Beras ketan mengandung zat yang disebut amilopektin hal ini menyebabkan beras ketan memiliki sifat

Tepung beras ketan dapat terbuat dari beras ketan hitam atau putih yang dihaluskan. Beras ketan (Oryza sativa var. glutinosa atau Oryza glutinosa; disebut juga sticky rice, sweet rice dan waxy rice) merupakan jenis beras Asia yang berbulir pendek dan memiliki sifat lengket (sticky) ketika dimasak. Beras ketan memiliki kadar amilopektin yang sangat tinggi dan kadar amilosanya berkisar antara 1-2% dari kadar pati seluruhnya (Koswara, 2006).

Tepung beras ketan cenderung lebih rapuh, memiliki butir-butir yang cukup besar, dan berwarna putih opak, sedangkan beras memiliki tekstur yang keras dan lebih transparan (Grist, 1975). Tepung beras ketan dibedakan dari tepung beras berdasarkan kandungan amilosa dan amilopektin. Komponen utama dalam tepung beras ketan adalah amilopektin sedangkan kadar amilosanya hanya 0.8% sampai 1.3% dari kadar keseluruhan pati (Hubeis, 1985).

Beras ketan tidak mengandung amilosa (seluruh pati mengandung amilopektin) yang jika dimasak bersifat amat lengket, lunak, basah, mengkilap padat, kurang menyerap air dan kurang mengembang (Wildman, 2000). Tepung ketan sifatnya lengket seperti beras ketan. Tepung ketan dibuat dari beras ketan yang ditumbuk atau digiling sampai halus dan dikeringkan sehingga dapat tahan lama. Kandungan utama beras adalah pati (starch)  80% dan protein  7%. Pati pada beras terdiri atas amilosa dan amilopektin. Kadar amilosa dalam beras sangat erat hubungannya dengan tekstur nasi. Selain beras ketan, beras digolongkan

11 menjadi kadar amilosa tinggi (25-30 %), sedang (20-29 %) dan rendah (10-20 %). Kandungan amilosa mempunyai nilai kolerasi negatif terhadap nilai taste panel dengan kelekatan (cohesivenesses), kelunakan (tenderness), warna, kilap, nasi. Kadar kolerasi positif dengan jumlah penyerapan air dan pengembangan volume nasi sebelum pemasakan.

Tepung beras ketan berfungsi sebagai sumber pati yang memiliki tingkat kestabilan cukup tinggi. Penggunaan tepung beras ketan tidak mengurangi sineresis pada olahan yang dibekukan, disimpan, dan kemudian dicairkan esnya (Hariyadi, 2006). Tepung beras ketan sering digunakan sebagai bahan pengental untuk saus, gravies, dan pudding (Bao dan Bergman, 2004). Tepung beras ketan banyak digunakan untuk makanan yang mengandung banyak gula, yang umumnya diinginkan tekstur yang kenyal tapi lenting dan tidak lekat. Sifat lekat tersebut dapat dikurangi dengan penambahan minyak atau bahan yang mengandung minyak. Penganan tradisional Indonesia yang banyak menggunakan tepung beras ketan sebagai bahan bakunya antara lain kue mendut, kue mangkok, kue cucur, dan lupis (Koswara, 2006).

4. INULIN

Inulin merupakan homopolimer fruktan yang diisolasi pertama kali dari tanaman Inula helenium. Inulin dapat diperoleh dari bawang merah, bawang daun, bawang putih, asparagus, pisang, gandum, barley (Tungland, 2002). Inulin juga ditemukan pada chicory, dandelion, artichoke (Roberfroid, 2005). Satu rantai inulin dibentuk oleh sekitar 30 unit fruktosa atau dengan kata lain memiliki derajat polimerisasi (DP) sebesar 30 atau lebih.

