Berfungsi mengeraskan tekstur buah dengan cara direndam

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang

Bahan hasil pertanian  setelah dipanen masih melakukan aktivitas kehidupan jadi memungkinkan masih adanya mikroorganisme yang dapat menyebabkan daya simpan bahan tersebut rendah. Salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan mengeringkan bahan tersebut hingga kadar air turun sehingga dapat meminimalisir tumbuhnya mikroorganisme, cara ini disebut pengeringan. Aplikasi metode pengeringan yaitu pada proses pembuatan manisan.

Manisan adalah salah satu bentuk makanan olahan yang bayak disukai oleh masyarakat. Rasanya yang manis bercampur dengan rasa khas buah. Buah-buahan selain dapat dimakan secara langsung, juga dapat diolah menjadi manisan buah. Menurut Sediaoetama, buah yang dijadikan manisan umumnya adalah buah yang aslinya tidak mempunyai rasa manis, tetapi lebih asam. Manisan dibedakan atas dua jenis yaitu manisan buah basah dan manisan buah kering. Perbedaan manisan buah basah dan buah kering adalah proses pembuatannya, daya awet, dan kenampakannya. Buah yang dibuat manisan akan menjadi lebih tahan lama. Oleh karena itu, praktikum ini dilakukan untuk mengetahui lama penyimpanan buah yang diolah secara perendaman dan pengeringan.

1.2         Tujuan

Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah:

1)        Untuk mengetahui pengolahan dan karakteritik manisan kering dari berbagai jenis buah.

2)        Untuk mengetahui pengaruh perendaman dalam larutan kapur (Ca(OH)2) terhadap manisan kering yang dihasilkan

3)        Untuk mengetahui pengaruh perbedaan jenis blanching terhadap manisan kering yang dihasilkan.

4)        Untuk mengetahui pengaruh perbedaan pengeringan terhadap manisan kering yang dihasilkan.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1         Pengertian Manisan Buah

Manisan adalah salah satu bentuk makanan olahan yang banyak disukai oleh masyarakat. Rasanya yang manis bercampur dengan rasa khas buah. Buah-buahan terutama berfungsi sebagai sumber vitamin dan mineral, tetapi pada jenis buah-buahan tertentu dihasilkan juga cukup banyak energi. Buah-buahan selain dapat dimakan secara langsung, juga dapat diolah menjadi manisan buah. Menurut Sediaoetama (2006), buah yang dijadikan manisan umumnya adalah buah yang aslinya tidak mempunyai rasa manis, tetapi lebih asam.

Menurut Sediaoetama (2006), Pengolahan buah menjadi manisan sering dikerjakan di Indonesia, mempergunakan gula pasir. Pada manisan buah, buah yang telah dikuliti dipotong – potong dan direbus dalam larutan gula pasir sampai menjadi kering dan pekat. Buah yang digunakan sebagai manisan biasanya yang aslinya tidak mempunyai rasa manis, tetapi lebih masam, seperti belimbing, salak dan mangga mentah.

2.2         Macam-macam Manisan Buah

Manisan dibedakan atas dua jenis yaitu manisan buah basah dan manisan buah kering. Perbedaan manisan buah basah dan manisan buah kering adalah proses pembuatannya, daya awet dan kenampakannya. Daya awet manisan buah kering lebih lama dibandingkan dengan daya awet manisan buah basah. Hal ini disebabkan karena kadar air pada manisan buah kering lebih rendah dan kandungan gulanya yang lebih tinggi dibandingkan dengan manisan buah basah (Sediaoetomo, 2006). Manisan kering memiliki daya simpan yang lebih lama dibandingkan manisan basah. Kadar air manisan kering lebih rendah tetapi kadar gulanya lebih tinggi (Fatah, 2004). Selain itu, proses pembuatan produk manisan kering tidak memerlukan teknologi yang tinggi. Biayanya murah dan pembuatannya mudah serta hanya memerlukan fasilitas yang sederhana. Namun demikian produk ini mempunyai nilai ekonomi dan tingkat kesukaan yang tinggi sehingga dapat dikembangkan (Arifin, 1999).

