiri atau karena nadzar. Demikian yang menjadi pendapat Al-Auza’i, Daud Ad-Dzahiri, tidak boleh akan qurban wajib. (al-Majmu’, 8:418).

Dalam Fatawa ar-Ramli –ulama Madzhab Syafiiyah– beliau ditanya tentang orang yang menentukan, bahwa kambing X miliknya akan dikurbankan. Bolehkan pemiliknya makan?

Beliau menjawab:

بأن الشاة المذكورة تصير بلفظه المذكور أضحية, وقد زال ملكه عنها فيحرم عليه أكله من الأضحية الواجبة

Kambing yang disebutkan di pertanyaan di atas, statusnya menjadi kambing kurban disebabkan ucapan pemiliknya (menegaskan bahwa itu untuk qurban). Sehingga kepemilikan dia telah hilang. Karena itu, haram baginya untuk makan daging qurban wajib. (Fatawa ar-Ramli, 4:69)

Sementara Ibnu Qudamah mengatakan:

وَإِنْ نَذَرَ أُضْحِيَّةً فِي ذِمَّتِهِ ثُمَّ ذَبَحَهَا، فَلَهُ أَنْ يَأْكُلَ مِنْهَا.وَقَالَ الْقَاضِي: مِنْ أَصْحَابِنَا مَنْ مَنَعَ الْأَكْلَ مِنْهَا.وَهُوَ ظَاهِرُ كَلَامِ أَحْمَدَ

Jika ada orang yang nadzar untuk qurban, kemudian dia menyembelih qurban, maka dia boleh memakannya. Sementara al-Qodhi Abu Ya’la menaagatakan: Diantara ulama madzhab kami (Hanbali) ada yang melarang memakannya, dan itu yang nampak dari perkataan Imam Ahmad. (al-Mughni, :/444).

Kedua, shohibul kurban boleh memakannya. Ini adalah pendapat Madzhab Maliki dan sebagian ulama hambali

Dalam Ensiklopedi Fikih dinyatakan:

أمّا إذا وجبت الأضحيّة ففي حكم الأكل منها اختلاف الفقهاء  وَوُجُوبُهَا يَكُونُ بِالنَّذْرِ أَوْ بِالتَّعْيِينِ …. فعند المالكيّة ، والأصحّ عند الحنابلة، أنّ له أن يأكل منها ويطعم غيره

“Untuk kurban wajib, ada perselisihan ulama tentang hukum memakannya. Dimana qurban menjadi wajib disebabkan nadzar atau dengan penunjukan (misal: kambing X untuk kurban tahun ini)… menurut madzhab Maliki dan pendapat yang kuat dalam amdzhab hambali, shohibul qurban boleh memakannya, dan mensedekahkan kepada orang lain. (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, 6/115)

Dalam Fatawa Syabakah Islamiyah, terdapat kesimpulan :

ومن هنا يعلم الأخ السائل أن حكم الأكل من الأضحية التي وجبت بالنذر أو التعيين محل خلاف بين الفقهاء، والأحوط ترك الأكل منها

Dari sini, anda bisa menyimpulkan bahwa hukum makan daging qurban wajib karena nadzar maupun penunjukkan, termasuk masalah yang diperselisihkan ulama. Yang lebih hati-hati, tidak ikut memakannya. (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 103330)

Allahu a’lam

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com)

🔍 Cara Agar Mimpi Basah Dengan Orang Yang Diinginkan, Hukum Solat Tarawih, Surat Alquran Yang Terakhir Diturunkan, Hukum Istri Minta Cerai, Potong Rambut Malam Hari, Bacaan Takbir Shalat Idul Fitri