Inulin mempunyai banyak kegunaan terutama dalam bidang pangan dan kesehatan. Pada dasarnya, penggunaan inulin dalam bidang pangan adalah karena sifat-sifat teknologis dan fisiologisnya. Sifat-sifat teknologisnya yaitu sebagai pengganti gula dan lemak. Kedua substansi ini merupakan bagian yang penting dalam bidang pangan yang mana penggunaannya akan mempengaruhi struktur, rasa di mulut, kalori, dan memberikan rasa manis. Karena kemampuannya mengikat air dan mempunyai rasa dan warna yang netral, maka inulin mempunyai sifat memodifikasi tekstur yang unik, karena itulah inulin digunakan sebagai pengganti gula dan lemak dalam berbagai produk pangan. Dengan menggunakan sejumlah kecil inulin, rasa dan tekstur produk dapat ditingkatkan. Inulin meningkatkan flavor buah- buahan, menghasilkan tekstur dan mouthfeel (rasa di mulut) yang baik bagi produk pangan rendah gula dan lemak (Roberfroid, 2005).

Sifat fisiologisnya yaitu inulin tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim pencernaan sehingga mencapai usus besar tanpa mengalami perubahan kimiawi. Di dalam usus besar, inulin terfermentasi oleh koloni mikroflora dan menghasilkan berbagai produk metabolit akhir. Hal ini membuat inulin digolongkan sebagai serat makanan (Nondigestible oligosakarida/NDO) yang memberikan beberapa sifat fisiologis dan menghasilkan keuntungan yang unik bagi kesehatan tubuh. Sifat fisiologis inulin ini banyak dimanfaatkan dalam bidang medis dan farmasi. Antara lain mengurangi resiko kanker usus besar (Tungland, 2002) dan menormalkan kadar gula darah bagi penderita diabetes (Franck dan De Leenher, 2004). Pada kondisi normal inulin dari chicory dapat terdispersi dalam air, namun ada kecenderungan menggumpal selama hidrasi karena sifatnya yang higroskopis. Inulin chicory mempunyai daya ikat air (water binding capacity) sekitar 1:1.5 (Tungland, 2002).Struktur kimia inulin dapat dilihat pada Gambar 1.

12 Gambar 1. Struktur kimia inulin

Inulin tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan seperti α-amilase ataupun enzim penghidrolisis lainnya, yaitu sukrase, maltase, dan isomaltase baik pada pH rendah maupun tinggi (Oku et al., 1984). Inulin dapat sampai di usus dengan utuh sehingga dapat difermentasi probiotik. Kandungan inulin dalam beberapa bahan makanan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 4. Kandungan inulin dalam beberapa bahan makanan

Sumber Inulin (g/100 g)

Kisaran Rata-rata Bawang merah (Allium cepa)

Mentah Mentah-kering Dimasak 1,1-7,5 4,7-31,9 0,8-5,3 4,3 18,3 3,0 Jerusalem artichoke (umbi)-(Heliacnthus tuberosus) 16,0-20,0 18,0 Chicory (akar)-(Chicorium intybus) 35,7-47,6 41,6 Asparagus (akar/umbi)-(Asparagus officinalis)

Mentah Kering 2,0-3,0 1,4-2,0 2,5 1,7 Bawang daun (Allium ampeloprasum)

Mentah 3,0-10,0 6,5

Bawang putih (Allium sativum) Mentah Kering 9,0-16,0 20,3-36,1 12,5 28,2 Globe artichoke (daun/jantung)-(Cynara scolymus) 2,0-6,8 4,4 Pisang (buah)-(Musa cavendishii L.)

Mentah Mentah-kering Dikalengkan 0,3-0,7 0,9-2,0 0,1-0,3 0,5 1,4 0,2 Gandum (Triticum sp) Mentah Tepung-dipanggang Tepung-direbus 1,0-4,0 1,0-3,0 0,2-0,6 2,5 2,4 0,4 Rye (cereal)-(Secale cereale)

Dipanggang 0,5-0,9 0,7

Barsley (cereal)-(Hordeum vulgare) Mentah Dimasak 0,5-1,0 0,1-0,2 0,8 0,2 Dandelion (daun)-(Taraxacum officinale)

Mentah Dimasak 12,0-`15,0 8,1-10,1 13,5 9,1 *Tungland (2002)

Inulin telah ditambahkan ke dalam berbagai produk seperti produk susu dan turunannya, selai, roti, dan produk panggangan, sereal sarapan, bahkan dalam bentuk tablet suplemen dengan tujuan untuk memperkaya kandungan serat serta berperan sebagai prebiotik (Franck dan Leenher, 2005). Inulin merupakan homopolimer furanosidik, yang berarti inulin merupakan polimer yang