Meskipun jenis manisan buah yang umum dipasarkan ada bermacam-macam bentuk dan rasanya, namun menurut Kusmiadi (2008) manisan tersebut sebenarnya dapat dikelompokkan menjadi 4 golongan, yaitu: 1. Golongan pertama adalah manisan basah dengan larutan gula encer (gula yang dilarutkan dicampurkan dengan buah jambu, mangga, salak dan kedondong). 2. Golongan kedua adalah manisan larutan gula kental menempel pada buah. Manisan jenis ini adalah pala, lobi-lobi dan ceremai. 3. Golongan ketiga adalah manisan kering dengan gula utuh ( gula tidak larut dan menempel pada buah). Buah yang sering digunakan adalah buah mangga, kedondong, sirsak dan pala. 4. Golongan keempat adalah manisan kering asin karena unsur dominan dalam bahan adalah garam. Jenis buah yang dibuat adalah jambu biji, buah, mangga, belimbing dan buah pala.

2.3         Karakteristik Bahan yang Digunakan

2.3.1   Belimbing wuluh

Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) atau sering disebut belimbing asam dikenal cukup baik oleh masyarakat Indonesia. Rasa buahnya yang asam dan aroma yang khas membuat belimbing wuluh sering digunakan dalam masakan. Pemanfaatan belimbing wuluh di Indonesia umumnya dalam bentuk segar baik sebagai campuran dalam masakan, obat tradisional, penghilang bau amis, kosmetik, maupun penghilang karat pada besi dan baja (Wijayakusuma, 1993; Tampubolon, 1995, Manan, 2000).

Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) adalah buah yang banyak tersebar di Indonesia sebagai tanaman pekarangan rumah yang belum dibudidayakan dan dikembangkan pemanfaatannya. Buah belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) memiliki kandungan asam yang tinggi dan kadar air buah yang tinggi menyebabkan buah jarang dikonsumsi layaknya buah segar dan daya simpan relatif singkat. Pemanfaatan dan pengembangan buah belimbing wuluh di Indonesia belum dilakukan secara optimal, karena nilai jual buah yang masih rendah dan tidak diimbangi dengan potensi yang dimiliki buah belimbing (awaitati, 2005).

Penggunaan suhu yang tepat pada pembuatan manisan kering belimbing wuluh berkisar antara 75oC-90oC dengan lama waktu pengeringan 12-15 jam. Jika suhu terlalu rendah pengeringan akan berlangsung lama, sementara jika suhu terlalu tinggi tekstur bahan akan menjadi kurang baik (Rans, 2006).

2.3.2   Tomat

Tomat merupakan salah satu makanan yang bergizi tinggi, kandungan gizi tomat masak dapat dilihat pada tabel 1. kandungan zat gizi buah tomat masak (tiap 100gr)

Komponen

Jumlah

Vitamin A (SI)

1500

Vitamin B (mg)

0,06

Vitamin C (mg)

40

Karbohidrat (gr)

4,2

Lemak (gr)

0,3

Protein (gr)

1

Kalsium (mg)

5

Fosfor (mg)

2,7

Besi (mg)

0,5

Sumber: Susanto dan Saneto, 1994

2.3.3   Mangga

Berikut adalah tabel 2. Komposisi kimia dan nilai gizi buah mangga:

Kandungan zat

Nilai rata-rata buah mangga

Mentah

Matang

 Air (%)

90,00

86,10

 Protein (%)

0,70

0,60

 Lemak (%)

0,10

0,10

 Gula total (%)

8,80

11,80

 Serat (%)

-

1,10

 Mineral

0,40

0,30

Kapur (%)

0,03

0,01

 Fosfor (%)

0,02

0,02

 Besi (%)

4,50

0,30

 Vitamin A (mg/100g)

150 IU

4.800 IU

 Vitamin B1 (mg/100g)

-

0,04

 Vitamin B2 (mg/100g)

0,03

0,05

 Vitamin C (mg/100g)

3,00

13,00

Asam nicotinat (mg/100g)

-

0,30

  Nilai kalori per 100g

39

50-60

Sumber: Laroussihe, LE MANGUIER, dalam Pracaya (2011)

Komponen daging buah mangga yang paling banyak adalah air dan karbohidrat. Selain itu juga mengandung protein, lemak, macam-macam asam, vitamin, mineral, tannin, zat warna, dan zat yang mudah menguap sehingga menciptakan aroma harum khas buah mangga.

