You're Reading a Free Preview Show
Ilustrasi: Isi dan sejarah Dekrit Presiden Soekarno 5 Juli 1959. /PIXABAY/ Clker-Free-Vector-Images BERITA DIY – Isi Dekrit Preisden 5 Juli 1959 beserta sejarah, alasan, tujuan dan dan dampak yang ditimbulkan dari keputusan Presiden Soekarno saat itu Sering juga disebut dekret, Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang dikeluarkan Presiden Soekarno waktu itu merupakan dekret pertama dalam sejarah Indonesia. Lalu, bagaimana sejarah, alasan, tujuan, hingga dampak yang ditimbulkan dari Dekrit Presiden Soekarno 5 Juli 1959 tersebut? Berikut penjelasannya: Baca Juga: Download Kalender Pendidikan 2022 di Link Ini, Lengkap dengan Daftar Hari Besar Januari – Desember Baca Juga: Besok Dibuka, Ini Cara Daftar Akun LTMPT SNMPTN dan SBMPTN 2022 di ltmpt.ac.id Baca Juga: Kumpulan Kunci Jawaban TTS Tidak Masuk Terbaru, Yuk Ketahui Jawaban Teka Teki Silang Isi Dekrit Presiden 1959
Sejarah dan Alasan Pada tahun 1956, sebuah badan atau dewan perwakilan untuk membentuk konstitusi baru Republik Indonesia yang kemudian disebut Konstituante. Sebelumnya, terdapat UUDS 1950 namun seiring dengan bubarnya Republik Indonesia Serikat (RIS) maka Konstituante melakukan sidang mulai 10 November 1956 untuk merumuskan UUD.
Lihat Foto KOMPAS.com - Pada 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit atau keputusan (ketetapan) presiden yang isinya pemberlakukan kembali Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dikeluarkan akibat kegagalan Badan Konstituante dalam menetapkan UUD baru pengganti UUD Sementara (UUDS) 1950. Saat itu, Dekrit Presiden 5 Juli 1959 bertujuan untuk mengatasi kegagalan konstituante dan ketidakstabilan politik. Melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, pemerintah memberlakukan kembali UUD 1945. Berarti sistem pemerintahan yang dijalankan adalah sistem pemerintahan demokrasi terpimpin. Baca juga: Latar Belakang Dekrit Presiden 5 Juli 1959 Latar belakangDekrit Presiden 5 Juli 1959 merupakan dekret yang dikeluarkan oleh presiden pertama Indonesia, yaitu Presiden Soekarno. Latar belakang dikeluarkannya dekret ini adalah kegagalan Badan Konstituante dalam menetapkan UUD baru sebagai pengganti dari UUD Sementara (UUDS) 1950. Badan Konstituante adalah lembaga dewan perwakilan yang bertugas membentuk suatu konstitusi baru bagi Indonesia untuk mengganti UUDS 1950. Salah satu alasan UUDS 1950 harus diganti adalah pada masa itu kerap terjadi pergantian kabinet, sehingga memicu terjadinya ketidakstabilan politik. Pada 10 November 1956, anggota konstituante mulai melakukan persidangan untuk menetapkan UUD baru. Namun, dua tahun berselang, belum juga terumuskan UUD yang diinginkan. Baca juga: Berapa Kali Amandemen UUD 1945 Dilakukan?
Melihat kondisi saat itu, Presiden Soekarno menyampaikan amanatnya di depan Sidang Konstituante pada 22 April 1959. Isi amanatnya ialah, Soekarno menganjurkan agar kembali ke UUD 1945. Pada 30 Mei 1959, konstituante melakukan pemungutan suara. Hasilnya, 269 suara setuju atas penetapan kembali UUD 1945 dan 199 lainnya tidak setuju. Meski banyak suara yang setuju, pemungutan suara kembali dilakukan karena jumlah suara tidak memenuhi kuorum (jumlah minimum anggota yang harus hadir di rapat, sidang, dsb). Voting kedua dilaksanakan pada 1 dan 2 Juni 1959, yang kembali berujung pada kegagalan. Konstituante pun dianggap tidak berhasil menjalankan tugasnya, sehingga Presiden Soekarno memutuskan untuk mengeluarkan dekret presiden. Usulan Presiden Soekarno untuk kembali ke UUD 1945 sempat mengalami pro dan kontra, ada pihak yang mendukung ada pula yang tidak. Baca juga: Nasakom, Konsep Kesatuan Politik ala Soekarno Dua partai besar, yakni PNI dan PKI, menerima usulan Soekarno, tetapi Masyumi menolak. Pihak yang menolak khawatir jika UUD 1945 kembali diberlakukan, maka Demokrasi Terpimpin akan diterapkan. Setelah melalui perundingan panjang, akhirnya Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden pada Minggu, 5 Juli 1959, pukul 17.00.
Sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959 Indonesia menggunakan sistem pemerintahan Demokrasi Terpimpin. Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959Isi dari Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah sebagai berikut
Baca juga: Demokrasi Indonesia Periode Parlementer (1949-1959) Dampak Dekrit Presiden 5 Juli 1959Berikut ini adalah beberapa dampak dari dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Referensi:
Keluanya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 berisikan antara lain:
Berdasarkan pembahasan di atas, maka jawaban yang tepat adalah C
Dekrit Presiden 5 Juli 1959 merupakan jembatan politik dari era demokrasi liberal ke demokrasi terpimpin. Dekrit ini di keluarkan oleh Presiden Soekarno dan disambut baik masyarakat yang selama 10 tahun merasa ketidakstabilan sosial politik. Selain masyarakat, dekrit ini juga didukung oleh TNI, partai besar (PNI dan PKI), dan Mahkamah Agung. Dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 ini memiliki tujuan dan dampak bagi negara. Ulasan lengkap terkait dekrit ini, bisa disimak pada penjelasan berikut ini. Berdasarkan penjelasan dalam buku “Modul Sejarah Indonesia Kelas XII KD. 3.4 dan 4.4, diterangkan bahwa upaya menuju demokrasi terpimpin sudah dirilis sebelum Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Langkah pertama dilakukan pada 6 Mei 1957 saat Presiden Soekarno membentuk Dewan Nasional untuk mewujudkan Konsepsi Presiden 1957. Melalui panitia perumus Dewan Nasional, muncul usulan tertulis tentang pemberlakan kembali UUD 1945 sebagai landasan demokrasi terpimpin. Usulan tersebut diutarakan oleh Mayor Jenderal A.H. Nasution. Meskipun demikian, usulan tersebut kurang didukung oleh wakil partai dalam dewan tersebut yang ingin mempertahankan UUDS 1950. Atas desakan dari Nasution, akhirnya Presiden Soekarno menyetujui untuk kembali ke UUD 1945. Tanggal 19 Februari, Presiden Soekarno mengeluarkan keputusan tentang pelaksaan demokrasi terpimpin dalam rangka kembali ke UU 1945. Keputusan tersebut disampaikan dihadapan DPR pada 2 Maret 1959. Dalam sidang konstitusi yang dilaksanakan pada 22 April 1959, Presiden Soekarno meminta konstituante untuk menempatkan kembali UU 1945 tanpa perubahan dan menetapkannya sebagai konstitusi negara. Baca JugaUsulan presiden tersebut ditindaklanjuti dengan pemungutan suara. Namun hingga tiga kali pengumungan suara, anggota konstituante gagal menyepakati konstitusi negara. Tanggal 3 Juni 1959 sidang dewan konstituante masuk masa reses. Beberapa fraksi dalam dewan konstituante menyatakan tidak akan menghadiri sidang kecuali untuk membubarkan konstituante tersebut. Kondisi tersebut membuat kondisi politik sangat genting. Konflik politik antar partai semakin panas hingga melibatkan masyarakat didalamnya. Selain itu, ada juga beberapa pemberontokan di daerah-daerah yang mengancam kesatuan NKRI. Untuk mencegah terjadinya ekses politik sebagai akibat ditolaknya usulan pemerintah, maka A.H. Nasution selaku Penguasa Perang Pusat mengeluarkan PEPERPU/040/1959 atas nama pemerintah yang isinya larangan adanya kegiatan politik termasuk menunda semua sidang dewan konstituante. Suwiryo selaku KASD dan Ketua Umum PNI juga menyarankan kepada presiden untuk mengumumkan bahwa UUS 45 kembali berlaku. Tanggal 3 Juli 1959, Presiden Soekarno kemudian mengadakan pertemuan dengan dewan DRP Sartono, Perdana Menteri Djuanda, anggota dewan nasional (Roelan Abdoel Gani dan Muh. Yamin), dan Ketua Mahkamah Agung Mr. Wirjono Prodjodikoro. Pertemuan tersebut bertujuan untuk menyepakati diberlakukannya kembali UUD 45 sebagai konstitusi negara tanpa persetujuan konstituante. Pertujuan tersebut kemudian dilanjutkan dengan pidato singkat Presiden Soekarno yang dikenal dengan nama Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Baca JugaKegagalan konstituante dalam merumuskan UUD baru, membuat lahirnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Berdasarkan penjelasan di atas, kita bisa mengetahui bahwa tujuan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yaitu untuk menyelamatkan negara yang pada saat itu sedang genting. Dalam buku “Modul Sejarah Indonesia Kelas XII KD. 3.4 dan 4.4, berikut tiga dari Dekrit Presiden 5 Juli 1959:
Dampak Dekrit Presiden 5 Juli 1959Setiap peristiwa pasti memiliki dampak, termasuk Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Mengutip dari tirto.id, berikut tiga dampak Dekrit Presiden 5 Juli 1959 bagi Indonesia.
Baca JugaSetelah dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, pemerintahan Indonesia menerapkan sistem demokrasi terpimpin. Menurut penjelasan di Jurnal Legislasi Indonesia 15(1), ciri-ciri dari demokrasi terpimpin sebagai berikut:
Kemunculan demokrasi terpimpin di Indonesia dipengaruhi beberapa faktor, antara lain:
|