13 tersusun atas monomer yang sama. Monomer penyusun inulin adalah fruktosa yang berbentuk cincin bersegi lima atau furanosa (Sinnott, 2007). Berbagai hasil penelitian menyebutkan bahwa inulin dan oligofruktosa meningkatkan penyerapan mineral seperti kalsium, magnesium dan besi oleh tubuh. Kenaikan yang signifikan dihasilkan dengan mengonsumsi inulin sebanyak 15 gram per hari. Suatu penelitian (EKM, 2011) yang telah dipublikasikan dalam jurnal Nutrition Research

2006 melaporkan bahwa tikus yang mendapat suplementasi inulin dan oligofruktosa mengalami peningkatan absorpsi kalsium sebesar 40% yang mengakibatkan kekuatan tulangnya menjadi lebih besar. Selain memiliki efek menguntungkan sebagai prebiotik dan meningkatkan penyerapan mineral, inulin juga berperan dalam meningkatkan tekstur makanan. Biasanya inulin dari umbi chicory dapat larut dalam air dengan cepat (60g/L pada 10oC, 330g/L pada 90oC) dan agak higroskopis. Inulin membantu mengikat air, mengentalkan dan meningkatkan mouthfeel dalam berbagai produk makanan, dan sudah digunakan secara komerisal misalnya pada industri roti,

dressing, pasta, dan seafood (International Partnering Event on Health and Food, 2003).

E.PROSES PENGOLAHAN DAN MUTU BANANA BARS

Proses pemanggangan snack bars sama dengan proses pemanggangan cookies. Tahapan pembuatan cookies meliputi pembentukan krim, pembentukan adonan, pencetakan, pemanggangan, pendinginan, dan pengemasan. Agar semua bahan tercampur merata dalam adonan maka mentega dibuat krim terlebih dahulu bersama gula, telur, dan susu skim (creaming method).

Menurut Matz dan Matz (1978), pencampuran dan pengadukan dengan metode krim baik untuk cookies yang dicetak karena menghasilkan adonan yang bersifat membatasi pengembangan gluten

yang berlebihan. Krim dicampur hingga homogen dengan tepung dan bahan lainnya, setelah

homogen, adonan dicetak. Tahap akhir pembuatan cookies adalah pemanggangan. Suhu pemanggangan bergantung pada jenis cookies yang dibuat. Pada umumnya, pemanggangan

dilakukan pada suhu kurang lebih 170°C selama 15−20 menit (Suarni, 2009).

Ketika adonan dimasukkan, suhu oven tidak boleh terlalu panas, sebab bagian luar akan terlalu cepat matang sehingga menghambat pemanggangan dan mengakibatkan permukaan cookies

menjadi retak. Setelah pengembangan, diperlukan penanganan selama pendinginannya. Jika

cookies terlalu cepat didinginkan bisa terjadi keretakan. Keretakan internal biasanya tidak segera terlihat, tetapi karena kerusakan selama pengemasan dan pendistribusiannya (Almond, 1989). Pendinginan di suhu ruang bertujuan untuk mengeluarkan uap panas akibat proses pemanggangan. Bila cookies tidak didinginkan dan langsung dikemas, maka uap panas tidak dapat keluar dan akan terserap kembali sehingga kadar airnya akan meningkat dan menjadi tidak awet untuk disimpan lama. Menurut Muchtadi (2008), produk bakery yang telah dipanggang perlu didinginkan (dibiarkan) sampai mencapai suhu kamar untuk memudahkan penanganan/pengemasan, mengempukkan tekstur dan memudahkan pengirisan.

Kriteria uji fisik (bau, rasa, warna, dan tekstur) cookies harus normal, artinya bau khas kue kering sesuai dengan bahan kue yang digunakan, rasa enak, warna sesuai dengan zat pewarna yang ditambahkan, dan tekstur renyah, tidak mudah hancur, tetapi tidak keras. Secara umum, keadaan fisik kue kering tersebut sesuai aslinya (Jurnal Litbang Pertanian, 28(2), 2009). Selain itu, memiliki nilai gizi yang memenuhi standar mutu cookies (Tabel 2) yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia.