2.3.4   Gula pasir

Gula terlibat dalam pengawetan dan pembuatan aneka ragam produk-produk makanan. Beberapa diantaranya yang biasa dijumpai adalah termasuk selai, jeli, marmalade, sari buah, sirup buah-buahan, buah-buahan bergula, umbi dan kulit, buah-buahan beku dalam sirup, acar manis dan madu. Walaupun gula sendiri mampu untuk memeberi stabilitas mikroorganisme pada suatu produk makanan jika diberikan dalam konsentrasi yang cukup (diatas 70% padatan terlarut biasanya dibutuhkan), ini pun umum bagi gula untuk dipakai sebagai salah satu kombinasi dari teknik pengawetan bahan pangan. Kadar gula yang tinggi bersama dengan kadar asam yang tinggi, perlakuan dengan pasteurisasi secara pemanasan, penyimpanan dengan suhu rendah, dehidrasi dan bahan-bahan pe ngawet kimia (seperti asam benzoat) merupakan teknik-teknik pengawetan pangan yang penting (Buckle, dkk, 1987).

2.3.5   Air kapur (Ca(OH)2)

Kalsium hidroksida Ca(OH)2 berbentuk kristal putih yang lembut dengan berat molekul 74,09. Memiliki sifat-sifat diantaranya: rasanya agak pahit, larut dalam air, larut dalam gliserol, tidak larut dalam alkohol, dan memiliki pH 12,4 dalam larutan jenuh (Hartono, 2006).

Kalsium hidroksida atau Ca(OH)2 merupakan bahan penunjang lain yang digunakan dalam pembuatan manisan. Perendaman dalam larutan kalsium hidroksida ini bertujuan untuk menguatkan tekstur bagian luar buah yang akan diolah menjadi manisan. Perubahan ini disebabkan adanya senyawa kalsium dalam kapur yang berpenetrasi kedalam jaringan buah. Akibatnya struktur jaringan buah menjadi lebih kompak berkat adanya ikatan baru antara kalsium dengan jaringan dalam buah (Fatah, 2004).

2.4         Pengaruh Perendaman Ca(OH)2 dan Pengeringan

Perendaman Ca(OH)2  dapat mengeraskan jaringan produk yang akan dikeringkan dan menghilangkan rasa asam pada produk. Kalsium hidroksida (Ca(OH)2) atau yang lebih dikenal dengan air kapur, termasuk dalam golongan basa kuat yang dapat menetralkan atau menurunkan kandungan asam (Scott, 1994). Menurut Utami (2007), penambahan garam kalsium seperti Ca(OH)2 yang tinggi pada pembuatan manisan dapat mengurangi terjadinya kerusakan pada  bahan.

2.5         Prinsip Kerja Pengeringan

Pengeringan merupakan salah satu unit operasi energi paling intensif dalam pengolahan pasca panen. Unit operasi ini diterapkan untuk mengurangi kadar air produk seperti berbagai buah-buahan, sayuran, dan produk pertanian lainnya setelah panen. Pengeringan adalah proses pemindahan panas dan uap air secara simultan yang memerlukan panas untuk menguapkan air dari permukaan bahan tanpa mengubah sifat kimia dari bahan tersebut. Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan uap air antara udara dan bahan yang dikeringkan. Laju pemindahan kandungan air dari bahan akan mengakibatkan berkurangnya kadar air dalam bahan tersebut.

Dasar pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Dalam hal ini, kandungan uap air udara lebih sedikit atau udara mempunyai kelembaban nisbi yang rendah sehingga terjadi penguapan. Kemampuan udara membawa uap air bertambah besar jika perbedaan antara kelembaban nisbi udara pengering dengan udara sekitar bahan semakin besar. Salah satu faktor yang mempercepat proses pengeringan adalah kecepatan angin atau udara yang mengalir. Udara yang tidak mengalir menyebabkan kandungan uap air di sekitar bahan yang dikeringkan semakin jenuh sehingga pengeringan semakin lambat.

Tujuan pengeringan untuk mengurangi kadar air bahan sampai batas perkembangan organisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau bakteri terhenti sama sekali. Dengan demikian bahan yang dikeringkan mempunyai waktu simpan lebih lama.

BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1         Alat dan Bahan

3.1.1   Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain:

a.       Oven

b.      Kompor

c.       Panci

d.      Parut

e.       Toples plastik

f.       Dandang

g.      Pisau

h.      Baskom

3.1.2   Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum antara lain:

a.       Belimbing wuluh

b.      Mangga

c.       Tomat

d.      Gula

e.       Air kapur (Ca(OH)2)

3.1         Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan

3.1.1  

Uji Organoleptik (warna, aroma, rasa, tekstur dan keseluruhan)

Pemeraman dengan gula, 1-2 hari

Blanching (Steam), 1 menit

Pencucian dan Pembersihan Biji

Penusukan dengan tusuk gigi

Tanpa perendaman dalam air kapur (CaOH2)

Pencucian dan Pembersihan Biji

Perendaman dalam air kapur (CaOH2), 1 jam

Penusukan dengan tusuk gigi

Skema kerja

3.1         Fungsi perlakuan

Pada praktikum ini pertama yang dilakukan adalah menyiapkan alat dan bahan. Praktikum ini menggunakan buah belimbing wuluh dengan dua perlakuan yaitu direndam dengan air kapur (Ca(OH)2) dan tanpa perendaman air kapur (Ca(OH)2). Buah belimbing dicuci terlebih dahulu agar bersih kemudian ditusuk-tusuk dengan tusuk gigi agar pada saat perendaman larutan bisa masuk ke buah belimbing. Selanjutnya sampel belimbing 1 direndam dengan air kapur (Ca(OH)2) selama 1 jam tujuan perendaman dengan air kapur ini adalah untuk menguatkan tekstur dari bahan itu sendiri. Sedangkan sampel kedua buah belimbing wuluh tanpa perendaman untuk perbandingan. Kemudian belimbing wuluh ditimbang sebanyak 100gr lalu di blanching (steam) selama 1 menit untuk menginaktifkan enzim serta untuk memperbaiki warna dan tekstur. Langkah selanjutnya yaitu belimbing wuluh diperam dengan gula selama 1-2 hari untuk memberi rasa manis pada belimbing dan agar rasa masam pada belimbing bisa keluar. Kemudian manisan belimbing ditiriskan agar kadar airnya berkurang. Selanjutnya manisan belimbing yang direndam dengan air kapur dan tanpa perendaman dikeringkan dengan 2 metode, yaitu sampel A dan B belimbing direndam air kapur dan tanpa perendaman dioven selama 2-3 hari pada suhu 60oC dan sampel C dan D belimbing direndam air kapur dan tanpa perendaman dijemur dibawah sinar matahari selama 2-3 hari. Tujuan pengeringan ini adalah untuk mengurangi air pada bahan dan untuk mengawetkan manisan. Terakhir dilakukan uji organoleptik terhadap manisan buah belimbing wuluh, parameter yang digunakan antara lain: warna, aroma, rasa, tekstur, dan keseluruhan.

BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

4.1         Hasil Pengamatan

4.1.1   Randemen

Perlakuan

Berat Bahan Awal

Berat Bahan Akhir

Oven + Perendaman

100 gram

29,5 gram

Oven Tanpa Perendaman

100 gram

27,8 gram

Matahari + Perendaman

100 gram

32,4 gram

Matahari Tanpa Perendaman

100 gram

36,5 gram

4.1.2   Uji organoleptik

1.             Warna

Panelis

Kode Sampel

923

675

875

711

Novilya F.

4

4

3

3

Aprilianti N.

2

2

2

2

M. Afandi Muslim

4

4

2

1

Rifki Maghrobi

4

4

2

2

Fachri Yugo

4

4

2

1

Gita Elena

5

5

4

4

Nur Aisyah

4

4

2

1

Dyah Rizki

5

4

2

2

Ulfa Nur Aida

3

3

2

3

Aqidatul Izza

4

4

2

2

Nindy Erdiana

4

4

4

2

Novita Fitri

4

3

4

4

Ratnawati

4

4

2

2

Galih Rizky

3

3

3

3

Fresty N.