Pengukuran cookies dapat dilakukan secara subjektif, yaitu dengan uji sensori menggunakan panelis dan uji objektif dengan menggunakan alat. Terdapat korelasi antar uji objektif dan uji sensori. Salah satu alat yang biasa digunakan untuk mengukur tekstur cookies adalah General Foods Texturometer dan Intron Universal Testing Machine. Parameter yang terukur adalah

14

keteguhan, kerapuhan, kekuatan ikatan antara partikel sejenis (cohesiveness), dan kekuatan ikatan antara partikel yang tidak sejenis (adhesiveness). Cookies tidak memiliki sifat adhesiveness tetapi memiliki sifat cohesiveness yang sangat kecil (Faridi, 1994).

Kadar protein (gluten) dan kemampuan mengikat air berpengaruh pada kekerasan cookies

(Gaines et al,. 1992). Jumlah tepung mempengaruhi kekerasan cookies karena sifat hidrofiliknya yang dapat mengikat air. Makin tinggi kadar protein, makin tinggi kekerasan cookies. Menurut Burt dan Fearn (1983), selama pemanggangan panas berpenetrasi dengan cepat pada bagian bawah dan atas cookies, menyebabkan hilangnya gas pengembang dan air pada bagian tersebut. Penetrasi panas ke bagian dalam cookies lebih lambat, memungkinkan terbentuknya lebih banyak rongga udara. Makin lama air tertahan, memungkinkan makin banyak pati tergelatinisasi pada bagian tengah cookies. Jumlah rongga udara yang terbentuk dan gelatinisasi pati dipengaruhi oleh kecepatan perpindahan panas ke dalam cookies dan kecepatan hilangnya air. Makin banyak panas yang masuk, makin banyak rongga udara yang terbentuk dan lebih banyak pati yang tergelatinisasi. Hal ini akan mempengaruhi struktur remah pada cookies.

Formula cookies terdiri atas gula dan lemak yang tinggi, tetapi kadar airnya rendah. Jumlah gula dan lemak yang besar mengakibatkan penyebaran cookies selama pemanggangan. Perubahan bentuk ini dipengaruhi oleh sifat reologi adonan. Sifat reologi adonan tergantung dari jenis formula, yaitu tergantung jumlah tepung, shortening, dan gula yang dipakai (Faridi, 1994).

Selama pemanasan terjadi penyerapan air oleh pati yang menyebabkan pembengkakan pati serta peningkatan viskositas. Viskositas akan meningkat terus sampai granula pati pecah karena jumlah air yang diserap telah mencapai kapasitas maksimum. Pada titik ini viskositas sistem akan turun kembali. Faktor-faktor yang mempengaruhi gelatinisasi pati adalah keberadaan protein dan lemak (Pomeranz, 1991).

15

III.METODE PENELITIAN

Apakah beras ketan mengandung amilosa?

Berbeda dari beras, ketan memiliki butir opak, kadar amilosa sangat rendah dan memiliki tekstur nasi yang sangat lengket. Berdasarkan komposisi pati dalam ketan, disamping memiliki kadar amilosa yang sangat rendah, ketan memiliki kadar amilopektin yang tinggi.

Dilihat dari sifatnya beras ketan mengandung pati apa?

Beras ketan ini memiliki kandungan pati yang tinggi, dengan kadar amilosa 1-2% dengan kadar amilopektin 98-99%, semakin tinggi kandungan amilopektinnya semakin lekat sifat berat tersebut (Winarno,2002).

Beras ketan memiliki kandungan apa?

Zat mineral yang dikandung oleh beras ketan putih dapat membantu menjaga kepadatan tulang, sehingga penyakit osteoporosis bisa dicegah. Terutama kandungan kalsium, dalam 100 gram beras ketan putih, terdapat sekitar 2 miligram kalsium yang siap menjaga kesehatan tulang.

Apa yang menyebabkan perbedaan sifat rasa pati beras dan pati ketan berbeda?

Komposisi kandungan pati (amilosa dan amilopektin) yang ada dalam beras dan beras ketan lah yang menyebabkan cita rasa dan teskturnya berbeda saat dimasak.