4

3

3

3

Nadia Putri

4

3

2

1

Rata-rata

3,875

3,625

2,5625

2,25

2.             Aroma

Panelis

Kode Sampel

923

675

875

711

Novilya F.

4

4

3

4

Aprilianti N.

2

2

2

3

M. Afandi Muslim

3

4

3

2

Rifki Maghrobi

3

4

3

3

Fachri Yugo

3

4

3

2

Gita Elena

3

3

3

3

Nur Aisyah

2

3

3

3

Dyah Rizki

5

3

3

2

Ulfa Nur Aida

3

2

3

4

Aqidatul Izza

4

3

3

3

Nindy Erdiana

4

4

3

3

Novita Fitri

4

4

4

4

Ratnawati

4

4

3

3

Galih Rizky

4

3

3

3

Fresty N.

3

2

3

3

Nadia Putri

4

3

3

1

Rata-rata

3,4375

3,25

3

2,875

3.             Tekstur

Panelis

Kode Sampel

923

675

875

711

Novilya F.

2

3

4

4

Aprilianti N.

2

3

3

3

M. Afandi Muslim

4

3

2

1

Rifki Maghrobi

4

3

2

2

Fachri Yugo

4

3

2

1

Gita Elena

5

4

2

2

Nur Aisyah

4

4

3

3

Dyah Rizki

5

4

1

2

Ulfa Nur Aida

3

3

3

3

Aqidatul Izza

4

4

3

3

Nindy Erdiana

3

4

2

3

Novita Fitri

3

4

4

3

Ratnawati

4

3

3

2

Galih Rizky

4

4

2

2

Fresty N.

3

3

3

3

Nadia Putri

4

3

3

1

Rata-rata

3,625

3,4375

2,625

2,375

4.             Keseluruhan

Panelis

Kode Sampel

923

675

875

711

Novilya F.

3

3

3

4

Aprilianti N.

2

2

2

2

M. Afandi Muslim

4

4

2

1

Rifki Maghrobi

4

4

2

2

Fachri Yugo

4

4

2

1

Gita Elena

4

4

3

3

Nur Aisyah

4

4

3

3

Dyah Rizki

5

3

2

1

Ulfa Nur Aida

3

3

3

3

Aqidatul Izza

4

3

3

3

Nindy Erdiana

3

4

2

3

Novita Fitri

4

4

4

4

Ratnawati

4

4

3

3

Galih Rizky

4

3

3

3

Fresty N.

4

3

3

3

4

3

3

1

Rata-rata

3,75

3,4375

2,6875

2,5

Keterangan:

Kode 923        : Matahari, tanpa perendaman

Kode 675        : Matahari, perendaman

Kode 875        : Oven, perendaman

Kode 711        : Oven, tanpa perendaman

4.2         Hasil Perhitungan

4.2.1   Randemen

Perlakuan

Berat Bahan Awal

Berat Bahan Akhir

Randemen

Oven + Perendaman

100 gram

29,5 gram

29,5%

Oven Tanpa Perendaman

100 gram

27,8 gram

27,8%

Matahari + Perendaman

100 gram

32,4 gram

32,4%

Matahari Tanpa Perendaman

100 gram

36,5 gram

36,5%

4.2.2   Uji organoleptik

1.             Warna

Kode sampel

923

675

875

711

Rata-rata

3,875

3,625

2,5625

2,25

2.             Aroma

Kode sampel

923

675

875

711

Rata-rata

3,4375

3,25

3

2,875

3.             Tekstur

Kode sampel

923

675

875

711

Rata-rata

3,625

3,4375

2,625

2,375

4.             Keseluruhan

Kode sampel

923

675

875

711

Rata-rata

3,75

3,4375

2,6875

2,5

Keterangan:

Kode 923        : Matahari, tanpa perendaman

Kode 675        : Matahari, perendaman

Kode 875        : Oven, perendaman

Kode 711        : Oven, tanpa perendaman

BAB 5. PEMBAHASAN

5.1         Uji Organoleptik

5.1.1   Warna

Dari hasil uji organoleptik kepada 15 panelis didapatkan hasil rata-rata warna yang disukai terhadap manisan belimbing wuluh dijemur dibawah matahari tanpa perendaman, matahari dengan perendaman, dioven dengan perendaman, serta dioven tanpa perendaman berturut-turut sebagai berikut 3,875; 3,625; 2,5625; 2,25. Dari keempat sampel tersebut rata-rata tertinggi yaitu pada sampel dengan kode 923 (dijemur dibawah matahari tanpa perendaman), artinya warna manisan belimbing pada sampel ini yang paling disukai panelis. Perubahan warna pada manisan belimbing wuluh ini juga dipengaruhi karena perendaman dengan air kapur. Semakin lama proses pengeringan dan semakin rendah konsentrasi Ca(OH)2 yang digunakan, maka warna yang dihasilkan semakin cenderung berwarna coklat tua sampai dengan hitam/gelap. Sedangkan semakin tinggi penambahan konsentarasi Ca(OH)2 pada perendaman buah dapat membantu menghambat terjadinya perubahan warna. Menurut Ress dan Bettison (1991) dalam Utami (2007), pigmen alami merupakan senyawa yang tidak stabil dan mudah pecah selama proses pengolahan dengan pemanasan. Selain itu penambahan gula juga dapat menjadi faktor terjadinya perubahan warna selama proses pengeringan.

5.1.2   Aroma

Hasil analisa rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap sifat organoleptik aroma manisan kering belimbing wuluh yang tertinggi adalah pada manisan dengan kode sampel 923(dijemur dibawah matahari tanpa perendaman) dengan rata-rata 3,4375. Sedangkan rerata yang terendah terdapat pada manisan dengan kode sampel 711(dioven dan tanpa perendaman) yaitu 2,875. Hal ini diduga karena konsentrasi Ca(OH)2 dan lama waktu pengeringan masih rendah, sehingga tidak memberikan efek perubahan terhadap aroma. Dilihat dari selisih tingkat kesukaan terhadap aroma dari manisan belimbing wuluh tidak terlalu jauh, dikarenakan aroma yang dihasilkan dari manisan belimbing wuluh ini berbau netral(umumnya disukai panelis). Dimana seharusnya penambahan konsentrasi Ca(OH)2 yang tinggi pada saat perendaman dapat menghasilkan produk dengan aroma bau yang cenderung tidak sedap, tercampur aroma lain dari bahan yang terkadung di dalam Ca(OH)2, karena adanya senyawa yang masuk dan hilang pada bahan. Sedangkan proses pengeringan yang terlalu lama mengakibatkan hilangnya senyawasenyawa volatil pada bahan akibat proses penguapan, sehingga aroma didalam bahan keluar hingga tercium aroma wangi dari bahan yang dikeringkan (Wijaya, dkk., 2002).

5.1.3   Tekstur

Nilai kesukaan tekstur tertinggi didapatkan pada manisan dengan kode sampel 923(dijemur dibawah matahari tanpa perendaman) dengan rata-rata mencapai 3,625. Hal tersebut dikarenakan produk manisan belimbing memiliki tekstur kenyal dan tidak terlalu keras. Nilai terendah kesukaan tekstur manisan belimbing wuluh ditunjukkan pada kode sampel 711(dioven tanpa perendaman) yaitu 2,375. Panelis kurang menyukai produk manisan belimbing dengan kode sampel 711(dioven tanpa perendaman)  karena memiliki tekstur yang lebih keras sehingga sulit dikunyah. Tekstur yang keras disebabkan karena pengeringan yang terlalu lama. Matondang (1991), menyatakan bahwa semakin lama waktu pengeringan, kadar air pada bahan menurun, menyebabkan penguapan air lebih banyak dan pengerutan pada bahan. Selain itu Sulisna (2002) menyatakan bahwa pemanasan pada produk buah-buahan dapat meningkatkan kekerasan karena pemanasan dapat mengurangi ikatan pada molekul pektin dan membuatnya lebih kuat, terutama pada ikatan silang. Tekstur produk hasil pengeringan dapat diperbaiki dengan melakukan perendaman dalam garam-garam kalsium yang dapat mengeraskan jaringan produk (Tranggono dan Sutardi, 1990 dalam Utami, 2007).

5.1.4   Keseluruhan

Nilai kesukaan keseluruhan terhadap manisan belimbing wuluh tertinggi didapatkan pada sampel 923(dijemur dibawah matahari tanpa perendaman) yaitu 3,75. Sedangkan nilai kesukaan terendah didapatkan pada manisan belimbing dengan kode 711 (dioven tanpa perendaman) yaitu 2,5. Dari data diatas yang paling disukai panelis dari warna, aroma, dan tekstur adalah manisan dengan kode 923(dijemur dibawah matahari tanpa perendaman) hal ini menunjukkan bahwa manisan tersebut memiliki kualitas manisan yang baik sehingga banyak disukai panelis. Hal ini sesuai dengan pendapat Satuhu (1994) yang mengatakan bahwa, manisan buah belimbing wuluh kering yang baik adalah yang memiliki rasa manis, teksturnya kering , warna menarik dan masih ada aroma dari buah Belimbing wuluh karena itu merupakan ciri khas dari manisan buah belimbing wuluh.

5.2         Randemen

Hasil perhitungan randemen pembuatan manisan kering belimbing wuluh secara berturut-turut dioven dengan perendaman, dioven tanpa perendaman, dijemur pada matahari dengan perendaman, dan dijemur pada matahari tanpa perendaman adalah 29,5%, 27,8%, 32,4%, dan 36,5%. Kecilnya persentase jumlah randemen, maka dapat diketahui bahwa output bahan yang dihasilkan semakin sedikit. Sedikitnya jumlah output yang dihasilkan pada pengolahan manisan buah kering disebabkan berkurangnya kadar air pada bahan akibat proses pengeringan.        

BAB 6. PENUTUP

5.1         Kesimpulan

Dari praktikum diatas dapat disimpulkan bahwa:

1.             Manisan kering belimbing wuluh yang paling disukai panelis adalah manisan yang tanpa direndam dan dijemur pada matahari.

2.             Manisan yang direndam pada air kapur (Ca(OH)2) memiliki tekstur yang lebih kuat.

3.             Manisan belimbing wuluh yang di blanching memiliki warna yang lebih segar dan tekstur yang lebih kuat.

4.             Manisan yang dikeringkan terlalu lama akan memiliki tekstur yang keras, sehingga kurang disukai panelis.

5.2         Saran

1.             Dalam membuat manisan buah lebih baik memilih buah yang tua tetapi masih agak keras agar manisan tidak keriput, segar, dan tidak berair.

2.             Dalam proses pembuatan manisan buah harus dengan peralatan yang steril dan bersih agar tidak terkontaminasi serta manisan agar lebih tahan lama.

DAFTAR PUSTAKA

Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet and M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan. Penerjemah H. Purnomo dan Adiono. UI-Press, Jakarta.

Fatah MA, Bachtiar Y. 2004. Membuat Manisan Buah. Jakarta: PT. Agro Media Pustaka.

Hartono A. 2006. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit. Jakarta: EGC.

Kusmiadi, Riwan. 2008. Manisan Buah dalam artikel Rektorat Universitas Bangka Belitung.

Rans. 2006. Pengeringan.

http:// Warintek.progressio.or.id (diakses 01 November 2015)

Sediaoetama, Ahmad Djaeni. 2006. Ilmu Gizi. Cetakan Keenam. Jakarta: Dian Rakyat.

Susanto, T dan B. Saneto. 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Surabaya: Bina Ilmu.

Utami, P. W. 2007. Pembuatan Manisan Tamarilo (Kajian Konsentrasi Perendaman Air Kapur dan Lama Pengeringan Terhadap Sifat Fisik, Kimia, dan Organoleptik). Skripsi. Jurusan THP, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.

Wijayakusuma, Hembing. 1993. Tanaman Berkhasiat Obat di Indonesia. Jakarta : Pustaka Kartin


Page 2